Anda di halaman 1dari 47

Matriks dan Ruang Vektor 1

BAB I

RUANG VEKTOR

Pada bab I ini akan dibahas mengenai definisi ruang vektor, ketergantungan
linier vektor, dimensi dan basis, lambang-lambang Kronecker dan penerapannya,
operasi- operasi aljabar di ruang vektor, metoda pengortogonalan Gramm Schmidt,
ketidaksamaan Schwarz, rangkuman, dan Lembaran Kerja Mahasiswa (LKM), soal-soal
yang berkaitan dengan sub-sub bab tersebut.
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan dasar
tentang ruang vektor yang sangat diperlukan sebagai prasyarat dalam memprogram
fisika kuantum. Kemampuan dasar tersebut adalah “menerapkan, menganalisis,
mensintesis, dan menilai” konsep-konsep ruang vektor secara konseptual dan
kontekstual. Konsep kontekstual khususnya diperlukan ketika mahasiswa akan
mengkaji konsep-konsep fisika kuantum yang terkait dengan konsep ruang vektor.
Indikator hasil belajar mahasiswa yang diharapkan setelah mereka mempelajari
bab ini adalah sebagai berikut.

Menjelaskan himpunan vektor yang memenuhi syarat sebagai ruang vektor.


Menjelaskan himpunan vektor yang saling bergantung linier atau tidak saling bergantung linier.
Menggunakan konsep delta kronecker dan epsilon kronecker untuk mengkaji persamaan linier.
Menggunakan formulasi-formulasi aljabar: penjumlahan, perkalian titik, perkalian silang, dan perkalian
Mensintesis pasangan-pasangan vektor ortogonal dan ortonormal menggunakan metoda pengortogona
Menganalisis ketidaksamaan Schwarz di ruang vektor.

Bab I: Ruang Vektor


1.1Definisi Ruang Vektor
Yang disebut ruang vektor berdimensi n atau lengkapnya euclidian vector space
adalah suatu kumpulan vektor yang lengkap (set of vektors) terdiri dari semua vektor
berkomponen n di mana tentang hal-hal penjumlahan dan perkalian masih tetap berlaku.
Vektor dengan komponen sebanyak n biasanya disebut vektor berdimensi n.
Apabila terdapat himpunan vektor-vektor lengkap sebanyak m, yang masing-
→ →

masing berdimensi n, misalnya x1 , , xm dan sebuah vektor lain yang berdimensi
x2
vektor

n, misalnya vektor A , dan selanjutnya, dan apabila berlaku hubungan
→ → → → n

A  k1 x1  k 2 x2  ...  k m xm   ki (1.1)
xi
i1

dengan ki = bilangan konstan, maka dikatakan bahwa vektor A bisa dinyatakan sebagai


kombinasi linear (linear combination) dari vektor- x1 , x 2 ,

..., xm .
vektor

Contoh 1.1

x1 = [1, 0, 0]; →
→ → →
x 2 = [0, 1, 0]; dan x3 = [0, 0, 1]; dan A = [2, 3, 1]. Apakah A merupakan

→ →3
x 1 x↼2 x
kombinasi linear dari vektor-vektor, ,?

Penyelesaian
2 1 0 0
→   k
= 3 = x→1 k12→
x233 k→x=    
k 1  0 + k 2  1 +
 
k3 0
A  
1 0 0 1

Berartik1 = 2, k2 = 3, dan k3 = 1.

Atau
A  2→ x3→
1x2x3
→

→↼ →
x3
Jadi A merupakan kombinasi linear dari vektor-vektor,,.
xx
12
1.2 Persyaratan Ruang Vektor
→ →
Himpunan vektor L  (a,b, c, disebut ruang vektor jika terpenuhi kondisi-
...............
kondisi sebagai berikut.
)
(a) Himpunan vektor membentuk suatu grup abelan terhadap kaedah penjumlahan.
Termasuk grup abelan adalah sifat-sifat penjumlahan vektor, yaitu: komutatif,
asosiatif, hadirnya vektor nol (vektor netral), dan vektor minus (vektor inversi).
Vektor nol ( 0 ) adalah vektor yang besarnya nol dan arahnya tak terdefinisikan. Sifat
komutatif penjumlahan adalah sebagai berikut.
→ → →
a b b a c (1.2a)
→ → →
a 00 a a (1.2b)

Sifat asosiatif terhadap penjumlahan adalah sebagai berikut.


→ → →
a  (b  d )  (a  b)  d  a  b  (1.3)
d
Vektor minus (vektor inversi) adalah vektor yang besarnya sama tetapi arahnya
berlawanan dengan vektor aslinya. Misalnya,
 a adalah vektor yang arahnya
berlawanan dengan a , tetapi besarnya 
sama dengan besarnya a . Pernyataan
a
→ → → →

kesamaan tersebut diformulasikan a  a dan aa 0.
sebagai

(b) Unsur-unsur L dapat dikombinasikan dengan suatu operasi yang disebut perkalian
(kelipatan) skalar suatu vektor. Jika s adalah suatu skalar, maka akan terpenuhi suatu
formulasi berikut: b  → →
s , yang berarti pula dengan arah b
bahwa → →
b  sa  s
a

sama dengan arah a untuk skalar s > 0 dan berlawanan dengan arah a untuk skalar s
< 0.
(c) Terpenuhinya sifat asosiatif, penormalan, dan distributif terhadap perkalian.
→ →
s1 (s2 x)  (s1 s2 ) (1.4a)
x
1x  x
(1.4b)
s(x)  s(x)
(1.4c)
→ → →
(s1  s2 )x  s1 x s2 (1.4d)
x

s(x  y)  sx  sy (1.4e)

Berdasarkan persamaan (1.4a), (1.4b), dan (1.4c), dapat ditunjukkan bahwa s0  0  0 x .
→ →
Apabila →
sx  0 untuk sebarang s, maka  0, sedangkan apabila sx  0 untuk
x
sebarang x , maka s = 0.
(d) Terpenuhinya perkalian skalar (dot product) antara dua vektor dengan formulasi
sebagai berikut.
→ →
→ → →→
a ∘ b  a b cos  b∘ a (1.5a)

dengan  adalah sudut apit antara vektor-vektor a dan b . Persamaan (1.5a) menyatakan
bahwa pada perkalian skalar antara dua vektor terpenuhi juga sifat komutatif. Sifat-sifat
lain yang dipenuhi oleh perkalian skalar antara dua vektor adalah sifat distributif dengan
formulasi sebagai berikut.
→ → →
a ∘ (s1b1  s2b2 )  s1 (a ∘ b1 )  s2 (a ∘ b2 ) (1.5b)
→ → →2 2

a∘a a a 0 (1.5c)

Apabila →
a ∘b  0, maka a ortogonal terhadap b ( a saling tegak lurus dengan b ). Dapat
dibuktikan pula bahwa apabila c→
x ∘ c  0 untuk sebarang x , maka 0, dan
haruslah
a x a→
apabila → → →
x ∘  ∘b untuk sebarang x , maka b.
haruslah

