Anda di halaman 1dari 53

1.

2.

Whalen, K., Finkel, R., & Panavelil, T. (2015). Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology 6th. University of Florid, Collage of Pharmacy, Gainesville, Florida.
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Whalen, K., Finkel, R., & Panavelil, T. (2015). Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology 6th. University of Florid, Collage of Pharmacy, Gainesville, Florida.
Faktor yang dapat menimbulkan seizure:

- Siklus tidur yang terganggu, stimulus sensorik, stress → meningkatkan


frekuensi seizure
- Trauma : trauma sejak lahir dan cedera kepala
- Infeksi : Rabies
- Perubahan hormon saat menstruasi, pubertas, kehamilan → dapat
menyebabkan onset seizure
- Kondisi otak : terjadi gangguan otak, misalnya tumor dan stroke
- Obat-obat yang dapat menyebabkan seizure: teofilin, alkohol, fenotiazin,
antidepresan (maprotilin, bupropion), narkotika ilegal
- Abnormalitas perinatal dan berat gestasional rendah

Dipiro, J.T., et al. 2008. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach.7th Edition. New York : McGraw-Hill

http://www.kawe-kenya.org/wp-content/uploads/2016/03/Epilepsy-Guidelines-2016.pdf
Stafstrom, C. E (1998).The Pathophysiology of Epileptic Seizures. https://pedsinreview.aappublications.org/content/pedsinreview/19/10/342.full.pdf
Seizure terjadi ketika neuron serebral
tertentu berada dalam keadaan dapat
mengalami hipereksitasi atau mudah
mengalami depolarisasi berlebih.
Depolarisasi disebabkan oleh
meningkatnya glutamat, berkurangnya
GABA, dan kelainan kanal ion Na

Silbernagl, S., & Lang, F. (2000). Color Allas of Pathophysiology. New York:Thieme
1. Dendrit sel pyramidal yang memiliki channel ion Ca2+ yang terbuka saat depolarisasi
sehingga meningkatkan depolarisasi. Pada neuron yang mengalami lesi terdapat
lebih banyak kanal ion Ca2+ . Kanal ion tersebut di inhibisi oleh Mg2+, sehingga
hypomagnesia dapat meningkatkan aktivitas channel ini.
2. Dendrit sel pyramidal dapat terdepolarisasi dengan glutamate dari sinapsis
tereksitasi. Glutamate bekerja pada kanal kation yang impermeable terhadap Ca2+
(AMPA channel) dan kanal kation yang permeabel terhadap Ca2+ (NMDA channel).
Secara normal NMDA channel dihambat oleh Mg2+,. Namun, depolarisasi yang
disebabkan oleh aktivasi oleh AMPA channel dapat menghapuskan hambatan oleh
Mg2+.
3. Potensial membran dari neuron dapat dipertahankan oleh channel K+. Syaratnya
agar dapat dapat terjadi kondisi ini adalah gradient K+ yang cukup sepanjang
membran sel. Gradient ini dibuat oleh Na+/K- ATPase. Kurangnya energi dapat
merusak Na+/K- ATPase sehingga menyebabkan depolarisasi sel
Silbernagl, S., & Lang, F. (2000). Color Allas of Pathophysiology. New York:Thieme
Mekanisme

