SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Hendri Wiyono
NIM 102110020
NIM : 102110020
menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
sendiri, bukan plagiat, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Hendri Wiyono
iv
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
ﺲ ﻓَﺎﻓْ َﺴ ُﺤﻮا ﻳَـ ْﻔ َﺴ ِﺢِ ِﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا إِ َذا ﻗِﻴﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺗَـ َﻔ ﱠﺴ ُﺤﻮا ِﰲ اﻟْ َﻤ َﺠﺎﻟ ِﱠ
َ ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺬ
َ
ﻳﻦ أُوﺗُﻮا ﺬِ ا ﱠ ﻟَ ُﻜﻢ وإِذَا ﻗِﻴﻞ اﻧْﺸﺰوا ﻓَﺎﻧْﺸﺰوا ﻳـﺮﻓَ اِﻊ ﱠ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا ِﻣْﻨ ُﻜﻢ واﻟﱠ
َ َْ ُ َ َ ُ َْ ُ ُ ُُ َ َْ ُ
ﺎتا َو ﱠُ ِﲟَﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن َﺧِﱯ ٍ اﻟْﻌِْﻠﻢ درﺟ
َ ََ َ
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah:11)
PERSEMBAHAN
Ibu, Srikandi tumpuan keluarga
demi mengantarkan Aku menjadi
sarjana. Ayah rengkuhan dan
didikanmu membuat aku menjadi
pribadi mandiri.
v
PRAKATA
Allah Swt. yang telah memberikan kesehatan dan petunjuk sehingga penulis dapat
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
Purworejo ini.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
skripsi ini.
memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak kenal lelah, serta mengoreksi
skripsi ini.
vi
5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat dan berbagai pihak yang telah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun,
di kelas XI SMA.
Penulis,
Hendri Wiyono
vii
viii
ABSTRAK
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
PERNYATAAN ........................................................................................... iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA ................................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xii
BAB1 PENDAHULUAN............................................................................. . 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. . 1
B. Penegasan Istilah……………………………………..…………...…..4
C. Identifikasi Masalah ........................................................................ ..5
D. Pembatasan Masalah ....................................................................... ..6
E. Rumusan Masalah ........................................................................... ..6
F. Tujuan Penelitian ............................................................................ ..6
G. Manfaat Penelitian .......................................................................... ..7
H. Sistematika Skripsi.......................................................................... ..8
ix
BAB V PENUTUP .................................................................................... .75
A. Simpulan......................................................................................... .75
B. Saran............................................................................................... .77
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Sintak Model Pembelajaran.................................................... … .... ….24
Tabel 9:Penilaian laporan peserta didik tentang struktur dan kaidah teks novel...69
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Silabus
Lampiran 2 :Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Lampiran 3 :Sinopsis
Lampiran 4: Riwayat Hidup Pengarang
Lampiran 5:Data Unsur Intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
Lampiran 6: Data Nilai Budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
Lampiran 7: Kartu bimbingan pembimbing I
Lampiran 8:Kartu bimbingan pembimbing II
Lampiran9: Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing
xii
BAB I
PENDAHULUAN
pengarang lihat, alami, dan rasakan ke dalam suatu karya sastra. Tidak hanya
kisah-kisah fakta yang pengarang tulis, namun karya sastra juga merupakan hasil
dari imajinasi seseorang sehingga sifat dari karya sastra itu fiksi. Dalam sebuah
tercermin pada sikap dan perilaku tokohnya. Melalui karya sastra kita lebih
manusia dengan batinnya, antara manusia dengan manusia yang lain, dan antara
1
2
kehidupan masyarakat.
Salah satu nilai yang terkandung dalam karya sastra adalah nilai budaya.
Nilai budaya yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan adat
istiadat, kebisaaan hidup, maupun keyakinan dan pola pikir masyarakat. Adat
istiadat berkaitan dengan tradisi yang berlaku dan dilaksanakan masyarakat pada
suatu tempat. Nilai budaya merupakan salah satu nilai penting yang harus
dilestarikan sebagai jati diri bangsa namun, nilai budaya yang ada di dalam
globalisasi ini.
Salah satu contoh konkret nilai budaya yang mulai terlupakan adalah
Jawa sudah tidak digunakan oleh generasi muda sebab tidak terbiasa
menggunakan dalam kehidupan sehari-hari karena dirasa sulit dan tidak mengerti.
Oleh sebab itu, banyak ungkapan “orang Jawa kehilangan kejawaannya dan jati
dirinya”.
Permasalahan yang ditampilkan dalam novel ini lebih berkaitan dengan kesenian
jawa berupa wayang atau lebih tepatnya pada seorang penyanyi/biduanita yang
disebut dengan “Sinden”. Nilai-nilai yang dirasa sudah mulai ditinggalkan orang,
secara sadar atau tidak berusaha tetap dipegang teguh dalam sikap dan tingkah
sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara mempromosikan
penelitian ini sebagai salah satu alternatif untuk mengenalkan dan mempelajari
secara kompleks.
3. Belum ada penelitian yang mengangkat nilai budaya dalam novel Sinden
B. Penegasan Istilah
judul Penelitian yang berjudul “ Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya
5
2. Budaya adalah “sesuatu” yang hidup, berkembang, dan bergerak menuju titik
2007.
C. Identifikasi Masalah
diidentifikasi hal-hal yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.
karena dari segi isinya memuat beberapa nilai yang berkaitan dengan nilai
budaya.
D. Pembatasan Masalah
Admadipurwa;
kelas XI SMA.
E. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang hendak penulis kaji dalam analisis ini meliputi:
2. Bagaimana nilai budaya yang terdapat dalam novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa?
F. Tujuan Penelitian
kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian
Admadipurwa.
Purwadmadi Admadipurwa.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi teoretis dan
segi praktis.
1. Segi Teoretis
pendidikan dalam pemilihan bahan ajar karena memiliki landasan teori yaitu
teori sastra dan teori pembelajaran. Oleh karena itu, secara teoretis penelitian
2. Segi Praktis
a. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembelajaran Bahasa dan
b. Bagi Siswa
H. Sistematika Skripsi
tersusun. Skripsi terdiri dari lima bab. Sebelum bab pendahuluan, bagian awal
perbedaanya dengan yang pemulis lakukan. Penelitian tentang nilai budaya telah
penelitian.
Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian berisi objek penelitian,
fokus penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen
penelitian, teknik analisis data dan teknik penyajian hasil analisis data.
9
Bab IV berisi penyajian dan pembahasan data. Dalam bab ini, penulis
menguraikan data penelitian yang diambil dari novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa yang berupa narasi dan percakapan serta sub-bab pembahasan data
Selain itu, penulis juga melampirkan daftar pustaka, silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), sinopsis, riwayat hidup pengarang, data unsur intrinsik, dan
nilai budaya novel, kartu bimbingan skripsi, dan surat keputusan dosen
pembimbing.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS
dan kajian teoretis yang berisi teori-teori yang menjadi landasan penelitian ini.
A. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian tentang nilai budaya dalam karya sastra antara lain
Gadis Dalam Sunyi Karya A.A Navis”. Hasil penelitiannya, meliputi: (1) unsur
pembangun novel Saraswati Si Gadis Dalam Sunyi Karya A.A Navis, yaitu: tokoh
dan penokohan, tema, alur, gaya bahasa dan sudut pandang: (2) nilai budaya
dalam novel Saraswati Si Gadis Dalam Sunyi Karya A.A Navis, meliputi:
sekitar.
membahas tentang nilai budaya dalam karya sastra, tetapi penelitian Sumargono
objek penelitian Sumargono adalah novel Saraswati Si Gadis Dalam Sunyi karya
A.A Navis sedangkan objek penelitian ini adalah novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa.
Selain Sumargono, penelitian tentang nilai budaya dalam karya sastra juga
10
11
Wajahmu karya Tere-Liye, meliputi: tokoh dan penokohan, tema, alur, gaya
bahasa dan sudut pandang; (2) nilai budaya dalam novel Rembulan Tenggelam di
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan
membahas tentang nilai budaya dalam karya sastra. Perbedaanya adalah objek
Liye sedangkan objek penelitian ini adalah novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa.
pada penelitiannya yang berjudul “Kajian Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
tentang (1) struktur pembangun Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari dan Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa; (2) persamaan dan
perbedaan unsur pembangun Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari
yang terkandung dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan
B. Kajian Teoretis
kumpulan materi terpilih dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai acuan
pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Sebagai acuan penelitian, berikut
penulis paparkan teori mengenai hakikat novel, unsur intrinsik novel, nilai budaya,
1. Hakikat Novel
Pengertian Novel
Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut fiksi, teks naratif atau
wacana naratif. Bentuk karya fiksi yang berupa prosa adalah novel dan cerpen.
Kata “novel” berasal dari kata Latin novellas yang berarti baru (Tarigan, 1991:
164).
Menurut Waluyo (2002: 136) novel adalah wacana yang dibangun oleh
bahwa novel adalah bentuk karya fiksi yang dibangun oleh beberapa unsur
dari unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Kepaduan antar berbagai unsur inilah
yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur yang dimaksud seperti tema, alur,
tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, majas/gaya bahasa, dan amanat.
a. Tema
ide, atau pikiran yang mendasari karya sastra. Sejalan dengan Sudjiman,
pembaca.
b. Alur (plot)
Alur (plot) merupakan unsur fiksi yang penting. Staton (1965: 14)
mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
berbagai peristiwa untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu.
Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh
awal yang bertfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya.
pengarang. Jadi, tahap ini merupakan pemunculan awal konflik cerita dan
dan menegangkan.
Pada tahap ini pertentangan atau konflik yang terjadi mencapai titik
puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang
cerita diakhiri.