1.3 Ketergantungan Linear Vektor


Dua buah vektor bukan nol yang merupakan unsur-unsur suatu ruang vektor
dikatakan saling bergantung linear atau tidak bebas linear (linearly dependent), jika
vektor yang satu merupakan kelipatan skalar vektor yang lain. Sebagai contoh dapat
dilihat vektor-vektor u dan v . Apabila s adalah skalar, maka vektor-vektor u dan v
tersebut dikatakan saling bergantung linear, apabila terpenuhi formulasi berikut.
u  sv (1.6a)
Demikian pula apabila u dan v dikombinasikan secara linear, maka sifat saling
ketergantungan linear tersebut akan terpenuhi pula.
Misalnya, apabila s1 dan s 2 masing-masing menyatakan skalar-skalar sebarang, maka
akan terpenuhi pula hubungan berikut.
s1u→  →
s2 v  (1.6b)
0

Persamaan (1.6b) menyatakan hubungan kombinasi linear dua vektor. Tentunya untuk
himpunan n buah vektor (
dengan i = 1, 2, 3, …. n) disebut saling bergantung linear,
bi
jika dan hanya jika kombinasi linearnya memenuhi formulasi berikut.
→ → → n →
s1b1  s 2 b2  ....  s n bn   (si bi )  (1.7)
0
i1

tanpa semua
si (i = 1, 2, ….n) harus sama dengan nol. Persamaan (1.6) menyatakan

bahwa apabila b1 berubah, maka b akan berubah, demikian pula b3 dan seterusnya.
2

Dua buah vektor u dan v dikatakan tidak saling bergantung secara linear atau
saling bebas libear (linearly independent), jika vektor yang satu bukan merupakan
kelipatan skalar vektor yang lain. Pernyataan tersebut dalam matematika diformulasikan
sebagai berikut.
s1u→  s2 → (1.8a)
v

Persamaan (1.7a) menyatakan bahwa u tidak saling bergantung linear dengan v , kecuali

s1  s2  0 . Untuk himpunan n buah vektor (


dengan i = 1, 2, 3, …. n) dikatakan
bi
tidak saling bergantung secara linear antara satu dengan yan lainnya jika dan hanya jika
kombinasi linearnya memenuhi hubungan berikut.
→ → → n →
s1b1  s 2 b2  ....  s n bn   (si bi )  (1.8b)
0
i1

Persamaan (1.8b) menyatakan bahwa antar vektor-vektor


(i = 1, 2, 3, …. n) tidak
bi

saling bergantung secara linear, kecuali si (i = 1, 2, ….n) = 0. Dengan kata lain b1 bebas
linier dengan b2 dengan b3 dan seterusnya. Artinya, apabila berubah, maka b2 tidak
b1

akan berubah, demikian pula


b3 dan seterusnya. Jadi perubahan vektor yang satu tidak
serta merta diikuti oleh perubahan vektor yang lain.
Contoh 1.2
Apabila n buah vektor tak nol bi (i = 1, 2, 3, …. n) saling ortogonal ( bi ∘ b j  0) untuk i  j , maka h

Pembuktian
Himpunan vektor bi bebas linear, jika memenuhi hubungan beriku

n

 sb i i 0
i1

Kenakan perkalian skalar terhadap persamaan (1.7c) dengan himpu


= 1, 2, 3, …. n), maka diperoleh persamaan berikut.
n
→→ →→ →2
 (s b ) ∘ b  (s b ∘ b
n
i i j  i i j )sjbj
i1 i j 1

Persamaan (1.7d) sama dengan nol untuk i = j. Oleh karena bi ∘ bj  0 hany

→ s2 j  0 untuk semua nilai j. Jadi himpunan vektor


= j, sedangkan b j 0 , haruslah

Contoh 1.3
Apakah set dari vektor-vektor x1 = [1, 2, 4], x2 = [2, 2, 8], dan x3 = [1, 0, 4] saling berga

Solusi
Asumsikan semua vektor saling bergantung linear, maka harus terp
k1x1  k2 x2  k3 x3  0
k1[1, 2, 4] + k2[2, 2, 8] + k3[1, 0, 4] = [0, 0, 0]
Persamaan terakhir me
k1  2k2  k3  0 2k1
4k1  8k2  4k3  0

Lakukan substitusi, yait


(b), maka diperoleh k1

k3 , sehingga diperoleh

k3 , sedangkan k3 be
-1. Jadi k1x1  k2 x2  k3 x3  x1  x2  x3 = [1, 2, 4] + [2, 2, 8] + [1, 0, 4] = 0. Oleh karena tidak semua sk
bernilai sebarang, tetapi tidak boleh nol.

1.4 Dimensi dan Basis


Dimensi suatu ruang vektor L adalah cacah maksimum perangkat vektor yang
bebas linear di dalam ruang vektor tersebut. Dalam ruang vektor berdimensi N selalu
dapat ditentukan N buah vektor yang bebas linear, tetapi setiap N + 1 buah vektor yang
berada di dalam ruang vektor berdimensi N tadi pasti saling bergantung linear. Dengan
demikian, dapat disajikan rangkuman sebagai berikut.
(1) Apabila dua buah vektor berada pada sebuah garis, maka kedua vektor tersebut pasti
saling bergantung linear.
(2) Apabila dua buah vektor berada pada sebuah bidang tetapi tidak pada satu garis,
maka kedua vektor tersebut saling bebas linear.
(3) Apabila tiga buah vektor berada pada satu bidang, maka ketiga vektor tersebut pasti
saling bergantung linear.
(4) Apabila tiga buah vektor berada di ruang fisis tetapi tidak pada satu bidang, maka
ketiga vektor tersebut pasti saling bebas linear.
(5) Apabila empat buah vektor berada di ruang fisis, maka keempat vektor tersebut
pasti saling bergantung linear.

Basis suatu ruang vektor LN yang berdimensi N adalah seperangkat N vektor


yang bebas linear yang emiliki cacah sebanyak N buah. Terhadap suatu perangkat
basis

bi (i = 1, 2, 3, …. n) yang sebarang, vektor x dalam ruang LN tersebut dapat dituliskan


dengan formulasi sebagai berikut.
→ → → → N →
x  x1b1  x 2 b2  ... x N b N   (xi bi (1.9)
)
i1

dengan
xi adalah koordinat vektor x terhadap basis bi . Vektor- xibi disebut
vektor
komponen ke-i vektor x terhadap basis tersebut.
Pada sistem koordinat Cartesan untuk ruang tiga dimensi, terdapat tiga buah

basis sederhana yang saling bebas linear. Ketiga basis tersebut sering diberi notasi iˆ , ˆj , dan

kˆ . Vektor-vektor basis iˆ , ˆj , dan kˆ sering pula diistilahkan dengan vektor satuan (unit
vector) dalam koordinat Cartesan. Vektor satuan adalah vektor yang memiliki besar
satu.