- Menghambat kanal Na+


- Influx ion Na+ kedalam membran sel
berkurang
- Menghambat sel untuk mengalami
fase depolarisasi sehingga terjadinya
hambatan potensial aksi
- Menurunkan kemampuan neuron
untuk melepaskan neurotransmitter
pada frekuensi tinggi dan mencegah
penyebarannya
Mekanisme:
- Obat ini bekerja dengan memblok kanal ion Na sehingga potensial aksi tidak
dapat diteruskan.
- Fenitoin menginduksi obat yang dimetabolisme oleh keluarga CYP2C dan
CYP3A dan UDP glukuronosiltransferase (UGT);
Indikasi: seizure parsial dan seizure tonik-klonik
Dosis dewasa:
Dosis awal: 300 mg sehari dibagi dalam 2-3 dosis.
Dosis pemeliharaan: 300-400 mg atau 3-5 mg/kg BB sehari (maksimal 600 mg
sehari).
Dosis anak-anak:
Dosis awal 5 mg/kg BB sehari dibagi dalam 2-3 dosis.
Dosis pemeliharaan: 4-7 mg/kg BB sehari.
Anak usia lebih dari 6 tahun dapat diberikan dosis minimal dewasa (300 mg sehari).
FARMAKOKINETIKA: - Kontraindikasi : Hipersensitivitas hydantoin,
ibu hamil dan menyusui, diabetes mellitus,
- Absorpsi : Lambat secara oral, namun 92% penyakit hepatic, penyakit jantung.
terabsorpsi secara intramuskular - Efek samping : depresi pada SPP sehingga
- Distribusi : Banyak terikat pada protein serum mengakibatkan lemah, gangguan pengelihatan,
(90%) terutama albumin dan mengantuk
- Metabolisme : 95% metabolisme di hati oleh
sitokrom P450, isoform CYP2C9/10 dan sebagian
kecil pada CYP2C19, metabolit utama : turunan
parahidroksifenil (inaktif), T1/2:6-24 jam pada
konsentrasi plasma 10 μg/ml, tetapi meningkat jika
konsentrasi lebih tinggi.
- Ekrskresi : Banyak diekskresi pada empedu sebagai
metabolit yang diserap dalam usus dan
diekskresikan dalam urin.
Mekanisme:
- Seperti phenytoin, carbamazepine menunjukkan aktivitas melawan pada
maximal electroshock seizures
- Menghambat saluran Na+ pada konsentrasi terapi
- Dapat menstabilkan membran neuron yang hiperaktif, menghalangi
kerusakan neuron yang berulang dan mengurangi perambatan sinaptik
impuls yang berasal dari luar
Indikasi: seizure parsial dan seizure tonik-klonik
Dosis dewasa:
- 1-2 g / hari, dosis lebih tinggi diberikan dalam beberapa dosis terbagi
setiap hari.
Dosis anak-anak:
- 15-25 mg / hari
Farmakokinetika: - Kontraindikasi: Hipersensitivitas hydantoin, ibu
hamil dan menyusui, diabetes mellitus, penyakit
hepatic, penyakit jantung
- Absorbsi tiap individu bervariasi, Cmax: 6-8 - Efek samping: depresi pada SPP sehingga
jam mengakibatkan lemah, gangguan pengelihatan,
dan mengantuk
- Pemberian obat setelah makan →
memperlambat absorbsi → membantu pasien
mentolerir dosis harian total yang lebih besar
- Distribusi terjadi secara perlahan, Vd: 1L/kg
- 70% obat terikat dengan protein plasma
- Obat dimetabolisme menjadi beberapa
turunan, salah satunya
carbamazepine-10,11-epoxide, yang memiliki
aktivitas antikonvulsan
Mekanisme:
- Memblok perambatan sinyal listrik yang abnormal di neuron
- Memanjangkan recovery dari kanal Na
- Pada konsentrasi rendah → menghambat GABA transaminase di otak
sehingga memblok degradasi GABA dan menstimulasi glutamate
dekarboksilase (GAD) → jumlah GABA di otak meningkat
Indikasi: terapi tunggal atau terapi tambahan pada pengobatan partial seizure
(elementary dan kompleks) dan absence seizure (petit mal seizure).
Dosis:
- 25-30 mg/kg per hari, ada beberapa pasien yang memerlukan 60 mg/kg
atau lebih per hari
Farmakokinetika: Efek Samping :
- Toksisitas valproat berupa gangguan saluran
cerna, sistem saraf, hati, ruam kulit, dan
- Obat di absorbsi baik dalam bentuk oral alopesia.
dengan bioavailabilitas >80%. - Gangguan cerna berupa anoreksia, mual, dan
- Mencapai peak maksimal (Cmax) dalam 2 jam. muntah terjadi pada 16% kasus.
- Absorbsi sangat baik pada kondisi perut - Efek terhadap SSP berupa kantuk, antaksia dan
tremor, menghilang dengan penurunan dosis.
kosong.
- Efek toksik menurun saat pemberian obat
setelah makan.
- Asam valproat 90% terikat pada protein
plasma, meskipun ikatan fraksi agak berkurang
pada kadar darah lebih dari 150 mcg / mL.
Mekanisme

- Meningkatkan aktivitas dari reseptor GABAA


dengan meningkatkan afinitas GABA terhadap
reseptornya agar kerja GABA meningkat.
Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion
klorida akan terbuka