2002:165) berpendapat bahwa tokoh atau pelaku cerita adalah orang – orang
yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca
dalam cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-
tokoh yang hanya muncul sekali atau beberapa kali dalam cerita, antara lain:
sikap, sifat, tingkah laku, teknik pikiran lain, yang meliputi: teknik
cakapan, teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, dan teknik
pelukisan fisik.
d. Latar (setting)
waktu atau dalam suatu rentan waktu tertentu. Latar (setting) adalah landas
pokok, yaitu :
1) Latar tempat
peristiwa yang diceritakan dalam karya sastra, seperti : desa, sungai, jalan,
2) Latar waktu
3) Latar sosial
dimana cerita itu terjadi, melainkan juga tempat pengambilan nilai-nilai yang
akan diungkapkan pengarang dalam cerita tersebut. Oleh karena itu, biasanya
karena latar sangat berperan dalam mendukung cerita baik itu dalam kaitanya
sudut mana cerita itu dikisahkan (Nurgiyantoro, 2005:18). Ada dua metode
1) metode akuan, yakni aku bercerita tentang dirinya sendiri (aku kadang
2) metode diaan, artinya pengarang tidak tampak hadir dalam cerita tetapi dia
cerita mereka.
f. Gaya Bahasa
g. Amanat
karya sastra. Sebaliknya, amanat bersifat tersirat adalah amanat yang secara
3. Nilai budaya
bahwa sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat.
dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat, mengenai hal-hal
19
yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem
hakikat dari hidup manusia (MH), hakikat dari karya manusia (MK), hakikat
dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (MW), hakikat dari hubungan
manusia dengan alam sekitar (MA), hakikat dari hubungan manusia dengan
kompleks hidup manusia, tentu aneka nilai itu akan semakin nampak dalam
kehidupannya. Dalam kaitanya dengan nilai moral atau budi pekerti kategori
budi pekerti dapat dikelompokkan menjadi lima, yatu: (1) budi pekerti yang
berkorban, slametan dan sebagainya; (2) budi pekerti yang berhubungan antara
alam semesta, yaitu sikap tak semena-mena kepada benda mati (batu, air,
sungai, gunung); (4) budi pekerti yang berhubungan antara manusia dengan
mahkluk lain, misalkan jin, setan, hewan, tumbuhan dan lain-lain; (5) budi
20
2002: 83).
a. Pembelajaran sastra
luas, karena pengertian sastra mencakup isi yang beraneka ragam, termasuk
1988:66).
harus dapat memilih bahan yang tepat dengan tingkat perkembangan siswa.
pendidikan yang berguna bagi siswa. Novel yang digunakan sebagai materi
(1988: 27-31) ada tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika kita
d. Model Pembelajaran
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain model
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-
e. Langkah-langkah Pembelajaran
1) Pelacakan pendahuluan
3) Introduksi
Pengantar yang diberikan tergantung pada setiap guru dan keadaan siswa.
4) Penyajian
5) Tugas-tugas praktis
pertanyaan-pertanyaan ringan.
f. Evaluasi
teks novel.
teks novel.
BAB III
METODE PENELITIAN
peraturan yang terdapat dalam penelitian atau yamg menyangkut bagaimana kita
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif yang hanya
meneliti teks itu sendiri. Dengan metode kualitatif penulis berusaha memahami
dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku tokoh-tokoh cerita
Dalam hal ini diuraikan secara rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan penelitian yang meliputi: objek penelitian, fokus penelitian, sumber data,
A. Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan apa saja yang menjadi titik perhatian suatu
B. Fokus Penelitian
27
28
fokus dari penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai budaya dalam novel
XI SMA.
C. Sumber Data
Data adalah bahan berupa fakta atau angka untuk menyusun suatu
informasi (Arikunto, 2010:161). Sumber data dalam penelitian ini adalah novel
Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Data penelitian ini berupa narasi dan
percakapan, data tersebut diambil/dikutip dari sumber data novel Sinden karya
Yogyakarta.
D. Instrumen Penelitian
beserta alat tulisnya. Namun, peneliti sendiri juga merupakan instrumen penelitian
karena yang melakukan observasi dan menggunakan alat-alat yang berupa check-
observasi ialah membaca secara kritis dan teliti seluruh wacana dan dialog dalam
sebuah teks sastra (Arikunto, 1988:139). Oleh karena itu, dalam penelitian ini
novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa dibaca secara kritis dan teliti
seluruh wacana dan dialognya. Dari hasil pembacaan yang teliti tersebut penulis
29
temukan data-data yang penulis catat dalam kartu pencatat data. Selanjutnya, data-
adalah membahas data dengan mengkaji seluruh isi dalam sebuah novel. Dalam
Dalam penelitian ini data penyajian hasil analisis disajikan dengan teknik
Sudaryanto (1993: 145), teknik informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa.
31
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA
Bab ini berisi dua subbab yaitu penyajian data dan pembahasan data hasil
penelitian yang terdiri dari unsur intrinsik, nilai budaya, dan skenario pembelajarannya
di kelas XI SMA.
A. Penyajian Data
relevan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan narasi dan percakapan
dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Penulis menyajikan data unsur
intrinsik, nilai budaya, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA. Di bawah ini
dengan unsur intrinsik disajikan dalam bentuk tabel. Di bawah ini disajikan tabel 2 yang
berisi data tema dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa sebagai berikut.
31
32
Tabel 2
Data Tema dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa
Latar terbagi menjadi tiga, yaitu: latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Di
bawah ini disajikan tabel 3 yang berisi data dalam novel Sinden karya Purwadmadi
Tabel 3
Data Latar dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa
menggunakan sudut pandang narrator observe yaitu sudut pandang orang ketiga
mahatahu, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu. Sudut pandang ini ditandai adanya
penggunaan kata kata ganti orang ketiga, seperti dia, ia, mereka, ataupun nama. Di
bawah ini disajikan tabel 4 yang berisi data sudut pandang dalam novel Sinden karya
Tabel 4
Data Sudut Pandang dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa
Alur terbagi menjadi lima tahapan, yaitu: tahap situation (tahap penyituasian),
tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), tahap rising action (tahap
peningkatan konflik), tahap climax (tahap klimaks), dan tahap denoument (tahap
penyelesaian. Di bawah ini disajikan tabel 5 yang berisi data alur novel Sinden karya
Tabel 5
Data Alur dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa
Tokoh dalam cerita terbagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
Di bawah ini disajikan tabel 6 yang berisi data tokoh dalam novel Sinden karya
Tabel 6
Data Tokoh dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa
dengan nilai budaya yang terdapat dalam novel disajikan dalam bentuk tabel. Di bawah
ini disajikan tabel 7 yang berisi data nilai budaya dalam novel Sinden karya
Tabel 7
Nilai Budaya dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa
3. Skenario pembelajaran sastra dengan materi unsur intrinsik dan nilai budaya dalam
novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa di Kelas XI SMA
sekolah terkait dengan strategi belajar mengajar di kelas XI SMA. Di bawah ini
a. Kompetensi Inti
Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara
b. Kompetensi Dasar
c. Indikator
sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat) novel yang telah dibaca;
3) mengaitkan unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, sudut
pandang, gaya bahasa, dan amanat) dan nilai budaya novel yang telah dibaca
d. Tujuan Pembelajaran
1) Siswa mampu mengidentifikasi unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan
2) Siswa mampu mengidentifikasi nilai budaya pada novel yang telah dibaca.
3) Siswa mampu mengaitkan unsur intrinsik dan nilai budaya novel yang telah
e. Materi Pembelajaran
adalah unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang,
36
dan amanat) dan nilai budaya yang terdapat dalam novel, serta naskah novel
f. Metode Pembelajaran
lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang
lebih dipimpin oleh guru. Dalam kegiatan ini guru memberikan penugasan
Admadipurwa.
g. Alokasi waktu
Sesuai dengan silabus waktu yang disediakan untuk pembelajaran sastra yaitu 4
jam pelajaran.
h. Sumber belajar
dan buku penunjang yang dapat digunakan seperti: Teori Pengkajian Fiksi karya
untuk menambah wawasan tentang unsur intrinsik dan nilai budaya dalam karya
sastra.
i. Langkah-langkah pembelajaran
j. Evaluasi pembelajaran
materi siswa terhadap materi yang dibahas. Evaluasi yang digunakan yaitu tugas,
B. Pembahasan Data
Penulis menyajikan data tentang unsur intrinsik, nilai budaya dan skenario
pembelajaran di kelas XI SMA. Data berupa narasi dan percakapan dari objek
Dalam penelitian ini dibahas unsur intrinsik dalam novel Sinden karya
Purwadmadi Admadipurwa.
Unsur intrinsik novel meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut
pandang, dan amanat. Berikut ini disajikan pembahasan untuk setiap unsur tersebut.
1) Tema (theme)
Tema adalah gagasan dasar dan makna yang dikandung sebuah oleh cerita.
unsur yang membangun tema sehingga timbul beberapa masalah yang mendukung
38
tema. Masalah yang terdapat dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
antara lain:
Di bawah ini disajikan data (1) yang berisi masalah pemuda berkumpul di
halaman balai desa yang terdapat dalam novel Sinden sebagai berikut.
adalah salah satu anggota partai komunis yang berkuasa di desa Sumberwungu. Oleh
sebab itu, Tarman selalu menentang Lurah Ponco agar komunis tidak berkembang di
Sumberwungu.
b) Warga yang tidak setuju dengan ideologi partai komunis mulai bertindak. Hal ini
Pak Mantri dan Tarman memang merasa sudah saatnya memusuhi Ponco
dan Mangun secara terang-terangan. Sebab kalau tidak, kasihan rakyat
yang tak berdosa dan tak tahu papa-apa, jadi korban ambisi mereka. Dan
Tarman juga tahu, Ponco dan Mangun tak seberapa berbahaya
disbanding dengan ajaran-ajarannya. Pak Mantri, Tarman dan Gendon
bertekad membendung pengaruh Ponco. Pak Mantri yang mengupayakan
kesejahteraan warga, Tarman yang berusaha mencerdaskan kehidupan
rakyat dan Gendon memberikan siraman rokhani (Purwadmadi, 2007:
72).
warga yang tau akan bahaya ajaran partai yang Ponco anut, mereka menyusun
strategi untuk melawan Ponco secara halus. Cara-cara yang mereka gunakan
c) Kalangan seniman ingin berjuang melalui sinden. Nyai Estu merupakan tokoh
mempunyai cara untuk berjuang melawan PKI melalui kesenian. Cara yang Nyai
Estu pilih adalah dengan melahirkan sinden baru yang baik yang dapat menjadi
Sumberwungu yang akan dihancurkan yang terdapat dalam novel Sinden sebagai
berikut.
