Anda di halaman 1dari 7

Studi Tentang Ekologi dan Habitat Planaria, Sp.

di Subang: Kelimpahan dan


Biomassa Merupakan Indikator Kualitas Air Bersih
Hertien Koosbandiah Surtikanti dan Ulfah Bahabazi
*Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI
Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung
(hertien_surtikanti@yahoo.com)
Diterima Januari 2013 disetujui untuk diterbitkan Mei 2013

Abstract
Planaria sp. in Bukit Tunggul (Lembang) is rare within 10 years. This animal is sensitive to
polluted water. Beside that, the number of this animal is decreasing due to alteration of landuse and
climate change. This animal plays an important role as a bioindicator for clean water and as a media
in learning of biology in high school as well as in university. Due to these need, study on ecology and
distribution of Planaria sp. is done in Panaruban water fall, Subang. The sampling location is limited
only at Cimuja, Karembong, Sawer and Goa Badak, which have an environment characteristics
variation. Observations are done including water quality chemically, land use, and climatic factors
within 3 times monthly. Planaria sp. counting is done stratified random sampling using a 1x1 m
quadran. The number and biomass of Planaria sp. related to climatic factors are discussed. In
general, it can be concluded that, abiotic environmental factors contributes to the abundance and
biomass of Planaria sp.

Key words: Planaria distribution, abundance biomass, polluted water, landuse.

Abstrak
Keberadaan Planaria sp. di Bukit Tunggul (Lembang) semakin langka selama 10 tahun
terakhir. Hewan ini sangat sensitif terhadap pencemaran air. Selain itu pula jumlah hewan ini juga
berkurang yang diakibatkan oleh adanya perubahan tata guna lahan dan perubahan iklim secara
global. Selain berperan sebagai bioindikator perairan bersih, spesies ini juga merupakan salah satu
media untuk pembelajaran di materi Sekolah Menengah maupun di tingkat Universitas. Dengan
kepentingan tersebut, perlu dikaji keberadaan Planaria sp di lingkungan dengan mempelajari
karakteristik habitat dan ekologi Planaria sp. Oleh sebab itu, maka dilakukan penelitian di Panaruban
Subang, yang diasumsikan jauh dari sumber pencemaran air. Lokasi penelitian hanya terbatas di
Curug Cimuja, Karembong, Sawer dan Goa Badak, yang memiliki rona lingkungan yang berbeda.
Pengukuran meliputi kualitas air secara fisik-kimia, pemanfaatan tata guna lahan dan faktor klimatik di
tiga lokasi selama 3 kali dengan selang waktu satu bulan. Pengukuran kualitas air meliputi kecepatan
arus, pH, DO, turbiditas, konduktifitas, kandungan ammonia, nitrat, nitrit dan fosfat. Sedangkan faktor
klimatik meliputi intensitas cahaya dan curah hujan. Penghitungan Planaria sp. dilakukan dengan
kuadrat 1x1 m secara stratified random sampling. Pengamatan meliputi penghitungan jumlah dan
berat biomassa untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap kelimpahan dan biomassa
Planaria sp. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan fisik merupakan faktor pembatas terhadap
kelimpahan dan biomassa Planaria sp.

Kata kunci : Planaria sp., distribusi, kelimpahan, biomassa, pencemaran air, tata guna lahan

Pendahuluan (Kramadibrata, 1992). Planaria sp.


memiliki habitat relung ekologi di perairan
Makhluk hidup yang tumbuh dan yang mengalir deras sehingga
berkembang biak untuk mempertahankan menunjukkan adaptasi untuk
kelangsungan hidupnya memiliki batas- mempertahankan posisi pada air yang
batas kisaran toleransi berupa kondisi mengalir serta melekat permanen pada
faktor abiotik dan ketersediaan substrat yang kokoh seperti batu. Selain
sumberdaya tertentu. Setiap organisme itu pula air yang mengalir jernih dan
memiliki kisaran toleransi faktor abiotik berada terlindung oleh pepohonan
tertentu yang tidak sama, salah satu merupakan relung ekologi Planaria sp.
contohnya adalah Planaria sp.
Hertien Koosbandiah dkk., Studi Tentang Ekologi dan Habitat Planaria, Sp. : 66-72 67