- ion klorida akan lebih banyak yang masuk ke


dalam sel → hiperpolarisasi sel

- sel neuron akan lebih stabil dan tidak mudah


melepaskan listrik
Mekanisme:
- Memblok perambatan sinyal listrik yang abnormal di neuron
- Memanjangkan recovery dari kanal Na
- Pada konsentrasi rendah → menghambat GABA transaminase di otak
sehingga memblok degradasi GABA dan menstimulasi glutamate
dekarboksilase (GAD) → jumlah GABA di otak meningkat
Indikasi:
- Clonazepam dan clobazam: seizure parsial dan myoclonic pada anak-anak
- Diazepam: seizure tonic-clonic
Dosis:
- Clonazepam (1,5 mg per hari untuk orang dewasa dan 0.01-0.03 mg/kg
untuk anak-anak) maksimal dosis untuk orang dewasa 20 mg per hari dan
0.2 mg/kg untuk anak-anak.
Farmakokinetika: Efek Samping :
- Kantuk, lesu, ataksia, otot tidak terkoordinasi,
perubahan perilaku terutama pada anak-anak
- Umumnya benzodiazepin memiliki waktu (agresif, hiperaktif, sulit konsentrasi)
paruh yang panjang (mis. diazepam t1 / 2 =
20-80 jam)
- Absorbsi: Diserap dengan cepat dan sempurna
dari saluran GI
- Distribusi: Melintasi plasenta dan memasuki
ASI.
- Metabolisme: Metabolisme hati yang ekstensif
melalui konjugasi glukuronida dan sulfat
- Ekskresi: Melalui urin sebagai metabolit bebas
atau terkonjugasi. Waktu paruh eliminasi:
Kira-kira 20-40 jam.
Mekanisme:
- Bekerja pada channel modulatory sites GABA receptor serta dapat
meningkatkan GABA mediated inhibitory effects dengan meningkatkan
durasi terbukanya kanal Cl−
Indikasi:
- Epilepsi yang terjadi pada neonatal atau ketika pasien tidak merespon
dengan obat AED lainnya; seizure tonic-clonic dan parsial
Dosis:
Fenobarbital :
- Oral : 60-180 mg (malam), anak 5-8 mg/kg bb/hari.
- Injeksi intramuskular/intravena 50-200 mg, ulang setelah 6 jam bila perlu,
maksimal 600 mg/ hari.
Farmakokinetika: Kontraindikasi: Depresi pernapasan berat, porfiria
intermiten akut. Ggn hati dan ginjal berat
Efek samping: Lesu, kantuk, depresi, hiperaktif pada
- Absorbsi: Mudah diserap dari saluran GI.
anak-anak
Waktu untuk konsentrasi plasma puncak:
Kira-kira 2 jam (oral); w / dalam 4 jam (IM).
- Distribusi: Melintasi plasenta; memasuki ASI.
Pengikatan protein plasma: Sekitar 45-60%.
- Metabolisme: Menjalani metabolisme hati
parsial melalui hidroksilasi dan konjugasi
glukuronida.
- Ekskresi: Melalui urin (sekitar 25% sebagai
obat tidak berubah). Waktu paruh plasma:
Sekitar 75-120 jam.
Mekanisme:
- Mekanisme kerja ethosuximide adalah dengan mengurangi
Ca2+ flow melalui penghambatan saluran kalsium tipe-T
- Terhambatnya kanal akan mengurangi masuknya Ca2+ tipe T
Indikasi:
- Kejang absans sederhana; dapat juga digunakan pada kejang
mioklonik dan pada absans atipikal, atonik, dan kejang tonik.
Dosis:
- Dewasa : Awal 500 mg / hr dlm 2 dosis terbagi, dpt ditingkatkan
dg peningkatan 250 mg dg interval 4-7 hari. Dosis biasa: 1-1,5 g
/ hr dlm 2 dosis terbagi. Maks: hingga 2 g setiap hari.
- Anak : <6 thn Awal, 250 mg / hr, dpt ditingkatkan bertahap dg
bertahap tiap beberapa hr sampai dosis biasa 20 mg / kg BB / hr.
Maks: 1 g setiap hari; ≥6 thn Sama dengan dosis dewasa.
Farmakokinetika: Efek samping: Mual, muntah, ketidakseimbangan
tubuh, mengantuk, gangguan pencernaan, goyah
(tidak dapat berdiri tegak), pusing , dan cegukan
- Absorpsi: Mudah diserap dari saluran GI.
Waktu untuk konsentrasi serum puncak: 1-7
jam.
- Distribusi: Tersebar luas ke seluruh tubuh.
Melintasi plasenta dan memasuki ASI. Volume
distribusi: 0,7 L / kg.
- Metabolisme: Dihidroksilasi secara ekstensif di
hati menjadi 3 metabolit tidak aktif.
- Ekskresi: Melalui urin (terutama sebagai
metabolit; 12-20% sebagai obat tidak
berubah). Waktu paruh eliminasi: 50-60 jam.
Kalia, L. V, Kalia, S. K., & Salter, M. W. (2008). NMDA receptors in clinical neurology: excitatory times ahead. The Lancet Neurology, 7(8), 742–755. https://doi.org/10.1016/S1474-4422(08)70165-0
● Indikasi

