Anda di halaman 1dari 129

NILAI BUDAYA DALAM NOVEL SINDEN

KARYA PURWADMADI ADMADIPURWA


DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA
DI KELAS XI SMA

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Hendri Wiyono
NIM 102110020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2014
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

nama : Hendri Wiyono

NIM : 102110020

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya

sendiri, bukan plagiat, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Apabila terbukti/dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil plagiat,

saya bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh

Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Purworejo, Agustus 2014


Yang membuat pernyataan,

Hendri Wiyono

iv
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN

‫ﺲ ﻓَﺎﻓْ َﺴ ُﺤﻮا ﻳَـ ْﻔ َﺴ ِﺢ‬ِ ِ‫ﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا إِ َذا ﻗِﻴﻞ ﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺗَـ َﻔ ﱠﺴ ُﺤﻮا ِﰲ اﻟْ َﻤ َﺠﺎﻟ‬ ِ‫ﱠ‬
َ ‫ﻳَﺎ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺬ‬
َ
‫ﻳﻦ أُوﺗُﻮا‬ ‫ﺬ‬ِ ‫ا ﱠ ﻟَ ُﻜﻢ وإِذَا ﻗِﻴﻞ اﻧْﺸﺰوا ﻓَﺎﻧْﺸﺰوا ﻳـﺮﻓَ اِﻊ ﱠ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا ِﻣْﻨ ُﻜﻢ واﻟﱠ‬
َ َْ ُ َ َ ُ َْ ُ ُ ُُ َ َْ ُ
‫ﺎتا َو ﱠُ ِﲟَﺎ ﺗَـ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َن َﺧِﱯ‬ ٍ ‫اﻟْﻌِْﻠﻢ درﺟ‬
َ ََ َ
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah:11)

PERSEMBAHAN
Ibu, Srikandi tumpuan keluarga
demi mengantarkan Aku menjadi
sarjana. Ayah rengkuhan dan
didikanmu membuat aku menjadi
pribadi mandiri.

v
PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah Swt. yang telah memberikan kesehatan dan petunjuk sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul“Nilai Budaya dalam Novel Sinden

karya Purwadmadi Admadipurwa dan Skenario Pembelajarannya di

Kelas XI SMA” dapat berjalan lancar.

Keberhasilan pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima

kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejoyang telah memberikan izin

kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan di Universitas Muhammadiyah

Purworejo ini.

2. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas

Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah

memberikan perhatian dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

4. Drs. H. Khabib Sholeh, M.Pd. selaku pembimbing I dan Nurhayati,

M.Pd.selaku pembimbing II yang telah banyak membimbing, mengarahkan,

memotivasi dengan penuh kesabaran dan tidak kenal lelah, serta mengoreksi

skripsi ini dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

vi
5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat dan berbagai pihak yang telah

memberikan bantuan, motivasi dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun,

penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya dalam pembelajaran novel

di kelas XI SMA.

Purworejo, Agustus 2014

Penulis,

Hendri Wiyono

vii
viii
ABSTRAK

Hendri Wiyono.“Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya Purwadmadi


Admadipurwa dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA”.
Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) unsur intrinsik novel
Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa; (2) nilai budaya dalam novel Sinden
karya Purwadmadi Admadipurwa; (3) skenario pembelajaran novel dengan materi
unsur intrinsik dan nilai budaya yang terdapat dalam novel Sinden karya
Purwadmadi Admadipurwa di kelas XI SMA.
Objek penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai budaya dalam novel
Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Penelitian ini berfokus pada unsur
intrinsik dan nilai budaya. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan
catat. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti selaku
peneliti dengan bantuan kartu pencatat data. Analisis data dilakukan dengan
teknik analisis isi.Penyajian hasil analisis dilakukan secara informal.
Hasil analisis data disajikan dengan teknik informal. Dari hasil penelitian
disimpulkan bahwa (1) Unsur intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa meliputi: tema, yaitu perjuangan para seniman dan sebagian
masyarakat melawan Partai Komunis; tokoh utama adalah Tumidan Nyai Estu,
sedangkan tokoh tambahan adalah Karto (ayah Tumi), Gendon, Rudito, Lurah
Ponco, Mangundarma. Penokohan dalam novel ini dilakukan secara analitik dan
dramatik; alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju; latar tempat
yang digunakan adalah emper rumah, kamar tidur, jalan setapak. Latar waktu
yang digunakan adalah siang hari, malam hari, sore hari. Latar sosial dalam novel,
meliputi seorang Sinden, seorang Lurah; sudut pandang yang digunakan adalah
orang ketiga mahatahu; Secara tersirat pengarang menyampaikan kepada pembaca
untuk menjaga martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun
dalam tindakan sehari-hari. (2) Nilai budaya dalam novel Sinden karya
Purwadmadi Admadipurwa, yaitu: hubungan manusia dengan masyarakat
meliputi: wibawa, gotong royong, musyawarah;hubungan manusia dengan
manusia lain meliputi: ramah, simpati, suka menolong, sopan, dan keakraban;
hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi: pandai, suka belajar, tidak
mudah putus asa, mandiri. (3) Skenario pembelajaran dengan materi
unsurintrinsik dan nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
adalah guru: (a) menugasi siswa 2 minggu sebelum pertemuan KD. 2.4 untuk
mencari dan membaca novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa;
(b)menyampaikan materi tentang unsurintrinsik dan nilai budaya; (c)menugasi
siswa membuat ringkasan cerita serta mengidentifikasi dan menganalisis novel
Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa; (d) menugasi siswa untuk
mendiskusikan hasil pekerjaanya secara berkelompok dan mempresentasikan di
depan kelas; (e) melakukan evaluasi dengan menggunakan soal-soal; (f)
merefleksi hasil kegiatan pembelajaran.
Kata Kunci :unsur intrinsik, nilai budaya, skenario pembelajaran.

viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
PERNYATAAN ........................................................................................... iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA ................................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xii

BAB1 PENDAHULUAN............................................................................. . 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. . 1
B. Penegasan Istilah……………………………………..…………...…..4
C. Identifikasi Masalah ........................................................................ ..5
D. Pembatasan Masalah ....................................................................... ..6
E. Rumusan Masalah ........................................................................... ..6
F. Tujuan Penelitian ............................................................................ ..6
G. Manfaat Penelitian .......................................................................... ..7
H. Sistematika Skripsi.......................................................................... ..8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS .................... 10


A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 10
B. Kajian Teoretis................................................................................ 12
1. Hakikat novel............................................................................. .12
a. Pengertian Novel.................................................................... .12
b. Unsur Intrinsik Novel............................................................. .13
2. Nilai Budaya .............................................................................. .18
3. Skenario Pembelajaran Sastra di Kelas XI SMA ........................ .20

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. .27


A. Objek Penelitian.............................................................................. .27
B. Fokus Penelitian.............................................................................. .27
C. Subjek Penelitian ............................................................................ .28
D. Instrumen Penelitian........................................................................ .28
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. .28
F. Teknik Analisis Data....................................................................... .29
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis……………………………………...30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. ..31


A. Penyajian Data ................................................................................ ..31
B. Pembahasan Data ............................................................................ ..37

ix
BAB V PENUTUP .................................................................................... .75
A. Simpulan......................................................................................... .75
B. Saran............................................................................................... .77

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... .79


LAMPIRAN ................................................................................................. .81

x
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Sintak Model Pembelajaran.................................................... … .... ….24

Tabel 2: Data Tema dalam novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa……32

Tabel 3: Data Latar dalam novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa........32

Tabel 4: Data Sudut Pandang dalam novel Sinden Karya


PurwadmadiAdmadipurwa.....................................................................33

Tabel 5: Data Alur dalam novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa...…..33

Tabel 6: Data Tokoh dalam novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa......33

Tabel 7: Nilai Budaya dalam novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa....34


Tabel 8:Lembar pengamatan kepribadian..............................................................68

Tabel 9:Penilaian laporan peserta didik tentang struktur dan kaidah teks novel...69

Tabel 10: Penilaian soal pilihan ganda ................................................. ........ ….70


Tabel 11:Penilaian soal uraian atau esai……………………………………….....70

Tabel12: Nilai akhir................................................................................................70

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Silabus
Lampiran 2 :Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Lampiran 3 :Sinopsis
Lampiran 4: Riwayat Hidup Pengarang
Lampiran 5:Data Unsur Intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
Lampiran 6: Data Nilai Budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa
Lampiran 7: Kartu bimbingan pembimbing I
Lampiran 8:Kartu bimbingan pembimbing II
Lampiran9: Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing

xii
BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis memaparkan latar belakang masalah, penegasan

istilah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan hasil pemikiran, khayalan, imajinasi seseorang

yang dituangkan ke dalam suatu wadah dengan menggunakan bahasa sebagai

medianya. Dengan memanfaatkan suatu bahasa biasanya pengarang menuangkan

segala luapan perasaan yang menceritakan tentang kehidupan yang telah

pengarang lihat, alami, dan rasakan ke dalam suatu karya sastra. Tidak hanya

kisah-kisah fakta yang pengarang tulis, namun karya sastra juga merupakan hasil

dari imajinasi seseorang sehingga sifat dari karya sastra itu fiksi. Dalam sebuah

karya fiksi, sastra memberikan berbagai warna yang dituangkan dalam

permasalahan-permasalahan kemanusiaan dalam kehidupan, sehingga kesan yang

ditonjolkan itu bisa dirasakan oleh para pembaca.

Dengan mempelajari karya sastra, secara tidak langsung mempelajari pula

kehidupan masyarakat, lengkap dengan segala tingkah laku manusia yang

tercermin pada sikap dan perilaku tokohnya. Melalui karya sastra kita lebih

mengenal manusia dengan segala tingkah lakunya. Cerita yang diungkapkan

sastrawan dalam sastra adalah pertentangan-pertentangan yang terjadi pada diri

manusia dengan batinnya, antara manusia dengan manusia yang lain, dan antara

manusia dengan Tuhan. Dengan adanya pertentangan-pertentangan tersebut,

1
2

muncul karakter dasar manusia dalam memberikan tanggapan pada setiap

permasalahan yang dihadapi. Pada permasalahan-permasalahan yang dihadirkan

pengarang beserta pemecahannya timbul nilai-nilai yang dapat berguna bagi

kehidupan masyarakat.

Salah satu nilai yang terkandung dalam karya sastra adalah nilai budaya.

Nilai budaya yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan adat

istiadat, kebisaaan hidup, maupun keyakinan dan pola pikir masyarakat. Adat

istiadat berkaitan dengan tradisi yang berlaku dan dilaksanakan masyarakat pada

suatu tempat. Nilai budaya merupakan salah satu nilai penting yang harus

dilestarikan sebagai jati diri bangsa namun, nilai budaya yang ada di dalam

masyarakat mulai terlupakan akibat masuknya budaya-budaya baru di era

globalisasi ini.

Salah satu contoh konkret nilai budaya yang mulai terlupakan adalah

penggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sutarjo (2008:12) dalam

pengantar Kawruh Basa saha Kasusastran Jawi mengungkapkan bahwa bahasa

Jawa sudah tidak digunakan oleh generasi muda sebab tidak terbiasa

menggunakan dalam kehidupan sehari-hari karena dirasa sulit dan tidak mengerti.

Oleh sebab itu, banyak ungkapan “orang Jawa kehilangan kejawaannya dan jati

dirinya”.

Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa merupakan salah satu

bentuk karya sastra yang mengangkat realitas kehidupan masyarakat, lengkap

dengan nilai-nilai budayanya. Latar cerita novel Sinden adalah kehidupan

masyarakat Jawa di lingkungan Desa Sumberwungu (Gunung Kidul, Yogyakarta),


3

sehingga nilai-nilai budaya yang terungkap adalah nilai-nilai budaya Jawa.

Permasalahan yang ditampilkan dalam novel ini lebih berkaitan dengan kesenian

jawa berupa wayang atau lebih tepatnya pada seorang penyanyi/biduanita yang

disebut dengan “Sinden”. Nilai-nilai yang dirasa sudah mulai ditinggalkan orang,

secara sadar atau tidak berusaha tetap dipegang teguh dalam sikap dan tingkah

laku tokoh utamanya.

“Nyai Estu mendengar suara miring itu. Maka ia kukuh


mengajarkan nilai moral dan etika kepada anak-anak asuhnya. Nyai Estu
menekankan pentingnya moral dan kepribadian. “Menyinden bukan
sekadar menembang dan menjual suara. Suara yang bagus, bening, luruh
dan merdu hanya bisa keluar dari mulut perempuan yang bersih jiwa dan
raga,” katanya. (Admadipurwa, 2007: 104)
Berdasarkan paparan di atas, salah satu peran yang dapat dilakukan dunia

pendidikan untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam suatu

masyarakat adalah dengan mengenalkan dan mempelajari kebudayaan tersebut

kepada peserta didik serta menanamkan nilai budayanya untuk diaplikasikan ke

dalam kehidupan sehari-hari. Sarana yang dapat digunakan melalui pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan salah satu mata

pelajaran yang dapat dijadikan sarana untuk mengenalkan dan mempelajari

kebudayaan kepada peserta didik. Pembelajaran sastra Indonesia meliputi

beberapa bentuk diantaranya: puisi, cerpen, novel dan lain-lain.

Berdasarkan kurikulum 2013 yang berlaku di SMA, mata pelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia kelas XI semester 1, yaitu dalam KI 2: memiliki

sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara mempromosikan

penggunaan bahasa Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia sebagai


4

cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian ini sebagai salah satu alternatif untuk mengenalkan dan mempelajari

kebudayaan kepada peserta didik serta menanamkan nilai budayanya untuk

diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran sastra dengan

menggunakan novel Sinden sebagai bahan ajar.

Penulis memilih mengkaji novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

dengan alasan sebagai berikut.

1. Novel Sinden merupakan novel yang mengangkat nilai-nilai budaya Jawa

secara kompleks.

2. Novel Sinden memiliki latar waktu pada tahun 1960-an/gencar-gencarnya PKI

berkembang di masyarakat, sehingga novel ini memiliki nilai sejarah

perjuangan sebagian kecil masyarakat Indonesia menolak dan melawan PKI.

3. Belum ada penelitian yang mengangkat nilai budaya dalam novel Sinden

karya Purwadmadi Admadipurwa.

Sehubungan dengan paparan di atas penulis menetapkan judul “Nilai

Budaya Dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa dan Skenario

Pembelajarannya di Kelas XI SMA”.

B. Penegasan Istilah

Guna menghindari salah paham tentang istilah yang digunakan dalam

judul Penelitian yang berjudul “ Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya
5

Purwadmadi Admadipurwa dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA”.

Berikut penulis jelaskan istilah-istilah yang dipakai dalam judul:

1. Nilai merupakan segala sesuatu yang disenangi, diinginkan, dicita-citakan dan

disepakati, sedangkan moral adalah ajaran tentang baik buruknya perbuatan

dan kelakuan (Darmadi, 2006: 50).

2. Budaya adalah “sesuatu” yang hidup, berkembang, dan bergerak menuju titik

tertentu (Endraswara, 2006:1).

3. Sinden adalah novel karya Purwadmadi Admadipurwa terbit pertama Maret

2007.

Dari Penegasan istilah di atas, dapat dipahami maksud judul “ Nilai

Budaya dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa dan Skenario

Pembelajarannya di Kelas XI SMA” adalah penyelidikan terhadap nilai budaya

dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa yang bermanfaat untuk

proses pembelajaran sastra di SMA.

C. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat

diidentifikasi hal-hal yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran novel dapat dijadikan sebagai media pembelajaran untuk

menerapkan nilai-nilai budaya dalam karya sastra di kelas XI SMA.

2. Pembelajaran novel memiliki cakupan yang kompleks karena para peserta

didik nantinya diajak untuk memahami, meresapi lalu menerapkan kandungan

isi atau nilai tersebut dalam kehidupan nyata.


6

3. Novel yang dipilih adalah novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

karena dari segi isinya memuat beberapa nilai yang berkaitan dengan nilai

budaya.

D. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut, maka batasan permasalahan dalam

penelitian ini meliputi:

1. unsur intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa;

2. nilai budaya yang terkandung dalam novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa;

3. novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa pada skenario pembelajaran di

kelas XI SMA.

E. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang hendak penulis kaji dalam analisis ini meliputi:

1. Bagaimana unsur intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa?

2. Bagaimana nilai budaya yang terdapat dalam novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa?

3. Bagaimanakah skenario pembelajaran novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa di kelas XI SMA?

F. Tujuan Penelitian

Menurut Arikunto (2006:58) tujuan penelitian merupakan rumusan

kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian

selesai. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

dipaparkan dalam uraian berikut ini.


7

1. Mendeskripsikan unsur intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa.

2. Mendeskripsikan nilai budaya yang terkandung dalam novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa.

3. Mendeskripsikan cara menerapkan nilai budaya pada novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa dalam pembelajaran di kelas XI SMA.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi teoretis dan

segi praktis.

1. Segi Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi dunia

pendidikan dalam pemilihan bahan ajar karena memiliki landasan teori yaitu

teori sastra dan teori pembelajaran. Oleh karena itu, secara teoretis penelitian

ini diharapkan berguna dalam pengembangan ilmu sastra khususnya

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain itu, penelitian ini

diharapkan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang karya sastra

khususnya nilai budaya pada novel dan penerapannya dalam pembelajaran.

2. Segi Praktis

a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia dan dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk

memberikan pengajaran tentang sastra, khusunya tentang nilai budaya

yang terkandung pada novel.


8

b. Bagi Siswa

Pembelajaran tentang nilai budaya dapat membekali siswa untuk

kepentingan melanjutkan studi atau ketika di tengah masyarakat.

c. Peneliti yang lain

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang tinjauan nilai

budaya pada karya sastra (novel).

H. Sistematika Skripsi

Sistematika skripsi ditujukan untuk memberikan gambaran skripsi yang

tersusun. Skripsi terdiri dari lima bab. Sebelum bab pendahuluan, bagian awal

atas halaman sampul depan, halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan,

pernyataan, motto dan persembahan, prakata, daftar isi, dan abstrak.

Bab I berisi pendahuluan. Pendahuluan berisi latar belakang masalah,

penegasan istilah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka

merupakan kajian secara kritis terhadap penelitian terdahulu, sehingga diketahui

perbedaanya dengan yang pemulis lakukan. Penelitian tentang nilai budaya telah

dilakukan oleh Sumargono (2008) dan Kurniawan (2011). Kajian teoretis

membahas teori-teori yang dijadikan landasan penelitian sebelumn melaksanakan

penelitian.

Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian berisi objek penelitian,

fokus penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen

penelitian, teknik analisis data dan teknik penyajian hasil analisis data.
9

Bab IV berisi penyajian dan pembahasan data. Dalam bab ini, penulis

menguraikan data penelitian yang diambil dari novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa yang berupa narasi dan percakapan serta sub-bab pembahasan data

yang membahas unsur intrinsik dan nilai budaya dalam novel.

Bab V adalah penutup. Pada bab ini penulis menyimpulkan pembahsan

data dan memberikan saran-saran yang relevan dengan kesimpulan tersebut.

Selain itu, penulis juga melampirkan daftar pustaka, silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP), sinopsis, riwayat hidup pengarang, data unsur intrinsik, dan

nilai budaya novel, kartu bimbingan skripsi, dan surat keputusan dosen

pembimbing.
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

Berikut ini penulis sajikan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan

dan kajian teoretis yang berisi teori-teori yang menjadi landasan penelitian ini.

A. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian tentang nilai budaya dalam karya sastra antara lain

oleh Sumargono (2008) yang berjudul “Nilai-nilai Budaya Novel Saraswati Si

Gadis Dalam Sunyi Karya A.A Navis”. Hasil penelitiannya, meliputi: (1) unsur

pembangun novel Saraswati Si Gadis Dalam Sunyi Karya A.A Navis, yaitu: tokoh

dan penokohan, tema, alur, gaya bahasa dan sudut pandang: (2) nilai budaya

dalam novel Saraswati Si Gadis Dalam Sunyi Karya A.A Navis, meliputi:

hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Tuhan,

hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan masyarakat

sekitar.

