Anda di halaman 1dari 55

Obat Simpatolitik

Dian Fauziah Lestari 1606948972


Maulana Nurhadi 1506733781
Maya Damayanti Rahayu 1606948991
Rhanda Rumana 1506722001
Tia Andriani Lestari 1506726965
• Obat- obatan yang menghambat interaksi
norepinefrin, epinefrin, dan simpatomimetik
lainnya dengan α dan β reseptor disebut
antagonis reseptor adrenergik atau
simpatolitik.
• Antagonis Reseptor Adrenergik (Simpatolitik)
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
antagonis reseptor α dan antagonis reseptor β.
Reseptor α(α- Blockers)
• Antagonis reseptor α adrenergik memiliki
spektrum spesifisitas farmakologis yang luas dan
secara kimia bersifat heterogen. Beberapa obat ini
memiliki afinitas yang jelas berbeda terhadap
reseptor α1 dan α2. Sebagai contoh, prazosin jauh
lebih kuat dalam menghalangi α1 dari reseptor α2
(yaitu, α1 selektif), sedangkan yohimbine adalah
α2 selektif; phentolamine memiliki afinitas yang
sama untuk kedua subtipe reseptor ini.
Antagonis Reseptor α1 Selektif
Menghambat pegikatan Relaksasi otot polos di
norepinefrin dengan reseptor α kandung kemih dan
di otot polos kelenjar prostat

Relaksasi sistem vaskular tunika


media Menurunkan retensi
urin
Stimulasi saraf simpatis

Vasodilatasi pembuluh darah

Penurunan TPR dan stroke


volume

Tekanan darah
α1-Selective Receptor Antagonist

• Prazozine • Urapidil
Kuinazolin

Obat lain
• Terazosin • Indoramin
• Doksazosin
• Alfuzosin
• Tamsulosin
• Benazosin
Antagonis Reseptor α2 Selektif

Menghambat respon α2 reseptor pada SSP

Meningkatkan sekresi norepinefrin

Berikatan dengan reseptor β₁

Meningkatkan tekanan darah dan frekuensi jantung

Meningkatkan aktivitas motorik dan menimbulkan tremor


Antagonis Reseptor α Non-selektif

Ada 2 kelompok:
• Haloalkilamin (e.g. fenoksibenzamin dan
dibenzamin)
• Imidazolin (e.g. fentolamin dan tolazolin)

Obat golongan ini memiliki farmakodinamik


yang serupa
Reseptor β (β Blockers)

• merupakan antagonis dari norepinefrin dan


epinefrin di β-adrenoreseptor
• Memiliki efikasi untuk hipertensi, penyakit
jantung iskemik, gagal jantung, dan aritmia.
• Menghasilkan efek berlawanan dari agonis β-
adrenergik reseptor.
Non-selective (first generation)
• Obat yang menghambat
efek sistem simpatis yang
dapat berikatan dengan β1
dan β2 adrenergic receptors
→ memiliki afinitas yang
sama besar pada receptor
β1 dan β2.
β1 selective (second generation)
• Obat yang menghambat
efek sistem simpatis yang
berikatan dengan β1
adrenergic receptors →
memiliki afinitas yang lebih
besar pada receptor β1
dibanding β2.
• Cenderung bekerja di
cardiovascular system
(kardioselektif)
Non-selective dan β1 selective
with additional cardiovascular
action (third generation)
• Obat yang menghambat
efek sistem simpatis yang
memiliki efek tambahan
pada cardiovascular system
(vasodilation).
• Non-selective → berikatan
dan memblok β dan α1
adrenergic receptor
sekaligus.
Sifat Farmakokinetik Antagonis Reseptor β
• Sebagian besar diserap baik setelah pemberian
oral
Absorbsi • Konsentrasi puncak 1-3 jam setelah ingesti
• Tersedia sediaan lepas lambat propanolol dan
metoprolol

• Bioavailibilitas propanolol rendah dan dapat


Bioavailibilitas ditingkatkan dengan meningkatkan dosis

• Antagonis β memilki Vd yang besar


• Vd propanolol 270 L/ 70 kg
Distribusi dan • Sebagian besar t1/2 antagonis β 3-10 jam
Clearance • Kecuali Esmolol t1/2 nya 10 menit
• Nadolol memiliki t1/2 paling lama (lebih dari 24
jam)
Afinitas terhadap β1 maupun
β2