Argalaksa begitu besar dan para pemuka kesenian menjadi idola kebanyakan
Perjuangan para seniman ditampilkan pada tokoh Nyai Estu beserta rekan-
2) Latar (setting)
Latar (setting) adalah landas tumpu yang menyaran pada hubungan tempat,
a) Latar Tempat
Berikut penulis sajikan latar tempat yang terdapat dalam novel Sinden.
atau bangunan); atap tambahan yang bersambung pada rumah induk (KBBI:
370).. Di dalam novel Sinden menggunakan latar tempat yaitu emper rumah yang
Karto duduk di lincak, bagian emper rumahnya. Waktu itu Tumi baru saja
pulang berlatih nyinden di rumah Nyai Estu, sinden ternama. Tumi cercita-
cita menjadi sinden (Admadipurwa, 2007:7).
rumah. Emper rumah tanpa pagar ini menjadi tempat nyaman untuk berinteraksi
karena sejuk oleh angin yang berhembus setiap saat. Emper rumah juga menjadi
41
tempat hilangnya Rudito saat tergeletak karena minuman keras. Hal ini dapat
Rudito saat ia tergeletak di emper rumah Karto dan ditinggal pergi ke ladang.
Sepulang dari ladang, Rudito yang tadinya tergeletak sudah tidak ada dan hanya
rumah atau bangunan (KBBI: 611). Di dalam novel Sinden menggunakan latar
tempat kamar tidur dapat dilihat pada data (7) di bawah ini.
Tumi tak kuasa menolak. Begitu masuk kamar itu Tumi langsung
terperangah. Sebuah kamar yang mewah, tempat tidur lebar berkelambu.
Almari besar berisi baju-baju indah. Baunya harum melati dan di pojok
ruangan terdapat sebuah songsong (paying kebesaran) yang tertutup dan
sebilah tombakdengan landeyan (tangkai) panjang. Pusaka yang menemani
selama ini (Admadipurwa, 2007:46).
berada di kamar tidur Nyai Estu. Tumi malam itu hedak menginap di rumah Nyai
Estu karena latihan sampai larut malam. Ketika Tumi hendak tidur di ruang tamu
Nyai Estu memaksa untuk tidur bersamanya karena Tumi sudah dianggap sebagai
Jalan adalah tempat untuk lalu lintas orang (KBBI: 558). Jalan setapak
adalah jalan yang memiliki lebar kurang lebih 50cm. Di dalam novel Sinden
menggunakan latar jalan setapak yang dapat dilihat pada data (8) di bawah ini.
Tidak tau kenapa orang-orang yang yang lewat jalan itu selalu menapak
di tempat orang lain juga menapak sehingga di bagian tersebut rumput
tak tumbuh. Seperti kebiasaan orang desa, berjalan selalu beriringan
muka belakang bukan berjajar berjalan bersama. Rumputan di kanan kiri
“jalan setapak” malam itu tampak hitam (Admadipurwa, 2007:58).
setapak. Malam itu Karto menyusul Tumi yang menginap dirumah Nyai Estu.
Karto memberi kabar bahwa Rudito hilang, mereka bergegas kembali ke rumah
b) Latar Waktu
Selain latar tempat, juga digunakan latar waktu untuk mendukung cerita.
yang diceritakan dalam sebuah cerita. Di bawah ini disajikan data yang berkaitan
untuk bercocok tanam di kebun ia beristirahat sambil mengayam kipas. Ketika itu
Karto mengayam kipas di siang hari. Hal tersebut dapat dilihat pada data (9)
sebagai berikut.
Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar waktu adalah siang
hari. Hal ini dapat dilihat pada penggalan kutipan, “Hari panas namun angin
Hari itu Tumi belajar hingga malam hari meski rekan-rekan yang belajar di
tempat Nyai Estu sudah lebih dahulu pulang. Latar waktu malam hari pada novel
Hari berangkat malam. Tinggal Tumi yang masih berada di rumah Nyai
Estu. Kawanya, sesama gadis yang belajar sinden kepada Nyai Estu sudah
pada pulang sejak sebelum senja. Tumi biasanya menghabiskan malam
latihannya berdua dengan Nyai Estu. Tumi menginap, menemani Nyai Estu
dan esoknya baru pulang (Admadipurwa, 2007:44).
Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan latar waktu adalah malam hari.
Tumi, Nyai Estu, dan Tarman terlibat obrolan serius ketika mereka berada
di bawah pohon yang berada tak jauh dari sungai. Mereka membicarakan tentang
permasalahan yang sedang terjadi selepas Karto ditangkap oleh polisi. Hal tersebut
mereka bicarakan sore hari, dapat dilihat pada data (11) sebagai berikut.
Hari makin sore dan sinar matahari tak lagi begitu panas. Anak-anak
gembala sudah mulai menggiring ternak ke pinggir sungai yang banyak
ditumbuhi rumput liar. Penggembala itu melihat Tumid dan Tarman sedang
duduk-duduk di bawah asam kranji, tebing kali Sumberwungu
(Admadipurwa, 2007:159).
44
Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan latar waktu adalah sore hari.
Hal ini penulis simpulkan berdasarkan penggalan kutipan “Hari makin sore dan
sinar matahari tak lagi begitu panas”. Latar waktu sore hari juga pengarang
gunakan pada bagian selanjutnya ketika Tumi, Tarman dan Nyai Estu beranjak
meninggalkan pohon Asam Kranji. Hal ini dapat dilihat pada data (12) sebagai
berikut.
Uraian di atas berisi latar waktu sore hari. Hal ini dapat dilihat pada
penggalan kutipan “Hari makin senja, matahari seakan begitu cepat melorot ke
kaki langit”. Penggalan kutipan tersebut memberikan gambaran bahwa sore hari
terjadinya peristiwa dalam novel Sinden adalah siang hari, malam hari dan sore
hari. Latar waktu disajikan secara utuh oleh pengarang sehingga menimbulkan
imaginasi pembaca.
c) Latar Sosial
sosial masyarakat suatu tempat yang diceritakan dalam cerita. Tata cara kehidupan
kompleks, misalnya berupa kebiasaan hidup, cara berpikir, dan lain-lain yang
45
tergolong latar sosial. Di bawah ini disajikan data-data yang berkaitan dengan latar
terkenal yang memulai cerita tentang Sinden di Sumberwungu. Pada saat itu putra
tunggal Nyai Renggomanis hilang karena ia adalah salah satu tokoh revolusi. Di
bawah ini disajikan data (13) yang berkaitan dengan hal tersebut sebagai berikut.
Sumberwungu. Di bawah ini disajikan data (14) berisi latar sosial sebagai berikut.
dengan lurah tersebut karena lamaran yang ditujukan kepada anak gadisnya Tumi.
46
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada penggalan kutipan, “Ia menempuh semua
Dalam penggalan kutipan di atas dijelaskan bahwa tidak mudah ketika harus
dan alurnya. Sudut pandang sendiri memiliki pengertian sebagai cara pengarang
menempatkan dirinya di dalam cerita. Sudut pandang adalah teknik yang dipilih
yaitu orang pertama dan orang ketiga. Dalam novel Sinden pengarang
menggunakan sudut pandang narrator observe yaitu sudut pandang orang ketiga
ganti orang ketiga seperti dia, ia, mereka, ataupun nama. Berikut ini disajikan data
mahatahu segala tingkah laku dan karakter tokoh yang ia sebutkan. Pengarang
watak tokoh yang disajikan secara rinci juga dapat dilihat pada data (16) sebagai
berikut.
47
Tumi tumbuh menjadi gadis remaja yang baik. Ia biasa bekerja di ladang.
Ia biasa menyiapkan makan untuk bapaknya. Ia juga menbgurus ayam-
ayam piaraannya. Ia juga mengurus rumahnya yang mungil hingga
menjadi bersih dan rapih (Admadipurwa, 2007:14).
secara implisit yaitu pembaca terlebih dahulu harus menyimpulkan apa yang
menyimpulkan bahwa tokoh Tumi adalah gadis yang rajin dalam segala pekerjaan
rumah.
4) Alur (plot)
yang lain. Tahapan-tahapan peristiwa yang ada dalam cerita terbentuk dalam
rangkaian peristiwa. Tasrif membagi perkembangan alur secara lebih rinci, tahap
Sinden kelima tahapan tersebut berlaku secara kronologis. Oleh karena itu alur
cerpen ini disebut sebagai alur maju atau progresif. Berikut ini disajikan
Nyai Renggomanis hilang karena ia adalah aktivis sekaligus pendemo yang kerap
memimpin demonstrasi dimana-mana. Hal ini terdapat pada kutipan (17) sebagai
berikut.
48
Ya, warga desa di Sumberwungu belum pernah merasa sepenting saat ini.
Sebuah desa yang lama tenggelam dalam katagori miskin dan layak
menerima bantuan pengentasan kemiskinan, kini berubah menjadi desa yang
amat diperhatikan. Ketika rasa bangga terhadap Tuwuh itu muncul dari
sebagian warga, tiba-tiba mereka harus kembali tenggelam dalam ketakutan.
Sebab, hari-hari terakhir ini mereka terkena larangan Kepala Desa untuk
tidak memberi keterangan kepada siapa saja yang datang ke Sumberwungu.
Terlebih-lebih kepada wartawan. Semua harus membisu dan hanya Pak
Kades yang berhak memberi keterangan. Jika dilanggar, mereka akan dicap
PKI dan ikut menanggung dosa-dosa Tuwuh, penyair dan pendemo yang
hilang itu (Admadipurwa, 2007:5).
Sumberwungu. Desa bekas tumbuh kembang anggota PKI. Desa yang pernah
terkena imbas dari kekejaman partai komunis. Hal tersebut dapat dilihat pada
penggalan kutipan, “Jika dilanggar, mereka akan dicap PKI dan ikut menanggung
dosa-dosa Tuwuh”, hal tersebut membuat semua warga takut. Dari kletakutan
warga inilah penulis menyimpulkan tentang partai komunis yang kejam dan sampai
muncul. Hal tersebut terlihat muncul ketika Lurah Ponco mulai menggunakan balai
desa untuk melatih pemuda bela diri dan setiap saat ada pertemuan-pertemuan
dengan anggota partai. Hal ini dapat dilihat pada data (18) sebagai berikut.
Ponco sebagai kepala Desa justru yang memfasilitasi dan menjadi pelopor gerakan
partai komunis.
Ketika Lurah Ponco sangat bersemangat menjalankan misi partai, hal lain
Lamaran Lurah Ponco ditolak. Rudito mabuk karena frustasi dan mendatangi
Kartosemedi. Hal ini dapat dilihat pada data (19) berikut ini.
“ Dari tadi siang lho nganbruknya ditempat saya Bu,” sela Tumi. “ saya juga
sudah minta Mas Gendon melapor ke kelurahan, tapi kok ya nggak ada yang
mengurusnya.”