Persamaan penelitian Sumargono dengan penelitian ini adalah sama-sama

membahas tentang nilai budaya dalam karya sastra, tetapi penelitian Sumargono

belum diaplikasikan dalam skenario pembelajaran sastra. Perbedaan lain adalah

objek penelitian Sumargono adalah novel Saraswati Si Gadis Dalam Sunyi karya

A.A Navis sedangkan objek penelitian ini adalah novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa.

Selain Sumargono, penelitian tentang nilai budaya dalam karya sastra juga

pernah dilakukan oleh Kurniawan (2011) dalam penelitiannya yang berjudul

10
11

“Nilai Budaya dalam Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere-Liye”.

Hasil penelitiannya, meliputi: (1) unsur intrinsik novel Rembulan Tenggelam di

Wajahmu karya Tere-Liye, meliputi: tokoh dan penokohan, tema, alur, gaya

bahasa dan sudut pandang; (2) nilai budaya dalam novel Rembulan Tenggelam di

Wajahmu karya Tere-Liye, meliputi: hubungan manusia dengan dirinya sendiri,

hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan

manusia dengan masyarakat sekitar.

Persamaan penelitian Kurniawan dengan penelitian ini adalah sama-sama

membahas tentang nilai budaya dalam karya sastra. Perbedaanya adalah objek

penelitian Kurniawan adalah novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu karya Tere-

Liye sedangkan objek penelitian ini adalah novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa.

Novel Sinden juga pernah digunakan sebagai objek penelitian oleh

beberapa peneliti sebelumnya. Peneliti yang pernah melakukan penelitian

menggunakan novel Sinden sebagai objek penelitianya, meliputi: Suwarno (2013)

pada penelitiannya yang berjudul “Kajian Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya

Ahmad Tohari dan Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa (Pendekatan

Intertekstual dan Nilai Pendidikan)”. Dalam penelitiannya Suwarno membahas

tentang (1) struktur pembangun Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad

Tohari dan Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa; (2) persamaan dan

perbedaan unsur pembangun Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari

dan Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa; (3) nilai-nilai pendidikan


12

yang terkandung dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan

Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa penelitian ini bukanlah

penelitian yang baru, tetapi merupakan penelitian lanjutan dari penelitian-

penelitian terdahulu, sehingga diharapkan dapat melengkapi dan mendukung

penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya.

B. Kajian Teoretis

Kajian teori merupakan penjabaran kerangka teori yang memuat beberapa

kumpulan materi terpilih dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai acuan

pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Sebagai acuan penelitian, berikut

penulis paparkan teori mengenai hakikat novel, unsur intrinsik novel, nilai budaya,

dan skenario pembelajaran sastra di kelas XI SMA.

1. Hakikat Novel

Pengertian Novel

Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut fiksi, teks naratif atau

wacana naratif. Bentuk karya fiksi yang berupa prosa adalah novel dan cerpen.

Kata “novel” berasal dari kata Latin novellas yang berarti baru (Tarigan, 1991:

164).

Menurut Waluyo (2002: 136) novel adalah wacana yang dibangun oleh

beberapa unsur. Unsur-unsur itu membangun suatu kesatuan, kebulatan, dan

regulasi membangun sebuah struktur. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa novel adalah bentuk karya fiksi yang dibangun oleh beberapa unsur

yang menceritakan tentang kehidupan sehari hari.


13

2. Unsur Instrinsik Novel

Novel sebagai karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur pembangun yaitu

dari unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang

membangun karya sastra itu sendiri. Kepaduan antar berbagai unsur inilah

yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur yang dimaksud seperti tema, alur,

tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, majas/gaya bahasa, dan amanat.

Adapun penjabaran mengenai unsur intrinsik novel adalah sebagai berikut.

a. Tema

Sudjiman (1988:51) menyatakan bahwa tema adalah sebuah gagasan,

ide, atau pikiran yang mendasari karya sastra. Sejalan dengan Sudjiman,

Tarigan (2008:80) berpendapat bahwa tema adalah dasar cerita.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang tema di atas, dapat

disimpulkan bahwa tema merupakan suatu gagasan sentral, sesuatu yang

hendak diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Tema

disampaikan pengarang melalui unsur-unsur cerita agar dapat di tangkap oleh

pembaca.

b. Alur (plot)

Alur (plot) merupakan unsur fiksi yang penting. Staton (1965: 14)

mengemukakan plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap

kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu

disebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sejalan dengan Staton, Abrams

(1981: 137) mengemukakan bahwa alur (plot) merupakan struktur peristiwa-


14

peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian

berbagai peristiwa untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu.

Dalam cerita terdapat tahapan-tahapan yang terbentuk dalam

rangkaian peristiwa. Berikut disajikan pendapat Tasrif mengenai tahapan alur

yang disarikan oleh Nurgiyantoro (2010: 149) sebagai berikut.

1) Tahap situation (penyituasian)

Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh

cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi

awal yang bertfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap

berikutnya.

2) Tahap generating circumtances (pemunculan konflik)

Pada tahap ini konflik (masalah-masalah) mulai dimunculkan oleh

pengarang. Jadi, tahap ini merupakan pemunculan awal konflik cerita dan

akan berkembang pada tahap berikutnya.

3) Tahap rising action (peningkatan konflik)

Tahap ini merupakan tahap pengembangan konflik yang telah

dimunculkan sebelumnya. Peristiwa di dalam cerita semakin mencekam

dan menegangkan.

4) Tahap climax (klimaks)

Pada tahap ini pertentangan atau konflik yang terjadi mencapai titik

puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang

berperan sebagai pelaku terjadinya konflik.


15

5) Tahap denouement (penyelesaian)

Tahap ini merupakan penyelesaian dari konflik yang telah mencapai

klimaks. Konflik-konflik tersebut mulai diberi jalan keluar kemudian

cerita diakhiri.

c. Tokoh dan penokohan

Tokoh dalah pelaku yang mengalami peristiwa dan perlakuan dalam

berbagai cerita. Sudjiman (1988:16) menyatakan tokoh adalah individu

rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa

dalam cerita. Sejalan dengan Sudjiman, Abrams (dalam Nurgiantoro,

2002:165) berpendapat bahwa tokoh atau pelaku cerita adalah orang – orang

yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Penokohan terlihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh

dalam cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-

menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Sebaliknya, ada

tokoh yang hanya muncul sekali atau beberapa kali dalam cerita, antara lain:

tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, tokoh antagonis, tokoh

sederhana, dan tokoh bulat.

Penokohan adalah teknik menampilkan tokoh. Teknik penampilan

tokoh atau penggambaran tokoh menurut Nurgiyantoro (2010:195-211)

terbagi menjadi dua, yaitu:


16

1) Teknik analitik, yaitu pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan

memberikan deskripsi atau penjelasan secara langsung.

2) Teknik dramatik, yaitu pengarang tidak secara langsung mendeskripsikan

sikap, sifat, tingkah laku, teknik pikiran lain, yang meliputi: teknik

cakapan, teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, dan teknik

pelukisan fisik.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa tokoh

merupakan pelaku cerita yang hadir untuk menampilkan suatu karakter

tertentu, sedangkan penokohan merupakan gambaran tentang seseorang yang

ditampilkan dalam cerita.

d. Latar (setting)

Latar merupakan peristiwa-peristiwa dalam cerita terjadi pada suatu

waktu atau dalam suatu rentan waktu tertentu. Latar (setting) adalah landas

tumpu yang menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:216).

Nurgiyantoro (2002: 227-233) membedakan latar menjadi tiga unsur

pokok, yaitu :

1) Latar tempat

Latar tempat merupakan latar yang menyaran pada lokasi terjadinya

peristiwa yang diceritakan dalam karya sastra, seperti : desa, sungai, jalan,

hutan, dan lain-lain.


17

2) Latar waktu

Latar waktu merupakan latar yang menyarankan pada “kapan” terjadinya

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra misalnya: tahun,

musim, hari dan jam.

3) Latar sosial

Latar sosial merupakan latar yang menyaran pada hal-hal yang

berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat

yang diceritakan dalam karya sastra, misalnya kebiasaan hidup, adat

istiadat, tradisi, keyakinan, pandanga hidup, cara berfikir dan bersikap.

Latar (setting) dalam cerita bukan semata-mata sebagai kapan dan

dimana cerita itu terjadi, melainkan juga tempat pengambilan nilai-nilai yang

akan diungkapkan pengarang dalam cerita tersebut. Oleh karena itu, biasanya

pengarang tidak akan sembarangan dalam menentukan latar (setting) cerita

karena latar sangat berperan dalam mendukung cerita baik itu dalam kaitanya

dengan tema, sikap tokoh, dan peristiwa-peristiwa.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar

(setting) adalah suatu linjgkungan atau tempat terjadinya peristiwa-peristiwa

dalam karya satra, yang meliputi tempat, waktu, dan sosial.

e. Sudut Pandang (point of view)

Sudut pandang atau pusat pengisahan merupakan titik pandang dari

sudut mana cerita itu dikisahkan (Nurgiyantoro, 2005:18). Ada dua metode

penceritaan dalam pusat pengaisahan yaitu:


18

1) metode akuan, yakni aku bercerita tentang dirinya sendiri (aku kadang

oleh pembaca diidentikan dengan pengarangnya),

2) metode diaan, artinya pengarang tidak tampak hadir dalam cerita tetapi dia

berkedudukan sebagai yang serba tahu, cerita yang dikisahkan adalah

cerita mereka.

f. Gaya Bahasa

Abrams (1981: 190-191) menjelaskan bahwa gaya bahasa adalah cara

pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang

mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Gaya bahasa pada

hakikatnya merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa

dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan (Nurgiyantoro, 2010: 277).

g. Amanat

Amanat terdiri dari 2 macam, yaitu tersurat dan tersirat. Amanat

bersifat tersurat adalah amanat yang secara langsung disampaikan dalam

karya sastra. Sebaliknya, amanat bersifat tersirat adalah amanat yang secara

tidak langsung disampaikan oleh penulis, pembaca harus menyimpulkan

sendiri amanat bacaan tersebut (Nurgiyantoro, 2010:335).

3. Nilai budaya

Orientasi nilai budaya dalam penelitian ini yang berhubungan dengan

sitem nilai budaya dalam masyarakat. Koentjaraningrat (1975:32) menjelaskan

bahwa sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat.

Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi, yang hidup

dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat, mengenai hal-hal
19

yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem

nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan

manusia. Sistem-sitem tata kelakuan manusia lain yang tingkatanya lebih

konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya

juga berpedoman kepada sistem nilai budaya.

Sistem nilai-budaya dalam semua kebudayaan di dunia, meliputi:

hakikat dari hidup manusia (MH), hakikat dari karya manusia (MK), hakikat

dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (MW), hakikat dari hubungan

manusia dengan alam sekitar (MA), hakikat dari hubungan manusia dengan

sesamanya (MM). (Kluckhohn dalam Koenjaraningrat, 1975:34-35).

Dari lima cabang nilai tersebut, peneliti budaya akan menerapkan ke

dalam kancah fenomena di lapangan. Mungkin sekali, hanya sebagian yang

ditemukan dan mungkin pula menemukan keseluruhan nilai. Semakin

kompleks hidup manusia, tentu aneka nilai itu akan semakin nampak dalam

kehidupannya. Dalam kaitanya dengan nilai moral atau budi pekerti kategori

budi pekerti dapat dikelompokkan menjadi lima, yatu: (1) budi pekerti yang

berhubungan antara manusia dengan Tuhan, misalnya: semedi, menyembah,

berkorban, slametan dan sebagainya; (2) budi pekerti yang berhubungan antara

manusia dengan manusia, misalkan sikap gotong royong, rukun, membantu,

kasih-mengasihi; (3) budi pekerti yang berhubungan antara manusia dengan

alam semesta, yaitu sikap tak semena-mena kepada benda mati (batu, air,

sungai, gunung); (4) budi pekerti yang berhubungan antara manusia dengan

mahkluk lain, misalkan jin, setan, hewan, tumbuhan dan lain-lain; (5) budi
20

pekerti yang berhubungan antara manusia dengan diri sendiri (Endraswara,

2002: 83).

4. Skenario Pembelajaran Sastra di kelas XI SMA

a. Pembelajaran sastra

Pembelajaran sastra merupakan penyajian karya sastra dalam situasi

belajar mengajar kelas yang bertujuan untuk menanamkan sikap positif

terhadap hasil karya sastra dalam wujud pemahaman transformasi dari

tekstual ke faktual. Pembelajaran sastra meliputi salah satu bidang yang

luas, karena pengertian sastra mencakup isi yang beraneka ragam, termasuk

dalam pembelajaran sastra misalnya: puisi, drama, cerpen, dan novel.

Salah satu kelebihan novel sebagai bahan pembelajaran sastra adalah

cukup mudah karya sastra tersebut dinikmati sesuai dengan tingkat

kemampuan masing-masing dalam memahami cerita sesuai perseorangan.

Namun, tingkat kemampuan tiap-tiap individu tidak sama (Rahmanto,

1988:66).

b. Manfaat Pembelajaran Sastra

Endraswara (2005: 51-59) menyatakan bahwa pembelajaran sastra

bermanfaat untuk memberi wawasan kemanusiaan, mendidik jiwa bangsa,

dan memberi wawasan budaya kepada peserta didik. Sejalan dengan

Endraswara, Moody (dalam Endraswara, 2005: 56-57) menyatakan bahwa

pembelajaran pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan yang

cakupannya meliputi 4 manfaat, yakni: membantu keterampilan berbahasa,


21

meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta

menunjang pembentukan watak.

c. Materi Pembelajaran Sastra

Depdiknas (2006: 3-4) menyebutkan bahwa bahan

pembelajaran/materi pembelajaran adalah segala bentuk bahan yang

digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar

mengajar (KBM), baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta

lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.

Bahan pembelajaran yang disajikan kepada siswa harus sesuai

dengan kemampuan siswanya pada suatu tahapan pengajaran tertentu. Guru

harus dapat memilih bahan yang tepat dengan tingkat perkembangan siswa.

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang saat ini digunakan di

semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan Undang- undang Sistem

Pendidikan Nasional, mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonessia,

khususnya pembelajaran sastra di SMA kurikulum 2013 meliputi

kompetensi isi, kompetensi dasar, dan indikator kompetensi.

Kompetensi Inti (KI) 2: Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan

sastra Indonesia dengan cara mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia

dan mengapresiasi sastra Indonesia sebagai cerminan bangsa dalam

pergaulan dunia. Kompetensi dasar 2.4 mengembangkan sikap apresiatif

dalam menghayati karya sastra.

Berdasarkan paparan KI dan KD di atas sesuai dengan kurikulum

2013 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sastra di SMA dapat


22

menggunakan novel sebagai materi pembelajaran sastra. Novel yang

digunakan harus mempunyai nilai estetik dan mengandung nilai-nilai

pendidikan yang berguna bagi siswa. Novel yang digunakan sebagai materi

pembelajaran di kelas XI SMA adalah novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa dengan penjelasan mengenai nilai budaya.

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan agar bahan

pembelajaran yang dipilih tepat, sesuai dengan yang diungkapkan Rahmanto,

(1988: 27-31) ada tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika kita

ingin memilih bahan pembelajaran sastra, yaitu: aspek bahasa, aspek

kematangan jiwa (psikologi), dan aspek latar belakang kebudayaan siswa.

Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa syarat akan aspek tersebut.

d. Model Pembelajaran

Model pembelajaran menurut Suprijono (2010: 46) adalah kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain model

pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu

pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Model pembelajaran yang penulis gunakan adalah pembelajaran

kooperatif (Cooperative Learning). Pembelajaran kooperatif adalah konsep

yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-

bentuk yang lebih dipimpin oleh guru. Secara umum pembelajaran

kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan

tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan


23

informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan

masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu

pada akhir tugas (Suprijono, 2013: 55).

Untuk pencapaian hasil yang maksimal, lima unsur dalam

pembelajaran kooperatif harus diterapkan (Suprijono, 2009: 58). Lima unsur

tersebut adalah positive interpendence (saling ketergantungan positif);

personal responsibility (tanggung jawab perseorangan); face to face

promotive interaction (interaksi promotif); interpersonal skill (komunikasi

antaranggota); dan group processing (Pemrosesan kelompok).

Supaya pembelajaran kooperatif berjalan maksimal, sebagai guru

wajib memahami sintak model pembelajaran kooperatif. Sintak model

pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase (Suprijono, 2009: 65).


24

Tabel 1. Sintak Model Pembelajaran

FASE-FASE PERILAKU GURU


Fase 1: Present goals and set Menjelaskan tujuan pembelajaran
Menyampaikan tuju- dan mempersiapkan peserta didik
an dan mempersiapkan peserta siap belajar
didik
Fase 2: Present Information Mempresentasikan informasi kepada
Menyajikan informasi peserta didik secara verbal
Fase 3: Organize student into Memberikan penjelasan kepada
learning teams peserta didik tentang tata cara
Mengorganisir peserta didik ke pembentukan tim belajar dan
dalam tim-tim belajar membantu kelompok melakukan
transisi yang efisien
Fase 4: Assist team work and study Membantu tim-tim belajar selama
Membantu kerja tim dan belajar peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5: Test on the materials Menguji pengetahuan peserta didik
Mengevaluasi mengenai berbagai materi
pembelajaran atau kelompok-
kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
Fase 6: Provide recognition Mempersiapkan cara untuk
Memberikan pengakuan a- mengakui usaha dan prestasi
tau penghargaan individu maupun kelompok

e. Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran adalah tahap-tahap yang ditempuh

dalam proses pembelajaran. Tahap-tahap tersebut dipilih dan ditentukan

masing-masing guru sesuai dengan model dan metode yang digunakan.

Menurut Rahmanto (1988: 43), guru hendaknya selalu memberikan

variasi dalam menyampaikan pembelajaran, sehingga siswa tidak jenuh dan

selalu siap menanggapi berbagai rangsangan. Langkah-langkah

pembelajaran menurut Rahmanto (1988: 43) sebagai berikut.


25

1) Pelacakan pendahuluan

Guru mempelajari terlebih dahulu materi yang akan diajarkan untuk

memperoleh pemahaman awal tentang novel yang akan disajikan sebagai

bahan ajar agar dapat menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat

perhatian khusus dan masih perlu dijelaskan.

2) Penentuan sikap praktis yang menentukan informasi yang dapat diberikan

oleh guru untuk mempermudah siswa dalam memahami novel yang

disajikan, keterangan yang diberikan hendaknya jelas dan seperlunya.

3) Introduksi

Pengantar yang diberikan tergantung pada setiap guru dan keadaan siswa.

4) Penyajian

Tahap penyajian yaitu menyajikan materi yang telah disiapkan untuk

diajarkan kepada siswa.

5) Tugas-tugas praktis

Pada tahap ini, siswa diberi tugas-tugas praktis diawali dengan

pertanyaan-pertanyaan ringan.

f. Evaluasi

Sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (school based

management), guru berwenang untuk melakukan inovasi dan improvisasi

dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah (Mulyasa, 2003: 14). Sejalan

dengan itu, guru dapat mengembangkan berbagai strategi penilaian, asal

tetap memperhatikan prinsip berkelanjutan.


26

1) Tugas: siswa diminta berdiskusi untuk memahami struktur dan kaidah

teks novel.

2) Observasi: mengamati kegiatan peserta didik dalam proses

mengumpulkan data, analisis data, dan pembuatan laporan.

3) Portofolio: menilai laporan peserta didik tentang struktur dan kaidah

teks novel.

4) Tertulis: menilai kemampuan peserta didik dalam dalam memahami,

menerapkan, dan menginterprestasi makna teks novel.


27

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-

peraturan yang terdapat dalam penelitian atau yamg menyangkut bagaimana kita

mengadakan penelitian. Peneliti harus memilih metode dan langkah-lagkah yang

tepat yang sesuai dengan karakteristik objek penelitiannya (Jabrohim, 2012:18).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif yang hanya

meneliti teks itu sendiri. Dengan metode kualitatif penulis berusaha memahami

dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku tokoh-tokoh cerita

dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.