(Anonim 2010). Fenomena ini dibuktikan ekosistem perairan (Pasisingi, 2012).


dari hasil studi yang telah dilakukan Berdasarkan uraian tersebut, maka
sebelumnya bahwa Planaria s.p dilakukan penelitian untuk mengetahui
ditemukan hanya di lokasi Sungai kelimpahan dan biomassa Planaria, sp di
Cikapundung bagian hulu yang belum sungai Cikoneng. Karena sampai sejauh
tercemar yaitu di lokasi Bukit Tunggul dan ini belum ada informasi ilmiah mengenai
Maribaya (Surtikanti dkk., 2001). Pada hal tersebut.
studi lanjut diketahui bahwa dinamika
populasi Planaria sp. dipengaruhi oleh Materi dan metode
faktor lingkungan berupa kecepatan arus
air (Surtikanti, 2004). Selain keterbatasan Penelitian ini berlokasi di sungai
faktor lingkungan, keberadaan organisme Cikoneng yang terletak di Desa Cicadas,
tersebut dapat terancam kepunahan Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten
dengan semakin tinggi tingkat Subang. Pencuplikan Planaria sp.
pencemaran air (Surtikanti dkk., 2008). dilakukan sebanyak tiga kali dan dilakukan
Hal ini menunjukkan bahwa Planaria sp. secara berkesinambungan dengan interval
hanya dapat toleran hidup di perairan waktu satu bulan yaitu: 22 Mei 2010, 22
yang bersih. Permasalahan yang dihadapi Juni 2010 dan 25 Juli 2010 di tiga lokasi
dan belum diketahui dengan pasti bahwa yaitu di Curug Cimuja, Karembong, Sawer
populasi Planaria sp.ini sangat dan Goa Badak. Ketiga lokasi ini terpilih
dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik berdasarkan survey sebelumnya, bahwa
dan rona lingkungan walaupun lokasi lokasi tersebut memiliki 4 kriteria sebagai
tersebut jauh dari pencemaran. objek penelitian, yaitu: kemudahan dalam
Lokasi perairan bersih dengan mencapai lokasi pencuplikan, rona
kondisi geografi yang hampir sama juga lingkungan yang berbeda, keberadaan
ditemukan di sungai Cikoneng, yang Planaria sp. dan ketiga curug tersebut
merupakan aliran sungai yang bersumber terletak di lokasi yang jauh dari
dari mata air. Sumber mata air tersebut kemungkinan adanya pencemaran.
digunakan oleh warga sekitar untuk Sehingga kualitas air di ketiga lokasi
memenuhi kebutuhan rumah tangga. tersebut diasumsikan dalam keadaan
Setelah dilakukan survey pada aliran baik. Diantara ketiga aliran sungai
sungai Cikoneng, maka ditemukan tersebut hanya dibedakan dalam jarak dari
Planaria sp. dan dikawatirkan keberadaan hulu ke hilir.
Planaria sp. akan semakin menyusut Metode sampling yang digunakan
dengan tingkat pencemaran yang semakin dalam penelitian ini menggunakan metode
bertambah (Surtikanti, 2009). Sekarang ini stratified random sampling. Untuk
nampaknya sulit untuk memperoleh air menentukan lokasi yang akan digunakan
yang betul-betul bersih. Aliran air dari sebagai titik sampel, maka dilakukan
gunung yang diperkirakan paling bersih pemetaan sungai Cikoneng dari hulu
pun akan membawa mineral-mineral, gas- sampai hilir Untuk menghitung kelimpahan
gas terlarut dan zat-zat organik dari dilakukan transek tiga kuadrat berukuran
tumbuhan atau binatang yang hidup di 1x1 m2 yang dilakukan pada 3 periode
dalam atau dekat aliran tersebut. pencuplikan
Kondisi ekosistem dan keberadaan
makanan di lingkungan perairan dapat Hasil dan pembahasan
mendukung kepada kehidupan suatu
makhluk hidup. Dua parameter yang Deskripsi umum lokasi penelitian
mencirikan keberlangsungan suatu
TIga lokasi penelitian di Curug
makhluk hidup air tawar adalah
Cimuja yaitu Karembong, Sawer dan Goa
kelimpahan dan biomassa. Parameter
Badak memiliki perbedaan rona
kelimpahan digunakan oleh Sulistiyarto
lingkungan secara fisik dan geografi.
(2011) untuk mempelajari
Perbedaan tersebut meliputi titik
macroozoobenthos di danau. Begitu
koordinat, ketinggian, lebar sungai,
pula dengan parameter biomassa yang
kedalaman sungai, jenis vegetasi dan
dapat menggambarkan keadaan
68 Biosfera 30 (2) Mei 2013