1.5 Lambang-Lambang Kronecker dan Penerapanya



Basis dinotasikan dengan n . Basis yang baik adalah basis yang saling tegak

lurus (ortogonal) antara yang satu idengan lainnya. Akan lebih baik lagi apabila setiap
anggota basis bersifat normal (ternormalisasi). Basis ternormalisasi diformulasikan
sebagai berikut.

b2 1 (1.10a)
i


Basis  n yang memenuhi kedua syarat tersebut, yaitu ortogonal dan ternormalkan
i
diistilahkan dengan basis ortonormal. Basis ortonormal memenuhi formulasi berikut.
→ →
ni ∘ n j   (1.10b)
ij

Pada persamaan (1.10b),  ij adalah lambang delta kronecker. Delta kronecker tersebut
memiliki alternatif-alternatif nilai sebagai berikut.
 ij  1
, untuk i (1.11a)
j
 ij (1.11b)
 0 , untuk i 
j

Berdasarkan alternatif-alternatif nilai delta Kronecker seperti yang ditunjukkan oleh


persamaan (1.11), maka untuk ruang vektor LN yang berdimensi N akan berlaku
persamaan berikut.

11   22   33  ....   NN  (1.12)


1
Persamaan (1.12) menyatakan bahwa ruang vektor LN yang berdimensi N tersebut
memiliki N buah komponen yang bernilai satu. Di samping itu, ruang vektor tersebut
juga memiliki ( N 2  N ) buah komponen yang bernilai nol, seperti yang ditunjukkan
oleh persamaan berikut.

12   21  ....   ( N 1) N  (1.13)


0
Jika x adalah sebuah vektor yang berada dalam ruang vektor berdimensi N,
maka aturan untuk menguraikan vektor tersebut dalam basis ortonormal memenuhi
persamaan berikut.
→ N

i
→ x   xi 
1

dengan x  ni →
= proyeksi x pada arah
vektor
satuan (1.14) →
i x ∘ ni n i = komponen vektor x pada

arah n i . Dalam hal ini, hendaknya dibedakan antara komponen vektor dengan vektor

komponen. Vektor komponen adalah vektor-vektor pada masing-masing sumbu

koordinat, misalnya iˆx ˆjy , kˆ pada koordinat Cartesan, sedangkan komponen


, dan z
vektor adalah skalar, yang merupakan panjang proyeksi sebuah vektor pada masing-
masing sumbu koordinat tersebut.
Berdasarkan persamaan (1.14), untuk komponen vektor ke-i akan terpenuhi
persamaan berikut. →
x  (1.15)
i x cos i

dengan i adalah sudut di antara vektor x dan →


n i . Khusus untuk ruang fisis dengan
basis →
→ → ˆ ˆ ˆ
N = 3 dan n , n
1 2
, dan n3 sering dituliskan secara berturut-turut i , j , dan k . Sedangkan

x1
, x2 , dan x3 sering dituliskan secara berturut-turut x, y, dan z.
Selain lambang delta Kronecker yang memiliki indeks sebanyak dua buah, juga
terdapat lambang epsilon Kronecker yang diberi notasi  yang memiliki indeks
sebanyak N buah. Formulasi untuk epsilon Kronecker adalah sebagai berikut.

i1i 2  1, untuk i1 ,i2 , yang merupakan (1.16a)


...............
iN
...........................
iN
permutasi (tukar tempat) genap

i1i 2.....iN  1, untuk i ,i , yang merupakan (1.16b)


1 2
.............................
iN
i1i2 permutasi ganjil yang bukan (1.16c)
.............
iN
 0 , untuk i1 ,i 2 ,. .iN
merupakan permutasi atau
padanya terdapat indeks-indeks
yang sama
Komponen lambang Kronecker yang tidak memiliki nilai nol (bernilai 1 ) seperti
yang ditunjukkan oleh persamaan (1.16a) dan (1.16b) ada sebanyak N ! (dibaca N
faktorial) buah, sehingga untuk komponen-komponen tersebut berlaku formulasi berikut.
N   1 N!(1)2  1 N!(1)2  N! (1.17)
i1i 2 i1i 2.....iN 2 2
..........
iN
i1 ,i2...iN

Untuk lebih memahami persamaan (1.17), berikut diberikan contoh 1.3.


Contoh 1.3

Untuk ruang vektor berdimensi 3, tentukan berapa buah komponen yang memiliki

koefisien 1 dan berapa buah yang memiliki koefisien 0 (nol)!

Pembahasan

Untuk N = 3, yang berarti i = 1, 2, 3; maka komponen-komponen yang bernilai +1, -1,


dan 0 berturut-turut ditunjukkan seperti persamaan-persamaan berikut.

123   231  312  1 (1.18a)

132  213  321  1 (1.18b)

112  122  133  ....  0 1.18c)

Berdasarkan persamaan (1.18a) dan 1.18b), dapat disimpulkan bahwa komponen


vektor yang memiliki nilai 1 adalah sebanyak 3! = 123 = 6 buah, sedangkan
komponen vektor yang memiliki nilai 0 (nol) ada sebanyak (33-3!) = 21 buah.

1.6 Operasi-Operasi Aljabar di Ruang Vektor

Operasi-operasi aljabar di ruang vektor yang dibahas adalah: penjumlahan


vektor, perkalian titik (dot product), perkalian silang (cross product), dan perkalian
susun tiga skalar.

Penjumlahan Vektor

Apabila terdapat dua vektor a dan b , maka penjumlahan secara vektor dari
kedua vektor tersebut akan menghasilkan vektor c . Penjumlahan kedua vektor dan
hasilnya ditunjukkan seperti persamaan berikut.
→ →
a b  c (1.19)
Operasi penjumlahan secara vektor seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (1.19)
tersebut dapat dilakukan dengan penjumlahan komponen-komponen masing-masing
vektor. Misalkan koordinat-koordinat a dan b terhadap basis ortonormal tertentu telah
diketahui, maka dapat pula ditentukan koordinat vektor c dengan cara mengenakan

peralian titik persamaan (1.19) dengan basis n i . Untuk ruas kanan persamaan (1.19),

hasil perkalian titik tersebut adalah sebagai berikut.


→ → →
a ∘ ni  b ∘ ni  ai  bi (1.20)

Sedangkan untuk ruas kiri persamaan (1.19), hasil perkalian titik dengan basis n i

ditunjukkan seperti persamaan berikut.

Contoh 1.4

Lakukan operasi penjumlahan vektor seperti persamaan (1.20) dan (1.21) untuk
ruang vektor berdimensi 3.