Dalam hal ini diuraikan secara rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

kegiatan penelitian yang meliputi: objek penelitian, fokus penelitian, sumber data,

instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik

penyajian hasil analisis.

A. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan apa saja yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian (Arikunto, 2006:116). Objek penelitian ini difokuskan pada nilai

budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa yang diterbitkan oleh

Penerbit Navila, Yogyakarta pada tahun 2007 (cetakan pertama).

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran nilai budaya

yang terdapat dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa untuk

27
28

diaplikasikan dalam skenario pembelajaran di kelas XI SMA. Oleh karena itu,

fokus dari penelitian ini adalah unsur intrinsik dan nilai budaya dalam novel

Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa dan skenario pembelajarannya di kelas

XI SMA.

C. Sumber Data

Data adalah bahan berupa fakta atau angka untuk menyusun suatu

informasi (Arikunto, 2010:161). Sumber data dalam penelitian ini adalah novel

Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Data penelitian ini berupa narasi dan

percakapan, data tersebut diambil/dikutip dari sumber data novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa, diterbitkan pada tahun 2007 oleh penerbit Navila

Yogyakarta.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah nota pencatatan data

beserta alat tulisnya. Namun, peneliti sendiri juga merupakan instrumen penelitian

karena yang melakukan observasi dan menggunakan alat-alat yang berupa check-

list atau catatan-catatan, dan alat tulis lainya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi. Teknik

observasi ialah membaca secara kritis dan teliti seluruh wacana dan dialog dalam

sebuah teks sastra (Arikunto, 1988:139). Oleh karena itu, dalam penelitian ini

novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa dibaca secara kritis dan teliti

seluruh wacana dan dialognya. Dari hasil pembacaan yang teliti tersebut penulis
29

temukan data-data yang penulis catat dalam kartu pencatat data. Selanjutnya, data-

data tersebut dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan nilai-nilai budaya.

F. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunaka metode content analysis

(analisis isi). Menurut Arikunto (1988:138) mengatakan, metode content analysis

adalah membahas data dengan mengkaji seluruh isi dalam sebuah novel. Dalam

penelitian ini, yang dimaksudkan adalah membaca keseluruhan novel Sinden

Karya Purwadmadi Admadipurwa. Pengkajian atau analisis data berdasarkan

aspek-aspek nilai budaya. Selanjutnya, hasil analisis diaplikasikan dalam skenario

pembelajaran di kelas XI SMA.

Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah yang ditempuh dalam

penelitian ini sebagai berikut.

1. Membaca novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

2. Membaca referensi-referensi yang relevan dengan objek penelitian.

3. Mencatat data yang diperlukan dalam kartu pencatat data.

4. Mengidentifikasi data, yaitu mengelompokkan atau mengklasifikasikan

data yang sudah terkumpul sesuai aspek pandangan hidup.

5. Menganalisis data dengan aspek-aspek nilai budaya dalam karya sastra.

6. Menyusun hasil analisis.


30

7. Hasil analisis yang telah didapat kemudian disajikan dalambentuk skenario

pembelajaran sastra di kelas XI SMA.

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis

Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian deskripsif kualitatif.

Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang mengumpulkan data dan

memberikan penafsiran terhadap hasil tidak menggunakan angka, menekankan

pada deskripsi (Arikunto, 2006:12)

Dalam penelitian ini data penyajian hasil analisis disajikan dengan teknik

penyajian data informal. Berbentuk deskripsi dengan kata-kata. Menurut

Sudaryanto (1993: 145), teknik informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa.
31

BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA

Bab ini berisi dua subbab yaitu penyajian data dan pembahasan data hasil

penelitian yang terdiri dari unsur intrinsik, nilai budaya, dan skenario pembelajarannya

di kelas XI SMA.

A. Penyajian Data

Sebelum melakukan analisis, penulis terlebih dahulu menyajikan data-data yang

relevan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan narasi dan percakapan

dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Penulis menyajikan data unsur

intrinsik, nilai budaya, dan skenario pembelajarannya di kelas XI SMA. Di bawah ini

merupakan penyajian data tersebut.

1. Unsur intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Data hasil penelitian novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa berkaitan

dengan unsur intrinsik disajikan dalam bentuk tabel. Di bawah ini disajikan tabel 2 yang

berisi data tema dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa sebagai berikut.

31
32

Tabel 2
Data Tema dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor data Tema Halaman


buku
1 a. Komunis sudah dianut oleh Lurah 71
Sumberwungu
2 b. Warga yang tidak setuju dengan ideologi 72
partai komunis mulai bertindak

3 c. Kalangan seniman ingin berjuang melalui 89


sinden
4 d. Masalah kesenian Sumberwungu yang 247
akan dihancurkan

Latar terbagi menjadi tiga, yaitu: latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Di

bawah ini disajikan tabel 3 yang berisi data dalam novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa sebagai berikut.

Tabel 3
Data Latar dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor data Latar Halaman buku


3-5 a. Latar tempat 7, 46, 58
6-9 b. Latar waktu 18, 44, 159, 163
10-11 c. Latar sosial 2, 17

Di dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipuwa pengarang

menggunakan sudut pandang narrator observe yaitu sudut pandang orang ketiga

mahatahu, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu. Sudut pandang ini ditandai adanya

penggunaan kata kata ganti orang ketiga, seperti dia, ia, mereka, ataupun nama. Di

bawah ini disajikan tabel 4 yang berisi data sudut pandang dalam novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipuwa sebagai berikut.


33

Tabel 4
Data Sudut Pandang dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor data Sudut pandang Halaman buku


12-13 narrator observe 11,14

Alur terbagi menjadi lima tahapan, yaitu: tahap situation (tahap penyituasian),

tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), tahap rising action (tahap

peningkatan konflik), tahap climax (tahap klimaks), dan tahap denoument (tahap

penyelesaian. Di bawah ini disajikan tabel 5 yang berisi data alur novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa sebagai berikut.

Tabel 5
Data Alur dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor data Alur Halaman buku


14 a. Situation 5
15 b. generating circumstances 51
16 c. tahap rising action 56
17 d. climax 61
18 e. denoument 271

Tokoh dalam cerita terbagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.

Di bawah ini disajikan tabel 6 yang berisi data tokoh dalam novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa sebagai berikut.

Tabel 6
Data Tokoh dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Data Tokoh Halaman Buku


19 a. Tokoh Utama 14,62
20-25 b. Tokoh Tambahan 9, 11, 17, 22, 24,
75
34

2. Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Data hasil penelitian novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Berkaitan

dengan nilai budaya yang terdapat dalam novel disajikan dalam bentuk tabel. Di bawah

ini disajikan tabel 7 yang berisi data nilai budaya dalam novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa. Sebagai berikut.

Tabel 7
Nilai Budaya dalam Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Nilai Budaya Halaman


Data buku
27-28 a. Hubungan manusia dengan Wibawa 62
masyarakat Gotong Royong 24-25
Musyawarah 118
29-32 b. Hubungan manusia dengan Ramah 182
manusia lain Simpati 154, 194
Suka menolong 20
Sopan 69,124,
32
Keakraban 18
33-36 c. Hubungan manusia dengan Pandai 53
dirinya sendiri Suka belajar 9-10
Tidak mudah putus 27
asa
Mandiri 85

3. Skenario pembelajaran sastra dengan materi unsur intrinsik dan nilai budaya dalam
novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa di Kelas XI SMA

Pembelajaran novel di kelas XI SMA telah dimuat dalam silabus pada

kompetensi dasar tertentu. Berkaitan dengan pembelajaran novel tersebut, penulis

menyusun skenario pembelajaran novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa di

sekolah terkait dengan strategi belajar mengajar di kelas XI SMA. Di bawah ini

adalah pembelajaran novel tersebut.


35

a. Kompetensi Inti

Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara

mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dan mengapresiasi sastra

Indonesia sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

b. Kompetensi Dasar

Mengembangkan sikap apresiatif dalam menghayati karya sastra.

c. Indikator

1) mengidentifikasi unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan penokohan,

sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat) novel yang telah dibaca;

2) mengidentifikasi nilai budaya novel yang telah dibaca;

3) mengaitkan unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, sudut

pandang, gaya bahasa, dan amanat) dan nilai budaya novel yang telah dibaca

dalam kehidupan sehari-hari.

d. Tujuan Pembelajaran

1) Siswa mampu mengidentifikasi unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan

penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat).

2) Siswa mampu mengidentifikasi nilai budaya pada novel yang telah dibaca.

3) Siswa mampu mengaitkan unsur intrinsik dan nilai budaya novel yang telah

dibaca dalam kehidupan sehari-hari.

e. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran merupakan sesuatu yang diajarkan dalam kegiatan

belajar mengajar. Materi yang disampaikan dalam pembelajaran di kelas XI SMA

adalah unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang,
36

dan amanat) dan nilai budaya yang terdapat dalam novel, serta naskah novel

Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

f. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran yang penulis gunakan adalah pembelajaran

kooperatif (Cooperative Learning). Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang

lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang

lebih dipimpin oleh guru. Dalam kegiatan ini guru memberikan penugasan

kepada kelompok untuk membaca naskah novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa.

g. Alokasi waktu

Sesuai dengan silabus waktu yang disediakan untuk pembelajaran sastra yaitu 4

jam pelajaran.

h. Sumber belajar

Sumber belajar yang digunakan, yaitu BSE Bahasa Indonesia kelas XI

dan buku penunjang yang dapat digunakan seperti: Teori Pengkajian Fiksi karya

Burhan Nurgiyantoro, Budaya Mentalitet dan Pembangunan karya

Koenjaraningrat. Siswa juga diijinkan menggunakan internet sebagai referensi

untuk menambah wawasan tentang unsur intrinsik dan nilai budaya dalam karya

sastra.

i. Langkah-langkah pembelajaran

Langkah- langkah pembelajaran adalah tahapan yang dilakukan dalam

proses belajar mengajar. Kegiatan terstruktur agar pembelajaran tepat sasaran.

Langkah-langkah pembelajaran adalah (1) guru menyampaikan tujuan


37

pembelajaran dan memotifasi siswa; (2) guru menyajikan informasi; (3)

mengorganisasi siswa dalam kelompok; (4) membimbing siswa dalam belajar

kelompok; (5) evaluasi; (6) pengarahan.

j. Evaluasi pembelajaran

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan

materi siswa terhadap materi yang dibahas. Evaluasi yang digunakan yaitu tugas,

observasi, portofolio, tes tertulis.

B. Pembahasan Data

Penulis menyajikan data tentang unsur intrinsik, nilai budaya dan skenario

pembelajaran di kelas XI SMA. Data berupa narasi dan percakapan dari objek

penelitian. Berikut data yang diambil dari penelitian.

1. Unsur Intrinsik Novel Sinden Karya Purwadmadi Admadipurwa

Dalam penelitian ini dibahas unsur intrinsik dalam novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa.

a. Unsur Intrinsik dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Unsur intrinsik novel meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut

pandang, dan amanat. Berikut ini disajikan pembahasan untuk setiap unsur tersebut.

1) Tema (theme)

Tema adalah gagasan dasar dan makna yang dikandung sebuah oleh cerita.

Untuk mendapatkan tema, terlebih dahulu harus diidentifikasi maslah-masalah yang

terdapat di dalam cerita yang dapat membantu menemukan tema.

Pengertian masalah dengan tema berbeda karena masalah merupakan suatu

unsur yang membangun tema sehingga timbul beberapa masalah yang mendukung
38

tema. Masalah yang terdapat dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

antara lain:

a) Komunis sudah dianut Lurah Sumberwungu

Di bawah ini disajikan data (1) yang berisi masalah pemuda berkumpul di

halaman balai desa yang terdapat dalam novel Sinden sebagai berikut.

“Ponco kamu memang sewenang-wenang. Dasar!”kata Tarman tegas. Meski


kata-katanya belum usai namun semua cukup maklum, yang dimaksud
Tarman. Lurah Ponco membeliak mendengar kata-kata keras itu. Lurah
Ponco selalu menonak dituduh komunis meski ia selalu berhubungan
dengan orang-orang partai (Admadipurwa, 2007:71).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Lurah Ponco

adalah salah satu anggota partai komunis yang berkuasa di desa Sumberwungu. Oleh

sebab itu, Tarman selalu menentang Lurah Ponco agar komunis tidak berkembang di

Sumberwungu.

b) Warga yang tidak setuju dengan ideologi partai komunis mulai bertindak. Hal ini

dapat dilihat pada data (2) sebagai berikut.

Pak Mantri dan Tarman memang merasa sudah saatnya memusuhi Ponco
dan Mangun secara terang-terangan. Sebab kalau tidak, kasihan rakyat
yang tak berdosa dan tak tahu papa-apa, jadi korban ambisi mereka. Dan
Tarman juga tahu, Ponco dan Mangun tak seberapa berbahaya
disbanding dengan ajaran-ajarannya. Pak Mantri, Tarman dan Gendon
bertekad membendung pengaruh Ponco. Pak Mantri yang mengupayakan
kesejahteraan warga, Tarman yang berusaha mencerdaskan kehidupan
rakyat dan Gendon memberikan siraman rokhani (Purwadmadi, 2007:
72).

Dari uraian tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa beberapa

warga yang tau akan bahaya ajaran partai yang Ponco anut, mereka menyusun

strategi untuk melawan Ponco secara halus. Cara-cara yang mereka gunakan

cara yang tidak menimbulkan konflik.


39

c) Kalangan seniman ingin berjuang melalui sinden. Nyai Estu merupakan tokoh

kesenian di desa Sumberwungu. Ia tidak mau ketinggalan dalam hal perjuangan.

Hal ini dapat dilihat pada data (3) sebagai berikut.

Estu ingin melahirkan sinden bersuara emas yang kondang. Ia ingin


mencetak sinden. Ia ingin Tumi menjadi kembang sinden dan
mengalahkan semua sinden yang dipersiapkan orang-orang Poncodriyo.
Ia ingin berjuang melalui sinden. Melalui seorang anak dara, Tumi
(Purwadmadi, 2007: 89).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Nyai Estu juga

mempunyai cara untuk berjuang melawan PKI melalui kesenian. Cara yang Nyai

Estu pilih adalah dengan melahirkan sinden baru yang baik yang dapat menjadi

panutan warga Sumberwungu.

d) Masalah kesenian Sumberwungu yang akan dihancurkan

Di bawah ini disajikan data (4) yang berisi masalah kesenian

Sumberwungu yang akan dihancurkan yang terdapat dalam novel Sinden sebagai

berikut.

Murid Ki Dipocarito tidak hanya banyak tersebar di Argalaksa tetapi juga


melebar sampai di daerah Surakarta dan Yogyakarta. Apabila Ki
Dipocarito dapat berkompromi dan menjalankan misi partai, maka seni
pedalangan dan karawitan akan gampang ditekuk bertekuk lutut pada
propaganda partai. Demikian juga dengan Nyai Estu Suminar yang
memiliki banyak murid sinden (Admadipurwa, 2007:247).

Dari kutipan narasi di atas, penulis menyimpulkan bahwa kesenian di

Argalaksa begitu besar dan para pemuka kesenian menjadi idola kebanyakan

masyarakat. Oleh sebab itu, partai komunis ingin memanfaatkan kesenian

perwayangan dan karawitan sebagai sarana kampanye namun, partai komunis

mendapat perlawanan dari sebagian seniman yang ada di Sumberwungu seperti

Nyai Estu Suminar dan rekan-rekanya.


40

Berdasarkan seluruh masalah di atas, penulis menyimpulkan bahwa tema

yang terkandung dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa adalah

“perjuangan para seniman dan sebagian masyarakat melawan partai komunis”.

Perjuangan para seniman ditampilkan pada tokoh Nyai Estu beserta rekan-

rekannya sedangkan perjuangan masyarakat ditampilkan pada tokoh Tumi, Karto,

guru Tarman, Gendon dan lain-lain.

2) Latar (setting)

Latar (setting) adalah landas tumpu yang menyaran pada hubungan tempat,

hubungan waktu, dan hubungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan. Unsur latar dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a) Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan.

Berikut penulis sajikan latar tempat yang terdapat dalam novel Sinden.

(1) Emper rumah

Emper merupakan serambi( di samping, di muka, atau di belakang rumah

atau bangunan); atap tambahan yang bersambung pada rumah induk (KBBI:

370).. Di dalam novel Sinden menggunakan latar tempat yaitu emper rumah yang

dapat dilihat pada data (5) di bawah ini.

Karto duduk di lincak, bagian emper rumahnya. Waktu itu Tumi baru saja
pulang berlatih nyinden di rumah Nyai Estu, sinden ternama. Tumi cercita-
cita menjadi sinden (Admadipurwa, 2007:7).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan latar tempat berada di emper

rumah. Emper rumah tanpa pagar ini menjadi tempat nyaman untuk berinteraksi

karena sejuk oleh angin yang berhembus setiap saat. Emper rumah juga menjadi
41

tempat hilangnya Rudito saat tergeletak karena minuman keras. Hal ini dapat

dilihat pada data (6) sebagai berikut.

Siang tadi, Karto pergi ke ladang mengairi tanamannya sepeninggalan


Tumi berangkat belajar nyinden ke rumah Nyai Estu. Ia membiarkan
Rudito, terlelap mabuk di emperan rumahnya. Hingga seperempat malam
ia di ladangnya pekedemikian biasanya ia lakukan (Admadipurwa,
2007:58).

Dari kutipan narasi di atas, penulis menyimpulkan peristiwa hilangnya

Rudito saat ia tergeletak di emper rumah Karto dan ditinggal pergi ke ladang.

Sepulang dari ladang, Rudito yang tadinya tergeletak sudah tidak ada dan hanya

bercak darah yang tersisa berceceran.

(2) Kamar tidur

Kamar merupakan ruang yang bersekat(tertutup) dinding yang menjadi bagian

rumah atau bangunan (KBBI: 611). Di dalam novel Sinden menggunakan latar

tempat kamar tidur dapat dilihat pada data (7) di bawah ini.

Tumi tak kuasa menolak. Begitu masuk kamar itu Tumi langsung
terperangah. Sebuah kamar yang mewah, tempat tidur lebar berkelambu.
Almari besar berisi baju-baju indah. Baunya harum melati dan di pojok
ruangan terdapat sebuah songsong (paying kebesaran) yang tertutup dan
sebilah tombakdengan landeyan (tangkai) panjang. Pusaka yang menemani
selama ini (Admadipurwa, 2007:46).

Dari kutipan narasi di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar tempat

berada di kamar tidur Nyai Estu. Tumi malam itu hedak menginap di rumah Nyai

Estu karena latihan sampai larut malam. Ketika Tumi hendak tidur di ruang tamu

Nyai Estu memaksa untuk tidur bersamanya karena Tumi sudah dianggap sebagai

anak Nyai Estu, bukan sekadar murid.


42

(3) Jalan setapak

Jalan adalah tempat untuk lalu lintas orang (KBBI: 558). Jalan setapak

adalah jalan yang memiliki lebar kurang lebih 50cm. Di dalam novel Sinden

menggunakan latar jalan setapak yang dapat dilihat pada data (8) di bawah ini.

Tidak tau kenapa orang-orang yang yang lewat jalan itu selalu menapak
di tempat orang lain juga menapak sehingga di bagian tersebut rumput
tak tumbuh. Seperti kebiasaan orang desa, berjalan selalu beriringan
muka belakang bukan berjajar berjalan bersama. Rumputan di kanan kiri
“jalan setapak” malam itu tampak hitam (Admadipurwa, 2007:58).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan latar tempat berada di jalan

setapak. Malam itu Karto menyusul Tumi yang menginap dirumah Nyai Estu.

Karto memberi kabar bahwa Rudito hilang, mereka bergegas kembali ke rumah

Karto dengan melewati jalan setapak.

b) Latar Waktu

Selain latar tempat, juga digunakan latar waktu untuk mendukung cerita.

Latar waktu yang berkaitan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah cerita. Di bawah ini disajikan data yang berkaitan

dengan latar waktu sebagai berikut.