Aktivitas Simpatomimetik
Intrinsik

Antagonis Blokade reseptor α


reseptor β-
adrenergik dapat
dibedakan Kelarutan dalam lipid
berdasarkan
Kemampuan untuk
menginduksi vasodilatasi

Parameter farmakokinetik
lainnya
HIPERTENSI
Penentu Tekanan darah
HOMEOSTASIS TEKANAN DARAH
• Jika tekanan arteri meningkatrangsangan ke
baroreseptor medulla oblongata (pusat
vasomotor) jantung diperintah mengurangi
aktivitas  bradikardi dan vasodilatasi pembuluh
darah  tekanan arteri menurun untuk
menormalkan tekanan darah

• Jika tekanan arteri menurun rangsangan ke


baroreseptormedulla oblongata  jantung
diperintah meningkatkan aktifitas dan vasokontriksi
pembuluh darah  tekanan arteri meningkat untuk
menormalkan tekanan darah
Efek Saraf Simpatis Pada Hipertensi
HIPERTENSI
• Merupakan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah systolic
(TDS) maupun tekanan darah diastolic (TDD) .
• Tipe hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Hipertensi esensial : Hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui.
b. Hipertensi sekunder : Hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit lainnya
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI
a. Hipertensi esensial : Genetik, keturunan, lingkungan,
sistem renin angiotensin, sistem saraf otonom, merokok,
alkohol, obesitas

b. Hipertensi sekunder :
1. Hipertensi renal (penyakit ginjal)
2. Hipertensi neurogonik yang disebabkan kerusakan pusat
vasomotor sehingga cairan serebrospinal meningkat
3. Hipertensi endokrin disebabkan oleh kerusakan kelenjar
endokrin
4. Hipertensi kardiovaskuler disebabkan penyempitan aorta
Patofisiologi

Sistem saraf NE berinteraksi dengan Menaikkan


simpatis reseptor α1 menyebabkan resitensi
melepaskan NE kontraksi otot polos pada pembuluh darah
arteri dan arteriol

Baroreseptor tidak
Menaikkan Tekanan Menaikkan
merespon karena
Darah (Hipertensi) Resitensi Perifer
tekanan darah
terlalu tinggi
Kontraksi Otot Polos karena NE
Pengobatan

1. Antagonis α1
 Antagonis selektif α1 menghambat
reseptor α1 dipembuluh darah terhadap
efek vasokontriksi NE sehingga terjadi
dilatasi arteriol dan vena
 ↓resistensi perifer sehingga ↓tekanan
darah
 Tidak memblokade α2 karena afinitas α1>
α2
 Contoh Obat: Prazosin, terazosin,
doksazosin, trimazosin, dan bunazosin
2. Antagonis Non Selektif
 Tidak selektif sehingga mengikat
kedua reseptor α1 dan α2
 Curah jantung meningkat karena
efek reflex dan karena beberapa
penyekatan α2 pada saraf
simpatis jantung
 Contoh obat : fentolamin,
fenoksibenzamin.
3. Antagonis β non selektif

- Penghambatan dilakukan baik di β1 dan β2


- Mekanisme 1: Obat golongan ini memblok reseptor
β1 untuk menghambat produksi renin oleh
katekolamin. Jika renin dihambat maka angiotensin I
dan II tidak akan terbentuk dimana angiotensin I dan
II berperan dalam vasokonstriktor arteri. Hal ini
mengakibatkan tekanan darah dapat diturunkan
- Mekanisme 2 : Menurunkan curah jantung akibat
memblok β1 di jantung sehingga menurunkan
tekanan darah

