HAP Materi 6
HAP Materi 6
Pengertian Perkawinan :
Yang dimaksud dengan “ Perkawinan “ adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan
undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku dan dilakukan menurut syari’at Islam,
antara lain :
1. Ijin beristri lebih dari seorang (Poligami).
2. Ijin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dalam hal orang
tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus terdapat perbedaan pendapat.
3. Dispensasi kawin.
4. Pencegahan pernikahan.
5. Penolakan dalam perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
6. Pembatalan perkawinan.
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri.
8. Perceraian karena talak.
9. Gugatan perceraiaan.
10. Penyelesaian harta bersama.
11. Mengenai penguasaan anak.
12. Putusan sah atau tidaknya seorang anak.
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada kepada bekas isteri
atau penentuan suatu kewajiban bagi mantan isteri.
14. Ibu dapat memikul pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya
bertanggung jawab tidak memenuhinya.
15. Pencabutan kekuasaan orang tua.
16. Pencabutan kekuasaan wali.
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam kekuasaan seorang wali
dicabut.
18. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 tahun yang
ditinggal kedua orang tuanya, padahal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya.
19. Pembebanan kewajiban ganti rugi terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas
harta benda anak yang ada dibawah kekuasannya.
20. Penetapan asal usul anak.
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan
campuran.
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan lain.
23. Syiqaq.
24. Li’an.
Pengertian Waris :
“ Waris “ adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta
peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta
peninggalan, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan
siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
hap
Pengertian wasiat :
“ Wasiat “ adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang
lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
Pengertian hibah :
“ Hibah “ adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang
atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
Pengertian wakaf :
“ Wakaf “ adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan /
atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan
umum menurut syari’ah.
Pengertian zakat :
“ Zakat “ adalah harta yang wajib disisihkan oleh seseorang muslim atau badan hukum yang
dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya.
Pengertian infaq :
“ Infaq “ adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi
kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan rizki (karunia), atau menfakahkan
sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Alloh SWT.
Pengertian shadaqah :
“ Shadaqah “ perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/-
badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi waktu dan jumlah tertentu dengan
mengharap ridlo Alloh SWT dan pahala semata.
Demikian penjelasan pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Perkara-
perkara yang telah diuraikan tersebut diatas menjadi kewenangan absolute Pengadilan Agama.
Sehingga Pengadilan lain tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili.
a. Kekuasaan/kewenangan relative :
Kewenangan relatif mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara Pengadilan yang serupa
tergantung pada tempat tinggal Tergugat, Kekuasaan relatif (distributie van rechtsmacht),
azaznya adalah yang berwenang pada pengadilan dimana Tergugat bertempat tinggal ( actor
sequator forum rei ). Khusus perkara cerai gugat pada lingkungan Peradilan Agama yang
diajukan oleh pihak isteri, maka gugatan tersebut diajukan ditempat tinggal Penggugat (isteri).
hap
Tempat tinggal adalah berbeda dengan tempat kediaman. Tempat tinggal seseorang adalah
tempat dimana seseorang menempatkan pusat kediaman, lebih tepat dikatakan bahwa tempat
tinggal seseorang dapat dilihat dari Kartu Penduduknya. Sedangkan kediaman adalah dimana
seseorang berdiam untuk sementara waktu pada tempat-tempat tertentu.
Menurut hukum acara perdata umum yang diatur dalam HIR pasal 118 dan RBg. Pasal 142,
Kompetensi relatif titik tekannya adalah berkaitan dengan wilayah hukum suatu Pengadilan,
apabila suatu gugatan atau permohonan diajukan bukan pada tempat tinggal Tergugat, maka
Pengadilan tanpa harus menunggu eksepsi yang diajukan oleh Tergugat berwenang untuk
menolaknya. Namun dalam hukum acara perdata perdata khusus yang berlaku di Pengadilan
Agama, bertujuan untuk melindungi kaum wanita pada umumnya dan isteri pada khusunya,
sehingga dalam perkara perceraian yang diajukan oleh pihak isteri, maka gugatan tidak harus
diajukan pada Pengadilan agama dimana sang suami atau Tergugat bertempat tinggal, tapi
cukup diajukan di Pengadilan Agama dimana isteri atau Penggugat bertempat tinggal.
Berkaitan dengan permohonan perkara cerai talak yang diajukan oleh pihak suami atau
Pemohon kepada pihak isteri atau Termohon yang berlaku dilingkungan Pengadilan Agama,
maka permohonan tersebut diajukan di Pengadilan dimana isteri atau Termohon bertempat
tinggal, kecuali apabila Termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediamannya yang
telah ditentukan bersama tanpa ijin Pemohon, maka permohonan dapat diajukan pada
Pengadilan Agama dimana isteri sekarang bertempat tinggal atau tetap pada tempat tinggal
semula. (BW Pasal 17).
Persoalan kopentensi relatif, keberatan itu harus diajukan sebelum ada pemeriksaan. Hakim tidak
dapat meneleliti wewenang relatif karena jabatannya, Pengadilan (baik Pengadilan Umum atau
Pengadilan Agama atau Pengadilan lainnya) hanya mempunyai wewenang untuk memeriksa
perkara dalam hal wilayah hukumnya saja. Apabila bila terjadi sengketa kewenangan antara dua
Pengadilan yang sama, maka akan diputuskan oleh Pengadilan Tingkat Banding diwilayah kedua
Pengadilan yang sama tersebut berada.
hap
( 7 )
PEMANGGILAN
Dalam bagian ini akan dibicarakan berbagai permasalahan hukum yang berkenaan dengan
pemanggilan, perlu diingat, bahwa pemanggilan dan pemberitahuan merupakan awal proses
pemeriksaan persidangan pada tingkat pertama (PN, PA), tingkat banding (PT,PTA), dan tingkat
Kasasi (MA), sehubungan dengan itu, agar proses pemeriksaan dapat berjalan menurut tata cara
yang ditentukan, sangat tergantung kepada validitas ( validity) atau sah tidaknya pemanggilan dan
pemberitahuan yang dilakukan oleh juru sita.