(1) Siang hari

Kebiasaan Karto sembari melepas lelah setelah petang hari ia habiskan

untuk bercocok tanam di kebun ia beristirahat sambil mengayam kipas. Ketika itu

Karto mengayam kipas di siang hari. Hal tersebut dapat dilihat pada data (9)

sebagai berikut.

Siang semakin membumbung. Hari panas namun angin gunung sabar


menyejukkannya. Karto selesai menganyam kipas. Dalam duduk siang di
emperan rumahnya, Karto seperti membiarkan lamunannya mengembang.
Saat sedang menyeruput the pahitnya, Tumi berlarian, tergopoh-gopoh,
43

menangis tanpa membawa apapun. Bahkan ia hanya mengenakan kain jarit


penutup tubuhnya (Admadipurwa, 2007:18).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa latar waktu adalah siang

hari. Hal ini dapat dilihat pada penggalan kutipan, “Hari panas namun angin

gunung sabar menyejukkannya. Karto selesai menganyam kipas”. Dalam kutipan

tersebut dapat disimpulkan bahwa latar waktu adalah siang hari.

(2) Malam hari

Hari itu Tumi belajar hingga malam hari meski rekan-rekan yang belajar di

tempat Nyai Estu sudah lebih dahulu pulang. Latar waktu malam hari pada novel

Sinden dapat dilihat pada data (10) sebagai berikut.

Hari berangkat malam. Tinggal Tumi yang masih berada di rumah Nyai
Estu. Kawanya, sesama gadis yang belajar sinden kepada Nyai Estu sudah
pada pulang sejak sebelum senja. Tumi biasanya menghabiskan malam
latihannya berdua dengan Nyai Estu. Tumi menginap, menemani Nyai Estu
dan esoknya baru pulang (Admadipurwa, 2007:44).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan latar waktu adalah malam hari.

Sudah menjadi kebiasaan Tumi belajar Nyinden sampai malam hari.

(3) Sore hari

Tumi, Nyai Estu, dan Tarman terlibat obrolan serius ketika mereka berada

di bawah pohon yang berada tak jauh dari sungai. Mereka membicarakan tentang

permasalahan yang sedang terjadi selepas Karto ditangkap oleh polisi. Hal tersebut

mereka bicarakan sore hari, dapat dilihat pada data (11) sebagai berikut.

Hari makin sore dan sinar matahari tak lagi begitu panas. Anak-anak
gembala sudah mulai menggiring ternak ke pinggir sungai yang banyak
ditumbuhi rumput liar. Penggembala itu melihat Tumid dan Tarman sedang
duduk-duduk di bawah asam kranji, tebing kali Sumberwungu
(Admadipurwa, 2007:159).
44

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan latar waktu adalah sore hari.

Hal ini penulis simpulkan berdasarkan penggalan kutipan “Hari makin sore dan

sinar matahari tak lagi begitu panas”. Latar waktu sore hari juga pengarang

gunakan pada bagian selanjutnya ketika Tumi, Tarman dan Nyai Estu beranjak

meninggalkan pohon Asam Kranji. Hal ini dapat dilihat pada data (12) sebagai

berikut.

Gembala meneruskan langkahnya, memburu kerbaunya yang akan makan


tanaman di ladang orang. Mereka menatap anak gembala makin menjauh
melangkah menuju lereng rumput. Mereka bertiga beranjak meninggalkan
kali berbatas rimbun daun-daun pandan. Banyak orang dewasa di
Sumberwungu yang mulai gelisah. Hari makin senja, matahari seakan begitu
cepat melorot ke kaki langit (Admadipurwa, 2007:163).

Uraian di atas berisi latar waktu sore hari. Hal ini dapat dilihat pada

penggalan kutipan “Hari makin senja, matahari seakan begitu cepat melorot ke

kaki langit”. Penggalan kutipan tersebut memberikan gambaran bahwa sore hari

semakin petang dan hari mulai malam.

Berdasarkan seluruh kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa latar waktu

terjadinya peristiwa dalam novel Sinden adalah siang hari, malam hari dan sore

hari. Latar waktu disajikan secara utuh oleh pengarang sehingga menimbulkan

imaginasi pembaca.

c) Latar Sosial

Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan

sosial masyarakat suatu tempat yang diceritakan dalam cerita. Tata cara kehidupan

sosial masyarakat mencangkup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup

kompleks, misalnya berupa kebiasaan hidup, cara berpikir, dan lain-lain yang
45

tergolong latar sosial. Di bawah ini disajikan data-data yang berkaitan dengan latar

sosial sebagai berikut.

(1) Seorang Sinden

Seorang sinden adalah gambaran latar sosial Nyai Renggomanis, biduanita

terkenal yang memulai cerita tentang Sinden di Sumberwungu. Pada saat itu putra

tunggal Nyai Renggomanis hilang karena ia adalah salah satu tokoh revolusi. Di

bawah ini disajikan data (13) yang berkaitan dengan hal tersebut sebagai berikut.

Seperti warga desa lainnya, Tuwuh adalah warga kebanyakan. Biasa-biasa


saja. Tuwuh tumbuh menjadi pemuda lumrah. Kelebihannya, ia kuliah di
Yogya dan sudah hampir selesai studi di universitas terkemuka. Warga
menganggapnya sebagai pemuda yang berkecukupan karena warisan dari
ibunya lebih dari cukup untuk hidup. Yang paling pokok, Tuwuh dikenal
sebagai putra tunggal almarhum Nyai Renggomanis, sinden atau biduanita
dalam karawitan Jawa. Ibunya sinden ternama (Admadipurwa, 2007:2).

Kutipan tersebut berisis latar sosial Nyai Renggomanis. Renggomanis

adalah sinden ternama dan merupakan cikal bakal kelahiran sinden-sinden di

Sumberwungu. Nyai Estu merupakan salah satu murid Nyai Renggomanis.

(2) Seorang Lurah

Seorang lurah adalah gambaran Poncodriyo sebagai lurah yang berkuasa di

Sumberwungu. Di bawah ini disajikan data (14) berisi latar sosial sebagai berikut.

Tetapi Kartosemedi teguh pada pendiriannya. Ia menempuh semua resiko


jika Lurah Sumberwungu akan mempersulit dirinya di kemudian hari.
Kartosemedi ingin anak gadisnya itu dapat mencapai cita-cita sebagai
sinden sekaligus merantas tradisi kawin cerai yang dialami banyak pesinden
(Admadipurwa, 2007:17).

Kutipan di atas berisi latar sosial Poncodriyo. Poncodriyo adalah seorang

lurah yang terkenal kejam terhadap rakyatnya. Kartosemedi harus berurusan

dengan lurah tersebut karena lamaran yang ditujukan kepada anak gadisnya Tumi.
46

Pernyataan tersebut dapat dilihat pada penggalan kutipan, “Ia menempuh semua

resiko jika Lurah Sumberwungu akan mempersulit dirinya di kemudian hari”.

Dalam penggalan kutipan di atas dijelaskan bahwa tidak mudah ketika harus

berurusan dengan Lurah Poncodriyo.

3) Sudut Pandang (point of view)

Sudut pandang merupakan krusial dalam mempengaruhi penyajian cerita

dan alurnya. Sudut pandang sendiri memiliki pengertian sebagai cara pengarang

menempatkan dirinya di dalam cerita. Sudut pandang adalah teknik yang dipilih

pengarang untuk menyampaikan cerita. Sudut pandang dibedakan menjadi dua,

yaitu orang pertama dan orang ketiga. Dalam novel Sinden pengarang

menggunakan sudut pandang narrator observe yaitu sudut pandang orang ketiga

mahatahu. Sudut pandang narrator observe ditandai adanya penggunaan kata

ganti orang ketiga seperti dia, ia, mereka, ataupun nama. Berikut ini disajikan data

(15) yang berkaitan dengan sudut pandang sebagai berikut.

Rudito dikenal sebagai pemuda yang serba susah. Kesukaannya, berjudi,


mabuk, dan main perempuan. Bahkan sangat doyan mengganggu isteri
orang. Semua warga Sumberwungu menngetahui tingkah polah Rudito,
namun tidak seorangpun berani melawan. Kekuasaan Poncodriyo sangat
besar, bahkan makin tambah besar. Tumi tahu, Rudito makin mengejarnya.
Namun, gadis itu tidak ambil peduli (Admadipurwa, 2007:11).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengarang

mahatahu segala tingkah laku dan karakter tokoh yang ia sebutkan. Pengarang

memberikan gambaran secara rinci tentang tokoh Rudito tersebut. Gambaran

watak tokoh yang disajikan secara rinci juga dapat dilihat pada data (16) sebagai

berikut.
47

Tumi tumbuh menjadi gadis remaja yang baik. Ia biasa bekerja di ladang.
Ia biasa menyiapkan makan untuk bapaknya. Ia juga menbgurus ayam-
ayam piaraannya. Ia juga mengurus rumahnya yang mungil hingga
menjadi bersih dan rapih (Admadipurwa, 2007:14).

Kutipan di atas, memberikan gambaran watak tokoh Tumi yang disajikan

secara implisit yaitu pembaca terlebih dahulu harus menyimpulkan apa yang

disampaikan pengarang melalui sebuah narasi maupun percakapan. Penulis

menyimpulkan bahwa tokoh Tumi adalah gadis yang rajin dalam segala pekerjaan

rumah.

4) Alur (plot)

Alur merupakan rangkaian peristiwa dalam karya sastra yang dihubungkan

dengan sebab-akibat. Peristiwa yang satu menyebabkan atau disebabkan peristiwa

yang lain. Tahapan-tahapan peristiwa yang ada dalam cerita terbentuk dalam

rangkaian peristiwa. Tasrif membagi perkembangan alur secara lebih rinci, tahap

situation (penyituasian), tahap generating circumtances (pemunculan konflik),

tahap climax (klimaks), dan tahap denouement (penyelesaian). Di dalam novel

Sinden kelima tahapan tersebut berlaku secara kronologis. Oleh karena itu alur

cerpen ini disebut sebagai alur maju atau progresif. Berikut ini disajikan

pembahasan untuk masing-masing tahapan alur sebagai berikut.

a) Tahap penyituasian (situation)

Awal cerita dimulai dengan hilangnya Tuwuh. Mahasiswa putra tunggal

Nyai Renggomanis hilang karena ia adalah aktivis sekaligus pendemo yang kerap

memimpin demonstrasi dimana-mana. Hal ini terdapat pada kutipan (17) sebagai

berikut.
48

Ya, warga desa di Sumberwungu belum pernah merasa sepenting saat ini.
Sebuah desa yang lama tenggelam dalam katagori miskin dan layak
menerima bantuan pengentasan kemiskinan, kini berubah menjadi desa yang
amat diperhatikan. Ketika rasa bangga terhadap Tuwuh itu muncul dari
sebagian warga, tiba-tiba mereka harus kembali tenggelam dalam ketakutan.
Sebab, hari-hari terakhir ini mereka terkena larangan Kepala Desa untuk
tidak memberi keterangan kepada siapa saja yang datang ke Sumberwungu.
Terlebih-lebih kepada wartawan. Semua harus membisu dan hanya Pak
Kades yang berhak memberi keterangan. Jika dilanggar, mereka akan dicap
PKI dan ikut menanggung dosa-dosa Tuwuh, penyair dan pendemo yang
hilang itu (Admadipurwa, 2007:5).

Dalam uraian di atas, penulis menyimpulkan terhadap pengenalan desa

Sumberwungu. Desa bekas tumbuh kembang anggota PKI. Desa yang pernah

terkena imbas dari kekejaman partai komunis. Hal tersebut dapat dilihat pada

penggalan kutipan, “Jika dilanggar, mereka akan dicap PKI dan ikut menanggung

dosa-dosa Tuwuh”, hal tersebut membuat semua warga takut. Dari kletakutan

warga inilah penulis menyimpulkan tentang partai komunis yang kejam dan sampai

saat ini masih tetap ditumpas sampai akar-akarnya.

b) Tahap pemunculan konflik (generating circumstances)

Pada tahap ini konflik-konflik politik yang ada di Sumberwungu mulai

muncul. Hal tersebut terlihat muncul ketika Lurah Ponco mulai menggunakan balai

desa untuk melatih pemuda bela diri dan setiap saat ada pertemuan-pertemuan

dengan anggota partai. Hal ini dapat dilihat pada data (18) sebagai berikut.

Kini Poncodriyo sangat bersemangat memimpin desanya. Melakukan


banyak kegiatan. Desa Sumberwungu menjadi hidup tetapi juga menyimpan
kebencian, dendam, dan pergolakan kepentingan yang sewaktu-waktu bias
meledak menjadi perseteruan antar- sesame warga. Tanda-tanda kea rah
sana sudah mulai ada (Admadipurwa, 2007:51).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Sumberwungu sudah

mulai banyak permasalahan, banyak warga yang bersebrangan ideologi. Lurah


49

Ponco sebagai kepala Desa justru yang memfasilitasi dan menjadi pelopor gerakan

partai komunis.

c) Tahap peningkatan konflik (rising action)

Ketika Lurah Ponco sangat bersemangat menjalankan misi partai, hal lain

adalah Rudito putra tunggalnya minta dilamarkan Tumi anak Kartosemedi.

Lamaran Lurah Ponco ditolak. Rudito mabuk karena frustasi dan mendatangi

Kartosemedi. Hal ini dapat dilihat pada data (19) berikut ini.

“ Dari tadi siang lho nganbruknya ditempat saya Bu,” sela Tumi. “ saya juga
sudah minta Mas Gendon melapor ke kelurahan, tapi kok ya nggak ada yang
mengurusnya.”
‘Saya anggap itu kejadian lumrah. Lalu saya tinggal ke tegalan. Baru setelah
malam saya pulang lho kok dia nggak ada. Ya sudah mungkin sudah
diambil keluarganya. Saya sudah menduga Tumi menginap disini. Saya pun
masuk rumah dan siap tidur. Tapi menjelang tengah malam, mendenngar
orang merintih di depan rumah. Setelah saya tengok, eee lhadalah, Raden
Rudito berlumuran darah. Saya kaget dan panik. Lalu saya lari kemari…”
(Admadipurwa, 2007:56).

Dari penggalan percakapan di atas, penulis menyimpulkan bahwa konflik

yang diamalami para tokoh semakin miningkat. Rudito berlumuran darah di rumah

Kartosemedi karena mabuk. Secara tidak langsung apabila warga tahu maka Karto

akan menjadi sasaran amuk warga yang tidak tahu apa-apa. Maka dari itu Karto ke

tempat Nyai Estu untuk melapor karena ia masih bulek dari Rudito malam itu juga

sebelum memberitahu warga.

d) Tahap klimaks (climax)

Rudito terkapar di emperan rumah Kartosemedi. Kartosemedi panik dan

pergi meninggalkan Rudito dalam keadaan berlumuran darah untuk melapor

sekaligus mencari Tumi ke rumah Nyai Estu. Di bawah ini disajikan data (20) yang

berkaitan dengan klimaks sebagai berikut.


50

Nyai Estu ikut tegang. Berjalan perlahan kea rah Karto yang berjongkok
mengamati bekas-bekas bercak darah. Yang lain kemudian mencari tahu.
Dan malam itu berubah menjadi sebuah kekacauan. Rudito tidak ditemukan.
Rudito hilang (Admadipurwa, 2007:61).

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan tahap klimaks terjadi pada saat

hilangnya Rudito. Ketika ditinggal Kartosemedi ke rumah Nyai Estu, Rudito masih

terkapar tak berdaya. Sepulang dari rumah Nyai Estu, Rudito sudah tak ada di

emperan rumah.

e) Tahap penyelesaian (denoument)

Tahap penyelesaian dari semua konflik yang dialami oleh para tokoh dalam

cerita adalah ketika PKI dinyatakan partai larangan. Semua anggota partai

ditangkap bahkan dimusnahkan. Hal ini dapat dilihat pada data (21) berikut ini.

Puncaknya dialami langsung oleh Nyai Estu, yaitu ketika kekuasaan


Poncodriyo mulai digunakan untuk memaksa warga. Perkara hilangnya
Rudito, penangkapan Karto dan raibnya Gendon seakan berlalu begitu saja.
Apalagi setelah Ponco, Nyi Suparni, Romo Pus dan Wati ditangkapi oleh
tentara. Perkara-perkara lama tak ada lagi yang mengutik-utik. Para pamong
desa sampai para dukuhpun diminta berhenti dari jabatan dan digantikan
oleh para karetaker. Margonosucitro pun konon telah dikabarkan hilang tak
tahu rimbanya. Mungkin dia sudah dihabisi dan dimasukkan ke dalam
luweng, sumur gua alam tanpa dasar. Mangun dan Nyi Suparni ditangkap
bersama Margonosucitro saat mereka sedang rapat tertutup di kantor partai
(Admadipurwa, 2007:271).

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pemerintah melakukan

penangkapan terhadap para pembangkang pengikut partai komunis. Pengurus partai

bahkan anggota-anggotanya semua ditangkap bahkan dimusnahkan.

5) Tokoh

Di dalam novel Sinden tokoh utamanya adalah Tumi dan Nyai Estu karena

tokoh ini sering dimunculkan dalam cerita dan banyak kejadian yang berhubungan

dengan dirinya.
51

a) Tokoh utama

Tokoh utama adalah tokoh yang berhubungan dengan setiap peristiwa dan

diutamakan penceritaannya di dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama dalam

novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa adalah Tumi dan Nyai Estu. Tokoh

ini sering dimunculkan oleh pengarang dalam cerita dan tokoh ini merupakan

pemicu konflik cerita.

(1) Tumi

Karakter tokoh Tumi sebagai gadis desa yang dibesarkan di kalangan petani

miskin ia sangat rajin dalam hal mengurus rumah. Hal ini dapat dilihat pada data

(22) berikut ini.

Tumi tumbuh menjadi gadis remaja yang baik. Ia biasa bekerja di ladang. Ia
biasa menyiapkan makan untuk bapaknya. Ia juga menbgurus ayam-ayam
piaraannya. Ia juga mengurus rumahnya yang mungil hingga menjadi bersih
dan rapih (Admadipurwa, 2007:14).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa tokoh Tumi

adalah gadis yang rajin. Pengarang menyajikan karakter tokoh Tumi secara implisit

dengan menampilkan keseharian Tumi dalam merawat rumah.

(2) Nyai Estu

Nyai Estu adalah Sinden ternama sekaligus guru Tumi. Ia digambarkan

sebagai tokoh yang amat berwibawa meskipun sosok perempuan namun, Nyai

Estu sangat dihormati oleh orang-orang Sumberwungu. Hal ini dapat dilihat

pada data (23) berikut ini.

Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut.
Nyai Estu, meski seorang sinden, seorang janda, tetapi memancarkan
kewibawaan sebagai seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga
martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun dalam
tindakan sehari-hari (Admadipurwa, 2007:62).
52

Kutipan di atas menjelaskan tentang watak tokoh Nyai Estu yang jujur,

berwibawa, dan santun dalam segala hal. Kewibawaan tersebut muncul ketika

dirinya memberikan solusi terhadap hilangnya Rudito.

b) Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam

sebuah cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh

utama. Tokoh tambahan dalam novel Sinden adalah Rudito, Kartosemedi,

Gendon, Lurah Poncodriyo, Mangundarma.

(1) Rudito

Rudito adalah putra tunggal penguasa Sumberwungu. Rudito bertindak

semena-mena dan tidak baik kelakuannya karena ia tidak mau menjadi penerus

Poncodriyo ayahnya menjadi lurah di Sumberwungu. Hal tersebut dapat dilihat

pada data (24) berikut ini.

Rudito dikenal sebagai pemuda yang serba susah. Kesukaannya, berjudi,


mabuk, dan main perempuan. Bahkan sangat doyan mengganggu isteri
orang. Semua warga Sumberwungu menngetahui tingkah polah Rudito,
namun tidak seorangpun berani melawan. Kekuasaan Poncodriyo sangat
besar, bahkan makin tambah besar. Tumi tahu, Rudito makin
mengejarnya. Namun, gadis itu tidak ambil peduli (Admadipurwa,
2007:11).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Rudito

berwatak jelek, penjudi, pemabuk, dan suka main perempuan. Hal tersebut

pengarang tampilkan secara utuh kelakuan Rudito sehari-hari.