With beta blocker


Farmakokinetik
Antagonis α1
• Derivat kuinazolin seperti: Prazosin, terazosin, doksazosin, trimazosin, dan bunazosin
• Farmakokinetik
- Semua derivat kuinazolindiabsorbsi dengan baik pada pemberian oral, terikat kuat
pada protein plasma (terutama α1 glikoprotein)
- Mengalami metabolisme yang ekstensif di hati dan hanya sedikit yang diekskresikan
utuh melalui ginjal.
- Perbedaan utama terletak pada waktu paruh eliminasi.
Prazosin, trimazosin, dan bunazosi  2-3 jam sehingga harus diberikan 2-3 kali
sehari.
Terazosin  jam sehingga harus diberika 1-2 kali sehari.
Dokazosin  20-22 jam diberikan 1 kali sehari
• Sediaan
Semua diberikan oral
• Efek Positif
- Mempunyai pengaruh pada serum lipid yaitu menurunkan low density lipoprotein
(LDL) dan trigliserida ketika meningkatkan high density lipoprotein (HDL).
- Mempunyai pengaruh pada sel pertumbuhan
• Efek Samping
Pusing (hipotensi postural), sakit kepala, ngantuk, palpitasi, edema perifer dan
nausea.

Antagonis Non Selektif α


• Contoh obat: Fenoksibenzamine
• Mengikat reseptor α1 dan α2 (non selektif)
• Sediaan: Diberikan peroral dengan dosis rendah 10-20 mg/ hariyang dapat
dinaikkan sesuai efek yang diinginkan.
• Farmakokinetik: Absorbsi pada saluran cerna hanya 20-30%. Waktu paruh kurang
dari 24 jam, lama kerja tergantung kecepatan sintesis reseptor α.
• Efek Samping: hipotensi postural, disertai efek takiardi dan aritmia lainnya.
• Penggunaan utama untuk feokromositoma (tumor anak ginjal yang melepaskan
sejumlah NE dan E)
Antagonis Non Selektif β

Propranolol Absorption, Fate, Excretion


– Merupakan β-blocker • Propranolol bersifat lipofilik
nonselektif yang berinteraksi dan terabsorpsi seluruhnya
dengan reseptor β1 and β2 setelah pemberian oral
dengan afinitas yang sama, • Volume distribusi 4 L/kg
tidak memiliki aktivitas • Hanya 25% obat yang
simpatomimetik intrinsik mencapai sirkulasi sistemik
dan tidak memblok reseptor karena sebagian besar
α. dimetabolisme setelah
melewati sirkulasi portal
Efek Samping
Bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan konduksi,
bronkospasme, vasokonstriksi perifer, gangguan saluran
cerna, fatigue, gangguan tidur.
Angina Pektoris
• Suatu keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan oksigen jantung. Besarnya
kebutuhan oksigen jantung ditentukan oleh
frekuensi denyut jantung, tegangan dinding
ventrikel kiri, dan kontraktilitas miokard.
• Penyebab umumnya adalah aterosklerosis.
• Nyeri hebat di bagian jantung akibat respon
terhadap suplai oksigen yang tidak memadai.
• Secara fisiologis, saat beban kerja berat
kebutuhan oksigen meningkat denyut
jantung meningkat arteri koroner akan
berdilatasi mengalirkan lebih banyak darah
yang mengandung oksigen ke otot jantung.
Patofisiologis
kebutuhan oksigen
Arteri coroner
tidak dapat yang meningkat
menyempit karena
berdilatasi tidak dapat
aterosklerosis
terpenuhi

myocardial
produksi asam sel miokardium ischemia
menggunakan hasil
laktat di daerah glikolisis anaerob
(penurunan suplai
jantung untuk sumber energi oksigen oleh
jantung)

angina pektoris
Mekanisme Beta Blocker
Obat beta-blocker mempengaruhi efek hormon
epinephrine dan norepinephrine pada jantung dan organ
lainnya. Beta-blocker mengurangi denyut jantung pada
saat istirahat. Selama melakukan aktivitas, Beta-blocker
membatasi peningkatan denyut jantung sehingga
mengurangi kebutuhan akan oksigen.

Blokade
Arteri Penurunan Kebutuhan
Beta
koroner denyut oksigen
adrenergik
berdilatasi jantung berkurang
reseptor
Pengobatan
Nadolol
• Nadolol memiliki afinitas
Absorption, Fate, Excretion
yang sama terhadap
• Nadolol sangat larut dalam air
reseptor β1 dan β2 dan tidak seluruhnya terabsorpsi
• Memiliki waktu paruh yang dari usus
panjang, yaitu 12-24 jam. • Bioavailabilitasnya sekitar 35%
Dalam plasma memiliki • Memiliki konsentrasi yang rendah
waktu paruh sekitar 20 jam di otak bila dibandingkan dengan
β-blocker larut lipid lainnya
• Penggunaan: hipertensi, • Nadolol tidak dimetabolisme
angina pektoris secara lengkap dan cukup banyak
yang diekskresi secara utuh
melalui urine
Efek Samping
Bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan konduksi,
bronkospasme, vasokonstriksi perifer, gangguan saluran
cerna, fatigue, gangguan tidur.
Glaukoma
Penyakit yang ditandai dengan suatu neuropati
optik yang mengakibatkan hilangnya lapang
pandang karena tidak normalnya tekanan intra
okuler (TIO) pada mata.