Pembahasan
Untuk ruang vektor berdimensi 3, berarti N = 3, yang berarti pula bahwa i = 1, 2, 3;
maka komponen-komponen a, b, dan a + b memenuhi poersamaan berikut.
 a1   b1   c1 
  
a   a2  , b   b2  , dan c   c2  (1.22)
a  b  c 
 3  3  3
Demikian pula komponen hasil operasi penjumlahannya akan memenuhi persamaan berikut.
 a1  b1 

 
a  b   a2  b2  (1.23)
a b 
 33 
Sebagai akibat dari persamaan (1.19), maka berlaku pula persamaan berikut.

 c1  a1  b1 
 
c   c2    a2  b2  (1.24)
c  a b 
 3  33 
→→
c ∘ n i  ci (1.21)

Ruas kiri pada persamaan-persamaan (1.20) dan (1.21) adalah skalar yang menyatakan
komponen vektor. Persamaan (1.20) dan (1.21) berlaku juga untuk operasi
pengurangan,
karena hakekat pengurangan sesungguhnya sama dengan penjumlahan terhadap vektor
→ →
yang sama tetapi dengan arah yang berlawanan. Jadi a  b  a  (b) . Dalam contoh ini,

vektor  b adalah vektor yang besarnya b tetapi arahnya berlawanan dengan arah

vektor b .

Perkalian Titik (Dot Product)

Apabila vektor a dioperasikan dengan vektor b melalui operasi perkalian titik


(dot product), maka hasilnya adalah sebuah skalar. Hasil operasi tersebut ditunjukkan
seperti persamaan berikut.
→ → →→
a ∘ b  a b cos (1.25a)

Sedangkan komponen-komponennya dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut.


→ →  N → → N → → N
a ∘ b    ai ni  ∘ b   ai (ni ∘ b)   (ai bi )
 i1  i1 i1

 a1b1  a2b2 ..... aN bN (1.25b)

Berdasarkan persamaan (1.25a),  adalah sudut di antara vektor-vektor a dan b . Besar


sudut θ dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.

→  (a b )
N
→ ∘ i i
a b
cos   i1
(1.26)
→→  N 2  12  N 2  12
ab
    bi 
ai   i1 
 i1

Perkalian Silang (Cross Product)



Perkalian silang antara dua vektor a dan b memberikan hasil sebuah vektor s
a
yang besarnya memenuhi persamaan berikut.
→ → →
    → →  → → (1.27)
sa a b b a a b sin 
→ →
dengan sa adalah luas jajaran genjang yang sisi-sisinya a dan b . Arah vektor s a

tegak lurus dengan bidang yang dilalui oleh a dan b s
, atau dengan perkataan lain, a

tegak lurus dengan a dan b . Arah vektor s a secara eksplisit dapat ditentukan dengan
aturan skrup putar kanan, bahwa arah putaran skrup menyatakan arah cross dan arah

tertancapnya skrup menyatakan arah vektor hasil (arah vektor s a ). Perkalian silang dua
vektor memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
→ → →
a  (s1b1  s2b2 )  s1 (a  b1 )  s2 (a  (1.28a)
b2 )
→ → → →
(s1a1  s2 a2 )  b  s1 (a1  b)  s2 (a2  (1.28b)
b)

Berdasarkan persamaan-persamaan (1.28a) dan (1.28b), s1 dan s adalah skalar.


2

Komponen-komponen hasil perkalian silang dua vektor dapat ditentukan dengan


cara sebagai berikut.
→ → →  3 →   3 →
c  a  b    a i ni    a j n j 

 i1   j 1 
→ →
 3

 ab i j (ni  n j (1.29)
)
i, j 1

Untuk menghindari munculnya tanda  secara berulang pada persamaan (1.29) tersebut,
maka digunakan kesepakatan Einstaein, yang menyatakan bahwa tanda  bisa
dihilangkan jika ada indeks yang muncul secara berulang. Prosesnya adalah sebagai
berikut.
→→ → → →
c
k c ∘ nk  ai b j (ni  n j ) ∘ (1.30)
nk

Telah pula disepakati bahwa


→ → →
(ni  n j ) ∘ nk   (1.30a)
ijk

→ → → → → → → → →
n1 n 2  n3 , n2  n3  n1 , n 3 n1  (1.30b)
→ → → n2

ni ∘ n j   dan ni  ni  0 (1.30c)
ij
Dengan menggunakan kaidah-kaidah persamaan (1.30a), (1.30b), dan (1.30c), maka
dengan sederhana persamaan (1.30) dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut.

ck  ai b j  ijk  a b (1.31)
ijk i
j
Apabila persamaan (1.31) diterapkan di ruang fisis berdimensi tiga, maka dengan
sederhana dapat diperoleh persamaan-persamaan berikut.

c1  123a2b3  132 a3b2  a2b3  a3b2 (1.32a)

c2   231a3b1   213a1b3  a3b1  a1b3 (1.32b)

c3  312 a1b2  321a2b1  a1b2  a2b1 (1.32c)


Sebaliknya berlaku pula kaitan:

ai b j  a j bi  ijk  ijk (a  b)k (1.33)


ck

Dengan demikian, maka persamaan (1.29) dapat ditulis dalam bentuk berikut.
→ → →
a  bj  aibj (ni  n j (1.34)
)

Contoh 1.5

Buktikan bahwa perkalian susun tiga vektor antara vektor-vektor a , b , dan c


memenuhi persamaan berikut.

p →→
(a  b)  →
c  b(a→
∘ c)→→→
 a(b ∘ c) (1.35)

Pembuktian

p  ( → jjkib)ak ciijkak( →
i
 b) c

 (a b  a b )c b ( →
j a∘ →)
c  aj (b c∘ →) (1.36)
i jj ii

Persamaan (1.36) menyatakan komponen ke-j dari persamaan (1.34). Dengan


demikian, maka dengan segera diperoleh persamaan berikut.

p →→
(a  b)  →
c  b(a→
∘ c)→→→
 a(b ∘ c)
Cara lain untuk membuktikan soal tersebut adalah dengan cara permisalan berikut.


a  ˆiax

b  iˆbx  ˆjby


c  ic cˆˆ jc yzkc
ˆ


a  b ax by ˆk

( → a b)  →
c  a b c (kˆ iˆ)  a b c (kˆ ˆj)
x y x x y y

 axbycx ˆj  axbycy iˆ
 a x by c x ˆj  a x bx c x iˆ  a x by c y iˆ  ax bx c x iˆ
 a x c x (by ˆj  bx iˆ)  iˆa x (by c y  bx c x )

(→ ∘
a →)b
c  a(b c∘ →)

Perkalian Susun Tiga Skalar

Jika vektor-vektor a , b , dan c dikenakan operasi perkalian susun tiga skalar,


maka hasilnya merupakan sebuah volume paralelepipidum dengan vektor-vektor a , b
, dan c berfungsi sebagai rusuk-rusuknya. Volume paralelepipidum itu adalah
→ →
V
(a  b) ∘ c (1.37)

Untuk membuktikan persamaan (1.37) tersebut, kita perhatikan Gambar 1.1.



ab

c
c cos

b

bsin
a
Gambar 1.1
Bangun paralelepipidum dengan rusuk a, b, c

Gambar 1.1 melukiskan sebuah paralelepipidum yang rusuk-rusuknya a, b, dan c.