53

(2) Kartosemedi

Kartosemedi adalah ayah Tumi. Laki-laki tanpa istri ini kesehariannya

bercocok tanam di ladang. Meskipun ia seorang petani, namun ia tegas dan

pemberani. Hal tersebut dapat dilihat pada data (25) berikut ini.

Tetapi Kartosemedi teguh pada pendiriannya. Ia menempuh semua resiko


jika Lurah Sumberwungu akan mempersulit dirinya di kemudian hari.
Kartosemedi ingin anak gadisnya itu dapat mencapai cita-cita sebagai
sinden sekaligus merantas tradisi kawin cerai yang dialami banyak
pesinden (Admadipurwa, 2007:17).

Berdasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Kartosemedi

tegas dan berani. Tampak pada saat ia berani menolak lamaran Lurah

Poncodriyo yang terkenal sangat kejam.

(3) Gendon

Gendon adalah pemuda desa tetangga, tetapi ia sering menjenguk ibunya

yang ada di Sumberwungu dan sering berbagi cerita tentang nabi ataupun

berbagi tenaga kepada siapapun yang membutuhkan. Hal tersebut dapat dilihat

pada data (26) berikut ini.

Gendon adalah pemuda desa yang sangat ringan tangan membantu


tetangga. Pemuda yang sangat luwes bekerja, bias mengerjakan
pekerjaan halus dan kasar. Ia baik kepada siapa saja. Ia juga rajin berguru
jauh di desa lain. Di rumahnya ia membangun langgar kecil, setiap
magrib ia lantunkan suara adzan (Admadipurwa, 2007:22).

Bedasarkan kutipan di atas, penulis menyimpulkan Gendon berwatak

baik, ringan tangan, patuh agama, dan pandai. Watak tokoh Gendon ditampilkan

secara utuh oleh pengarang.


54

(4) Mangundarma

Mangundarma adalah pamong desa yang licik. Ia menggunakan segala

cara untuk menjadi lurah di Sumberwungu. Salah satu caranya adalah mengadu

domba Lurah Ponco denan warganya termasuk Kartosemedi yang menjadi

korbannya. Berikut ini penulis sajikan data (27) yang berkaitan dengan watak

Mangundarma sebagai berikut.

Perangkat desa itu sudah menuangkan sedikit teh ke dalam cangkirnya.


Kaki kanannya diangkat ke atas dingklik. Tangan kanannya mengangkat
cangkir. Cangkir itu kemudian digoyang-goyangkannya. Air teh yang
panas bergerak merata ke seluruh permukaan cangkir. Mangun
menggerakkan cangkirnya sambil menatap Karto. Bibirnya tersenyum
tipis dan tatapannya tampak sayu. Keseluruhan wajahnya
memperlihatkan raut muka mengejek atau malah menghina Karto
(Admadipurwa, 2007:75).

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Mangundarma

adalah orang yang amat tak berperikemanusiaan. Ia menyekap Karto untuk

dihakimi dituduh menyembunyikan Rudito padahal ia sendiri yang melakukan

hal tersebut.

(5) Poncodriyo

Poncodriyo adalah orang nomor satu di Sumberwungu. Wibawanya

dimanfaatkan untuk kegiatan yang justru memanfaatkan rakyat semena-mena

demi kepentingan partai. Hal tersebut dapat dilihat pada data (27) berikut ini.

Ia sejak muda sudah terlihat bakatnya menjadi pemimpin. Namun, ketika


masa tuanya, kepemimpinannya berubah menjadi berperangai keras.
Rakyatnya sering dikumpulkan di balai desa dan dilatih fisik dan
mentalnya. Kadang mereka diharuskan mendengarkan pidato dari radio
transistor. Radio itu satu-satunya di desa Sumberwungu. Sebuah radio
berukuran besar mirip rak buku yang batrainya mirip kotak sebesar accu
truk. Rakyat suka menunggu dan terlena oleh pidato yang menggelegar
itu (Admadipurwa, 2007:24).
55

Dari uraian narasi di atas, penulis menyimpulkan bahwa Lurah Ponco

berwibawa. Namun, kewibawaannya ia gunakan untuk mendoktrin rakyat untuk

mengikuti partai komunis.

6) Amanat (message)

Amanat merupakan pesan yang disampaikan pengarang melalui karya

sastra. Dalam kartya sastra terdapat dua jenis amanat, yaitu tersirat dan tersurat.

Amanat bersifat tersurat adalah amanat secara langsung disampaikan dalam karya

sastra. Sebaliknya, amanat bersifat tersirat adalah amanat yang secara tidak

langsung disampaikan oleh penulis, pembaca harus menyimpulkan sendiri tema

suatu bacaan.

Dalam novel Sinden amanat yang disampaikan bersifat tersirat. Artinya,

dalam cerita ini pengarang hanya menyampaikan gambaran-gambaran mengenai

tokoh utama dan orang-orang disekitarnya. Dengan demikian penulis

menyimpulkan bahwa pesan yang akan disampaikan oleh pengarang kepada

pembaca untuk menjaga martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku

jujur, santun dalam tindakan sehari-hari.

2. Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

a. Hubungan manusia dengan masyarakat

1) Wibawa

Wibawa adalah pembawaan untuk dapat menguasai, memengaruhi, dan

dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung

kepemimpinan dan penuh daya tarik (KBBI: 1561). Nilai budaya hubungan manusia

dengan masyarakat, wibawa dapat dilihat pada data (30) sebagai berikut.
56

Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut. Nyai
Estu, meski seorang sinden, seorang janda, tetapi memancarkan kewibawaan
sebagai seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga martabat dengan
membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun dalam tindakan sehari-hari
(Admadipurwa, 2007:62).

Dari data tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa Nyai Estu memiliki

kewibawaan yang membuat orang-orang menuruti apa yang ia perintahkan. Hal ini

terjadi ketika malam hari Rudito hilang danh warga hendak menghakimi Karto yang

dituduh membunuh Rudito.

2) Gotong royong

Gotong royong adalah bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu

membantu) (KBBI: 460). Nilai budaya gotong royong dalam novel Sinden dapat

dilihat pada data (31) sebagai berikut.

Rakyat sering dikerahkan bergotong royong mengerjakan tanah-yanah milik


desa. Juga merembet mengerjakan tanah-tanah milik sesama warga. Mereka
bekerja didului apel berbaris lalu bernyanyi penuh semangat (Admadipurwa:
24-25).

Dari uraian di atas, penulis neyimpulkan bahwa rakyat Sumberwungu

memiliki budaya gotong royong yang baik. hal ini terlihat dari semangat mereka

pada kutipan di atas.

3) Musyawarah

Musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai

keputusan atas penyelesaian masalah (KBBI: 944). Nilai budaya musyawarah dalam

novel Sinden dapat dilihat pada data (32) sebagai berikut.

“Anak-anak didikmu bisa ikut seleksi, ndak apa-apa.”


“Nah, iyu. Kamu juga dapat dispensasi., lagi. Ini penghormatan besar
untukmu, untuk keluarga kita, Estu.”
“Nyai Estu sanggup, ta?”
57

“Saya belum bisa menjawab. Saya pikirkan, dan jawaban kesediaan saya akan
saya sampaikan setelah saya berembug dengan anak-anak”. “Ya, zaman
sekarang apa-apa harus dibicarakan. Dimusyawarahkan. Tapi jangan lama-
lama. Sekali lagi ini perintah negara,” kata Margono tandas (Admadipurwa:
118).

Dari uraian percakapan di atas, penulis menyimpilkan bahwa Nyai Estu

adalah sosok orang yang suka bermusyawarah. Terbukti ketika ia ditawari untuk

menjadi juri sebuah kompetisi sinden ia harus bermusyawarah terlebih dahulu

dengan anak didiknya.

b. Hubungan manusia dengan manusia lain

1) Ramah

Ramah adalah baik hati dan menarik budi bahasanya, manis tutur kata dan

sikapnya (KBBI: 1136). Budaya ramah dalam novel Sinden dapat dilihat pada data

(33) berikut ini.

Pak Pancar sebagai tuan rumahtampak lega dan sangat ramah.


Mempersilahkan semuanyauntuk duduk dan berbicara sambil menikmati
hidangan yang telah disediakan oleh bu Pancar (Admadipurwa: 182).

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pak Pancar adalah orang

yang ramah.

2) Simpati

Simpati adalah keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah dsb), ikut

serta merasakan perasaan orang lain (KBBI: 1309). Dalam novel Sinden budaya

Simpati warga terhadap tetangga dapat dilihat pada data (34) sebagai berikut.

Tumi sebenarnya bingung tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Setiap orang
kini membicarakan hilangnya Rudito dan ditangkapnya Kartosemedi. Berita
itu belum mereda, disusul tidak munculnya Gendon yang juga menghilang
selepas melapor ke komandan Distrik. Kini, tiap malam banyak tetangga
menemani Tumi di rumahnya (Admadipurwa, 2007:154).
58

Dari uraian di atas, digambarkan bahwa Tumi yang biasa hidup dengan

ayahnya, kini ia sebatang kara karena ayahnya dituduh membunuh Rudito dan

ditangkap oleh polisi. Hal ini membuat warga bersimpati untuk menghiburnya

dengan cara menemani setiap malam. Hal yang sama juga dapat dilihat pada data

(35) sebagai berikut.

Para tetangga menganggap keluarga Tumi masih tertimpa musibah. Mereka


berbesar hati karena semangat berada di rumah Tumi malam sebagai bentuk
simpati yang harus mereka berikan kepada Tumi. Karto lagi apes, atau sedang
tertimpa kemalangan. Hidup yang saban hari hanya digunakan untuk pergi ke
ladang, kini harus mempunyai banyak urusan dengan penguasa
(Admadipurwa, 2007:194).

Uraian di atas, memperkuat pernyataan pengarang pada data (34). Pengarang

ingin menunjukkan kepada pembaca betapa masyarakat pedesaan memiliki budaya

simpati yang tinggi antar-sesama warga yang sedang tertimpa musibah.

3) Suka menolong

Dalam novel Sinden budaya masyarakat suka menolong dapat dilihat pada data (36)

sebagai berikut.

Merasa kasihan Karto menyeret tubuh koboi kampung itu dan melentangkan
tubuh lunglainya di lincak bambu. Terpaksa Karto membuka kancing baju
anak muda yang meski berwajah ganteng, badannya krempeng dan tak ada
potongan laki-laki gagah berurat (Admadipurwa, 2007:20).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa nilai budayahubungan

manusia dengan manusia lain adalah suka menolong. Meskipun Rudito sudah berniat

memperkosa anaknya Tumi, namun Karto tetap menolongnya.


59

4) Sopan

Sopan ialah hormat dan takzim tertib menurut adat yang baik (KBBI:1330)..

Dengan sopan kita akan lebih menghormati orang dan sebaliknya. Budaya sopan

dalam novel Sinden dapat dilihat pada data (37) sebagai berikut.

“ He, guru Tarman. Kamu datang tanpa tata krama, tidak kulonuwun, tidak
permisi. Kamu itu menantunya adik saya, isterimu itu keponakan saya. Aku
ini, pakdemu. Kalau tak saya ijinkan dia tak bisa kawin denganmu, he? Kamu
juga tidak saya undang kemari. Datang-datang langsung bertanya sambil
berdiri macam begitu. Guru macam apa itu?” (Admadipurwa, 2007:69).

Dari penggalan dialog diatas, penulis menyimpulkan bahwa sangat

berharganya budaya sopan santun. Di atas diceritakan guru Tarman masuk rumah

Ponco tanpa permisi hal tersebut membuat pemilik rumah marah. Gambaran sopan

terhadap orang lain juga dapat dilihat pada data (38) sebagai berikut.

Pemuda yang sedang menjalankan piket administrasi di meja tengah pendapa.


Melihat kehadiran Ponco, pemuda ini berniat turun dari dingklik dan akan
duduk di lantai. “ Bagaimana keadaan Mangundarma?” tanya Ponco sambil
mengisyaratkan agar pemuda itu tidak duduk di lantai (Admadipurwa,
2007:124).

Ponco adalah seorang Lurah. Warga beserta semua perangkat desa sangat

menghormatinnya. Budaya Jawa yang sangat dijunjung adalah sopan santun kepada

orang yang lebih tua terlebih orang yang meiliki pangkat derajat di atasnya. Hal

tersebut dapat dilihat dalam kutipan di atas. Nilai budaya sopan santun juga

ditampilkan pada data (39) sebagai berikut.

Gendon naik ke pendapa dengan merunduk lalu dengan laku ndodok, berjalan
berjongkok, mendekat ke arah Ponco yang duduk di kursi kayu tengah
pendapa memandang dengan mata tajam. Mangundarma tersenyum melihat
Gendon yang dating dengan santun itu (Purwadmadi, 2007: 32).
60

5) Keakraban

Keakraban merpakan keadaan akrab (KBBI: 28). Budaya keakraban kepada sesama

dalam novel Sinden dapat dilihat pada data (40) sebagi berikut.

Meski tak pernah sengaja, Tumi seakan telah menjadi anak pungutnya. Nyai
Estu sudah menganggap Tumi sebagai anaknya. Apalagi, ibu Tumi sekarang
menjadi salah satu isteri Dipocarito. Secara nalur, sesama maru adalah
saudara. Yang lebih dulu diperistri seorang laki-laki menempati struktur
kekerabatan lebih tua. Jadi Nyai Estu merasa lebih tua dan dituakan oleh
Minten. Setiap kali bertemu, Minten selalu menyebut Nyai Estu dengan,
“Mbakyu Estu, sugeng, selamat sejahtera..mbakyu..” sambil tangannya
menggenggam tangan Nyai Estu lalu mengecupnya (Admadipurwa,
2007:18).

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan adanya budaya keakraban antara

Nyai Estu dan Minten sebagai isteri pertama dan kedua Dipocarito. Selain

keakraban juga terdapat budaya saling menghormati.

c. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

1) Pandai

Pandai adalah cepat menangkap pelajaran dan nengerti sesuatu (KBBI: 1010).

Budaya pandai atau belajar ditampilkan pengarang dalam novel Sinden pada data

(41) sebagai berikut.

Setelah Estu memperlihatkan sesungguhan dan berkali-kali juara nembang


(menyanyi tembang Jawa) di sekolah ataupun antar- sekolah Tamansiswa di
JawaTengah dan Jawa Timur, Poncosuwito, orang tua Estu membolehkannya
meneruskan latihan menjadi sinden (Purwadmadi, 2007: 53).

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa nilai budaya hubungan

manusia dengan diri sendiri salah satunya ialah pandai. Dapat dilihat pada tokoh

Nyai Estu yang dalam hal menyinden terbukti dari prestasi-prestasinya.


61

2) Suka belajar

Suka belajar ditampilkan pada tokoh Tumi yang selalu rajin dalam latihan

menyinden dengan Nyai Estu. Hal ini dapat dilihat pada data (42) sebagai berikut.

Tidak terkecuali Tumi yang rajin belajar kepada Nyai Estu Suminar.
Perempuan ini guru yang baik karena disamping mengajarkan lirik, cengkok,
suwara, gregel, nges, wirama, wirasa dan wiraga, juga perihal etika hidup
dan pilihan hidup berkesenian (Purwadmadi, 2007: 9-10).

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Tumi rajin belajar

menyinden kepada Nyai Estu karena ia ingin menjadi sinden yang baik. Baik secara

seni dan baik karena memiliki budi pekerti seperti gurunya, Nyai Estu.

3) Tidak mudah putus asa

Tidak mudah putus asa merupakan sifat manusia pantang menyerah. Selalu

berusaha untuk mencapai sebuah tujuan. Nilai budaya hubungan manusia dengan diri

sendiri tidak mudah putus asa dapat dilihat pada data (43) sebagai berikut.

Gendon, dicurigai oleh banyak orang sebagai pemuda yang memaksa anak-
anak datang padanya untuk diberi dongengan-dongengan tentang Nabi, para
wali, dan para pahlawan. Tapi Gendon tidak surut, ia santai menghadapinya
dan tetap suka membantu meringankan beban tetangga semampunya
(Admadipurwa, 2007:27).

Dari kutipan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Gendon adalah pemuda

yang pantang menyerah. Niat baiknya untuk mengajarkan hal baik kepada anak-anak

dinilai warga negatif, ia tetap semangat mengajarkan kebaikan kepada anak-anak.

4) Mandiri

Mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang

lain. Dalam novel Sinden nilai budaya mandiri dapat dilihat pada data (44) sebagai

berikut.
62

Pikiran Tumi selalu bersih. Sejak kecil, sudah hidup terpisah dari ibu. Ketika
Mnten hidup bersama Dipocarito, Tumi tetap dalam rengkuhan bapaknya,
Kartosemedi. Di dalam bimbingan seorang ayah itu, ia menjadi gadis yang
tumbuh mandiri (Admadipurwa, 2007:85).

Dari uraian di atas, penulis menyimpilkan bahwa Tumi memiliki sikap

mandiri karena didikan dari ayahnya, Karto. Hidup yang ia jalani dari kecil tanpa

seorang ibu menuntut dirinya harus belajar menjadi wanita dewasa meskipun ia

belum cukup umur.

3. Skenario pembelajaran novel dengan materi unsur intrinsik dan nilai budaya dalam
novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa di kelas XI SMA

Dalam pembelajaran sastra di SMA, seorang guru harus memmiliki wawasan

yang luas. Dengan demikian guru dapat mengajarkan sastra dengan baik dan diharapkan

siswa menerima pelajaran dengan baik. Di bawah ini adalah pembelajaran novel

tersebut.

a. Kompetensi Inti

Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara

mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia

sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Berkaitan dengan pembelajaran sastra

khususnya novel yang penulis kaji adalah novel Indonesia yang berjudul Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa. Dalam novel ini terdapat nilai-nilai budaya, sehingga dapat

dijadikan sebagai bahan pembelajaran oleh siswa dengan mengambil nilai positif dalam

novel tersebut.

b. Kompetensi Dasar

Mengembangkan sikap apresiatif dalam menghayati karya sastra.


63

c. Indikator

Merupakan kompetensi dasar secara spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk

mengetahui ketercapaian pembelajaran. Indikator berfungsi sebagai tanda yang

menunjukkan terjadinya perubahan perilaku siswa. Indikator pembelajaran sastra ini,

yaitu:

1) mengidentifikasi unsur intrinsik (tema, latar, alur, tokoh dan penokohan, sudut

pandang, gaya bahasa, dan amanat) novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa;

2) mengidentifikasi nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa;

3) mengaitkan nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa dalam

kehidupan sehari-hari.

d. Tujuan Pembelajaran

1) Siswa mampu mengidentifikasi unsur intrisik novel Sinden (tema, latar, alur, tokoh

dan penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat).

2) Siswa mampu mengidentifikasi nilai budaya pada novel Sinden yang telah dibaca.

3) Siswa mampu menuliskan isi novel Sinden secara ringkas.

e. Materi Pembelajaran

Dalam pembelajaran sastra, novel dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran

sastra. Materi pembelajaran di kelas XI SMA berdasarkan kompetensi inti dan

kompetensi dasar adalah unsur intrisik dan nilai budaya dalam novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa sebagai bahan pembelajarannya.

f. Metode pembelajaran

Metode pembelajaran menggunakan metode ceramah, metode diskusi kelompok,

metode tanya jawab, dan metode pemberian tugas.


64

1) Metode ceramah

a) Pembelajaran tentang nilai budaya dalam novel Sinden dengan strategi ceramah

dapat dilakukan dengan memanfaatkan pengalaman guru maupun siswa.

b) Guru menyampaikan materi tentang unsur intrinsik dan nilai budaya dalam

novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

2) Metode diskusi kelompok

a) Guru mengarahkan siswa dengan mengumpulkan argumen siswa tentang unsur

intrinsik dan nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

b) Guru memberikan kesempatan partisipasi siswa untuk mengomentari argumen

kelompok lain.

3) Metode tanya jawab

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan materi

tentang unsur intrinsik dan nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk

menjawab sebelum guru menyimpulkan.