Berkaitan dengan pemanggilan berikut petugas dan tata caranya adalah diatur dalam pasal 122,
390 HIR, 146, 718 RBg. Pasal 26 – 28 PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 138 – 140 Kompilasi
Hukum Islam.
Relaas adalah dikatagorikan sebagai “ Akta otentik “ hal ini diatur dalam pasal 165 HIR, pasal
289 RBg, dan pasal 1868 BW. Karena itu apa yang tercantum didalam relaas harus dianggap
benar, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, maka siapapun harus membenarkan apa yang
tersebut dalam relaas.
Pengangkatan Juru Sita Pengadilan Agama adalah berdasar pada pasal 40 (1) UU No.3
tahun 2006 yakni : Juru Sita Pengadilan Agama diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
Mahkamah Agung atas usulan Ketua Pengadilan yang bersangkutan. Apabila juru sita tidak
ada, maka tugas pemanggilan dan pemberitahuan serta surat-surat kejurusitaan yang lain
dilaksanakan oleh Juru sita pengganti. Adapun pengangkatan Juru sita pengganti adalah
diatur dalam pasal 40 (2) UU No. 3 tahun 2006, yaitu : “ Juru sita pengganti diangkat dan
diberhentikan oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
hap
B. Tata cara Pemanggilan
a. Pengertian Panggilan
Mendatangkan, menghadirkan, mengundang, proses, cara, perbuatan memgggil, perintah
untuk menghadiri sidang yang telah ditentukan.
Menurut hukum Acara perdata yaitu menyampaikan secara resmi (official) dan patut
(properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di Pengadilan, agar
memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan Majelis Hakim atau
Pengadilan. Menurut pasal 388 dan pasal 390 ayat (1) HIR yang berfungsi melakukan
pemanggilan adalah Juru Sita. Hanya panggilan yang dilakukan Juru Sita yang dianggap sah
dan resmi. Kewenangan Juru sita ini berdasarkan Pasal 121 ayat (1) HIR diperolehnya lewat
perintah Ketua (Majelis Hakim) yang dituangkan dalam penetapan hari sidang (PHS) atau
penetapan Pemberitahuan. Pemanggilan atau panggilan dalam arti sempit sering di identikan
hanya terbatas pada perintah menghadiri sidang pada hari yang ditentukan, akan tetapi
dalam Hukum Acara Perdata sebagaimana dijelaskan Pasal 388 HIR. adalah :
- Panggilan pertama kepada Penggugat dan Tergugat
- Panggilan menghadiri sidang lanjutan kepada pihak-pihak atau salah satu pihak tidak
hadir pada sidang pertama, dan ketidak hadirannya dengan alasan yang sah atau tanpa
alasan yang sah.
- Panggilan terhadap saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu pihak, berdasarkan
berdasarkan Pasal 139 HIR (dalam hal mereka tidak dapat menghadirkan saksi yang
penting kepersidangan).
- Selain itu, panggilan dalam arti luas meliputi juga tindakan hukum pemberitahuan atau
aanzegging (notificaton) antara lain :
- Pemberitahuan putusan PT, PTA, MA.
- Pemberitahuan permintaan banding kepada Terbanding.
- Pemberitahuan memori banding dan kontra memori banding.
- Pemberitahuan permintaan Kasasi dan memori kasasi kepada Termohon Kasasi.
hap
- Pemanggilan umum melalui Bupati/Wali Kota, apabila tempat kediaman yang dipanggil
tidak diketahui, dalam hal ini juru sita dibenarkan melakukan pemanggilan umum melalui
Bupati/WaliKota.
Jika seseorang dipanggil ditempat kediamannya, kemudian juru sita mendatangi
kediaman dimaksud, ternyata tidak dijumpai dan tidak ada disitu, kemudian juru sita
mendatangi Lurah/Kepala Desa untuk minta penjelasan tentang keberadaan pihak,
kemudian Lurah/Kepala Desa tersebut mengatakan tidak tahu dimana dan kemana
pindahnya, maka juru sita harus minta surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa tersebut
yang berisi tentang ketidakadaannya pihak yang dipanggil, dan berdasarkan surat
keterangan tersebut Pengadilan dapat meminta bantuan Bupati/Wali Kota untuk
melakukan pemanggilan umum dengan cara menempelkan surat panggilan ditempat
pengumuman Kantor Bupati/Wali Kota. Khusus untuk perkara perceraian, panggilan
umum diatur dalam pasal 390 (2) HIR / 718 (2) RBg. Kemudian diubah dan dimodifikasi
kearah yang lebih dinamik dan realistis oleh pasal 27 PP No. 9 tahun 1975, dengan
tatacara sebagai berikut :
a. Menempelkan surat gugatan/permohonan pada papan pengumuman di Pengadilan
Agama yang bersangkutan.
b. Mengumumkan penempelan melalui satu atau beberapa surat kabar atau masmedia
lain.
c. Pengumuman tersebut harus dilakukan sebanyak dua kali dengan tenggang waktu
satu bulan antara pengumuman yang pertama dengan yang kedua.
d. Tenggang waktu antara panggilan terakhir dengan Penetapan hari Sidang (PHS)
sekurang-kurangnya tiga bulan.
e. Apabila Tergugat / Termohon tidak memenuhi panggilan, maka gugatan dapat
dikabulkan.
hap