Volume paralelepipidum = luas alas dikalikan dengan tingginya. Luas alas bangun
tersebut =
→ →  dan tingginya = c cos . Dengan demikian, volume
→ →
 
a b a b sin
→→ → → →
paralelepipidum = a b sin dikalikan c = (a  b c = (a  b ) ∘ c .
cos ) cos

Persamaan (1.36) akan menghasilkan nilai nol apabila:

(1) Vektor-vektor a , b , dan c sejajar satu sama lain,

(2) Vektor-vektor a , b , dan c berada dalam satu bidang, dan

(3) Salah satu dari vektor-vektor a , b , dan c adalah vektor nol.

Jika vektor-vektor a , b , dan c dinyatakan dalam komponen-komponennya, maka


volume bangun paralelepipidum →
⇀ dapat dinyatakan →
sebagai berikut.
V  (a  b) c     b) c
b) c
1 1 (a 2 2 (a 3 3


V

(a  b)i ci  ijk (a  b) k ∘ ci  ijk a jbk ci

V  a1 (b2 c3  b3c2 )  a2 (b3c1  b1c3 )  a3 (b1c2  b2 c1 )


a1 a2 a3
V  b1 b2 b3 (1.38)
c1 c2 c3

Persamaan (1.38) menyatakan diterminan yang jenisnya bergantung kepada jumlah baris
dan kolom suatu matriks.

1.7 Metoda pengortogonalan Gramm Schmidt


Sejumlah himpunan vektor yang berada di ruang vektor tidak saling ortognal
antara yang satu dengan yang lainnya. Namun, semua vektor tersebut dapat
ditransformasi sehingga menghasilkan vektor-vektor yang saling ortogonal. Untuk
mentransformasi vektor-vektor yang semula tidak saling ortogonal agar menjadi saling
ortogonal dapat dilakukan dengan metoda pengortogonalan Gramm Schmidt.

→ →
Misalkan u , u→ , …. u 3 adalah pasangan vektor-vektor yang saling bebas linier,
1

2
tetapi tidak saling ortogonal. Dengan menggunkan metoda pengortogonalan Gramm
→ →
Schmidt, dapat diperoleh pasangan v , v→ , …. v yang saling ortogonal yang berasal dari
1 2 3


u1

u

2 , u
, …. 3 yang mula-mula tidak saling ortogonal. Langkah-langkah metoda
pengortogonalan Gramm Schmidt tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Misalkan → →
v1  u1

(2) Misalkan → →
v2 dan v1 dapat dinyatakan dengan persamaan berikut

→ → →
v2  u2  (1.39)
a21v1

Dengan a adalah konstanta yang dapat ditentukan berdasarkan kondisi product scalar
→ → 21 → →
0( ortogonal terhadap ). Kenakan operasi product scalar terhadap
(v1 , v2 ) v 1 v2

persamaan (1.39) dan samakan dengan nol,


→ → → → (1.40a)
 0
(v1 , u2 ) a21 (v1 , v2 )
Dengan demikian, diperoleh konstanta a21 yang memenuhi persamaan berikut.
→→
(v1 , u2 ) (1.40b)
a 21   → →
(v1 , v1 )

Dengan mensubstitusi nilai a21 tersebut kr persamaan (1.39), maka diperoleh dua vektor
→ →
v1 dan v2 yang telah memenuhi syarat saling ortogonal.

(3) Misalkan juga berlaku persamaan berikut.


→ → → →
v3  u3  a32v2  a31v1 (1.41)

dengan a31 dan a32 adalah konstanta-konstanta yang dapat ditentukan berdasarkan kondisi

→ →
v3 ortogonal v1 demikian pula v2 , sehingga diperoleh
terhadap terhadap
→ → → → →→
(v1 , v3 )  0  (v1 ,u3 )  a31 (v1 , v1 )
→→
(v1 , u3 ) (1.42a)
a31   → →
(v1 , v1 )

Demikian juga untuk koefesien a32 dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut
→ → → → →→
(v2 , v3 )  0  (v2 ,u 3 )  a32 (v2 , v2 )
→→
(v2 ,u 3 ) (1.42b)
a 32  → →
(v2 , v2 )

Dengan mensubstitusi nilai-nilai a31 dan a32 ke persamaan (1.40), maka diperoleh tiga



vektor v3 yang telah memenuhi syarat saling ortogonal.
v1 , v2 dan

Demikian seterusnya untuk vektor nomor i dapat ditetapkan persamaan sebagai berikut
→ → → → →
vi  ui  ai1v1  ai 2 v2 .... ai,i1vi1 (1.43)
dan dapat ditentukan koefisien-koefisien
aij (1 ji dari kondisi-kondisi
 1)
→ → →
v1 , v2 ,. , vi1 . Dengan demikian, maka diperoleh:

aij (v j,ui )
  (v→ →, v
(1.44)
j j
)

Akhirnya semua vektor dapat dinormalisasi untuk memperoleh pasangan-pasangan



vektor ortonormal  x  dengan persamaan:
i
v→
x→ (1.45)
i  → 1/ 2
i

vi

oh 1.6
ukan pasangan ortogonal dan ortonormal dari empat buah vektor di bawah ini dengan metode pengortogonalan Gramm S

→ →
u 3 = (0, 2, 3, -2)
u1 = (1, 1, 0, 1)
→ = (2, 0, 0, 1) →
u2 u4 = (1, 1, 1, -5)

Penyelesaian
Misalkan

v→→
1  u1 dan →→
v2  u2  a21v→
1

v1 u,2→ )  1 2  1 0  0  0  11  3
(→

v1 v,1 → )  11  11  0  0  11  3


(→

a  3  1
21
3
v2  u2  v1 →→→
(2,0,0,1)  (1,1,0,1)  (1,1,0,0)
Sekarang misalkan lagi
v3→→
 u3  a31v1  a→
32v2

(→v1, u→
3
)0
a31  0

(→v2, u→
3
)  2
(→
v2 v,2 → )  2
a32  1


v3  (1, 1, 3, -2)
Selanjutnya dapat pula ditentukan
v4 →→
 u4  a41→
v1  a42→v2  a→43v3
→ →
  (v1 , u4 )  1
a 41 ( → , → )
v1 v1
→→
  (v2 , u4 )  0
a 42 ( → ,→ )
v2 v 2

  (v→→
3 , u4 )  1
a 43 ( →v3 , v→ )
3

v4  u4  v1  v3  (1, 1, -2,→→→→
-2)
Pasangan-pasangan vektor ortogonalnya adalah sebagai berikut

v→
1
 (1, 1, 0, 1)
→v2 
(1, -1, 0, 0)

v3  (1, 1, 3, -2)

v→4  (1, 1, -2, -2)

dan pasangan-pasangan vektor ortonormalnya adalah sebagai berikut.

x1→1
 (1, 1, 0, 1)
3

x2 
1
(1, -1, 0, 0)
2

x3 
1
(1, 1, 3, -2)
15

x4 
1
(1, 1, -2, -2)
10

1.8 Ketidaksamaan Schwarz

Misalkan dalam ruang vektor terdapat dua vektor sebarang, yaitu u dan v .
Ketidaksamaan Schwarz untuk kedua vektor tersebut dinyatakan sebagai berikut.
→ → 2 → 2→ 2
(u, v)  u v (1.46)

atau “Kuadrat nilai absolut perkalian dalam (inner product) dari dua buah vektor lebih
kecil atau sama dengan perkalian norma-normanya”. Sifat-sifat perkalian dalam dua
buah vektor adalah sebagai berikut.