‘Saya anggap itu kejadian lumrah. Lalu saya tinggal ke tegalan. Baru setelah
malam saya pulang lho kok dia nggak ada. Ya sudah mungkin sudah
diambil keluarganya. Saya sudah menduga Tumi menginap disini. Saya pun
masuk rumah dan siap tidur. Tapi menjelang tengah malam, mendenngar
orang merintih di depan rumah. Setelah saya tengok, eee lhadalah, Raden
Rudito berlumuran darah. Saya kaget dan panik. Lalu saya lari kemari…”
(Admadipurwa, 2007:56).
yang diamalami para tokoh semakin miningkat. Rudito berlumuran darah di rumah
Kartosemedi karena mabuk. Secara tidak langsung apabila warga tahu maka Karto
akan menjadi sasaran amuk warga yang tidak tahu apa-apa. Maka dari itu Karto ke
tempat Nyai Estu untuk melapor karena ia masih bulek dari Rudito malam itu juga
sekaligus mencari Tumi ke rumah Nyai Estu. Di bawah ini disajikan data (20) yang
Nyai Estu ikut tegang. Berjalan perlahan kea rah Karto yang berjongkok
mengamati bekas-bekas bercak darah. Yang lain kemudian mencari tahu.
Dan malam itu berubah menjadi sebuah kekacauan. Rudito tidak ditemukan.
Rudito hilang (Admadipurwa, 2007:61).
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan tahap klimaks terjadi pada saat
hilangnya Rudito. Ketika ditinggal Kartosemedi ke rumah Nyai Estu, Rudito masih
terkapar tak berdaya. Sepulang dari rumah Nyai Estu, Rudito sudah tak ada di
emperan rumah.
Tahap penyelesaian dari semua konflik yang dialami oleh para tokoh dalam
cerita adalah ketika PKI dinyatakan partai larangan. Semua anggota partai
ditangkap bahkan dimusnahkan. Hal ini dapat dilihat pada data (21) berikut ini.
5) Tokoh
Di dalam novel Sinden tokoh utamanya adalah Tumi dan Nyai Estu karena
tokoh ini sering dimunculkan dalam cerita dan banyak kejadian yang berhubungan
dengan dirinya.
51
a) Tokoh utama
Tokoh utama adalah tokoh yang berhubungan dengan setiap peristiwa dan
novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa adalah Tumi dan Nyai Estu. Tokoh
ini sering dimunculkan oleh pengarang dalam cerita dan tokoh ini merupakan
(1) Tumi
Karakter tokoh Tumi sebagai gadis desa yang dibesarkan di kalangan petani
miskin ia sangat rajin dalam hal mengurus rumah. Hal ini dapat dilihat pada data
Tumi tumbuh menjadi gadis remaja yang baik. Ia biasa bekerja di ladang. Ia
biasa menyiapkan makan untuk bapaknya. Ia juga menbgurus ayam-ayam
piaraannya. Ia juga mengurus rumahnya yang mungil hingga menjadi bersih
dan rapih (Admadipurwa, 2007:14).
adalah gadis yang rajin. Pengarang menyajikan karakter tokoh Tumi secara implisit
sebagai tokoh yang amat berwibawa meskipun sosok perempuan namun, Nyai
Estu sangat dihormati oleh orang-orang Sumberwungu. Hal ini dapat dilihat
Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut.
Nyai Estu, meski seorang sinden, seorang janda, tetapi memancarkan
kewibawaan sebagai seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga
martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun dalam
tindakan sehari-hari (Admadipurwa, 2007:62).
52
Kutipan di atas menjelaskan tentang watak tokoh Nyai Estu yang jujur,
berwibawa, dan santun dalam segala hal. Kewibawaan tersebut muncul ketika
b) Tokoh Tambahan
(1) Rudito
semena-mena dan tidak baik kelakuannya karena ia tidak mau menjadi penerus
berwatak jelek, penjudi, pemabuk, dan suka main perempuan. Hal tersebut
(2) Kartosemedi
pemberani. Hal tersebut dapat dilihat pada data (25) berikut ini.
tegas dan berani. Tampak pada saat ia berani menolak lamaran Lurah
(3) Gendon
yang ada di Sumberwungu dan sering berbagi cerita tentang nabi ataupun
berbagi tenaga kepada siapapun yang membutuhkan. Hal tersebut dapat dilihat
baik, ringan tangan, patuh agama, dan pandai. Watak tokoh Gendon ditampilkan
(4) Mangundarma
cara untuk menjadi lurah di Sumberwungu. Salah satu caranya adalah mengadu
korbannya. Berikut ini penulis sajikan data (27) yang berkaitan dengan watak
hal tersebut.
(5) Poncodriyo
demi kepentingan partai. Hal tersebut dapat dilihat pada data (27) berikut ini.
6) Amanat (message)
sastra. Dalam kartya sastra terdapat dua jenis amanat, yaitu tersirat dan tersurat.
Amanat bersifat tersurat adalah amanat secara langsung disampaikan dalam karya
sastra. Sebaliknya, amanat bersifat tersirat adalah amanat yang secara tidak
suatu bacaan.
1) Wibawa
dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung
kepemimpinan dan penuh daya tarik (KBBI: 1561). Nilai budaya hubungan manusia
dengan masyarakat, wibawa dapat dilihat pada data (30) sebagai berikut.
56
Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut. Nyai
Estu, meski seorang sinden, seorang janda, tetapi memancarkan kewibawaan
sebagai seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga martabat dengan
membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun dalam tindakan sehari-hari
(Admadipurwa, 2007:62).
Dari data tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa Nyai Estu memiliki
kewibawaan yang membuat orang-orang menuruti apa yang ia perintahkan. Hal ini
terjadi ketika malam hari Rudito hilang danh warga hendak menghakimi Karto yang
2) Gotong royong
membantu) (KBBI: 460). Nilai budaya gotong royong dalam novel Sinden dapat
memiliki budaya gotong royong yang baik. hal ini terlihat dari semangat mereka
3) Musyawarah
keputusan atas penyelesaian masalah (KBBI: 944). Nilai budaya musyawarah dalam
“Saya belum bisa menjawab. Saya pikirkan, dan jawaban kesediaan saya akan
saya sampaikan setelah saya berembug dengan anak-anak”. “Ya, zaman
sekarang apa-apa harus dibicarakan. Dimusyawarahkan. Tapi jangan lama-
lama. Sekali lagi ini perintah negara,” kata Margono tandas (Admadipurwa:
118).
adalah sosok orang yang suka bermusyawarah. Terbukti ketika ia ditawari untuk
1) Ramah
Ramah adalah baik hati dan menarik budi bahasanya, manis tutur kata dan
sikapnya (KBBI: 1136). Budaya ramah dalam novel Sinden dapat dilihat pada data
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pak Pancar adalah orang
yang ramah.
2) Simpati
serta merasakan perasaan orang lain (KBBI: 1309). Dalam novel Sinden budaya
Simpati warga terhadap tetangga dapat dilihat pada data (34) sebagai berikut.
Tumi sebenarnya bingung tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Setiap orang
kini membicarakan hilangnya Rudito dan ditangkapnya Kartosemedi. Berita
itu belum mereda, disusul tidak munculnya Gendon yang juga menghilang
selepas melapor ke komandan Distrik. Kini, tiap malam banyak tetangga
menemani Tumi di rumahnya (Admadipurwa, 2007:154).
58
Dari uraian di atas, digambarkan bahwa Tumi yang biasa hidup dengan
ayahnya, kini ia sebatang kara karena ayahnya dituduh membunuh Rudito dan
ditangkap oleh polisi. Hal ini membuat warga bersimpati untuk menghiburnya
dengan cara menemani setiap malam. Hal yang sama juga dapat dilihat pada data
3) Suka menolong
Dalam novel Sinden budaya masyarakat suka menolong dapat dilihat pada data (36)
sebagai berikut.
Merasa kasihan Karto menyeret tubuh koboi kampung itu dan melentangkan
tubuh lunglainya di lincak bambu. Terpaksa Karto membuka kancing baju
anak muda yang meski berwajah ganteng, badannya krempeng dan tak ada
potongan laki-laki gagah berurat (Admadipurwa, 2007:20).
manusia dengan manusia lain adalah suka menolong. Meskipun Rudito sudah berniat
4) Sopan
Sopan ialah hormat dan takzim tertib menurut adat yang baik (KBBI:1330)..
Dengan sopan kita akan lebih menghormati orang dan sebaliknya. Budaya sopan
dalam novel Sinden dapat dilihat pada data (37) sebagai berikut.
“ He, guru Tarman. Kamu datang tanpa tata krama, tidak kulonuwun, tidak
permisi. Kamu itu menantunya adik saya, isterimu itu keponakan saya. Aku
ini, pakdemu. Kalau tak saya ijinkan dia tak bisa kawin denganmu, he? Kamu
juga tidak saya undang kemari. Datang-datang langsung bertanya sambil
berdiri macam begitu. Guru macam apa itu?” (Admadipurwa, 2007:69).
berharganya budaya sopan santun. Di atas diceritakan guru Tarman masuk rumah
Ponco tanpa permisi hal tersebut membuat pemilik rumah marah. Gambaran sopan
terhadap orang lain juga dapat dilihat pada data (38) sebagai berikut.
Ponco adalah seorang Lurah. Warga beserta semua perangkat desa sangat
menghormatinnya. Budaya Jawa yang sangat dijunjung adalah sopan santun kepada
orang yang lebih tua terlebih orang yang meiliki pangkat derajat di atasnya. Hal
tersebut dapat dilihat dalam kutipan di atas. Nilai budaya sopan santun juga
Gendon naik ke pendapa dengan merunduk lalu dengan laku ndodok, berjalan
berjongkok, mendekat ke arah Ponco yang duduk di kursi kayu tengah
pendapa memandang dengan mata tajam. Mangundarma tersenyum melihat
Gendon yang dating dengan santun itu (Purwadmadi, 2007: 32).
60
5) Keakraban
Keakraban merpakan keadaan akrab (KBBI: 28). Budaya keakraban kepada sesama
dalam novel Sinden dapat dilihat pada data (40) sebagi berikut.