peruntukan lahan (Tabel 1). Lokasi kawasan hutan dan tumbuhan yang terdiri
Karembong merupakan bagian sungai dari pohon bambu, herba, semak dan
Cikoneng di hulu yang berada dekat mata paku-pakuan. Lebar sungai di stasiun ini
air. Posisi ini terletak pada ketinggian adalah 1,34 m dengan kedalaman sungai
1032 m di atas permukaan laut dengan 8 cm. Lokasi ini diperkirakan masih belum
titik koordinat 06o43’41,4”LS dan tercemar bahan polutan karena jauh dari
107o37’40,5”BT, yang merupakan lokasi pemukiman.

Tabel 1. Deskripsi Lokasi penelitian


Table 1. Location description

Lokasi Koordinat Ketinggian Lebar Kedalaman Jenis vegetasi Peruntukan


sungai sungai lahan

1 06o43’41,4”LS 1032 m 1,34 m 8 cm Pohon bambu, Hutan


107o37’40,5”B dpl herba, semak dan
T paku-pakuan
o
2 06 43’33,3”LS 1026 m 1,12 m 13 cm Teh, herba, Perkebunan
107o37’46,2”B dpl semak dan paku-
T pakuan
3 06o43’24,8”LS 1021 m 1,08 m 15 cm Cabe merah, Perkebunan
107o38’03,2”B dpl cabe rawit, pohon dan
T pisang dan pertanian
rumput-rumputan

Lokasi Sawer berada pada bagian Hasil pengamatan meliputi: kecepatan


tengah sungai Cikoneng. Posisi ini terletak arus, suhu, intensitas cahaya, pH, DO,
pada ketinggian 1026 m di atas turbiditas, konduktifitas, kandungan
permukaan laut dengan titik koordinat ammonia, nitrat, nitrit dan fosfat.
06o43’33,3”LS dan 107o37’46,2”BT yang Suhu di lokasi pencuplikan antara
merupakan kawasan perkebunan teh dan 19-20 oC dari hulu hingga hilir. Nilai pH
tumbuhan yang terdiri dari herba, semak masih dalam kategori netral antara 7 –
dan paku-pakuan. Lebar sungai di lokasi 8.5. Konduktivitas berkisar antara 65 -71
ini adalah 1,12 m dengan kedalaman µS/cm. Kecepatan arus diantara 1,03 –
sungai 13 cm. 1,67 m/det, tetapi ada kecenderungan
Lokasi Goa Badak merupakan arus hilir lebih cepat dibandingkan dengan
bagian sungai Cikoneng yang paling hilir. arus air di bagian hulu sesuai dengan
Posisi ini terletak pada ketinggian 1021 m ketinggian lokasi. Intensitas cahaya di
di atas permukaan laut dengan titik perairan bagian hilir lebih tinggi (803,33
koordinat 06o43’24,8”LS dan lux) dibandingkan bagian hulu (573,33
o
107 38’03,2”BT yang merupakan lux). Kandungan oksigen terlarut di tiga
perkebunan teh dan daerah pertanian dan lokasi termasuk ke dalam kategori baik,
tumbuhan yang banyak ditemukan di walaupun lokasi 2 selalu lebih rendah (4,8
daerah ini adalah tanaman cabe merah, – 5 mg/L) dibandingkan dengan di lokasi
cabe rawit, pohon pisang, tumbuhan dari hulu dan hilir (5.60 – 6, 80 mg/L).
Family Poaceae. Lebar sungai di stasiun
ini adalah 1,08 m dengan kedalaman Habitat Planaria sp.
sungai 15 cm.
Planaria sp. memiliki relung ekologi
Hasil analisa fisik-kimiawi perairan di perairan yang mengalir deras sehingga
menunjukkan adaptasi untuk
Pengukuran faktor fisik-kimiawi mempertahankan posisi pada air mengalir
dilakukan untuk mengetahui kondisi dengan cara melekat permanen pada
perairan di tiga lokasi stasiun pencuplikan. substrat yang kokoh yaitu melekat
Hertien Koosbandiah dkk., Studi Tentang Ekologi dan Habitat Planaria, Sp. : 66-72 69