(u, v)  (v,u)* , dalam hubungan ini berlaku ketentuan:


→→ →2
(v, v)  v = norma dari vektor v ,

demikian pula untuk vektor u berlaku


→→ →2
(u,u)  u = norma vektor u (1.47a)

(au,bv)  a * b(u, v) (1.47b)

(w, au  bv)  a(w,u)  b(w, v) (1.47c)

(au  bv, w)  a *(u, w)  b *(v, w) (1.47d)


dengan a dan b pada persamaan (1.47b), (1.47c), dan (1.47d) masing-masing
menyatakan skalar kompleks dan notasi *) pada semua persamaan (1.47)
menyatakan konjugat kompleks. Apabila dinyatakan dalam perkalian komponen-
komponennya, maka perkalian dalam dua vektor u dan v memenuhi persamaan berikut.
→→ n

(u, v)   ui * vi (1.48)
i 1

Pada persamaan (1.48), u dan v masing-masing menyatakan komponen-komponen


i
i

dari vektor-vektor u dan v , sedangkan notasi i menyatakan indeks (subskrip) yang


berjalan dengan nilai i = 1, 2, 3, …. n.

Berdasarkan sifat-sifat perkalian dalam dari dua vektor tersebut, kita dapat
membuktikan ketidaksamaan Schwarz (1.45) dengan menerapkan kombinasi linear
sebagai berikut.

w  u  v (1.49)

dengan     adalah parameter kompleks. Dengan menggunakan sifat-sifat (1.49)


i

tersebut, dapat ditentukan norma persamaan (1.49) sebagai berikut.


→ →2 → →→ →
w  w  (u  v,u  v)
→2 →→ →→ 2 → 2

u  (u, v)   *(u, v)*   v
→2 →→ →→ 2 2 →2
u  (  i )(u, v)  (  i )(u, v)*  ) (1.50)
( v

Apabila persamaan (1.50) dideferensial secara parsial terhadap  dan  , maka


diperoleh persamaan-persamaan berikut.

→
w 2 →→ →→ →
 (u, v)  (u, v)* 2 v (1.51a)
2

→
  → → → → →
2
2
w
 i(u, v)  i(u, v)* 2 (1.51b)
v

Pada persamaan (1.51a) dan (1.51b), →
kuantitas 2 memiliki nilai minimum ketika kedua
w
persamaan tersebut sama dengan nol. Hasil ini akan memebrikan nilai-nilai  dan 

menjadi minimum pula. Nilai-nilai  dan  minimum memenuhi persamaan berikut.


→→ →→
 min (u, v)  (u,
v)* (1.52a)
 →2
2
v
→→ →→
min i[(u, v)  (u,
v)*] (1.52b)
 →2
2
v

Kondisi persamaan-persamaan (1.52a) dan (1.52b) berimplikasi pada nilai  beserta


konjugatnya akan menjadi minimum pula. Nilai-nilai minimum  dan  * memenuhi
persamaan berikut.
→→
min   (u, v)*
→2 (1.53a)
v
→→
 *min (u,
v) (53b)
 →2
v

Apabila persamaan-persamaan (1.53a) dan (1.53b) disubstitusi ke persamaan (1.50) akan


→2
memberikan hasil w bernilai minimum, yaitu:

→2 →2 → → 2
w min   (u→, v2 ) (1.54)
u v

Untuk menganalisis persamaan (1.54), kita perlu mereviu kembali bahwa norma suatu
vektor selalu bernilai lebih besar atau sama dengan nol, atau
→2
w min  (1.55)
0
Dengan menggunakan formulasi (1.55), maka ruas kanan persamaan (1.54) menjadi
bernilai lebih kecil atau sama dengan nol, atau

0 → →
2  (u→, v )
2
u v 2
(1.56a)

→2 →
(u , v→)
2

u  v 2 (1.56b)

Formulasi (1.56b) dapat disederhanakan menjadi dalam bentuk berikut:


→ → 2 → 2→ 2
(u, v)  u v

yang tidak lain, adalah hasil pembuktian ketidaksamaan Schwarz (1.46). Tanda sama
dengan pada ketidaksamaan (1.46) berlaku jika dan hanya jika dua vektor saling bebas
linear.
1.9 Rangkuman

 Agar himpunan vektor dapat memenuhi syarat sebagai ruang vektor, maka
himpunan vektor tersebut harus membentuk grup abelan. Termasuk grup
abelan adalah sifat komutatif, hadirnya vektor nol, sifat asosiatif, hadirnya
vektor inversi, sifat penormalan, distributif, kelipatan skalar, dan terpenuhinya
perkalian titik.
 Himpunan vektor saling bergantung linier antara yang satu dengan yang
lainnya apabila vektor yang satu merupakan kelipatan vektor yang lain. Jika
vektor yang satu bukan kelipatan vektor yang lain, maka vektor-vektor
tersebut tidak saling bergantung linier.
 Konsep delta kronecker sangat bermanfaat untuk menentukan komponen
vektor yang menghasilkan nilai nol dan yang memberikan nilai 1 dalam suatu
operasi perkalian titik. Konsep epsilon kronecker bermanfaat dalam
menentukan komponen-komponen. Vektor yang bernilai 0, -1, atau +1 untuk
operasi perkalian silang.
 Penjumlahan dua vektor atau lebih hasilnya adalah sebuah vektor, demikian
pula pengurangan, karena hakekat pengurangan adalah penjumlahan terhadap
vektor yang sama, tetapi arahnya berlawanan. Perkalian titik dua vektor
menghasilkan sebuah skalar. Perkalian silang antara dua vektor hasilnya
adalah sebuah vektor yang berada pada sebuah garis yang tegak lurus terhadap
bidang yang dilalui oleh kedua vektor tersebut. Arahnya dapat ditentukan
dengan mengikuti aturan skrup putar kanan, bahwa arah putaran skrup
menunjukkan arah kros dan arah tertancapnya skrup menunjukkan arah vektor
hasil. Perkalian susun tiga skalar dari tiga buah vektor memberikan hasil
sebuah skalar yang menyatakan volume bangun yangrusuk-rusuknya ketiga
vektor tersebut. Volume tersebut juga menyatakan besarnya diterminan
matriks yang tersusun atas komponen-komponen dari ketiga vektor tersebut.
Pasangan-pasangan vektor yang tidak ortogonal dapat ditransformasi menjadi pasangan-pasangan orto
Ketidaksamaan Schwarz dapat dianalisis berdasarkan sifat-sifat perkalian dalam dua vektor, kombinasi l
1.10 Lembaran Kerja Mahasiswa (LKM)-I:
Ruang Vektor, Ketergantungan Linier Vektor, Dimensi dan Basis

Hari, Tanggal : Kelompok :


Jam : s.d Anggota : 1.
2.