Meski tak pernah sengaja, Tumi seakan telah menjadi anak pungutnya. Nyai
Estu sudah menganggap Tumi sebagai anaknya. Apalagi, ibu Tumi sekarang
menjadi salah satu isteri Dipocarito. Secara nalur, sesama maru adalah
saudara. Yang lebih dulu diperistri seorang laki-laki menempati struktur
kekerabatan lebih tua. Jadi Nyai Estu merasa lebih tua dan dituakan oleh
Minten. Setiap kali bertemu, Minten selalu menyebut Nyai Estu dengan,
“Mbakyu Estu, sugeng, selamat sejahtera..mbakyu..” sambil tangannya
menggenggam tangan Nyai Estu lalu mengecupnya (Admadipurwa,
2007:18).
Nyai Estu dan Minten sebagai isteri pertama dan kedua Dipocarito. Selain
1) Pandai
Pandai adalah cepat menangkap pelajaran dan nengerti sesuatu (KBBI: 1010).
Budaya pandai atau belajar ditampilkan pengarang dalam novel Sinden pada data
manusia dengan diri sendiri salah satunya ialah pandai. Dapat dilihat pada tokoh
2) Suka belajar
Suka belajar ditampilkan pada tokoh Tumi yang selalu rajin dalam latihan
menyinden dengan Nyai Estu. Hal ini dapat dilihat pada data (42) sebagai berikut.
Tidak terkecuali Tumi yang rajin belajar kepada Nyai Estu Suminar.
Perempuan ini guru yang baik karena disamping mengajarkan lirik, cengkok,
suwara, gregel, nges, wirama, wirasa dan wiraga, juga perihal etika hidup
dan pilihan hidup berkesenian (Purwadmadi, 2007: 9-10).
menyinden kepada Nyai Estu karena ia ingin menjadi sinden yang baik. Baik secara
seni dan baik karena memiliki budi pekerti seperti gurunya, Nyai Estu.
Tidak mudah putus asa merupakan sifat manusia pantang menyerah. Selalu
berusaha untuk mencapai sebuah tujuan. Nilai budaya hubungan manusia dengan diri
sendiri tidak mudah putus asa dapat dilihat pada data (43) sebagai berikut.
Gendon, dicurigai oleh banyak orang sebagai pemuda yang memaksa anak-
anak datang padanya untuk diberi dongengan-dongengan tentang Nabi, para
wali, dan para pahlawan. Tapi Gendon tidak surut, ia santai menghadapinya
dan tetap suka membantu meringankan beban tetangga semampunya
(Admadipurwa, 2007:27).
yang pantang menyerah. Niat baiknya untuk mengajarkan hal baik kepada anak-anak
4) Mandiri
Mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang
lain. Dalam novel Sinden nilai budaya mandiri dapat dilihat pada data (44) sebagai
berikut.
62
Pikiran Tumi selalu bersih. Sejak kecil, sudah hidup terpisah dari ibu. Ketika
Mnten hidup bersama Dipocarito, Tumi tetap dalam rengkuhan bapaknya,
Kartosemedi. Di dalam bimbingan seorang ayah itu, ia menjadi gadis yang
tumbuh mandiri (Admadipurwa, 2007:85).
mandiri karena didikan dari ayahnya, Karto. Hidup yang ia jalani dari kecil tanpa
seorang ibu menuntut dirinya harus belajar menjadi wanita dewasa meskipun ia
3. Skenario pembelajaran novel dengan materi unsur intrinsik dan nilai budaya dalam
novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa di kelas XI SMA
yang luas. Dengan demikian guru dapat mengajarkan sastra dengan baik dan diharapkan
siswa menerima pelajaran dengan baik. Di bawah ini adalah pembelajaran novel
tersebut.
a. Kompetensi Inti
Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Berkaitan dengan pembelajaran sastra
khususnya novel yang penulis kaji adalah novel Indonesia yang berjudul Sinden karya
Purwadmadi Admadipurwa. Dalam novel ini terdapat nilai-nilai budaya, sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan pembelajaran oleh siswa dengan mengambil nilai positif dalam
novel tersebut.
b. Kompetensi Dasar
c. Indikator
Merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk
yaitu:
1) mengidentifikasi unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, sudut
pandang, gaya bahasa, dan amanat) novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa;
kehidupan sehari-hari.
d. Tujuan Pembelajaran
1) Siswa mampu mengidentifikasi unsur intrisik novel Sinden (tema, latar, alur, tokoh
2) Siswa mampu mengidentifikasi nilai budaya pada novel Sinden yang telah dibaca.
e. Materi Pembelajaran
kompetensi dasar adalah unsur intrisik dan nilai budaya dalam novel Sinden karya
f. Metode pembelajaran
1) Metode ceramah
a) Pembelajaran tentang nilai budaya dalam novel Sinden dengan strategi ceramah
b) Guru menyampaikan materi tentang unsur intrinsik dan nilai budaya dalam
kelompok lain.
tentang unsur intrinsik dan nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi
pertemuan pertama siswa diminta menganalisis unsur intrinsik dan nilai budaya
dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Pada pertemuan kedua, siswa
g. Langkah-langkah pembelajaran
Pembelajaran novel dengan materi unsur intrinsik dan nilai budaya dalam
Sehubungan dengan hal itu penulis memaparkan skenario pembelajaran berupa RPP
intrinsik dan nilai budaya dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa di
kelas XI SMA dengan model pembelajaran Cooperatif Learning, yaitu: (1) guru
informasi; (3) mengorganisasi siswa dalam kelompok; (4) membimbing siswa dalam
motifasi kepada peserta didik menggunakan bagian cerita novel Sinden karya
b) Guru menyampaikan materi atau menerangkan tentang unsur intrinsik novel dan
nilai-nilai dan yang terdapat dalam novel dengan alokasi waktu 30 menit
teori tentang unsur intrinsik dan nilai budaya yang terdapat dalam novel. Metode
ceramah dapat juga dikatakan sebagai komunikasi lisan untuk berinteraksi kepada
c) Pertemuan sebelum KD. 2.4 ini, guru telah menugaskan kepada siswa untuk
d) Guru menugasi siswa membuat ringkasan cerita (sinopsis) agar lebih mudah
budaya yang terdapat dalam novel Sinden dengan alokasi waktu 30 menit
e) Guru dan siswa merefleksi kembali hasil pembelajaran dengan unsur intrinsik dan
nilai budaya dalam novel dengan metode tanya jawab dengan alokasi waktu 15
menit.
b) Guru menugasi kepada siswa untuk mendiskusikan unsur intrinsik dan nilai budaya
Pada kegiatan ini metode yang digunakan adalah metode diskusi dengan
diskusi ini siswa tidak hanya berpegang pada hasil pemikiran sendiri, tetapi dapat
member dan menerima masukan terhadap jawaban atau hasil pemikiran teman.
c) Guru menugasi siswa untuk melaporkan hasil diskusi dengan alokasi waktu 20
menit.
67
untuk melaporkan hasil diskusinya di depan kelas secara bergantian. Strategi yang
d) Guru melakukan evaluasi untuk mengetahui seerapa banyak materi yang dapat
e) Guru dan siswa merefleksi kembali hasil pembelajaran dengan materi unsur
intrinsik dan nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa dengan
h. Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang digunakan dalam pembelajaran novel sesuai dengan silabus, yaitu 2
x pertemuan (4x45menit)
i. Sumber Belajar
Sumber belajar yang digunakan, yaitu BSE Bahasa Indonesia kelas XI dan buku
penunjang yang dapat digunakan seperti: Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan
j. Evaluasi Pembelajaran
Penilaian proses dari hasil belajar siswa di SMA dapat berlangsung melalui
kegiatan, baik lisan maupun tulisan. Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan
tingkat kemampuan siswa dalam memahami dan mendalami materi yang telah
dijelaskan guru. Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran novel Sinden karya
68
subjektif.
1) Tugas: siswa diminta berdiskusi untuk memahami struktur dan kaidah teks novel.
Tabel 8
Lembar pengamatan kepribadian
10
Keterangan:
menyelesaikan tugas tetaqpi masih sedikit dan belum ajeg/konsisten (Skor 1).
menyelesaikan tugas yang cukup sering dan mulai ajeg/konsisten (Skor 2).
Penilaian :
Nilai=Jumlah skor+1
3) Portofolio : menilai laporan peserta didik tentang struktur dan kaidah teks novel.
Tugas: membuat laporan tertulis hasil identifikasi dan analisis unsur intrinsik dan
Tabel 9
Penilaian laporan peserta didik tentang struktur dan kaidah teks novel
4) Tes tertulis : menilai kemampuan peserta didik dalam memahami, menerapkan, dan
Tabel 10
Penilaian soal pilihan ganda
Kriteria Skor
Jawaban benar 1
Jawaban salah 0
Kriteria Skor
Mampu mengidentifikasi unsur intrinsik dan 5
nilai budaya yang terdapat dalam novel
dengan tepat
Dalam mengidentifikasi unsur intrinsik dan 3
nilai budaya yang terdapat dalam novel
kurang tepat
Isi salah 1
Tidak diisi 0
Tabel 12
Nilai akhir
kepribadian 9+1 10
Tugas portofolio 10 X 1 10
Pilihan ganda 5X1 5
Uraian 2X5 10
Nilai=(total skor+15)x2 (35 +15)x2 = 100
71
1. Gagasan pokok atau ide sentral yang mendasari sebuah cerita dalam karya sastra
a. Latar
b. Alur
c. Tema
d. Sudut pandang
adalah..
a. Maju
b. Mundur
c. Campuran
d. Berputar
3. Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut. Nyai Estu,
meski seorang sinden, seorang janda, tetapi memancarkan kewibawaan sebagai
seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga martabat dengan membersihkan
batinnya, berperilaku jujur, santun dalam tindakan sehari-hari (Admadipurwa,
2007:62).
b. Wibawa
d. Suka menolong
72
4. Di bawah ini nilai budaya hubungan manusia dengan diri sendiri, kecuali..
a. Mandiri
b. Kepandaian
c. Suka belajar
1. Identifikasilah unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, serta amanat) novel
Purwadmadi Admadipurwa!