dibawah bebatuan (Gambar 4.1). Hal ini makanan banyak tetapi kelimpahannya
juga diuraikan oleh Choate &. Dunn rendah maka suatu organisme akan
(2012) bahwa Bipalium kewense Moseley memiliki biomassa yang tinggi
yang termasuk satu kelas Platyhelminthes (Kramadibrata, 1992). Kelimpahan
dengan Planaria sp. juga diketemukan Planaria sp. memperlihatkan jumlah
dibawah batuan, dedauan atau kayu yang berbeda di tiga lokasi yang memiliki rona
berada di perairan. Hewan ini hidup lingkungan dan kualitas air yang berbeda
dengan pola distribusi organisme secara pula (Tabel 2). Terlihat bahwa perbedaan
berkelompok. Menurut Fowler & Cohen jumlah kelimpahan Planaria sp. cenderung
(1990), jika varians dibagi rata-rata memiliki pola yang sama. Kelimpahan
organisme yang tercuplik menunjukkan Planaria sp. di lokasi 1 signifikan lebih
hasil lebih dari 1, maka pola distribusi tinggi dibandingkan dengan lokasi 2 dan
organisme tersebut adalah berkelompok. 3, selama 3 kali pencuplikan secara
Adanya distribusi berkelompok tersebut mewaktu. Tinggi rendahnya jumlah
disebabkan oleh sifat agregarius, individu populasi suatu spesies hewan
ketersediaan makanan, perkawinan dan menunjukkan besar kecilnya ukuran
kondisi lingkungan (Dharmawan, dkk., populasi/tingkat kelimpahan populasi itu
2004). (Kramadibrata, 1992).
Hewan agregarius mencari makan
secara berkelompok. Apabila ketersediaan

Tabel 2. Kelimpahan (individu/m2) Planaria pada 3 lokasi dalam 3 periode pencuplikan


Table 2. Abundance (individual/m2) Planaria in three locations within three periods
Lokasi 1 2 3

1 (Hulu) 12900 17600 8900

2 (Tengah) 6000 6400 5900

3 (Hilir) 9900 10500 7500

Berdasarkan hasil pengamatan dalam menentukan kehadiran, kelimpahan


dalam penelitian ini, ada kemungkinan populasi organisme di suatu tempat.
bahwa Planaria sp. lebih menyukai pada Maftuah dkk. (2002) mengatakan
habitat yang memiliki arus air lebih lambat, bahwa setiap organisme memiliki relung
intensitas cahaya rendah, konduktivitas ekologi yang spesifik. Begitu pula dengan
rendah dan kandungan oksigen yang Planaria sp., akan menempati suatu
tinggi. Hal tersebut sesuai dengan tempat tertentu dengan keadaan
penelitian yang dilakukan Surtikanti (2004) lingkungan yang sesuai untuk
dengan kondisi yang hampir sama dengan kelangsungan hidupnya, yaitu merupakan
sungai Cikoneng yang menyatakan bahwa perairan yang memiliki kualitas air yang
kelimpahan Planaria sp. tinggi karena bersih.
adanya kandungan oksigen yang tinggi. Tabel 3 memperlihatkan rata-rata
Kramadibrata (1992) bahwa faktor- berat basah Planaria sp. pada tiap
faktor lingkungan dapat berbeda-beda dan stasiun pencuplikan di sungai Cikoneng
dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu yang diperoleh dengan membagi jumlah
karena tiap organisme selaras pula total berat basah seluruh Planaria sp.
kisaran toleransinya terhadap kondisi tiap dengan jumlah total individu Planaria sp.
faktor lingkungan dan mempunyai di 3 lokasi pencuplikan secara mewaktu.
preferendum tertentu untuk masing- Rata-rata berat basah Planaria sp.
masing faktor lingkungan tersebut, maka tertinggi untuk 3 periode pencuplikan pada
kondisi lingkungan penting peranannya lokasi 2 (tengah) berturut-turut untuk
pencuplikan pertama, kedua dan ketiga
70 Biosfera 30 (2) Mei 2013