4) Metode pemberian tugas

Pemberian tugas dalam pembelajaran novel Sinden dilaksanakan sebelum

pertemuan pertama. Sebelum pertemuan pertama siswa diminta mencari dan

membaca novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Selanjutnya, pada

pertemuan pertama siswa diminta menganalisis unsur intrinsik dan nilai budaya

dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Pada pertemuan kedua, siswa

ditugasi untuk berdiskusi dalam sebuah kelompok dan mempresentasikan hasil

analisis yang sudah mereka diskusikan.


65

g. Langkah-langkah pembelajaran

Pembelajaran novel dengan materi unsur intrinsik dan nilai budaya dalam

novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa berfokus pada aspek membaca.

Sehubungan dengan hal itu penulis memaparkan skenario pembelajaran berupa RPP

(terlampir). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di buat berdasarkan silabus.

Di bawah ini disajikan langkah-langkah pembelajaran novel dengan materi unsur

intrinsik dan nilai budaya dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa di

kelas XI SMA dengan model pembelajaran Cooperatif Learning, yaitu: (1) guru

menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotifasi siswa; (2) guru menyajikan

informasi; (3) mengorganisasi siswa dalam kelompok; (4) membimbing siswa dalam

belajar kelompok; (5) evaluasi; (6) pengarahan. Adapun skenario dalam

pembelajaran di dalam kelas adalah sebagai berikut.

1) Pertemuan ke-1 (alokasi waktu 2x45 menit)

a) Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan memimpin do`a dan memberikan

motifasi kepada peserta didik menggunakan bagian cerita novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa dengan alokasi waktu 15 menit.

b) Guru menyampaikan materi atau menerangkan tentang unsur intrinsik novel dan

nilai-nilai dan yang terdapat dalam novel dengan alokasi waktu 30 menit

Guru pada tahap ini menggunakan metode ceramah untuk menyampaiakan

teori tentang unsur intrinsik dan nilai budaya yang terdapat dalam novel. Metode

ceramah dapat juga dikatakan sebagai komunikasi lisan untuk berinteraksi kepada

siswa tentang pengalaman yang mereka dapatkan sebelumnya.


66

c) Pertemuan sebelum KD. 2.4 ini, guru telah menugaskan kepada siswa untuk

mencari dan membaca novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

d) Guru menugasi siswa membuat ringkasan cerita (sinopsis) agar lebih mudah

memahami cerita. Mengidentifikasi dan menganalisis unsur intrinsik dan nilai

budaya yang terdapat dalam novel Sinden dengan alokasi waktu 30 menit

e) Guru dan siswa merefleksi kembali hasil pembelajaran dengan unsur intrinsik dan

nilai budaya dalam novel dengan metode tanya jawab dengan alokasi waktu 15

menit.

2) Pertemuan ke-2 (alokasi waktu 2 x 45 menit)

a) Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan memimpin do`a dan mengingatkan

kembali tentang pembelajaran novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa pada

pertemuan sebelumnya dengan alokasi waktu 5 menit.

b) Guru menugasi kepada siswa untuk mendiskusikan unsur intrinsik dan nilai budaya

dalam novel Sinden dengan alokasi waktu 30 menit.

Pada kegiatan ini metode yang digunakan adalah metode diskusi dengan

pengelompokkan. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok kemudian,

masing-masing kelompok mendiskusikan unsur intrinsik dan nilai budaya yang

terdapat dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Dalam kegiatan

diskusi ini siswa tidak hanya berpegang pada hasil pemikiran sendiri, tetapi dapat

member dan menerima masukan terhadap jawaban atau hasil pemikiran teman.

c) Guru menugasi siswa untuk melaporkan hasil diskusi dengan alokasi waktu 20

menit.
67

Pada tahap ini masing-masing kelompok menunjuk seorang perwakilan

untuk melaporkan hasil diskusinya di depan kelas secara bergantian. Strategi yang

digunakan pada tahap ini adalah membaca atau presentasi.

d) Guru melakukan evaluasi untuk mengetahui seerapa banyak materi yang dapat

diserap siswa dengan alokasi waktu 30 menit.

e) Guru dan siswa merefleksi kembali hasil pembelajaran dengan materi unsur

intrinsik dan nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa dengan

metode tanya jawab dengan alokasi waktu 5 menit.

h. Alokasi Waktu

Alokasi waktu yang digunakan dalam pembelajaran novel sesuai dengan silabus, yaitu 2

x pertemuan (4x45menit)

i. Sumber Belajar

Sumber belajar yang digunakan, yaitu BSE Bahasa Indonesia kelas XI dan buku

penunjang yang dapat digunakan seperti: Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan

Nurgiyantoro, Budaya Mentalitet dan Pembangunan karya Koenjaraningrat. Siswa juga

diijinkan menggunakan internet sebagai referensi untuk menambah wawasan tentang

unsur intrinsik dan nilai budaya dalam karya sastra.

j. Evaluasi Pembelajaran

Penilaian proses dari hasil belajar siswa di SMA dapat berlangsung melalui

kegiatan, baik lisan maupun tulisan. Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari keseluruhan proses belajar mengajar. Evaluasi dimaksudkan untuk mengukur

tingkat kemampuan siswa dalam memahami dan mendalami materi yang telah

dijelaskan guru. Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran novel Sinden karya
68

Purwadmadi Admadipurwa secara tertulis dengan menggunakan tes objektif dan

subjektif.

1) Tugas: siswa diminta berdiskusi untuk memahami struktur dan kaidah teks novel.

2) Observasi: mengamati kegiatan peserta didik dalam proses mengumpulkan data,

analisis data dan pembuatan laporan.

Indikator perkembangan karakter kreatif, komunikatif, dan kerja keras

Tabel 8
Lembar pengamatan kepribadian

Kreatif Komunikatif Kerja Keras


No
Nama
siswa BT MT MB MK BT MT MB MK BT MT MB MK

10

Keterangan:

1. BT (belum tampak) jika sama sekali tidak menunjukkan usaha sungguh-sungguh

dalam menyelesaikan tugas (Skor 0).


69

2. MT (mulai tampak) jika menunjukkan usaha sungguh-sungguh dalam

menyelesaikan tugas tetaqpi masih sedikit dan belum ajeg/konsisten (Skor 1).

3. MB (mulai berkembang) jika menunjukkan usaha sungguh-sungguh dalam

menyelesaikan tugas yang cukup sering dan mulai ajeg/konsisten (Skor 2).

4. MK (mulai membudaya) jika menunjukkan usaha sungguh-sungguh dalam

menyelesaikan tugas secara terus menerus dan ajeg/konsisten (Skor 3).

Penilaian :

Nilai=Jumlah skor+1

3) Portofolio : menilai laporan peserta didik tentang struktur dan kaidah teks novel.

Tugas: membuat laporan tertulis hasil identifikasi dan analisis unsur intrinsik dan

nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa menggunakan bahasa

yang baik dan benar.

Tabel 9
Penilaian laporan peserta didik tentang struktur dan kaidah teks novel

No. Kriteria Penilaian Skor Bobot


1. Pilihan kata
a. tepat dan sesuai 3
b. kurang tepat dan sesuai 2 5
c. tidak tepat dan sesuai 1
2. Kalimat 2
a. mudah dipahami 1
b. sedikit sulit dipahami 0 3
c. sulit dipahami
3. Ejaan dan tanda baca 2
a. tidak ada yang salah
b. sedikit yang salah 1 2
c. banyak yang salah 0
70

4) Tes tertulis : menilai kemampuan peserta didik dalam memahami, menerapkan, dan

menginterpretasi makna teks novel baik.

a) Penilaian soal pilihan ganda

Tabel 10
Penilaian soal pilihan ganda

Kriteria Skor
Jawaban benar 1
Jawaban salah 0

b) Penilaian soal uraian atau esai


Tabel 11
Penilaian soal uraian atau esai

Kriteria Skor
Mampu mengidentifikasi unsur intrinsik dan 5
nilai budaya yang terdapat dalam novel
dengan tepat
Dalam mengidentifikasi unsur intrinsik dan 3
nilai budaya yang terdapat dalam novel
kurang tepat
Isi salah 1
Tidak diisi 0

Tabel 12
Nilai akhir

Bentuk soal/tugas Skor Total Skor

kepribadian 9+1 10
Tugas portofolio 10 X 1 10
Pilihan ganda 5X1 5
Uraian 2X5 10
Nilai=(total skor+15)x2 (35 +15)x2 = 100
71

Soal pilihan ganda (tes objektif)

1. Gagasan pokok atau ide sentral yang mendasari sebuah cerita dalam karya sastra

yang dihadirkan memalui peristiwa-peristiwa, konflik-konflik, dan situasi tertentu

dalam karya sastra merupakan pengertian dari…

a. Latar

b. Alur

c. Tema

d. Sudut pandang

2. Alur yang digunakan dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

adalah..

a. Maju

b. Mundur

c. Campuran

d. Berputar

3. Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut. Nyai Estu,
meski seorang sinden, seorang janda, tetapi memancarkan kewibawaan sebagai
seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga martabat dengan membersihkan
batinnya, berperilaku jujur, santun dalam tindakan sehari-hari (Admadipurwa,
2007:62).

Kutipan di atas menggambarkan nilai budaya hubungan manusia dengan diri


masyarakat.
a. Mandiri

b. Wibawa

c. Percaya kepada Tuhan

d. Suka menolong
72

4. Di bawah ini nilai budaya hubungan manusia dengan diri sendiri, kecuali..

a. Mandiri

b. Kepandaian

c. Suka belajar

d. Percaya kepada Tuhan

5. Pemuda yang sedang menjalankan piket administrasi di meja tengah pendapa.


Melihat kehadiran Ponco, pemuda ini berniat turun dari dingklik dan akan duduk
di lantai. “ Bagaimana keadaan Mangundarma?” tanya Ponco sambil
mengisyaratkan agar pemuda itu tidak duduk di lantai (Admadipurwa, 2007:124).

Kutipan di atas adalah contoh nilai budaya..

a. Hubungan manusia dengan diri sendiri

b. Hubungan manusia dengan Tuhan

c. Hubungan manusia dengan masyarakat

d. Hubungan manusia dengan orang lain

Soal bentuk uraian (tes esai)

1. Identifikasilah unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, serta amanat) novel

Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa!

2. Identifikasiloah nilai budaya yang terdapat dalam novel Sinden karya

Purwadmadi Admadipurwa!

Kunci jawaban :

Soal pilihan ganda

1. C 4. D

2. A 5. D

3. A
73

Soal uraian(tes subjektif)

1. Hasil identifikasi unsur intrinsik dalam novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa adalah sebagai berikut:

a. Tema novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa adalah perjuangan

rakyat Sumberwungu melawan PKI.

b. Tokoh dan penokohan

1) Tumi : baik, mandiri, pintar, dan suka belajar.

2) Karto (ayah Tumi) : berani, jujur, tegas.

3) Nyai Estu : berwibawa, pintar, nrimo.

4) Gendon : ringan tangan, cerdas.

5) Rudito : pemabuk, penjudi, penggoda perempuan.

6) Lurah Ponco : keras kepala, berwibawa, licik.

c. Amanat: secara tersirat pengarang berpesan kepada pembaca agar selalu menjaga

pikiran, perkataan dan perbuatan untuk kebaikan diri kita dan orang-orang

disekitar kita. Hal ini dicontohkan melalui tokoh Tumi dan Nyai Estu. Mereka

selalu menjaga diri dan nilai-nilai budaya yang ada di dalam masyarakat

Sumberwungu.

2. Nilai budaya dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

a. Hubungan manusia dengan diri sendiri

i. Kepandaian

ii. Suka belajar

iii. Tidak mudah putus asa

iv. mandiri
74

b. Hubungan manusia dengan masyarakat

i. Wibawa

ii. Musyawarah

iii. Gotong royong

c. Hubungan manusia dengan orang lain

i. Suka menolong

ii. Sopan santun

iii. Keakraban

iv. Simpati
75

BAB V
PENUTUP

Bab ini berisi simpulan dan saran. Simpulan berisi ulasan singkat hasil

analisis data dari penelitian ini, sedangkan saran berisi masukan penulis yang

berkaitan dengan materi penelitian.

A. Simpulan

Berdasarkan uraian pada analisis dan pembahasan data hasil penelitian,

penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut.

1. Unsur intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa, meliputi: (a)

tema, yaitu perjuangan para seniman dan sebagian masyarakat melawan Partai

Komunis: (b) tokoh utama adalah Tumi dan Nyai Estu, sedangkan tokoh

tambahan adalah Karto (ayah Tumi), Gendon, Rudito, Lurah Ponco,

Mngundarma. Penokohan dalam novel ini dilakukan secara analitik dan dramatik;

(c) alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju; (d) latar tempat yang

digunakan adalah Emper rumah, Kamar tidur, Jalan setapak. Latar waktu yang

digunakan adalah siang hari, malam hari, sore hari. Latar tempat dan latar waktu

dalam novel ini disajikan secara utuh. Sementara latar social dalam novel,

meliputi seorang Sinden, seorang Lurah; (e) sudut pandang yang digunakan

adalah orang ketiga mahatahu. Pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga,

seperti ia, dia, mereka ataupun menyebut nama; (g) amanat yang disampaikan

dalam novel bersifat tersirat. Secara tersirat pengarang menyampaikan kepada

75
76

pembaca untuk menjaga martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku

jujur, santun dalam tindakan sehari-hari.

2. Nilai budaya dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa, yaitu (a)

Hubungan manusia dengan masyarakat meliputi: wibawa, gotong royong,

musyawarah; (b) Hubungan manusia dengan manusia lain meliputi: ramah,

simpati, suka menolong, sopan, dan keakraban; (c) Hubungan manusia dengan

dirinya sendiri meliputi: pandai, suka belajar, tidak mudah putus asa, mandiri.

3. Skenario pembelajaran dengan materi unsur intrinsik dan nilai budaya novel

Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa adalah sebagai berikut: (a) guru

menugasi siswa 2 minggu sebelum pertemuan KD. 2.4 untuk mencari dan

membaca novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa; (b) guru

menyampaikan materi tentang unsur intrinsik dan nilai budaya; (c) guru menugasi

siswa membuat ringkasan cerita serta mengidentifikasi dan menganalisis novel

Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa; (d) guru menugasi siswa untuk

mendiskusikan hasil pekerjaanya secara berkelompok dan mempresentasikan di

depan kelas; (e) Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan soal-soal; (f)

guru merefleksi hasil kegiatan pembelajaran.


77

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis memiliki beberapa saran sebagai

berikut.

1. Bagi Peneliti Berikutnya

Dalam penelitian ini penulis mengkaji unsur intrinsik dan nilai budaya

dalam novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa. Oleh karena itu, peneliti

berikutnya dapat mengembangkan masalah yang sama secara lebih luas ataupun

masalah yang berbeda dari novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

2. Bagi Guru

Guru mempunyai peran yang sangat besar di dunia pendidikan,

khususnya guru bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran sastra diharapkan guru

mampu menumbuhkan minat siswa terhadap dunia sastra. Guru juga diharapkan

mampu menerapkan skenario pembelajara dalam penelitian ini.

3. Bagi Siswa

Siswa diharapkan mampu mengapresiasi dan menganalisis novel. Selain

itu, siswa diharapkan mencintai sastra dengan membaca buku-buku sastra

khususnya novel. Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa layak untuk

dibaca karena memiliki nilai estetis yang memuat nilai budaya yang dapat

membentuk karakter siswa.

4. Bagi Pembaca

Pembaca diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pendidikan

setelah membaca skripsi ini. Untuk memajukan dunia kesusastraan diharapkan


78

adanya penelitian serupa, tetapi dengan ruang lingkup yang lebih luas dan lebih

baik, khususnya dalam bidang pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Admadipurwa, Purwadmadi. 2007. Sinden. Yogyakarta. Navila.


Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta:Rineka Cipta.
Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Darmadi, Hamid. 2006. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta.
Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Jabrohim. 2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. 1975. Budaya Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta. Gramedia.


Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Permendiknas. 2009. Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta.

Rahmanto. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana UniversityPress.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta. Pustaka Jaya.
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sutardjo, Imam. 2008. Kawruh Basa saha Kasusastran Jawi . Surakarta. Jurusan
Sastra Daerah-Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS.
Staton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. (Terjemahan
Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad).
Tarigan, H. Guntur. 1991. Pengajaran Kosakata. Bandung. Angkasa.
Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Edisi
keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Waluyo, Herman J. 2012. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UPT
Penerbitan dan Percetakan UNS.
LAMPIRAN 1
SILABUS MATA PELAJARAN: BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
(PEMINATAN)
Satuan Pendidikan : SMA
Kelas/Semester : XI/Ganjil
Kompetensi Inti :
KI 1 : Mematuhi norma-norma bahasa Indonesia serta mensyukuri dan mengapresiasi keberadaan bahasa dan sastra
Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia
dengan cara mempromosikan penggunaan bahasa Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia sebagai sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

KI 2 : Memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia dengan cara mempromosikan penggunaan bahasa
Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia sebagai sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya
tentang bahasa dan sastra Indonesia serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian bahasa dan sastra
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan pengetahuan
bahasa dan sastra Indonesia secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

81
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian

1.3. Mengetahui dan Fakta Mengamati:  Menganalisis unsur-


memahami definisi  Berbagai contoh prosa  membaca teks tentang karya sastra unsur ekstrinsik dan
dan karakteristik lama (hikayat, bahasa Indonesia intrinsik ( alur, tema,
sastra, jenis-jenis dan sejarah/tambo, kisah,  mencermati uraian yang berkaitan penokohan, sudut
struktur sastra, serta dongeng fabel, mite dengan penggunaan unsur instrinsik pandang, latar, dan
memahami sastra legenda, sage, parabel, dan ekstrinsik amanat) novel Indonsia
sebagai karya seni dongeng jenaka dan  Menganalisis unsur-
dan bidang ilmu yang cerita berbingkai) Mempertanyakan unsur ekstrinsik dan
dekat dengan kita  Berbagai prosa baru  bertanya jawab tentang hal-hal yang intrinsik ( alur, tema,
2.4. Mengembangkan (roman, novel, cerpen, berhubungan dengan isi bacaan. penokohan, sudut
sikap apresiatif dalam biografi dan prosa pandang, latar, dan
menghayati karya populer) Mengeksplorasi: amanat) novel
sastra. Konsep  Mencari dari berbagai sumber terjemahan
 Ciri-ciri, pengertian informasi tentang penggunaan unsur Tugas:
3.5. Membandingkan prosa lama dan prosa segmental dan suprasegmental dalam  para siswa diminta
karakteristik prosa baru bahasa Indonesia. berdiskusi untuk
lama dan baru serta  Struktur cerita prosa  Membaca novel Indonesia dan novel memahami
mengapresiasinya (roman, fakta cerita terjemahan penggunaan unsur
{alur, penokohan, instrinsik dan
latar}, sarana sastra ekstrinsik karya sastra
{pusat pengisahan, Mengasosiasikan:  secara individual
konflik})  menyimpulkan hal-hal terpenting peserta didik diminta
Prinsip dalam penggunaan unsur instrinsik menginterpretasikan
o Karakteristik prosa dan ekstrinsik dalam karya sastra penggunaan nilai yang
lama  mendiskusikan tentang penggunaan terdapat dalam karya

82
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian

 Karakteristik prosa baru nilai yang terdapat dalam karya sastra sastra

Prosedur Mengomunikasikan: Observasi,: mengamati


 Karakteristik prosa lama  menuliskan laporan kerja kelompok kegiatan peserta didik
dan prosa baru tentang penggunaan unsur instrinsik dalam proses
dan ekstrinsik dalam karya sastra mengumpulkan data,
 Jenis prosa lama dan
 membacakan hasil kerja kelompok di analisis data dan
prosa baru
depan kelas, pembuatan laporan.
siswa lain memberikan tanggapan Portofolio : menilai
 menginterpretasikan penggunaan laporan peserta didik
nilai dalam karya sastra tentang

 Menganalisis unsur-unsur ekstrinsik Tes tertulis : menilai


dan intrinsik ( alur, tema, kemampuan peserta didik
penokohan, sudut pandang, latar, dan dalam memahami,
amanat) novel Indonsia dan menerapkan, dan
terjemahan menginterpretasikan
 Membandingkan unsur ekstrinsik dan penggunaan nilai-nilai
intrinsik novel terjemahan dengan dalam karya sastra
novel Indonesia
Membandingkan unsur-
nekstrinsik dan intrinsik
novel terjemahan dengan
novel Indonesia.