Kunci jawaban :
1. C 4. D
2. A 5. D
3. A
73
c. Amanat: secara tersirat pengarang berpesan kepada pembaca agar selalu menjaga
pikiran, perkataan dan perbuatan untuk kebaikan diri kita dan orang-orang
disekitar kita. Hal ini dicontohkan melalui tokoh Tumi dan Nyai Estu. Mereka
selalu menjaga diri dan nilai-nilai budaya yang ada di dalam masyarakat
Sumberwungu.
i. Kepandaian
iv. mandiri
74
i. Wibawa
ii. Musyawarah
i. Suka menolong
iii. Keakraban
iv. Simpati
75
BAB V
PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan berisi ulasan singkat hasil
analisis data dari penelitian ini, sedangkan saran berisi masukan penulis yang
A. Simpulan
tema, yaitu perjuangan para seniman dan sebagian masyarakat melawan Partai
Komunis: (b) tokoh utama adalah Tumi dan Nyai Estu, sedangkan tokoh
Mngundarma. Penokohan dalam novel ini dilakukan secara analitik dan dramatik;
(c) alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju; (d) latar tempat yang
digunakan adalah Emper rumah, Kamar tidur, Jalan setapak. Latar waktu yang
digunakan adalah siang hari, malam hari, sore hari. Latar tempat dan latar waktu
dalam novel ini disajikan secara utuh. Sementara latar social dalam novel,
meliputi seorang Sinden, seorang Lurah; (e) sudut pandang yang digunakan
adalah orang ketiga mahatahu. Pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga,
seperti ia, dia, mereka ataupun menyebut nama; (g) amanat yang disampaikan
75
76
2. Nilai budaya dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa, yaitu (a)
simpati, suka menolong, sopan, dan keakraban; (c) Hubungan manusia dengan
dirinya sendiri meliputi: pandai, suka belajar, tidak mudah putus asa, mandiri.
3. Skenario pembelajaran dengan materi unsur intrinsik dan nilai budaya novel
menugasi siswa 2 minggu sebelum pertemuan KD. 2.4 untuk mencari dan
menyampaikan materi tentang unsur intrinsik dan nilai budaya; (c) guru menugasi
depan kelas; (e) Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan soal-soal; (f)
B. Saran
berikut.
Dalam penelitian ini penulis mengkaji unsur intrinsik dan nilai budaya
dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Oleh karena itu, peneliti
berikutnya dapat mengembangkan masalah yang sama secara lebih luas ataupun
2. Bagi Guru
mampu menumbuhkan minat siswa terhadap dunia sastra. Guru juga diharapkan
3. Bagi Siswa
dibaca karena memiliki nilai estetis yang memuat nilai budaya yang dapat
4. Bagi Pembaca
adanya penelitian serupa, tetapi dengan ruang lingkup yang lebih luas dan lebih
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana UniversityPress.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta. Pustaka Jaya.
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sutardjo, Imam. 2008. Kawruh Basa saha Kasusastran Jawi . Surakarta. Jurusan
Sastra Daerah-Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
Staton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. (Terjemahan
Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad).
Tarigan, H. Guntur. 1991. Pengajaran Kosakata. Bandung. Angkasa.
Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Edisi
keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Waluyo, Herman J. 2012. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UPT
Penerbitan dan Percetakan UNS.
LAMPIRAN 1
SILABUS MATA PELAJARAN: BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
(PEMINATAN)
Satuan Pendidikan : SMA
Kelas/Semester : XI/Ganjil
Kompetensi Inti :
KI 1 : Mematuhi norma-norma bahasa Indonesia serta mensyukuri dan mengapresiasi keberadaan bahasa dan sastra
Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia
dengan cara mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia sebagai sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
KI 2 : Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara mempromosikan penggunaan bahasa
Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia sebagai sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang bahasa dan sastra Indonesia serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian bahasa dan sastra
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan pengetahuan
bahasa dan sastra Indonesia secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan
81
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian
82
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian
Karakteristik prosa baru nilai yang terdapat dalam karya sastra sastra
83
84
LAMPIRAN 2
Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XI/I
Materi Pokok : Perbandingan prosa lama dan prosa baru
Alokasi waktu : 2x (2x45 menit) 2x pertemuan
A. Kompetensi Inti
B. Kompetensi Dasar
C. Indikator
Admadipurwa
84
D. Tujuan Pembelajaran
E. Materi Pembelajaran
indikator adalah nilai-nilai yang terkandung dalam novel seperti nilai budaya dalam
F. Metode Pembelajaran
Ceramah
Diskusi
Kerja kelompok
Pemberian tugas
G. Alokasi Waktu
85
H. Media, Alat dan Sumber Pembelajaran
1. Media :
Internet
Lab bahasa
2. Alat/bahan
3. Sumber Belajar
I. Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1
86
masing-masing siswa mencoba dan
mencermati (mencari dan menemukan unsur
intrinsik dan ekstrinsik novel dibacanya) dan
mencatat atau meringkas apa yang telah ia
baca
Menanya
guru mengajak siswa untuk menggapi
penyampaian materi
Antar-siswa dalam saling bertanya,
konfirmasi tentang hal-hal ditemukan untuk
dibahas jika ada perbedaan atas temuan
masing-masing.
Mendefinisikan atas dasar temuannya
Mencoba
Guru mengajak siswa untuk membuat
ringaksan novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa dan mengidentifikasi serta
menganalisis unsure intrinsic dan nilai
budaya
Penutup 5 menit
Guru dan siswa merefleksi kembali hasil
kegiatan belajar denan materi unsur
ekstrinsik (nilai budaya) dalam novel Sinden
karya Purwadmadi Admadipurwa.
Guru menutup pertemuan dengan berdoa
dan mengucapkan salam.
Pertemuan 2
Kegiatan Deskripsi Alokasi
waktu
Pendahuluan Guru mengucapkan salam dan mengajak 10 menit
berdoa
Siswa merespon salam dan pertanyaan dari
guru berhubungan dengan kondisi dan
pembelajaran sebelumnya
kegiatan Inti Mengamati 75 menit
Guru mengulas kembali materi sebelumya
Kelas dibagi menjadi 6 kelompok
Mencoba
Guru memberikan tugas kepada siswa untuk
mengidentifikasi dan menganalisis unsur
ekstrinsik ( nilai budaya) yang terdapat
dalam novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa.
87
Menguraikan nilai budaya dari naskah yang
dikajinya untuk bahan bahasan dengan
kelompok lain.
Menanya
Antarsiswa dalam kelompok saling bertanya,
konfirmasi tentang hasil identifikasi yang
ditemukan untuk dibahas jika ada perbedaan
atas temuan masing-masing.
Mengomunikasikan
Guru menugaskan siswa untuk
mempresntasikan hasil pekerjaan melalui
perwakilan kelompok.
Perwakilan masing-masing kelompok (bisa
dipilih dan ditunjuk guru)
menyampaikan/menayangkan hasil
kesimpulannya.
Melaporkan hasil penelitian dan
pengembangan (tertulis/lisan) tentang unsur
intrinsik dan nilai budaya.
Penutup 5 menit
Guru dan siswa merefleksi kembali hasil
kegiatan belajar denan materi unsur
ekstrinsik (nilai budaya) dalam novel Sinden
karya Purwadmadi Admadipurwa.
Guru menutup pertemuan dengan berdoa
dan mengucapkan salam.
J. Evaluasi
a. Kompetensi Sikap:
Observasi
Penilaian diri
b. Kompetensi Pengetahuan:
Tes tertulis
Tes lisan
88
c. Kompetensi Keterampilan:
Tes praktik,
Portofolio
89
LAMPIRAN 3
SINOPSIS
merawat rumah dan latihan menyinden di tempat Nyai Estu. Sinden kondang yang
ia seperti anaknya sendiri. Tumi berparas cantik bak kembang desa yang sedang
mekar. Hal ini membuat Rudito, putra tunggal Lurah Sumberwungu menyuruh
Menanggapi hal itu Tumi dan ayahnya, menolak lamaran tersebut dengan
pertimbangan kelakuan Rudito yang suka mabuk, main perempuan, dan judi.
Penolakan lamaran tersebut membuat Ruditi sakit hati. Seperti hari-hari biasa
kemudian Rudito mabuk-mabukan dan kali ini Tumi berniat memperkosa Tumi.
Akan tetapi, usaha Rudito gagal justru mengakibatkan dirinya terkapar di halaman
untuk menculiknya supaya Rudito seakan-akan dibunuh oleh Karto karena hendak
Komunis.
90
Para seniman dan sebagian masyarakat yang tau akan hal ini mulai resah.
Guru Tarman, Gendon, dan beberapa tokoh lainya mempersiapkan strategi untuk
pertunjukkan Ketoprak Tobong setiap malam yang memuat cerita doktrin tentang
ideologi komunis yang dipertontonkan warga, kali ini ia membuat fitnah seakan-akan
Karto pembunuh. Hal ini dilakukan agar persatuan warga Sumberwungu pecah dan
berbakat dengan budi pekerti dan ahlak yang baik agar dapat menjadi contoh warga
sekolah yang diampu oleh guru Tarman. Penguatan iman juga tidak luput dari strategi
seniman, yaitu dijalankan oleh Gendon yang tekun mengajar mengaji dan
pemerintah. Para tokoh partai seperti Lurah Ponco, Mangundarmo, dan Nyi Suparni
diciduk oleh tentara dan lenyap entah dimana. Sumberwungu kembali tenang,
91
LAMPIRAN 4
Riwayat Hidup
Purwadmadi Admadipurwa
Bahasa dan Sastra FKSS IKIP Negeri Yogyakarta (1979, sekarang FBS-UNY) Pendidikan
tambahan berupa pelatihan bidang Jurnalisti, Bahasa Media, dan Periklanan. Pernah menjadi
wartawan beberapa media Jogja, Jakarta, dan Bali antara 1984-2002. Staf dan pengajar di
Padepokan Seni Bagong Kassudiarja Yogyakarta (1992-2003). Menulis artikel dan cerpen di
berbagai media. Fiksi yang pernah ditulisnya, diantaranya, Anak (Cerpen, juara 1 Porseni
Mahasiswa Nasional III, 1984). Lelaki Tua Jembatan Bantar (Cerpen, Juara 1 Lomba Nasional,
1991). Kisah Perjalanan Si Boing (Cerbung Anak-anak, Majalah Gatotkaca, 1987). Prahasta
(Cerbung Anak-anak, Majalah Gatotkaca, 1988). Lembuting Olah Katresnan (Cerbung Bahasa
Jawa, Majalah Mekar Sari, 1988). Malam-malam Taraweh (Cerbung Anak-anak, Majalah Suara
Muhammadiyah, Yogya Post. 1992). Boing Gugat (Cerbung Anak-anak Harian Yogya Post.