● Dosis



● Kontraindikasi

● Efek Samping:

● Interaksi Obat
Lullman, H., Hein, L., Mohr, K., & Bieger, D. (2005). Color atlas of pharmacology (3rd ed.). Stuttgart: Thieme.
● Indikasi

● Dosis



● Kontraindikasi
● Efek Samping

● Peringatan

● Interaksi Obat
Katzung, B.G.,& Trevor, A.J. (2012). Basic & Clinical Pharmacology
(12th ed). United States: McGraw-Hill Education
● Indikasi

● Dosis

● Efek Samping
● Interaksi Obat


Whalen, K., Finkel, R., & P, T. A. (2015). Lippincott Illustrated Reviews Pharmacology. Wolters Kluwer.
Whalen, K., Finkel, R., & P, T. A. (2015). Lippincott Illustrated Reviews Pharmacology. Wolters Kluwer.


Beberapa obat antiepilepsi meningkatkan
metabolisme kontrasepsi hormonal, berpotensi
membuatnya tidak efektif. Ini termasuk fenitoin,
fenobarbital, karbamazepin, topiramate, oxcarbazepine,
rufinamide, dan clobazam. Obat-obat ini meningkatkan
metabolisme kontrasepsi terlepas dari sistem
pengiriman yang digunakan (misalnya, patch, implan,
dan tablet oral)

Whalen, K., Finkel, R., & P, T. A. (2015). Lippincott Illustrated Reviews Pharmacology. Wolters Kluwer.
Obat-obat untuk seizure paling banyak memiliki
efek teratogenik sehingga lebih baik tidak digunakan
untuk pada pasien yang hamil. Apabila memang
membutuhkan obat-obatan tersebut, maka obat
tersebut harus ditambahkan dengan asam folat.

Taufiqurrohman, A., Nuradyo, D., & Harsono, H. (2009). Manajemen Epilepsi Pada Kehamilan. JKKI : Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia, 1(1), 53–61.
Taufiqurrohman, A., Nuradyo, D., & Harsono, H. (2009). Manajemen Epilepsi Pada Kehamilan. JKKI : Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia, 1(1), 53–61.
Lullman, H., Hein, L., Mohr, K., & Bieger, D. (2005). Color atlas of pharmacology (3rd ed.). Stuttgart: Thieme.

Katzung, B.G.,& Trevor, A.J. (2012). Basic & Clinical Pharmacology (12th ed). United States: McGraw-Hill
Education

Kalia, L. V, Kalia, S. K., & Salter, M. W. (2008). NMDA receptors in clinical neurology: excitatory times ahead.
The Lancet Neurology, 7(8), 742–755. https://doi.org/10.1016/S1474-4422(08)70165-0

Dipiro.JT. (2009). Pharmacoterapy Handbook 7th edition. New York: Mc Graw Hill.

Finkel R., Richard A. Harvey, Michelle A Clark, Jose A. Rey., Karen Whalen. (2015). Lippincott's Illustrated
Reviews: Pharmacology 6th Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.

Kennard, C., et al. (2013). Oxford Textbook of Epilepsy and Epileptic Seizures. Oxford Textbook in Clinical
Neurology. United Kingdom: Oxford University Press.

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-4-sistem-saraf-pusat/48-epilepsi/481-antiepilepsi/vigabatrin

Anda mungkin juga menyukai