Untuk menjawab semua pertanyaan yang ada dalam Lembar Kerja Mahasiswa (LKM)
ini, Anda bisa melakukan investigasi secara kelompok atau individual terhadap materi-
materi yang telah disajikan pada Bab I pada sub pokok bahasan Ruang Vektor,
Ketergantungan Linier Vektor, Dimensi dan Basis dan melakukan elaborasi secara
cermat dalam sebuah kertas kerja!

→ →
1. Apa syaratnya L  (a,b, c, disebut sebagai ruang vektor?
......................
)
2. Apa saja yang termasuk sifat-sifat grup abelan?
3. Tunjukkan secara grafis → →
bahwa b b  !
a a
→ → → →
4. Tunjukkan pula secara grafis a  (b  c)  (a  b)  c !
bahwa

a b 0!
5. Tunjukkan pula secara grafis
bahwa
6. Apa yang dimaksud dengan vektor nol?
7. Diketahui b  →
s , bagaimana arah a dan b jika s = 1, 2, 3, … dan jika s = -1, -2,
-3, ... Tunjukkan secara grafis!
8. Jika →
a ∘b 0, bagaimana arah a terhadap b atau b terhadap a ?
9. Jika u  sv , bagaimana u terhadap v ? Di mana u dan v berada?
10. → →
s1u 0, bagaimana u terhadap v ? Tunjukkan secara grafis!
Jika

s2
11. v u  sv  5, bagaimana u terhadap v ?
Jika
12. Apa yang dimaksud dengan dimensi?
13. Untuk ruang vektor berdimensi tiga, ada berapa vektor bergantung linier
dan berapa vektor bebas linier?
14. Di mana sebaiknya vektor-
vektor a dan b diletakkan agar keduanya saling
bergantung linier? Tunjukkan secara grafis!
15. Di mana sebaiknya vektor-vektor c dan d diletakkan agar keduanya
saling bebas

linier? Tunjukkan secara grafis!
ˆ ˆ
16. x  x1b1  x2b2  ....  ..... , yang mana di sebut basis? Yang mana
disebut komponen vektor? Yang mana disebut vektor komponen?
17. Dalam koordinat Cartesiaan untuk ruang berdimensi tiga, bagaimana
simbul basisnya? Berapa besar masing-masing basis tersebut?
18. Apakah antara basis yang satu dalam koordinat Cartesan saling bergantung
linier atau saling bebas linier terhadap yang lain? Mengapa?
19. Jika antara basis yang satu dalam koordinat Cartesian dikenakan perkalian
titik (dot product) atau perkalian silang (cross product) terhadap yang lain,
bagaimana hasilnya?
20. Jika antara basis yang satu dalam koordinat Cartesian dikenakan perkalian
titik (dot product) atau perkalian silang (cross product) terhadap dirinya sendiri,
bagaimana hasilnya?
1.11 Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) II:

Lambang-Lambang Kronecker dan Operasi-Operasi Aljabar Di


Ruang Vektor

Hari, Tanggal : Kelompok :


Jam : s.d Anggota : 1.
2.

Untuk menjawab semua pertanyaan yang ada dalamLembar Kerja Mahasiswa (LKM)
ini, Anda bisa melakukan investigasi secara kelompok atau individual terhadap materi-
materi yang telah disajikan pada Bab I pada sub pokok bahasan Lambang-Lambang
Kronecker dan Operasi-Operasi Aljabar Di Ruang Vektor dan melakukan
elaborasi secara cermat dalam sebuah kertas kerja!

1. Bagaimana syarat suatu basis berkualifikasi baik? dan …? Sebagai contoh adalah
basis….? Basis semacam ini disebut …? Untuk basis ini berlaku persamaan …?
Berdasarkan persamaan tersebut, yang mana disebut Delta Kronecker? Berapa
indeksnya? Jika kedua indeks bernilai sama, berapa nilai Delta Kronecker? Jika
kedua indeks memiliki nilai berbeda, berapa nilai Delta Kronecker?
2. Untuk ruang vektor berdimensi N, ada berapa buah Delta Kronecker bernilai 1?
Tulislah secara simbolis! Berapa buah Delta Kronecker bernilai nol? Tulislah secara
simbolis!

3. Jika F adalah sebuah vektor dalam ruang berdimensi N, bagaimana uraiannya dalam
basis ortonormal? Yang mana disebut vektor komponen? Yang mana disebut
komponen vektor?
4. Dalam sistem Koordinat Cartesiaan berdimensi tiga, bagaimana bentuk persamaan

vektor F jika dinyatakan dalam basis tersebut?
5. Lambang Kronecker yang memiliki indeks N disebut…? Bagaimana bentuk
persamaannya untuk permutasi genap, permutasi ganjil, dan yang bukan permutasi.
6. Untuk ruang vektor berdimensi 3, berapa komponen termasuk permutasi genap?
Tunjukkan komponen-komponen tersebut! Ada berapa komponen termasuk
permutasi ganjil? Tunjukkan komponen-komponen tersebut! Berapa komponen
termasuk bukan permutasi?

a b  c
7. Jika persamaan → pada kedua ruas dikenakan perkalian titik terhadap basis

ortonormal, bagaimana hasilnya? Tunjukkan secara grafis!



8. a ∘ b = ….? Dalam ruang vektor berdimensi 3, bagaimana persamaan komponen-

komponennya?
ˆ ˆ ˆ ˆ
9. Jika a  3i  4 dan b  4i  2 j , tentukan sudut apit antara vektor a terhadap
j
sumbu-x positif? Tentukan sudut apit antara vektor b terhadap sumbu-x positif?

a ∘b = …? Tentukan sudut apit antara vektor-vektor a dan b ?
c→ a→
10.   merupakan luas jajaran genjang yang sisi-sisinya a dan b ?
Apakah b

Buktikan! Tunjukkan arah vektor c ?

11. → →
Jika  b, maka komponen-komponenya dapat ditulis sebagai ck = ijkaibj.
c a

dengan k = 1, 2, 3. Apakah Anda dapat menentukan komponen-komponen c1, c2,


dan c3? →
ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ → →
ˆ
12. ai j dan b  i  2 j  k , maka c  a  = ...?
Untuk k b

13. Jika vektor-vektor a , b , dan c dikenakan


perkalian susun tiga skalar, maka
→ →
V
hasilnya memenuhi persamaan (a  b) ∘ yang merupakan volume bangun …?
Buktikan! c
14. Kapan perkalian susun tiga skalar dari tiga buah vektor hasilnya nol?
→ →
V
15. (a  b) ∘ dinyatakan dalam komponen-komponennya, maka V = …?
Jika
c

ˆˆ ˆ ˆ ˆ ˆ
16. Untuk bangun paralelepipidum memiliki rusuk-rusuk j  k , b  i  2 j  k ,
a  i→
ˆ ˆ ˆ
dan c  2i  3 j  k , maka volume bangun tersebut adalah = …?
1.12 Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) III:

Metode Gramm Schmidt dan Ketidaksamaan Schwarz

Hari, Tanggal : Kelompok :


Jam : s.d Anggota : 1.
2.
3.
4.