1992). Guru Tarno (Cerpen dalam buku Antologi Cerpen “Guru Tarno”, Bernas-Biagraf,
Yogyakarta, 1994). Rembulan Jingga di Atas Tahta (Cerbung Silat, Harian Yogya Post, 1996-
1997). Gerak Sunyi Empu Tari (Cerita terbaik Lomba Penulisan Cerita Ditjen RTF Deppen,
1996). Sastra Indonesia Yogyakarta, Memangnya Ada? (Esei Sastra, Juara Lomba Esei Dewan
Kesenian Propinsi DIY-Pusat Studi Kebudayaan dan Perubahan Sosial UGM : 2000). Larakan
(Novel Serial Silat Laskar Sabrang ( Penerbit Aditera, Bandung: Februari 2007) Buku” Joget
2006, diterbitkan Departemen Pariwisata dan Kebudayaan). Tulisan lain berupa artikel di buku
92
dan berbagai media, scenario sinetron/televisi dan scenario tari untuk karya-karya Bagong
Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Mengajar penulisan Naskah Iklan di Jurusan Ilmu Komunikasi,
Komunikasi FISIPOL UPN Veteran Yogyakarta dan Mengelola BanyuMili Art & Edu Promo,
Yogyakarta.
93
LAMPIRAN 5
DATA UNSUR INTRINSIK NOVEL SINDEN KARYA PURWADMADI ADMADIPURWA
Tabel 2
Data Tema dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
3 89 Estu ingin melahirkan sinden bersuara emas yang kondang. Ia ingin mencetak sinden. Ia ingin Tumi
menjadi kembang sinden dan mengalahkan semua sinden yang dipersiapkan orang-orang Poncodriyo. Ia
ingin berjuang melalui sinden. Melalui seorang anak dara, Tumi (Purwadmadi, 2007: 89)
4 247 Murid Ki Dipocarito tidak hanya banyak tersebar di Argalaksa tetapi juga melebar sampai di daerah
Surakarta dan Yogyakarta. Apabila Ki Dipocarito dapat berkompromi dan menjalankan misi partai, maka
seni pedalangan dan karawitan akan gampang ditekuk bertekuk lutut pada propaganda partai. Demikian
94
juga dengan Nyai Estu Suminar yang memiliki banyak murid sinden (Admadipurwa, 2007:247).
Tabel 3
Data Latar dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
6 58 Siang tadi, Karto pergi ke ladang mengairi tanamannya sepeninggalan Tumi berangkat belajar nyinden ke
rumah Nyai Estu. Ia membiarkan Rudito, terlelap mabuk di emperan rumahnya. Hingga seperempat malam
ia di ladangnya pekedemikian biasanya ia lakukan (Admadipurwa, 2007:58).
7 46 Tumi tak kuasa menolak. Begitu masuk kamar itu Tumi langsung terperangah. Sebuah kamar yang mewah,
tempat tidur lebar berkelambu. Almari besar berisi baju-baju indah. Baunya harum melati dan di pojok
ruangan terdapat sebuah songsong (paying kebesaran) yang tertutup dan sebilah tombakdengan landeyan
(tangkai) panjang. Pusaka yang menemani selama ini (Admadipurwa, 2007:46).
8 58 Tidak tau kenapa orang-orang yang yang lewat jalan itu selalu menapak di tempat orang lain juga menapak
sehingga di bagian tersebut rumput tak tumbuh. Seperti kebiasaan orang desa, berjalan selalu beriringan
muka belakang bukan berjajar berjalan bersama. Rumputan di kanan kiri “jalan setapak” malam itu tampak
hitam (Admadipurwa, 2007:58).
95
9 18 Latar Waktu
Siang semakin membumbung. Hari panas namun angin gunung sabar menyejukkannya. Karto selesai
menganyam kipas. Dalam duduk siang di emperan rumahnya, Karto seperti membiarkan lamunannya
mengembang. Saat sedang menyeruput the pahitnya, Tumi berlarian, tergopoh-gopoh, menangis tanpa
membawa apapun. Bahkan ia hanya mengenakan kain jarit penutup tubuhnya (Admadipurwa, 2007:18).
10 44 Hari berangkat malam. Tinggal Tumi yang masih berada di rumah Nyai Estu. Kawanya, sesama gadis yang
belajar sinden kepada Nyai Estu sudah pada pulang sejak sebelum senja. Tumi biasanya menghabiskan
malam latihannya berdua dengan Nyai Estu. Tumi menginap, menemani Nyai Estu dan esoknya baru
pulang (Admadipurwa, 2007:44).
11 159 Hari makin sore dan sinar matahari tak lagi begitu panas. Anak-anak gembala sudah mulai menggiring
ternak ke pinggir sungai yang banyak ditumbuhi rumput liar. Penggembala itu melihat Tumid dan Tarman
sedang duduk-duduk di bawah asam kranji, tebing kali Sumberwungu (Admadipurwa, 2007:159).
12 163 Gembala meneruskan langkahnya, memburu kerbaunya yang akan makan tanaman di ladang orang. Mereka
menatap anak gembala makin menjauh melangkah menuju lereng rumput. Mereka bertiga beranjak
meninggalkan kali berbatas rimbun daun-daun pandan. Banyak orang dewasa di Sumberwungu yang mulai
gelisah. Hari makin senja, matahari seakan begitu cepat melorot ke kaki langit (Admadipurwa, 2007:163).
13 2 Seperti warga desa lainnya, Tuwuh adalah warga kebanyakan. Biasa-biasa saja. Tuwuh tumbuh menjadi
pemuda lumrah. Kelebihannya, ia kuliah di Yogya dan sudah hamper selesai studi di universitas terkemuka.
Warga menganggapnya sebagai pemuda yang berkecukupan karena warisan dari ibunya lebih dari cukup
untuk hidup. Yang paling pokok, Tuwuh dikenal sebagai putra tunggal almarhum Nyai Renggomanis,
sinden atau biduanita dalam karawitan Jawa. Ibunya sinden ternama (Admadipurwa, 2007:2).
14 17 Tetapi Kartosemedi teguh pada pendiriannya. Ia menempuh semua resiko jika Lurah Sumberwungu akan
mempersulit dirinya di kemudian hari. Kartosemedi ingin anak gadisnya itu dapat mencapai cita-cita
96
sebagai sinden sekaligus merantas tradisi kawin cerai yang dialami banyak pesinden (Admadipurwa,
2007:17).
Tabel 4
Data Sudut Pandang dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
97
Tabel 5
Data Alur dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
Puncaknya dialami langsung oleh Nyai Estu, yaitu ketika kekuasaan Poncodriyo mulai digunakan untuk
memaksa warga. Perkara hilangnya Rudito, penangkapan Karto dan raibnya Gendon seakan berlalu begitu
saja. Apalagi setelah Ponco, Nyi Suparni, Romo Pus dan Wati ditangkapi oleh tentara. Perkara-perkara
lama tak ada lagi yang mengutik-utik. Para pamong desa sampai para dukuhpun diminta berhenti dari
jabatan dan digantikan oleh para karetaker. Margonosucitro pun konon telah dikabarkan hilang tak tahu
rimbanya. Mungkin dia sudah dihabisi dan dimasukkan ke dalam luweng, sumur gua alam tanpa dasar.
Mangun dan Nyi Suparni ditangkap bersama Margonosucitro saat mereka sedang rapat tertutup di kantor
partai (Admadipurwa, 2007:271).
99
Tabel 6
Data Tokoh dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
23 62 Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut. Nyai Estu, meski seorang sinden,
seorang janda, tetapi memancarkan kewibawaan sebagai seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga
martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun dalam tindakan sehari-hari
(Admadipurwa, 2007:62).
24 11 Tokoh Tambahan
Rudito dikenal sebagai pemuda yang serba susah. Kesukaannya, berjudi, mabuk, dan main perempuan.
Bahkan sangat doyan mengganggu isteri orang. Semua warga Sumberwungu menngetahui tingkah polah
Rudito, namun tidak seorangpun berani melawan. Kekuasaan Poncodriyo sangat besar, bahkan makin
tambah besar. Tumi tahu, Rudito makin mengejarnya. Namun, gadis itu tidak ambil peduli (Admadipurwa,
2007:11).
25 17 Tetapi Kartosemedi teguh pada pendiriannya. Ia menempuh semua resiko jika Lurah Sumberwungu akan
mempersulit dirinya di kemudian hari. Kartosemedi ingin anak gadisnya itu dapat mencapai cita-cita
sebagai sinden sekaligus merantas tradisi kawin cerai yang dialami banyak pesinden (Admadipurwa,
2007:17).
100
26 22 Gendon adalah pemuda desa yang sangat ringan tangan membantu tetangga. Pemuda yang sangat luwes
bekerja, bias mengerjakan pekerjaan halus dan kasar. Ia baik kepada siapa saja. Ia juga rajin berguru jauh di
desa lain. Di rumahnya ia membangun langgar kecil, setiap magrib ia lantunkan suara adzan
(Admadipurwa, 2007:22).
27 75
Perangkat desa itu sudah menuangkan sedikit teh ke dalam cangkirnya. Kaki kanannya diangkat ke atas
dingklik. Tangan kanannya mengangkat cangkir. Cangkir itu kemudian digoyang-goyangkannya. Air teh
yang panas bergerak merata ke seluruh permukaan cangkir. Mangun menggerakkan cangkirnya sambil
menatap Karto. Bibirnya tersenyum tipis dan tatapannya tampak sayu. Keseluruhan wajahnya
memperlihatkan raut muka mengejek atau malah menghina Karto (Admadipurwa, 2007:75).
28 24 Ia sejak muda sudah terlihat bakatnya menjadi pemimpin. Namun, ketika masa tuanya, kepemimpinannya
berubah menjadi berperangai keras. Rakyatnya sering dikumpulkan dib alai desa dan dilatih fisik dan
mentalnya. Kadang mereka diharuskan mendengarkan pidato dari radio transistor. Radio itu satu-satunya di
desa Sumberwungu. Sebuah radio berukuran besar mirip rak buku yang batrainya mirip kotak sebesar accu
truk. Rakyat suka menunggu dan terlena oleh pidato yang menggelegar itu (Admadipurwa, 2007:24).
101
LAMPIRAN 6
DATA NILAI BUDAYA DALAM NOVEL SINDEN KARYA PURWADMADI ADMADIPURWA
Tabel 7
Data Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
32 118 Musyawarah
“Anak-anak didikmu bisa ikut seleksi, ndak apa-apa.”