83
84
LAMPIRAN 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas/Semester : XI/I
Materi Pokok : Perbandingan prosa lama dan prosa baru
Alokasi waktu : 2x (2x45 menit) 2x pertemuan

A. Kompetensi Inti

KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung

jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),

santun, responsif dan menunjukkan sikap pro-aktif sebagai

bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam kehidupan

sosial secara efektif dengan memiliki sikap positif terhadap

bahasa dan sastra Indonesia serta mempromosikan penggunaan

bahasa Indonesia dan mengapresiasi sastra Indonesia.

B. Kompetensi Dasar

2.4 : Mengembangkan sikap apresiatif dalam menghayati karya sastra.

C. Indikator

1. Mengidentifikasi Unsur intrinsik novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa

2. Mengidentifikasi nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

3. Mengaitkan unsur ekstrinsik (nilai budaya) novel Sinden karya Purwadmadi

Admadipurwa dengan kehidupan sehari-hari.

4. Mengembangkan sikap apresiatif dalam menghayati karya sastra.

84
D. Tujuan Pembelajaran

Setelah proses menggali informasi melalui berbagai fakta, menanya konsep,

berdiskusi atas fakta dan konsep, menginterprestasi mengasosiasi dan

mengomunikasikan, siswa dapat :

1. Membaca novel dengan baik dan benar,

2. Mengidentifikasi nilai budaya novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa.

3. Mengaitkan unsur ekstrinsik (nilai budaya) novel Sinden) karya Purwadmadi

Admadipurwa dengan kehidupan sehari-hari,

4. Menuliskan isi cerita novel dengan ringkas.

E. Materi Pembelajaran

Dalam pembelajaran sastra, novel dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran

sastra. Materi pembelajaran di kelas XI SMA berdasarkan kompetensi inti dan

indikator adalah nilai-nilai yang terkandung dalam novel seperti nilai budaya dalam

novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa sebagai bahan pembelajarannya.

F. Metode Pembelajaran

 Ceramah

 Diskusi

 Kerja kelompok

 Tanya Jawab, dan

 Pemberian tugas

G. Alokasi Waktu

Sesuai dengan silabus, waktu yang disediakan untukpembelajaran novel,

yaitu 2x (2x45) menit atau 2x pertemuan

85
H. Media, Alat dan Sumber Pembelajaran

1. Media :

 Internet

 Lab bahasa

2. Alat/bahan

 LCD, Tape recorder, laptop

 Naskah cerita Novel Sinden

 Buku-buku karya sastra prosa baru

 Koran, majalah, kliping tentang cerpen, novel dll

3. Sumber Belajar

 Bahasa Indonesi: Ekspresi Diri dan Akademik . 2013. Jakarta:

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

I. Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan 1

Kegiatan Deskripsi Alokasi


waktu
Pendahuluan  Guru mengucapkan salam dan mengajak 5 menit
berdoa
 Siswa merespon salam dan pertanyaan dari
guru berhubungan dengan kondisi dan
pembelajaran sebelumnya
 Siswa menerima informasi tentang
keterkaitan pembelajaran sebelumnya
dengan pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
 Siswa menerima informasi kompetensi,
materi, tujuan, manfaat, dan langkah
pembelajaran yang akan dilaksanakan
 Apersepsi dan Motivasi.
Isi (kegiatan Mengamati 80 menit
Inti)  Guru menyampaikan materi

86
 masing-masing siswa mencoba dan
mencermati (mencari dan menemukan unsur
intrinsik dan ekstrinsik novel dibacanya) dan
mencatat atau meringkas apa yang telah ia
baca
Menanya
 guru mengajak siswa untuk menggapi
penyampaian materi
 Antar-siswa dalam saling bertanya,
konfirmasi tentang hal-hal ditemukan untuk
dibahas jika ada perbedaan atas temuan
masing-masing.
 Mendefinisikan atas dasar temuannya
Mencoba
 Guru mengajak siswa untuk membuat
ringaksan novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa dan mengidentifikasi serta
menganalisis unsure intrinsic dan nilai
budaya
Penutup 5 menit
 Guru dan siswa merefleksi kembali hasil
kegiatan belajar denan materi unsur
ekstrinsik (nilai budaya) dalam novel Sinden
karya Purwadmadi Admadipurwa.
 Guru menutup pertemuan dengan berdoa
dan mengucapkan salam.

Pertemuan 2
Kegiatan Deskripsi Alokasi
waktu
Pendahuluan  Guru mengucapkan salam dan mengajak 10 menit
berdoa
 Siswa merespon salam dan pertanyaan dari
guru berhubungan dengan kondisi dan
pembelajaran sebelumnya
kegiatan Inti Mengamati 75 menit
 Guru mengulas kembali materi sebelumya
 Kelas dibagi menjadi 6 kelompok

Mencoba
 Guru memberikan tugas kepada siswa untuk
mengidentifikasi dan menganalisis unsur
ekstrinsik ( nilai budaya) yang terdapat
dalam novel Sinden karya Purwadmadi
Admadipurwa.

87

Menguraikan nilai budaya dari naskah yang
dikajinya untuk bahan bahasan dengan
kelompok lain.
Menanya
 Antarsiswa dalam kelompok saling bertanya,
konfirmasi tentang hasil identifikasi yang
ditemukan untuk dibahas jika ada perbedaan
atas temuan masing-masing.

Mengomunikasikan
 Guru menugaskan siswa untuk
mempresntasikan hasil pekerjaan melalui
perwakilan kelompok.
 Perwakilan masing-masing kelompok (bisa
dipilih dan ditunjuk guru)
menyampaikan/menayangkan hasil
kesimpulannya.
 Melaporkan hasil penelitian dan
pengembangan (tertulis/lisan) tentang unsur
intrinsik dan nilai budaya.
Penutup 5 menit
 Guru dan siswa merefleksi kembali hasil
kegiatan belajar denan materi unsur
ekstrinsik (nilai budaya) dalam novel Sinden
karya Purwadmadi Admadipurwa.
 Guru menutup pertemuan dengan berdoa
dan mengucapkan salam.

J. Evaluasi

a. Kompetensi Sikap:

 Observasi

 Penilaian diri

b. Kompetensi Pengetahuan:

 Tes tertulis

 Tes lisan

88
c. Kompetensi Keterampilan:

 Tes praktik,

 Portofolio

89
LAMPIRAN 3

SINOPSIS

Tumi adalalah seorang gadis desa yang lugu. Kesehariannya hanyalah

merawat rumah dan latihan menyinden di tempat Nyai Estu. Sinden kondang yang

sudah terkenal di seluruh Sumberwungu.

Keseriusan Tumi dalam belajar menyinden membuat Nyai Estu menganggap

ia seperti anaknya sendiri. Tumi berparas cantik bak kembang desa yang sedang

mekar. Hal ini membuat Rudito, putra tunggal Lurah Sumberwungu menyuruh

ayahnya untuk melamarkan Tumi untuk dirinya.

Menanggapi hal itu Tumi dan ayahnya, menolak lamaran tersebut dengan

pertimbangan kelakuan Rudito yang suka mabuk, main perempuan, dan judi.

Penolakan lamaran tersebut membuat Ruditi sakit hati. Seperti hari-hari biasa

kemudian Rudito mabuk-mabukan dan kali ini Tumi berniat memperkosa Tumi.

Akan tetapi, usaha Rudito gagal justru mengakibatkan dirinya terkapar di halaman

rumah Tumi karena kelelahan mengejar Tumi.

Adanya Rudito terkapar di halaman rumah Tumi dimanfaatkan Mangundarma

untuk menculiknya supaya Rudito seakan-akan dibunuh oleh Karto karena hendak

memperkosa Tumi. Mangundarma ingin mengadu-domba Lurah Ponco dan Karto

agar ia dapat menjadi Lurah di Sumberwungu. Mangundarma adalah politikus Partai

Komunis.

90
Para seniman dan sebagian masyarakat yang tau akan hal ini mulai resah.

Guru Tarman, Gendon, dan beberapa tokoh lainya mempersiapkan strategi untuk

melawan Mangundarma yang ingin menahklukan Sumberwungu dengan ideologi

komunisnya itu. Mangundarma dianggap sudah keterlaluan. Selain mengadakan

pertunjukkan Ketoprak Tobong setiap malam yang memuat cerita doktrin tentang

ideologi komunis yang dipertontonkan warga, kali ini ia membuat fitnah seakan-akan

Karto pembunuh. Hal ini dilakukan agar persatuan warga Sumberwungu pecah dan

gampang dikuasai oleh partai komunis.

Strategi para seniman dan sebagian warga adalah mencetak Sinden-sinden

berbakat dengan budi pekerti dan ahlak yang baik agar dapat menjadi contoh warga

Sumberwungu. Strategi lain mereka juga menguatkan intelektual masyarakat dengan

sekolah yang diampu oleh guru Tarman. Penguatan iman juga tidak luput dari strategi

seniman, yaitu dijalankan oleh Gendon yang tekun mengajar mengaji dan

menceritakan tokoh-tokoh agama dan nabi-nabi.

Sumberwungu benar-benar bergejolak. Saat ketegangan yang ada di

masyarakat hamper memuncak, tiba-tiba partai komunis dinyatakan terlarang oleh

pemerintah. Para tokoh partai seperti Lurah Ponco, Mangundarmo, dan Nyi Suparni

diciduk oleh tentara dan lenyap entah dimana. Sumberwungu kembali tenang,

wargapun dapat kembali menikmati pertunjukkan wayang tanpa cerita-cerita doktrin

yang mereka sendiri sebenarnya tidak tahu.

91
LAMPIRAN 4

Riwayat Hidup
Purwadmadi Admadipurwa

Purwadmadi Admadipurwa lahir 26 Maret 1960 di Gunung Kidul. Pendidikan terakhir S1

Bahasa dan Sastra FKSS IKIP Negeri Yogyakarta (1979, sekarang FBS-UNY) Pendidikan

tambahan berupa pelatihan bidang Jurnalisti, Bahasa Media, dan Periklanan. Pernah menjadi

wartawan beberapa media Jogja, Jakarta, dan Bali antara 1984-2002. Staf dan pengajar di

Padepokan Seni Bagong Kassudiarja Yogyakarta (1992-2003). Menulis artikel dan cerpen di

berbagai media. Fiksi yang pernah ditulisnya, diantaranya, Anak (Cerpen, juara 1 Porseni

Mahasiswa Nasional III, 1984). Lelaki Tua Jembatan Bantar (Cerpen, Juara 1 Lomba Nasional,

1991). Kisah Perjalanan Si Boing (Cerbung Anak-anak, Majalah Gatotkaca, 1987). Prahasta

(Cerbung Anak-anak, Majalah Gatotkaca, 1988). Lembuting Olah Katresnan (Cerbung Bahasa

Jawa, Majalah Mekar Sari, 1988). Malam-malam Taraweh (Cerbung Anak-anak, Majalah Suara

Muhammadiyah, Yogya Post. 1992). Boing Gugat (Cerbung Anak-anak Harian Yogya Post.

1992). Guru Tarno (Cerpen dalam buku Antologi Cerpen “Guru Tarno”, Bernas-Biagraf,

Yogyakarta, 1994). Rembulan Jingga di Atas Tahta (Cerbung Silat, Harian Yogya Post, 1996-

1997). Gerak Sunyi Empu Tari (Cerita terbaik Lomba Penulisan Cerita Ditjen RTF Deppen,

1996). Sastra Indonesia Yogyakarta, Memangnya Ada? (Esei Sastra, Juara Lomba Esei Dewan

Kesenian Propinsi DIY-Pusat Studi Kebudayaan dan Perubahan Sosial UGM : 2000). Larakan

(Novel Serial Silat Laskar Sabrang ( Penerbit Aditera, Bandung: Februari 2007) Buku” Joget

mBagong, di sebalik Tarian Bagong Kassudiarja” (Yayasan Bagong Kassudiarja, Yogyakarta:

2006, diterbitkan Departemen Pariwisata dan Kebudayaan). Tulisan lain berupa artikel di buku

92
dan berbagai media, scenario sinetron/televisi dan scenario tari untuk karya-karya Bagong

Kassudiarja, naskah iklan/copy. Cerpen-cerpennya dimuat di media massa cetak di Jogja,

Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Mengajar penulisan Naskah Iklan di Jurusan Ilmu Komunikasi,

FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengajar Penulisan Features di Jurusan Ilmu

Komunikasi FISIPOL UPN Veteran Yogyakarta dan Mengelola BanyuMili Art & Edu Promo,

Yogyakarta.

93
LAMPIRAN 5
DATA UNSUR INTRINSIK NOVEL SINDEN KARYA PURWADMADI ADMADIPURWA
Tabel 2
Data Tema dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Halaman Tema


Data Buku Kutipan
1 71 “Ponco kamu memang sewenang-wenang. Dasar!”kata Tarman tegas. Meski kata-katanya belum usai
namun semua cukup maklum, yang dimaksud Tarman. Lurah Ponco membeliak mendengar kata-kata keras
itu. Lurah Ponco selalu menonak dituduh komunis meski ia selalu berhubungan dengan orang-orang partai
(Admadipurwa, 2007:71).
2 72 Pak Mantri dan Tarman memang merasa sudah saatnya memusuhi Ponco dan Mangun secara terang-
terangan. Sebab kalau tidak, kasihan rakyat yang tak berdosa dan tak tahu papa-apa, jadi korban ambisi
mereka. Dan Tarman juga tahu, Ponco dan Mangun tak seberapa berbahaya disbanding dengan ajaran-
ajarannya. Pak Mantri, Tarman dan Gendon bertekad membendung pengaruh Ponco. Pak Mantri yang
mengupayakan kesejahteraan warga, Tarman yang berusaha mencerdaskan kehidupan rakyat dan Gendon
memberikan siraman rokhani. (Purwadmadi, 2007: 72)

3 89 Estu ingin melahirkan sinden bersuara emas yang kondang. Ia ingin mencetak sinden. Ia ingin Tumi
menjadi kembang sinden dan mengalahkan semua sinden yang dipersiapkan orang-orang Poncodriyo. Ia
ingin berjuang melalui sinden. Melalui seorang anak dara, Tumi (Purwadmadi, 2007: 89)

4 247 Murid Ki Dipocarito tidak hanya banyak tersebar di Argalaksa tetapi juga melebar sampai di daerah
Surakarta dan Yogyakarta. Apabila Ki Dipocarito dapat berkompromi dan menjalankan misi partai, maka
seni pedalangan dan karawitan akan gampang ditekuk bertekuk lutut pada propaganda partai. Demikian

94
juga dengan Nyai Estu Suminar yang memiliki banyak murid sinden (Admadipurwa, 2007:247).

Tabel 3
Data Latar dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Halaman Latar


Data Buku Kutipan
5 7 Latar Tempat
Karto duduk di lincak, bagian emper rumahnya. Waktu itu Tumi baru saja pulang berlatih nyinden di rumah
Nyai Estu, sinden ternama. Tumi cercita-cita menjadi sinden (Admadipurwa, 2007:7).

6 58 Siang tadi, Karto pergi ke ladang mengairi tanamannya sepeninggalan Tumi berangkat belajar nyinden ke
rumah Nyai Estu. Ia membiarkan Rudito, terlelap mabuk di emperan rumahnya. Hingga seperempat malam
ia di ladangnya pekedemikian biasanya ia lakukan (Admadipurwa, 2007:58).

7 46 Tumi tak kuasa menolak. Begitu masuk kamar itu Tumi langsung terperangah. Sebuah kamar yang mewah,
tempat tidur lebar berkelambu. Almari besar berisi baju-baju indah. Baunya harum melati dan di pojok
ruangan terdapat sebuah songsong (paying kebesaran) yang tertutup dan sebilah tombakdengan landeyan
(tangkai) panjang. Pusaka yang menemani selama ini (Admadipurwa, 2007:46).

8 58 Tidak tau kenapa orang-orang yang yang lewat jalan itu selalu menapak di tempat orang lain juga menapak
sehingga di bagian tersebut rumput tak tumbuh. Seperti kebiasaan orang desa, berjalan selalu beriringan
muka belakang bukan berjajar berjalan bersama. Rumputan di kanan kiri “jalan setapak” malam itu tampak
hitam (Admadipurwa, 2007:58).

95
9 18 Latar Waktu
Siang semakin membumbung. Hari panas namun angin gunung sabar menyejukkannya. Karto selesai
menganyam kipas. Dalam duduk siang di emperan rumahnya, Karto seperti membiarkan lamunannya
mengembang. Saat sedang menyeruput the pahitnya, Tumi berlarian, tergopoh-gopoh, menangis tanpa
membawa apapun. Bahkan ia hanya mengenakan kain jarit penutup tubuhnya (Admadipurwa, 2007:18).

10 44 Hari berangkat malam. Tinggal Tumi yang masih berada di rumah Nyai Estu. Kawanya, sesama gadis yang
belajar sinden kepada Nyai Estu sudah pada pulang sejak sebelum senja. Tumi biasanya menghabiskan
malam latihannya berdua dengan Nyai Estu. Tumi menginap, menemani Nyai Estu dan esoknya baru
pulang (Admadipurwa, 2007:44).

11 159 Hari makin sore dan sinar matahari tak lagi begitu panas. Anak-anak gembala sudah mulai menggiring
ternak ke pinggir sungai yang banyak ditumbuhi rumput liar. Penggembala itu melihat Tumid dan Tarman
sedang duduk-duduk di bawah asam kranji, tebing kali Sumberwungu (Admadipurwa, 2007:159).

12 163 Gembala meneruskan langkahnya, memburu kerbaunya yang akan makan tanaman di ladang orang. Mereka
menatap anak gembala makin menjauh melangkah menuju lereng rumput. Mereka bertiga beranjak
meninggalkan kali berbatas rimbun daun-daun pandan. Banyak orang dewasa di Sumberwungu yang mulai
gelisah. Hari makin senja, matahari seakan begitu cepat melorot ke kaki langit (Admadipurwa, 2007:163).

13 2 Seperti warga desa lainnya, Tuwuh adalah warga kebanyakan. Biasa-biasa saja. Tuwuh tumbuh menjadi
pemuda lumrah. Kelebihannya, ia kuliah di Yogya dan sudah hamper selesai studi di universitas terkemuka.
Warga menganggapnya sebagai pemuda yang berkecukupan karena warisan dari ibunya lebih dari cukup
untuk hidup. Yang paling pokok, Tuwuh dikenal sebagai putra tunggal almarhum Nyai Renggomanis,
sinden atau biduanita dalam karawitan Jawa. Ibunya sinden ternama (Admadipurwa, 2007:2).

14 17 Tetapi Kartosemedi teguh pada pendiriannya. Ia menempuh semua resiko jika Lurah Sumberwungu akan
mempersulit dirinya di kemudian hari. Kartosemedi ingin anak gadisnya itu dapat mencapai cita-cita

96
sebagai sinden sekaligus merantas tradisi kawin cerai yang dialami banyak pesinden (Admadipurwa,
2007:17).

Tabel 4
Data Sudut Pandang dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Halaman Sudut Pandang


Data Buku Kutipan
15 11 Rudito dikenal sebagai pemuda yang serba susah. Kesukaannya, berjudi, mabuk, dan main perempuan.
Bahkan sangat doyan mengganggu isteri orang. Semua warga Sumberwungu menngetahui tingkah polah
Rudito, namun tidak seorangpun berani melawan. Kekuasaan Poncodriyo sangat besar, bahkan makin
tambah besar. Tumi tahu, Rudito makin mengejarnya. Namun, gadis itu tidak ambil peduli (Admadipurwa,
2007:11).
16 14 Tumi tumbuh menjadi gadis remaja yang baik. Ia biasa bekerja di ladang. Ia biasa menyiapkan makan
untuk bapaknya. Ia juga menbgurus ayam-ayam piaraannya. Ia juga mengurus rumahnya yang mungil
hingga menjadi bersih dan rapih (Admadipurwa, 2007:14).