Untuk menjawab semua pertanyaan yang ada dalamLembar Kerja Mahasiswa (LKM)
ini, Anda bisa melakukan investigasi secara kelompok atau individual terhadap materi-
materi yang telah disajikan pada Bab I pada sub pokok bahasan Metode Gramm
Schmidt dan Ketidaksamaan Schwarz dan melakukan elaborasi secara cermat
dalam sebuah kertas kerja!

1. Metode pengortogonalam Gramm Schmidt dapat digunakan untuk …?



→ → u3
2. Jika u1 , , dan masing-masing menyatakan vektor yang tidak saling ortogonal
u

satu dengan
2
yang lain dan ingin diubah menjadi



v1 , v2 , dan v3 yang saling ortogonal
melalui metode Gramm Schmidt, maka langkah-langkahnya …?
3. Berdasarkan masalah nomor 2 tersebut, maka perumpamaan untuk vektor v yang ke-
i memenuhi persamaan …? koefisien aij memenuhi persamaan…? dan pasangan
ortonormalnya memenuhi persamaan …?
4. Perkalian dalam (inner product) antara vektor u dan v memenuhi persamaan …?
Apa perbedaan antara inner product dengan scakar product?
5. Jika w  u  v dengan  =  + i, buktikan ketidaksamaan Schwarz bahwa
→→ →→ →→ →→
(u,v)  u v ! Kapan berlaku bahwa (u,v)  u v ?
1.13 Soal-Soal untuk Latihan
1. Carilah nilai-nilai x sehingga pasangan-pasangan vektor berikut saling
bergantung linier!
(a) [1, 2, 3]; [4, 5, 6]; [x, 8, 9]
(b) [0, -1, 2]; [x, 2, -1]; [0, 0, 1]
(c) [0, -1, 2]; [0, 1, 6]; [1, 2, x]
(d) [2, 3, 1, 4]; 1, 1, 1, 1]; 0, 1, 2, x]; 1, -1, 1, -1]
2. Diketahui empat buah vektor, yaitu: u = [1, 2, 3]; v = [2, 0, -1]; w = [1, -1, 1]; dan
x = [2, 1, 0]. Apakah vektor-vektor tersebut saling bebas linier atau saling
bergantung linier? Buktikan!
3. Analisislah, apakah kumpulan-kumpulan vektor-vektor di bawah ini saling
bergantung linear atau saling bebas linear?
(a) X1 = [1, 1, 0], X2 = [3, 0, 1], dan X3 = [5, 2, 1]
(b) X1 = [3, 1, 2], X2 = [1, 3, 9], dan X3 = [2, 8, 3]
(c) X1 = [1, 0], dan X2 = [0, 1]
4. Tentukan apakah vektor-vektor berikut adalah perangkat vektor yang saling
bergantung linier atau saling bebas linier?
(a) [1, 2, -1], [0, 5, -3], dan [-4, 1, 3]
(b) [1, -2, 3, 1], [2, 0, -2, 2], [6, 2, 1, -5], dan [-3, 2, 0, 1]
(c) [1, 2, 0, -2, -1], 3, -1, 4, 1, -2], [0, 2, -3, 4, 1], [3, 3, 3, 4, 1], dan [-1, 0, 2, 1, 3]
5. Dalam ruang vektor berdimensi n, terdapat n buah vektor berada pada masing-
masing sumbu koordinat yang saling bebas linier. Vektor-vektor tersebut adalah
e1 = [1, 0, 0, ..., 0]; ei = [0, 0, 0, ..., 1i, ..., 0]; dan en = [0, 0, 0, ..., 1]
dengan 1i menyatakan bahwa satu satuan terjadi pada posisi vektor nomor i.
(a) Buktikan bahwa vektor-vektor n (e1, e2, ... , en) adalah bebas linier!
(b) Vektor-vektor dalam ruang vektor tersebut dapat dijelaskan secara spesifik
sebagai suatu kombinasi linier n vektor ei!
6. Buktikan bahwa vektor-vektor (1, 2, 3, 4), (1, 0, 2, 1), (2, -1, 4, 1) dan (-1, 3, 0, 4)
adalah saling bergantung linier!
7. Selidikilah apakah kumpulan vektor-vektor di bawah ini merupakan basis untuk
ruang vektor F yang berdimensi tiga?
(a) X1 = [3, 0, 2], X2 = [2, 0, 9], dan X3 = [4, 3, 2]
(b) X1 = [1, 5, 7], X2 = [4, 0, 6], dan X3 = [1, 0, 0]
(c) X1 = [1, 5, 7], X2 = [4, 0, 6], dan X3 = [1, 0, 0]
8. Diketahui dua buah vektor, yaitu: u = [1+i, 2-i, -3] dan v = [3i, -1+2i, 2+i].
Apakah kedua vektor tersebut memenuhi ketidaksamaan Schwarz?
9. Ke empat buah vektor yang diketahui berikut ini, semuanya tidak saling ortogonal
antara vektor yang satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan metode
pengortogonalan Gramm-Schmidt, tentukan pasangan-pasangan vektor ortogonal
dan
ortonormalnya! →
→ → →
(a) u1 = [1, 2, 1, 3]; u 2 = [0, 2, 1, 0]; u 3 = [1, 0, 0, 2]; dan 4
= [2, 1, 1, 0]
u →
→ → →
(b) u1 = [2, 1, 1, 0]; u 2 = [0, 2, 1, 1]; u 3 = [1, 1, 1, 1]; dan 4
= [1, 2, 0, 1]
u

10. Buktikan bahwa tiga vektor (1, 1, 1), (1, 0, -1), dan (1, -2, 1) adalah perangkat
vektor yang bebas linier! Buktikan pula bahwa ketiga vektor tersebut adalah saling
ortogonal!
11. Pada masing-masing kasus berikut, tentukan norma vektor dan tulislah vektor
tersebut sebagai sebuah vektor yang ternormalisasi!
(a) [2, 1, 3, -1], (b) [1, 0, -2, 3, 5]; (c) [1, i]; (d) [1+i, -2+3i, 3, 4i]; (e) [2+i, 1-i, 0,
3+3i]
12. Menurut persamaan (1.49), λ dipilih sebagai parameter yang kompleks untuk
membuktikan ketidaksamaan Schwarz? Apabila λ dipilih sebagai parameter yang
riel, sementara vektor-vektor u dan v masing-masing adalah kompleks, buktikan
bahwa
→2 → → 2 → 2→ 2
kondisi w
min
 0 akan menhasilkan Re(u, v)
u v !

Anda mungkin juga menyukai