TIO normalnya 10-21 mmHg .


Tekanan intra okuler (TIO) dipengaruhi oleh humor akuos.

Humor akuos merupakan sumber nutrisi dari lensa dan


kornea berupa cairan jernih yang secara aktif disekresi oleh
badan siliaris dan mengisi bilik mata depan dan belakang.
Humor akuos diproduksi di badan siliary. Humor akuos ini akan dialirkan dari bilik mata

belakang ke bilik mata depan (anterior chamber) dan keluar dari mata lewat jalur

trabekular dan uveosklera. Jika cairan humor akuos ini tidak dapat keluar dari mata,

misalnya karena adanya penyumbatan pada bagian pupil dan kornea. Maka tekanan intra

okuler akan meningkat. Sehingga memungkinkan untuk terjadinya glaukoma


• Pada badan siliari, terdapat
sel epitel siliar tak
berpigmen yang
mempunyai reseptor α dan
β.
• Pada sistem simpatis,
adanya neurotransmitter
akan berikatan pada
reseptor α dan β yang akan
memberikan efek fisiologi
yang berbeda juga.

Sel epitel siliar tak berpigmen


Jumlah produksi akuos oleh badan siliaris

A
B
β adrenergic antagonist
• Agen terapeutik utama untuk mengobati glaukoma
• Memblok β reseptor dan mereduksi produksi
humor akuos.
• Obat yang digunakan β non selektif:
- timolol
- levobunolol
- metoprolol
- carteolol
Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

• BPH adalah pembesaran jinak dari kelenjar prostat.


• Prostat terletak mengelilingi urethra posterior,
pembesaran dari prostat mengakibatkan urethra pars
prostatika menyempit dan menekan dasar kandung kemih
• Penyempitan ini menghambat keluarnya urine.
• Untuk dapat mengeluarkan urin, kandung kemih harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yag terus menerus menyebabkan perubahan
anatomi kandung kemih , dimana perubahan struktur ini
oleh penderita dirasakan sebagai keluhan /gejala LUTS.
(Lower urinary Tract Symtoms)
Gejala

Dibagi dua yaitu gelaja obstruktif dan gelaja iritatif:


a. Gejala Obstruktif
1. Hesitansi yaitu memulai fase berkemih yang lama dan
kadang disertai mengejan
2. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing saat
BAK
3. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir BAK
4. Pancaran lemah yakni kelemahan keluaran dan kaliber
pancaran detrusor memerlukan waktu untuk dapat
melampaui tekanan di uretra
5. Rasa tidak puas saat berkemih
b. Gejala Iritasi
1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang
sulit di tahan
2. Frekuensi yaitu BAK lebih sering dari biasanya
3. Disuria yaitu nyeri pada BAK

Obstruktif oleh BPH tidak hanya disebabkan oleh adanya


massa prostat (merupakan komponen statis)
menyumbat urethra posterior tetapi juga disebabkan
oleh peningkatan tonus otot polos (komponen dinamis)
Perbandingan prostat normal dan BPH
Persebaran reseptor
alfa
• Reseptor α1A
terdapat pada otot
polos stroma
• Prostat, Reseptor α1B
terletak pada otot
polos arteri dan vena
• Prostat α 1D yang
terletak di bladder
body dom
Patofisiologi

Terbentuk enzim 5-α DHT


Berkurangnya reduktase yang merangsang
produksi memproduksi pertumbuhan
testosteron testosterone menjadi prostat
dihidrotestosteron (DHT)
yang lebih aktif