sebesar 0,005, 0,005 dan 0,006 gram 0,003 dan 0,003 gram. Berat basah
sedangkan rata-rata berat basah terendah Planaria sp. per individu berbanding
untuk 3 periode pencuplikan pada lokasi 1 terbalik dengan kelimpahan Planaria sp.
(hulu) berturut-turut untuk pencuplikan secara mewaktu.
pertama, kedua dan ketiga sebesar 0,002,

Tabel 3. Rata-rata berat basah (g) Planaria di 3 lokasi pencuplikan dalam 3 waktu yang
berbeda
Table 3. Average wet weight (g) of Planaria in three locations within three different times

Berat basah Planaria (gram)/individu


Lokasi
Pencuplikan ke-
pencuplikan
1 2 3
Hulu 0.002 ± 0.00021 0.003 ± 0.00021 0.003 ± 0,00031

Tengah 0.005 ± 0.00049 0.005 ± 0.00042 0.006 ± 0.00066

Hilir 0.003 ± 0.076707 0.003 ± 0.039107 0.004 ± 0.044993

Kecepatan arus yang tinggi serta besarnya biomassa Planaria sp.


materi organik terlarut dan tersuspensi Kelimpahan yang tinggi, cenderung
yang rendah pada lokasi 1 kemungkinan memiliki biomassa rendah. Begitu pula
mempengaruhi kecenderungan biomassa sebaliknya, kelimpahan yang rendah
Planaria sp. menjadi lebih rendah (Tabel cenderung memiliki biomassa tinggi.
3) dan kelimpahan yang tinggi (Tabel 2). Kedua hal tersebut merupakan strategi
Sebaliknya pada lokasi 2 yang memiliki dalam pengalokasian makanan (energi)
kecepatan arus yang rendah serta materi agar Planaria sp.dapat melangsungkan
organik terlarut dan tersuspensi yang hidupnya. Diharapkan dari hasil temuan
tinggi, memiliki biomassa yang tinggi. dan ini, bahwa tingkat parameter kelimpahan
kelimpahan rendah. Fenomena ini juga dan biomassa dapat merupakan
terdeteksi pada penelitian Surtikanti bioindikator kualitas fisik air bersih dan
(2004) bahwa pada habitat air deras yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar
memiliki biomassa yang rendah. solusi untuk menyusun strategi dalam
Kelimpahan dan biomassa Planaria sp. melestarikan Planaria, sp. secara in situ.
merupakan dua hal yang berbanding
terbalik dan merupakan strategi adaptasi
Daftar Pustaka
hewan agar dapat bertahan untuk
Anonim. 2005. Planaria. Tersedia
melangsungkan kehidupannya. Kedua hal
(online):
tersebut sangat berkaitan dengan
http://www.Fishpondifo.Com/mikro.H
ketersediaan makanan yang ditunjang
tm. [Diunduh tanggal 21 September
dengan kondisi lingkungan abiotik secara
2010]
alami.
Barners, R.D. 1987. Invertebrata Zoology.
Simpulan
New York: Sounders College
Planaria sp. merupakan bioindikator Publishing.
untuk perairan bersih dari pencemaran,
tetapi kelimpahan dan biomassa Cambell, N. 2004. Biologi edisi kelima jilid
dipengaruhi oleh faktor abiotik lingkungan. 3. Jakarta. Erlangga.
Faktor lingkungan tersebut adalah arus
air, kandungan oksigen terlarut, intensitas Choate P. M. &. Dunn R. A2012 Land
cahaya dan konduktivitas dilokasi perairan Planarians, Bipalium kewense
bersih, yang cenderung dapat Moseley and Dolichoplana striata
membedakan jumlah kelimpahan dan Moseley (Tricladida: Terricola)
Hertien Koosbandiah dkk., Studi Tentang Ekologi dan Habitat Planaria, Sp. : 66-72 71

