HAP Materi 5
HAP Materi 5
KEKUASAAN MENGADILI
A. Kekuasaan mengadili :
Kekuasaan mengadili merupakan syarat formil. Permasalahan kekuasaan atau yuridiksi mengadili
timbul disebabkan berbagai faktor seperti faktor instansi Peradilan yang membedakan eksistensi
antara Peradilan Banding dan Kasasi sebagai Peradilan yang lebih tinggi (superior court)
berhadapan dengan Peradilan tingkat pertama (inferior court). Faktor ini dengan sendirinya
menimbulkan masalah kewenangan mengadili secara instansional. Perkara yang menjadi
kewenangan peradilan yang lebih rendah, tidak dapat diajukan langsung kepada peradilan yang
lebih tinggi. Ada juga faktor perbedaan atau pembagian yurisdiksi berdasarkan lingkungan peradilan,
yang melahirkan kekuasaan atau kewenangan absolute bagi masing-masing lingkungan peradilan
yang disebut juga atribusi kekuasaan (atributive competensie, jurisdiction).
Pada saat mengajukan gugatan atau permohonan, harus diperhatikan oleh calon Penggugat atau
Pemohon, bahwa gugatan atau permohonan diajukan kepada Pengadilan mana dan dimana yang
berwenang untuk menangani perkara yang diajukan.
Hukum Acara Peradilan di Indonesia mengenal 2 (dua) bentuk kekuasaan (kewenangan) yaitu :
Berbagai lingkungan Badan Peradilan tersebut, apabila dilihat dari segi kewenangan absolute
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kata gori besar, yaitu badan Peradilan Umum dan Peradilan
Khusus.
a. Badan Peradilan Umum
Menurut Pasal 3 UU No. 2 Tahun 1986, Kekuasaan Kehakiman dilingkungan Pengadilan
Umum, terdiri dari :
1) Pengadilan Negeri
2) Pengadilan Tinggi
Selanjutnya Pasal 6 Pasal 50 mengatakan :
- PN merupakan Pengadilan tingkat pertama
- PN sebagai Pengadilan tingkat pertama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata ditingkat pertama,
kecuali perkara pidana yang masuk dalam lingkungan Peradilan Militer.
- PN berkedudukan di Kotamadya atau Ibu Kota Kabupaten.
Dengan demikian secara Instansional, PN sebagai Peradilan tingkat pertama
secara absolut hanya berwenang memeriksa dan menyelesaikan perkara perdata
pada tingkat pertama. Dalam kedudukan itu, semua penyelesaian perkara, berawal
dari PN sebagai Pengadilan Tingkat Pertama. Segala perkara Perdata, kecuali
perkara Perdata yang masuk dalam lingkungan Peradilan Agama.
Kedudukan PA : Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tertentu yang diatur
dalam UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU No. 50 tahun 2009.
hap
Sedangkan ruang lingkup kewenangan absolut Pengadilan Agama untuk memeriksa, memutus
dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan Ekonomi
Syari’ah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam (pasal 49 Undang-Undang No. 3 tahun
2006). sehingga apabila dalam perkara-perkara tersebut dilakukan oleh orang yang tidak
beragama Islam dan tidak dengan landasan hukum Islam, maka perkara tersebut secara
absolute tidak menjadi kewenangan Pengadilan Agama, akan tetapi menjadi kewenangan
Pengadilan Umum.
Selanjutnya dalam penjelasan pasal 49 Undang-Undang No. 3 tahun 2006 diatas dinyatakan
bahwa penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi dibidang Perbankan syari’ah, melainkan
juga dibidang ekonomi syari’ah lainnya.
Yang dimaksud dengan “ antara orang-orang yang beragama Islam “ adalah termasuk orang
atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan dirinya dengan sukarela kepada
hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama sesuai dengan
ketentuan pasal ini.
Mahkamah syar’iyah : merupakan Pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan
berada di Aceh.
Diatur di Pasal 128 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Mahkamah Syari’ah disamping bertugas dan berwenang memeriksa mengadili perkara
sebagaimana tersebut dihuruf a diatas, juga bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili,
memutus dan menyelesaikan perkara dibidang Jinayah(Hukum Pidana) yang didasarkan atas
syariat Islam sebagaimana yang diatur dalam pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Perda No. 5 Tahun 2000, Qanun No. 10 Tahun 2002,
Qonun Nomor 11, 13 dan 14 tahun 2002. Dan Qanun terkait lainnya.
Qanun :
Adalah Peraturan Perundangan sejenis Peraturan Daerah yang mengatur penyelenggaraan
pemerintah dan kehidupan masyarakat di Provinsi Aceh. (Qanun Aceh yang berlaku diseluruh
wilayah Provinsi Aceh).
Qiradh :
Merupakan istilah untuk kerja sama dalam bentuk pinjaman modal tanpa menggunakan sistim
bunga dengan perjanjian bagi hasil.
Musaqah :
Merupakan kerjasama antara pemilik tanaman dan pengelola atau pengarap untuk memelihara
dan merawat tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan
bersama dan perjanjian / akad.
Muzara’ah : kerja sama antara pemilik sawah atau ladang dengan penggarap.
Mukhabarah : yaitu kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dan penggarap dengan bagi
hasil menurut perjanjian.
hap
Syirkah :
Adalah percampuran dua bagian atau lebih, sehingga tidak dapat dibedakan lagi satu bagian
dengan yang lainnya (akad atau kerjasama usaha) / bersekutu atau berserikat.
Ariyah : pinjam meminjam, menurut bahasa memberi manfaat tanpa imbalan.
Hajru :
Menurut bahasa artinya mencegah sedangkan menurut istilah adalah melarang atau menahan
seseorang untuk membelanjakan hartanya. Dalam islam bermaksud untuk menjaga
kepentingan pribadi yang bersangkutan dan termasuk kepentingan orang lain agar tidak
mengalami kerugian.
Syuf’ah :
Menjual sesuatu dengan memprioritaskan yang lebih dekat hubungannya dari pada yang jauh.
Rahnun/Ar-Rahn : secara sederhana dapat diartikan semacam jaminan hutang atau gadai, atau
menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya atau dapat kita
sebut sebagai gadai.
Ihyaul Mawat :
Membuka lahan baru (tanah yang belum pernah dikerjakan oleh siapapun, berarti tanah yang
belum dipunyai orang lain atau tidak diketahui siapa yang punya. Syaratnya ada 2 pertama :
orang yang membuka harus beragama Islam dan kedua : tanah yang dibuka masih bebas,
bukan milik orang lain.
Ma’din :
Adalah merupakan hasil bumi yang bernilai seperti emas dan perak, hasil bumi ini boleh
dinyatakan seperti Petroleum, batu permata, dan lain jenis yang berhubungan dengan bumi dan
nilainya amat berharga seperti emas, perak.
Luqathah :
Adalah menemukan barang yang hilang dari pemiliknya baik hilang karena lupa maupun jatuh
dijalan.
hap
hap