97
Tabel 5
Data Alur dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Halaman Alur


Data Buku Kutipan
17 5 Tahap penyituasian (situation)
Ya, warga desa di Sumberwungu belum pernah merasa sepenting saat ini. Sebuah desa yang lama
tenggelam dalam katagori miskin dan layak menerima bantuan pengentasan kemiskinan, kini berubah
menjadi desa yang amat diperhatikan. Ketika rasa bangga terhadap Tuwuh itu muncul dari sebagian warga,
tiba-tiba mereka harus kembali tenggelam dalam ketakutan. Sebab, hari-hari terakhir ini mereka terkena
larangan Kepala Desa untuk tidak memberi keterangan kepada siapa saja yang datang ke Sumberwungu.
Terlebih-lebih kepada wartawan. Semua harus membisu dan hanya Pak Kades yang berhak memberi
keterangan. Jika dilanggar, mereka akan dicap PKI dan ikut menanggung dosa-dosa Tuwuh, penyair dan
pendemo yang hilang itu (Admadipurwa, 2007:5).
18 51 Tahap pemunculan konflik (generating circumstances)
Kini Poncodriyo sangat bersemangat memimpin desanya. Melakukan banyak kegiatan. Desa Sumberwungu
menjadi hidup tetapi juga menyimpan kebencian, dendam, dan pergolakan kepentingan yang sewaktu-
waktu bias meledak menjadi perseteruan antar- sesame warga. Tanda-tanda kea rah sana sudah mulai ada
(Admadipurwa, 2007:51).
19 56 Tahap peningkatan konflik (rising action)
“ Dari tadi siang lho nganbruknya ditempat saya Bu,” sela Tumi. “ saya juga sudah minta Mas Gendon
melapor ke kelurahan, tapi kok ya nggak ada yang mengurusnya.”
‘Saya anggap itu kejadian lumrah. Lalu saya tinggal ke tegalan. Baru setelah malam saya pulang lho kok
98
dia nggak ada. Ya sudah mungkin sudah diambil keluarganya. Saya sudah menduga Tumi menginap disini.
Saya pun masuk rumah dan siap tidur. Tapi menjelang tengah malam, mendenngar orang merintih di depan
rumah. Setelah saya tengok, eee lhadalah, Raden Rudito berlumuran darah. Saya kaget dan panik. Lalu
saya lari kemari…” (Admadipurwa, 2007:56).
20 61 Tahap klimaks (climax)
Nyai Estu ikut tegang. Berjalan perlahan kea rah Karto yang berjongkok mengamati bekas-bekas bercak
darah. Yang lain kemudian mencari tahu. Dan malam itu berubah menjadi sebuah kekacauan. Rudito tidak
ditemukan. Rudito hilang (Admadipurwa, 2007:61).
21 271
Tahap penyelesaian (denoument)

Puncaknya dialami langsung oleh Nyai Estu, yaitu ketika kekuasaan Poncodriyo mulai digunakan untuk
memaksa warga. Perkara hilangnya Rudito, penangkapan Karto dan raibnya Gendon seakan berlalu begitu
saja. Apalagi setelah Ponco, Nyi Suparni, Romo Pus dan Wati ditangkapi oleh tentara. Perkara-perkara
lama tak ada lagi yang mengutik-utik. Para pamong desa sampai para dukuhpun diminta berhenti dari
jabatan dan digantikan oleh para karetaker. Margonosucitro pun konon telah dikabarkan hilang tak tahu
rimbanya. Mungkin dia sudah dihabisi dan dimasukkan ke dalam luweng, sumur gua alam tanpa dasar.
Mangun dan Nyi Suparni ditangkap bersama Margonosucitro saat mereka sedang rapat tertutup di kantor
partai (Admadipurwa, 2007:271).

99
Tabel 6
Data Tokoh dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Halaman Tokoh


Data Buku Kutipan
22 14 Tokoh Utama
Tumi tumbuh menjadi gadis remaja yang baik. Ia biasa bekerja di ladang. Ia biasa menyiapkan makan
untuk bapaknya. Ia juga menbgurus ayam-ayam piaraannya. Ia juga mengurus rumahnya yang mungil
hingga menjadi bersih dan rapih (Admadipurwa, 2007:14).

23 62 Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut. Nyai Estu, meski seorang sinden,
seorang janda, tetapi memancarkan kewibawaan sebagai seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga
martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun dalam tindakan sehari-hari
(Admadipurwa, 2007:62).
24 11 Tokoh Tambahan
Rudito dikenal sebagai pemuda yang serba susah. Kesukaannya, berjudi, mabuk, dan main perempuan.
Bahkan sangat doyan mengganggu isteri orang. Semua warga Sumberwungu menngetahui tingkah polah
Rudito, namun tidak seorangpun berani melawan. Kekuasaan Poncodriyo sangat besar, bahkan makin
tambah besar. Tumi tahu, Rudito makin mengejarnya. Namun, gadis itu tidak ambil peduli (Admadipurwa,
2007:11).

25 17 Tetapi Kartosemedi teguh pada pendiriannya. Ia menempuh semua resiko jika Lurah Sumberwungu akan
mempersulit dirinya di kemudian hari. Kartosemedi ingin anak gadisnya itu dapat mencapai cita-cita
sebagai sinden sekaligus merantas tradisi kawin cerai yang dialami banyak pesinden (Admadipurwa,
2007:17).

100
26 22 Gendon adalah pemuda desa yang sangat ringan tangan membantu tetangga. Pemuda yang sangat luwes
bekerja, bias mengerjakan pekerjaan halus dan kasar. Ia baik kepada siapa saja. Ia juga rajin berguru jauh di
desa lain. Di rumahnya ia membangun langgar kecil, setiap magrib ia lantunkan suara adzan
(Admadipurwa, 2007:22).

27 75
Perangkat desa itu sudah menuangkan sedikit teh ke dalam cangkirnya. Kaki kanannya diangkat ke atas
dingklik. Tangan kanannya mengangkat cangkir. Cangkir itu kemudian digoyang-goyangkannya. Air teh
yang panas bergerak merata ke seluruh permukaan cangkir. Mangun menggerakkan cangkirnya sambil
menatap Karto. Bibirnya tersenyum tipis dan tatapannya tampak sayu. Keseluruhan wajahnya
memperlihatkan raut muka mengejek atau malah menghina Karto (Admadipurwa, 2007:75).

28 24 Ia sejak muda sudah terlihat bakatnya menjadi pemimpin. Namun, ketika masa tuanya, kepemimpinannya
berubah menjadi berperangai keras. Rakyatnya sering dikumpulkan dib alai desa dan dilatih fisik dan
mentalnya. Kadang mereka diharuskan mendengarkan pidato dari radio transistor. Radio itu satu-satunya di
desa Sumberwungu. Sebuah radio berukuran besar mirip rak buku yang batrainya mirip kotak sebesar accu
truk. Rakyat suka menunggu dan terlena oleh pidato yang menggelegar itu (Admadipurwa, 2007:24).

101
LAMPIRAN 6
DATA NILAI BUDAYA DALAM NOVEL SINDEN KARYA PURWADMADI ADMADIPURWA
Tabel 7
Data Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Halaman Nilai Budaya


Data Buku Kutipan
30 62 Wibawa
Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut. Nyai Estu, meski seorang sinden,
seorang janda, tetapi memancarkan kewibawaan sebagai seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga
martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun dalam tindakan sehari-hari
(Admadipurwa, 2007:62).

31 24-25 Gotong Royong


Rakyat sering dikerahkan bergotong royong mengerjakan tanah-yanah milik desa. Juga merembet
mengerjakan tanah-tanah milik sesama warga. Mereka bekerja didului apel berbaris lalu bernyanyi penuh
semangat (Admadipurwa: 24-25).

32 118 Musyawarah
“Anak-anak didikmu bisa ikut seleksi, ndak apa-apa.”
“Nah, iyu. Kamu juga dapat dispensasi., lagi. Ini penghormatan besar untukmu, untuk keluarga kita, Estu.”

102
“Nyai Estu sanggup, ta?”
“Saya belum bisa menjawab. Saya pikirkan, dan jawaban kesediaan saya akan saya sampaikan setelah saya
berembug dengan anak-anak”. “Ya, zaman sekarang apa-apa harus dibicarakan. Dimusyawarahkan. Tapi
jangan lama-lama. Sekali lagi ini perintah negara,” kata Margono tandas (Admadipurwa: 118).

33 182 Ramah
Pak Pancar sebagai tuan rumahtampak lega dan sangat ramah. Mempersilahkan semuanyauntuk duduk dan
berbicara sambil menikmati hidangan yang telah disediakan oleh bu Pancar (Admadipurwa: 182).

34 154 Simpati
Tumi sebenarnya bingung tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Setiap orang kini membicarakan hilangnya
Rudito dan ditangkapnya Kartosemedi. Berita itu belum mereda, disusul tidak munculnya Gendon yang
juga menghilang selepas melapor ke komandan Distrik. Kini, tiap malam banyak tetangga menemani Tumi
di rumahnya (Admadipurwa, 2007:154).

35 194 Para tetangga menganggap keluarga Tumi masih tertimpa musibah. Mereka berbesar hati karena semangat
berada di rumah Tumi malam sebagai bentuk simpati yang harus mereka berikan kepada Tumi. Karto lagi
apes, atau sedang tertimpa kemalangan. Hidup yang saban hari hanya digunakan untuk pergi ke ladang, kini
harus mempunyai banyak urusan dengan penguasa (Admadipurwa, 2007:194).

36 20 Suka menolong
Merasa kasihan Karto menyeret tubuh koboi kampung itu dan melentangkan tubuh lunglainya di lincak
bambu. Terpaksa Karto membuka kancing baju anak muda yang meski berwajah ganteng, badannya
krempeng dan tak ada potongan laki-laki gagah berurat (Admadipurwa, 2007:20).

37 69 Sopan

103
“ He, guru Tarman. Kamu datang tanpa tata krama, tidak kulonuwun, tidak permisi. Kamu itu menantunya
adik saya, isterimu itu keponakan saya. Aku ini, pakdemu. Kalau tak saya ijinkan dia tak bisa kawin
denganmu, he? Kamu juga tidak saya undang kemari. Datang-datang langsung bertanya sambil berdiri
macam begitu. Guru macam apa itu?” (Admadipurwa, 2007:69).

38 124 Pemuda yang sedang menjalankan piket administrasi di meja tengah pendapa. Melihat kehadiran Ponco,
pemuda ini berniat turun dari dingklik dan akan duduk di lantai. “ Bagaimana keadaan Mangundarma?”
tanya Ponco sambil mengisyaratkan agar pemuda itu tidak duduk di lantai (Admadipurwa, 2007:124).

39 32 Gendon naik ke pendapa dengan merunduk lalu dengan laku ndodok, berjalan berjongkok, mendekat ke
arah Ponco yang duduk di kursi kayu tengah pendapa memandang dengan mata tajam. Mangundarma
tersenyum melihat Gendon yang dating dengan santun itu (Purwadmadi, 2007: 32).

40 18 Keakraban
Meski tak pernah sengaja, Tumi seakan telah menjadi anak pungutnya. Nyai Estu sudah menganggap Tumi
sebagai anaknya. Apalagi, ibu Tumi sekarang menjadi salah satu isteri Dipocarito. Secara nalur, sesama
maru adalah saudara. Yang lebih dulu diperistri seorang laki-laki menempati struktur kekerabatan lebih tua.
Jadi Nyai Estu merasa lebih tua dan dituakan oleh Minten. Setiap kali bertemu, Minten selalu menyebut
Nyai Estu dengan, “Mbakyu Estu, sugeng, selamat sejahtera..mbakyu..” sambil tangannya menggenggam
tangan Nyai Estu lalu mengecupnya (Admadipurwa, 2007:18).

41 53 Setelah Estu memperlihatkan sesungguhan dan berkali-kali juara nembang (menyanyi tembang Jawa) di
sekolah ataupun antar- sekolah Tamansiswa di JawaTengah dan Jawa Timur, Poncosuwito, orang tua Estu
membolehkannya meneruskan latihan menjadi sinden (Purwadmadi, 2007: 53).

42 9-10 Suka belajar

104
Tidak terkecuali Tumi yang rajin belajar kepada Nyai Estu Suminar. Perempuan ini guru yang baik karena
disamping mengajarkan lirik, cengkok, suwara, gregel, nges, wirama, wirasa dan wiraga, juga perihal etika
hidup dan pilihan hidup berkesenian (Purwadmadi, 2007: 9-10).

43 27 Tidak mudah putus asa


Gendon, dicurigai oleh banyak orang sebagai pemuda yang memaksa anak-anak datang padanya untuk
diberi dongengan-dongengan tentang Nabi, para wali, dan para pahlawan. Tapi Gendon tidak surut, ia
santai menghadapinya dan tetap suka membantu meringankan beban tetangga semampunya (Admadipurwa,
2007:27).

44 85 Mandiri
Pikiran Tumi selalu bersih. Sejak kecil, sudah hidup terpisah dari ibu. Ketika Mnten hidup bersama
Dipocarito, Tumi tetap dalam rengkuhan bapaknya, Kartosemedi. Di dalam bimbingan seorang ayah itu, ia
menjadi gadis yang tumbuh mandiri (Admadipurwa, 2007:85).

105
LAMPIRAN 6
DATA NILAI BUDAYA DALAM NOVEL SINDEN KARYA PURWADMADI ADMADIPURWA
Tabel 7
Data Nilai Budaya dalam Novel Sinden karya Purwadmadi Admadipurwa

Nomor Halaman Nilai Budaya


Data Buku Kutipan
30 62 Wibawa
Ketegasan sikap Nyai Estu membuat semua orang diam dan menurut. Nyai Estu, meski seorang sinden,
seorang janda, tetapi memancarkan kewibawaan sebagai seorang perempuan. Itu karena ia selalu menjaga
martabat dengan membersihkan batinnya, berperilaku jujur, santun dalam tindakan sehari-hari
(Admadipurwa, 2007:62).

31 24-25 Gotong Royong


Rakyat sering dikerahkan bergotong royong mengerjakan tanah-yanah milik desa. Juga merembet
mengerjakan tanah-tanah milik sesama warga. Mereka bekerja didului apel berbaris lalu bernyanyi penuh
semangat (Admadipurwa: 24-25).

32 118 Musyawarah
“Anak-anak didikmu bisa ikut seleksi, ndak apa-apa.”
“Nah, iyu. Kamu juga dapat dispensasi., lagi. Ini penghormatan besar untukmu, untuk keluarga kita, Estu.”

94
“Nyai Estu sanggup, ta?”
“Saya belum bisa menjawab. Saya pikirkan, dan jawaban kesediaan saya akan saya sampaikan setelah saya
berembug dengan anak-anak”. “Ya, zaman sekarang apa-apa harus dibicarakan. Dimusyawarahkan. Tapi
jangan lama-lama. Sekali lagi ini perintah negara,” kata Margono tandas (Admadipurwa: 118).

33 182 Ramah
Pak Pancar sebagai tuan rumahtampak lega dan sangat ramah. Mempersilahkan semuanyauntuk duduk dan
berbicara sambil menikmati hidangan yang telah disediakan oleh bu Pancar (Admadipurwa: 182).

34 154 Simpati
Tumi sebenarnya bingung tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Setiap orang kini membicarakan hilangnya
Rudito dan ditangkapnya Kartosemedi. Berita itu belum mereda, disusul tidak munculnya Gendon yang
juga menghilang selepas melapor ke komandan Distrik. Kini, tiap malam banyak tetangga menemani Tumi
di rumahnya (Admadipurwa, 2007:154).

35 194 Para tetangga menganggap keluarga Tumi masih tertimpa musibah. Mereka berbesar hati karena semangat
berada di rumah Tumi malam sebagai bentuk simpati yang harus mereka berikan kepada Tumi. Karto lagi
apes, atau sedang tertimpa kemalangan. Hidup yang saban hari hanya digunakan untuk pergi ke ladang, kini
harus mempunyai banyak urusan dengan penguasa (Admadipurwa, 2007:194).

36 20 Suka menolong
Merasa kasihan Karto menyeret tubuh koboi kampung itu dan melentangkan tubuh lunglainya di lincak
bambu. Terpaksa Karto membuka kancing baju anak muda yang meski berwajah ganteng, badannya
krempeng dan tak ada potongan laki-laki gagah berurat (Admadipurwa, 2007:20).

37 69 Sopan

95
“ He, guru Tarman. Kamu datang tanpa tata krama, tidak kulonuwun, tidak permisi. Kamu itu menantunya
adik saya, isterimu itu keponakan saya. Aku ini, pakdemu. Kalau tak saya ijinkan dia tak bisa kawin
denganmu, he? Kamu juga tidak saya undang kemari. Datang-datang langsung bertanya sambil berdiri
macam begitu. Guru macam apa itu?” (Admadipurwa, 2007:69).

38 124 Pemuda yang sedang menjalankan piket administrasi di meja tengah pendapa. Melihat kehadiran Ponco,
pemuda ini berniat turun dari dingklik dan akan duduk di lantai. “ Bagaimana keadaan Mangundarma?”
tanya Ponco sambil mengisyaratkan agar pemuda itu tidak duduk di lantai (Admadipurwa, 2007:124).

39 32 Gendon naik ke pendapa dengan merunduk lalu dengan laku ndodok, berjalan berjongkok, mendekat ke
arah Ponco yang duduk di kursi kayu tengah pendapa memandang dengan mata tajam. Mangundarma
tersenyum melihat Gendon yang dating dengan santun itu (Purwadmadi, 2007: 32).

40 18 Keakraban
Meski tak pernah sengaja, Tumi seakan telah menjadi anak pungutnya. Nyai Estu sudah menganggap Tumi
sebagai anaknya. Apalagi, ibu Tumi sekarang menjadi salah satu isteri Dipocarito. Secara nalur, sesama
maru adalah saudara. Yang lebih dulu diperistri seorang laki-laki menempati struktur kekerabatan lebih tua.
Jadi Nyai Estu merasa lebih tua dan dituakan oleh Minten. Setiap kali bertemu, Minten selalu menyebut
Nyai Estu dengan, “Mbakyu Estu, sugeng, selamat sejahtera..mbakyu..” sambil tangannya menggenggam
tangan Nyai Estu lalu mengecupnya (Admadipurwa, 2007:18).

41 53 Setelah Estu memperlihatkan sesungguhan dan berkali-kali juara nembang (menyanyi tembang Jawa) di
sekolah ataupun antar- sekolah Tamansiswa di JawaTengah dan Jawa Timur, Poncosuwito, orang tua Estu
membolehkannya meneruskan latihan menjadi sinden (Purwadmadi, 2007: 53).

42 9-10 Suka belajar

96
Tidak terkecuali Tumi yang rajin belajar kepada Nyai Estu Suminar. Perempuan ini guru yang baik karena
disamping mengajarkan lirik, cengkok, suwara, gregel, nges, wirama, wirasa dan wiraga, juga perihal etika
hidup dan pilihan hidup berkesenian (Purwadmadi, 2007: 9-10).

43 27 Tidak mudah putus asa


Gendon, dicurigai oleh banyak orang sebagai pemuda yang memaksa anak-anak datang padanya untuk
diberi dongengan-dongengan tentang Nabi, para wali, dan para pahlawan. Tapi Gendon tidak surut, ia
santai menghadapinya dan tetap suka membantu meringankan beban tetangga semampunya (Admadipurwa,
2007:27).

44 85 Mandiri
Pikiran Tumi selalu bersih. Sejak kecil, sudah hidup terpisah dari ibu. Ketika Mnten hidup bersama
Dipocarito, Tumi tetap dalam rengkuhan bapaknya, Kartosemedi. Di dalam bimbingan seorang ayah itu, ia
menjadi gadis yang tumbuh mandiri (Admadipurwa, 2007:85).

97

Anda mungkin juga menyukai