Menyumbat uretra
sehingga untuk
Masa otot polos
mengeluarkan urin
BPH menjadi lebih besar
kontraksi otot
polos lebih kuat
Mekanisme Antagonis α1
• Pada BPH terjadi resistensi keluarnya urin , hal ini disebabkan
meningkatnya massa otot polos dan α reseptor adrenergic
memedasi peningkatan tonus otot polos di prostat dan neck
bladder.
• Antagonis α1 berfungsi memblokade reseptor α1 sehingga otot
polos berelaksasi dan menurunkan resistensi aliran urin
• Contoh Obat: Prazosin (Farmakokinetik dan efek sudah
dijelaskan diatas).
Pheochromocytoma
Pengertian

• Pada umumnya tumor ini muncul di medulla adrenal dan


neuron simpatis yang menyebabkan pelepasan
katekolamin dalam jumlah besar ke sirkulasi.

Akibat

• Pelepasan katekolamin menyebabkan


peningkatan tekanan darah  Hipertensi
http://hyper.ahajournals.org/content/38/1/6.figures-only
• Pheochromocytoma dapat diatasi dengan
pengangkatan jaringan tumor yang berada di
medula ginjal.
• Diberikan obat antagonis α adrenergik untuk
meredakan gejala hipertensi yang
ditimbulkan.
PENGGUNAAN TERAPI
Feokromositoma

tumor medula adrenal atau sel ganglion simpatis

tumor ini mengeluarkan katekolamin (NE dan Epi)

peningkatan kadar katekolamin dalam plasma urin

hipertensi, nyeri kepala, berdebar-debar dan berkeringat

 
Whalen, Karen. Lippincott Illustrated Reviews:
Pharmacology. pg. 96
Derivat Imidazolin

Untuk Pasien Nonselektif yang


Feokromositoma kompetitif, memiliki
dengan komplikasi afinitas yang sama untuk
Hipertensi reseptor α1 dan α2

Efeknya pada sistem


Menurunkan
kardiovaskuler mirip
sekali dengan fenoksi
resistensi perifer
benzamin (blokade α1 dan α2)
Phentolamine juga dapat
memblokir reseptor untuk 5-HT, dan
hal itu menyebabkan pelepasan
histamin dari sel mast;
phentolamine juga blok kanal K +
(McPherson, 1993)
DAFTAR PUSTAKA
 
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4.
Edward JN Ishac, Ph.D. Pharmacology of the Sympathetic Nervous System II. Department of Pharmacology
andToxicology Medical College of Virginia, Campus of Virginia Commonwealth University Richmond,
Virginia, USA
Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
Goodman, L.S., Gilman A., 2006. The Pharmacological Basic of Therapeutics 11 th Ed., San Fransisco: McGraw-
Hill
Katzung, B,G, Susan B. Masters, Anthony J. Trevor, 2012, Basic and Cinical Pharmacology, Edisi 12
Nash, D,T, 1990, Alpha-Adrenergic Blocker: Mechanism of Action, Blood Pressure control and Effect on
Lipoprotein Metablolism, Clin. Cardiol Vol 13, 764-772
Riyanto, H., Nurwasis, & Rahardjo. 2007. Penggunaan Brimodin (Agonis Alfa-2 Adrenergik) Sebagai Terapi
Galukoma. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Vol. 5
Saxena, R., Prakash, J., Mathur, P., & Gupta S.K. 2002. Pharmacotherapy of Glaucoma. Indian Jurnal of
Pharmacology. 35: 71-85
Shah, S,D, 2014, Role of Alpha Blocker in Hypertension with Benign Prostatic Hyperplasa, Journal of The
Association of Physicians of India. Vol 62.
Sherwood L, Cengage Learning (Firm). 2010 Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed. Cengage
Learning. Australia.
Sherwood, L. 2010. Human Physiology, Edisi 7, Departmen of Physiology and Pharmacology School of
Medicine West Virginia University
Silverthorn, D. 2012. Human Physiology. 6th ed. San Francisco, Calif Benjamin Cumming. Pearson Education.
London
Siswandono, B. S. 2000. Kimia Medisinal, Edisi 2, Airlangga University Press, Surabaya.
Tjay, T.H. & Rahardja, K. 2013. Obat-obat penting Khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Gramedia.
Jakarta
guanethidine

metyrosine

Reserpine
Cocaine

Anda mungkin juga menyukai