EENY-049 (IN206), one of a series New Delhi: Tata McGraw-Hill


of Featured Creatures from the Company limited.
Entomology and Nematology
Department, Florida Cooperative Nandito, 2010. Karakteristik dan Perilaku
Planaria sp. Tersedia
Darmawan, A., et al. 2005. Common (online):http://www.try4know.co.cc/2
Textbook (Edisi Revisi) Ekologi 010/03/faktor-pembatas-
Hewan. Malang: IKIP. ekosistem.html [Diunduh tanggal 21
September 2010]
Effendi, H. 2003. Lahan Kualitas Air bagi
Pengelola Sumberdaya & Nazir, M. 1999. Metode penelitian.
Lingkungan Perairan, J MSP Fak. P Jakarta: Ghalia Indonesia.
& K IPB, Bogor.
Odum, E.P. 1993. Dasar – Dasar Ekologi.
Fowler, J. & L. Cohen. 1990. Practical Yogyakarta: UGM Press.
statistics for field biology. New York:
John Willey & Sons,Inc. Pasisingi, N. 2012. Produktivitas Sekunder
Hewan Bentik Ekosistem Pantai
Hariyanto, S., B. Irawan, dan T. Soedarti.
2008. Teori dan Praktik Ekologi. Studi kasus: Produksi Sekunder Nebalia
Surabaya: Airlangga university daytoni di Pantai San Diego,
press. California Selatan, USA. Program
Studi Pengelolaan sumber daya
Hickman, C.P. 1970. Integrated Principle perairan sekolah pasca sarjana IPB.
of Zoolog, Edisi 4. Tokyo: Topan
Company Limited. Pennak, R.W. 1978. Fresh-water
invertebrates of the united states ,
Kastawi, Y., et al. 2005. Zoologi second edition. USA: John wiley &
Avertebrata. Malang: UNM. sons, inc.

Kimball. 1992. Biologi. Jakarta: Erlangga. Rizal, K. 2006. Watershed needs


assessment Hulu DAS Ciasem Desa
Kramadibrata, I. 1992. Ekologi Hewan. Cicadas. Kecamatan Sagalaherang,
Bandung: Jurusan Biologi FMIPA Subang. Tersedia (online):
ITB. http://www.esp.or.id/wp-
content/uploads/2007/09/R0120-
Lilia, K. 2011. Kondisi awal perairan di prosiding-subang.pdf [Diunduh
saluran primer induk (SPI) Eks-PLG tanggal 23 Februari 2010]
1 juta hektar dan wilayah dusun
muara puning Kalimantan Tengah. Sulistiyarto, B. 2011. Keterkaitan antara
Tersedia (online): kelimpahan makrozoobenthos
http://jeb.biologist.org/cgi/content/ab dengan parameter fisik kimiawi air di
stract/12/3/271 [Diunduh tanggal 11 danau Hanjalantung, Palangka
Januari 2011] Raya, Kalimnatan Tengah. Jurnal
Kopertis Vol3. No. 2
Maftuah, H.K., Sumarno, U. and
Purwianingsih, W. 2002. Ecological Surtikanti, H.K. 2012. Pesona Lingkungan
health risk assessment of chemical Badan Air. Penerbit Rizqi Press
in water-sediment of Cikapundung Bandung 2012 ISBN 978-602-9098-
River System. Final report. 31-0.
Indonesia Toray Science
Foundation. Surtikanti, H.K. 2008. Komunitas benthos
di Bukit Tunggul (DAS
Michael, P. 1984. Ecological methods for Cikapundung): degradasi
field and laboratory investigations. pencemaran sungai. Biosainstifika,
72 Biosfera 30 (2) Mei 2013

Vol I no 1. November 2008 hal 65-76. Bandung Utara. J. Matematika dan


Sains 9 (3): hal. 259-262.
Surtikanti, H.K. 2004. Populasi Planaria di
lokasi Bukit Tunggul dan Maribaya,

Anda mungkin juga menyukai