“Nah, iyu. Kamu juga dapat dispensasi., lagi. Ini penghormatan besar untukmu, untuk keluarga kita, Estu.”
102
“Nyai Estu sanggup, ta?”
“Saya belum bisa menjawab. Saya pikirkan, dan jawaban kesediaan saya akan saya sampaikan setelah saya
berembug dengan anak-anak”. “Ya, zaman sekarang apa-apa harus dibicarakan. Dimusyawarahkan. Tapi
jangan lama-lama. Sekali lagi ini perintah negara,” kata Margono tandas (Admadipurwa: 118).
33 182 Ramah
Pak Pancar sebagai tuan rumahtampak lega dan sangat ramah. Mempersilahkan semuanyauntuk duduk dan
berbicara sambil menikmati hidangan yang telah disediakan oleh bu Pancar (Admadipurwa: 182).
34 154 Simpati
Tumi sebenarnya bingung tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Setiap orang kini membicarakan hilangnya
Rudito dan ditangkapnya Kartosemedi. Berita itu belum mereda, disusul tidak munculnya Gendon yang
juga menghilang selepas melapor ke komandan Distrik. Kini, tiap malam banyak tetangga menemani Tumi
di rumahnya (Admadipurwa, 2007:154).
35 194 Para tetangga menganggap keluarga Tumi masih tertimpa musibah. Mereka berbesar hati karena semangat
berada di rumah Tumi malam sebagai bentuk simpati yang harus mereka berikan kepada Tumi. Karto lagi
apes, atau sedang tertimpa kemalangan. Hidup yang saban hari hanya digunakan untuk pergi ke ladang, kini
harus mempunyai banyak urusan dengan penguasa (Admadipurwa, 2007:194).
36 20 Suka menolong
Merasa kasihan Karto menyeret tubuh koboi kampung itu dan melentangkan tubuh lunglainya di lincak
bambu. Terpaksa Karto membuka kancing baju anak muda yang meski berwajah ganteng, badannya
krempeng dan tak ada potongan laki-laki gagah berurat (Admadipurwa, 2007:20).
37 69 Sopan
103
“ He, guru Tarman. Kamu datang tanpa tata krama, tidak kulonuwun, tidak permisi. Kamu itu menantunya
adik saya, isterimu itu keponakan saya. Aku ini, pakdemu. Kalau tak saya ijinkan dia tak bisa kawin
denganmu, he? Kamu juga tidak saya undang kemari. Datang-datang langsung bertanya sambil berdiri
macam begitu. Guru macam apa itu?” (Admadipurwa, 2007:69).
38 124 Pemuda yang sedang menjalankan piket administrasi di meja tengah pendapa. Melihat kehadiran Ponco,
pemuda ini berniat turun dari dingklik dan akan duduk di lantai. “ Bagaimana keadaan Mangundarma?”
tanya Ponco sambil mengisyaratkan agar pemuda itu tidak duduk di lantai (Admadipurwa, 2007:124).
39 32 Gendon naik ke pendapa dengan merunduk lalu dengan laku ndodok, berjalan berjongkok, mendekat ke
arah Ponco yang duduk di kursi kayu tengah pendapa memandang dengan mata tajam. Mangundarma
tersenyum melihat Gendon yang dating dengan santun itu (Purwadmadi, 2007: 32).
40 18 Keakraban
Meski tak pernah sengaja, Tumi seakan telah menjadi anak pungutnya. Nyai Estu sudah menganggap Tumi
sebagai anaknya. Apalagi, ibu Tumi sekarang menjadi salah satu isteri Dipocarito. Secara nalur, sesama
maru adalah saudara. Yang lebih dulu diperistri seorang laki-laki menempati struktur kekerabatan lebih tua.
Jadi Nyai Estu merasa lebih tua dan dituakan oleh Minten. Setiap kali bertemu, Minten selalu menyebut
Nyai Estu dengan, “Mbakyu Estu, sugeng, selamat sejahtera..mbakyu..” sambil tangannya menggenggam
tangan Nyai Estu lalu mengecupnya (Admadipurwa, 2007:18).
41 53 Setelah Estu memperlihatkan sesungguhan dan berkali-kali juara nembang (menyanyi tembang Jawa) di
sekolah ataupun antar- sekolah Tamansiswa di JawaTengah dan Jawa Timur, Poncosuwito, orang tua Estu
membolehkannya meneruskan latihan menjadi sinden (Purwadmadi, 2007: 53).
104
Tidak terkecuali Tumi yang rajin belajar kepada Nyai Estu Suminar. Perempuan ini guru yang baik karena
disamping mengajarkan lirik, cengkok, suwara, gregel, nges, wirama, wirasa dan wiraga, juga perihal etika
hidup dan pilihan hidup berkesenian (Purwadmadi, 2007: 9-10).
44 85 Mandiri
Pikiran Tumi selalu bersih. Sejak kecil, sudah hidup terpisah dari ibu. Ketika Mnten hidup bersama
Dipocarito, Tumi tetap dalam rengkuhan bapaknya, Kartosemedi. Di dalam bimbingan seorang ayah itu, ia
menjadi gadis yang tumbuh mandiri (Admadipurwa, 2007:85).
105
LAMPIRAN 6
DATA NILAI BUDAYA DALAM NOVEL SINDEN KARYA PURWADMADI ADMADIPURWA
Tabel 7
Data Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
32 118 Musyawarah
“Anak-anak didikmu bisa ikut seleksi, ndak apa-apa.”
“Nah, iyu. Kamu juga dapat dispensasi., lagi. Ini penghormatan besar untukmu, untuk keluarga kita, Estu.”
94
“Nyai Estu sanggup, ta?”
“Saya belum bisa menjawab. Saya pikirkan, dan jawaban kesediaan saya akan saya sampaikan setelah saya
berembug dengan anak-anak”. “Ya, zaman sekarang apa-apa harus dibicarakan. Dimusyawarahkan. Tapi
jangan lama-lama. Sekali lagi ini perintah negara,” kata Margono tandas (Admadipurwa: 118).
33 182 Ramah
Pak Pancar sebagai tuan rumahtampak lega dan sangat ramah. Mempersilahkan semuanyauntuk duduk dan
berbicara sambil menikmati hidangan yang telah disediakan oleh bu Pancar (Admadipurwa: 182).
34 154 Simpati
Tumi sebenarnya bingung tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Setiap orang kini membicarakan hilangnya
Rudito dan ditangkapnya Kartosemedi. Berita itu belum mereda, disusul tidak munculnya Gendon yang
juga menghilang selepas melapor ke komandan Distrik. Kini, tiap malam banyak tetangga menemani Tumi
di rumahnya (Admadipurwa, 2007:154).
35 194 Para tetangga menganggap keluarga Tumi masih tertimpa musibah. Mereka berbesar hati karena semangat
berada di rumah Tumi malam sebagai bentuk simpati yang harus mereka berikan kepada Tumi. Karto lagi
apes, atau sedang tertimpa kemalangan. Hidup yang saban hari hanya digunakan untuk pergi ke ladang, kini
harus mempunyai banyak urusan dengan penguasa (Admadipurwa, 2007:194).
36 20 Suka menolong
Merasa kasihan Karto menyeret tubuh koboi kampung itu dan melentangkan tubuh lunglainya di lincak
bambu. Terpaksa Karto membuka kancing baju anak muda yang meski berwajah ganteng, badannya
krempeng dan tak ada potongan laki-laki gagah berurat (Admadipurwa, 2007:20).
37 69 Sopan
95
“ He, guru Tarman. Kamu datang tanpa tata krama, tidak kulonuwun, tidak permisi. Kamu itu menantunya
adik saya, isterimu itu keponakan saya. Aku ini, pakdemu. Kalau tak saya ijinkan dia tak bisa kawin
denganmu, he? Kamu juga tidak saya undang kemari. Datang-datang langsung bertanya sambil berdiri
macam begitu. Guru macam apa itu?” (Admadipurwa, 2007:69).
38 124 Pemuda yang sedang menjalankan piket administrasi di meja tengah pendapa. Melihat kehadiran Ponco,
pemuda ini berniat turun dari dingklik dan akan duduk di lantai. “ Bagaimana keadaan Mangundarma?”
tanya Ponco sambil mengisyaratkan agar pemuda itu tidak duduk di lantai (Admadipurwa, 2007:124).
39 32 Gendon naik ke pendapa dengan merunduk lalu dengan laku ndodok, berjalan berjongkok, mendekat ke
arah Ponco yang duduk di kursi kayu tengah pendapa memandang dengan mata tajam. Mangundarma
tersenyum melihat Gendon yang dating dengan santun itu (Purwadmadi, 2007: 32).
40 18 Keakraban
Meski tak pernah sengaja, Tumi seakan telah menjadi anak pungutnya. Nyai Estu sudah menganggap Tumi
sebagai anaknya. Apalagi, ibu Tumi sekarang menjadi salah satu isteri Dipocarito. Secara nalur, sesama
maru adalah saudara. Yang lebih dulu diperistri seorang laki-laki menempati struktur kekerabatan lebih tua.
Jadi Nyai Estu merasa lebih tua dan dituakan oleh Minten. Setiap kali bertemu, Minten selalu menyebut
Nyai Estu dengan, “Mbakyu Estu, sugeng, selamat sejahtera..mbakyu..” sambil tangannya menggenggam
tangan Nyai Estu lalu mengecupnya (Admadipurwa, 2007:18).
41 53 Setelah Estu memperlihatkan sesungguhan dan berkali-kali juara nembang (menyanyi tembang Jawa) di
sekolah ataupun antar- sekolah Tamansiswa di JawaTengah dan Jawa Timur, Poncosuwito, orang tua Estu
membolehkannya meneruskan latihan menjadi sinden (Purwadmadi, 2007: 53).
96
Tidak terkecuali Tumi yang rajin belajar kepada Nyai Estu Suminar. Perempuan ini guru yang baik karena
disamping mengajarkan lirik, cengkok, suwara, gregel, nges, wirama, wirasa dan wiraga, juga perihal etika
hidup dan pilihan hidup berkesenian (Purwadmadi, 2007: 9-10).
44 85 Mandiri
Pikiran Tumi selalu bersih. Sejak kecil, sudah hidup terpisah dari ibu. Ketika Mnten hidup bersama
Dipocarito, Tumi tetap dalam rengkuhan bapaknya, Kartosemedi. Di dalam bimbingan seorang ayah itu, ia
menjadi gadis yang tumbuh mandiri (Admadipurwa, 2007:85).
97