Anda di halaman 1dari 17

Simpatolitik atau adrenolitika adalah zat-zat yang melawan sebagian atau seluruh aktivitas

susunan saraf simpatis. Misalnya Simpatolitik meniadakan vasokonstriksi yang ditimbulkan oleh
aktivitas reseptor-alfa akibat adrenolitika.

Berdasarkan  mekanisme dan titik kerjanya, Simpatolitik dapat dibagi menjadi 3 kelompok,


yakni zat-zat penghambat reseptor Simpatolitik ( alfa-blockers dan beta-blockers ) dan zat-zat
penghambat neuron adrenergis.

Simpatolitik yang bekerja di pusat menurunkan respons simpatetik dari batang otak ke pembuluh
darah perifer. Golongan obat ini memiliki efek minimal terhadap curah jantung dan alirab darah
ke ginjal. Obat-obat golongan ini meliputi metildopa, klinidin, guanabenz dan guanfasin.

1. Metildopa adalah satu dari obat yang pertama dipakai secara luas untuk mengontrol
hipertensi.
2. Guanabenz dan guanafasin adalah simpatolitik bekerja di pusat dan memiliki efek yang
mirip dengan klonidin. Ia rebound hipertensi seperti kegelisahan, takardia, tremor, sakit
kepala, dan peningkatan tekanan darah. Kemungkinan timbulnya hipertensi rebound pada
pemberan guanabenz dan guafasin lebih kecil. Golongan obat ini dapat menimbulkan
retensi garam natrium dan air, sehingga menimbulkan edema perifer. Bisa diberikan
diuretik dengan metildopa atau klonin untuk menurunkanretensi air dan natrium (edema).
Klien ynag hamil atau kemungkinan akan hamil harus menghindari klonidin. Metil dopa
sering dipakai untuk mengobati hipertensi kehamiln atau hipertensi kronik.

Berdasarkan tempat kerjanya, obat-obatan ini dibagi atas tiga golongan, yaitu (1) Bloker
adrenoreseptor, (2) bloker saraf adrenergik, dan (3) bloker adrenergik sentral.

BLOKER ADRENORESEPTOR
Bloker adrenoreseptor adalah obat yang bekerja menempati reseptor adrenergik sehingga
menghambat interaksi obat adrenergik dengan reseptornya dan mengakiatkan kerja adrenergik
pada sel efektoenya dihambat. Dengan demikian, obat-obat ini menghambat respons sel efektor
adrenergik terhadap perangsangan saraf simpatik dan terhadap obat adrenergik terhadap obat
adrenergik eksogen.
Sesuai dengan jenis reseptorna, bloker adrenoreseptor dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1.      alfa-blockers ( α-simpatolitika)
Zat-zat ini memblokir reseptor-alfa yang banyak terdapat di jaringan otot polos dari kebanyakan
pembuluh , khususnya dalam pembuluh kulit dan mukosa.Efek utamanya digunakan pada
hipertensi dan hipertrofi prostate. Alfa bloker umumnya memiliki efek samping yaitu, hipotensi
postural. Prazosin yang digunakan pada gagal jantung (dekopensasi) dan pada penyakit raynaud.
Ada 3 jenis alfa-blockers:
         Zat- zat tak selektif :  fentolamin (regitine).khususnya digunakan untuk diagnosa dan terapi
hipetensi tertentu (feochromo), juga untuk gangguan ereksi sebagai injeksi intracaverneus
(bersama papaverin : Androskat)
          α-blockers selekif : derivate quinazolin (prazosin,terazosin,tamsulosin dan lain-lain)
serta urapidil.pengunaannya sebagai oat hipertensi dan pada hiperplasia prostate.
         α2-blockers selekif: yohimbin ,yang digunakan sebagai obat pengugah syahwat
(aphrodisiacum). Obat yang termasuk alfa-bloker
atau bloker reseptor alfa
antara lain adalah derivat haloalkilamin, derivat imidazolin,
prazosin, derivat alkaloid ergot, dan yohimbin. Obat ini bekerja
dengan blokeran kompetitif NE pada  alfa reseptor. Pemakaian yang
lama dapat mengenduksi desensitasi reseptor.
Derivat Haloalkilamin
Obat yang termasuk golongan ini adalah fenoksibenzamin dan dibenamin. Fenoksibenzamin
mempunyai potensi 6-10 kali dibenamin.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja. Dalam darah, senyawa ini terurai menjadi etilenimonium yang mempunyai
efek inhibisi kompetitif yang reversible. Selanjutnya, etilenimonium akan terurai membentuk ion
karbonium yang sangan reaktif sehingga membentuk ikatan kovalen yang stabil dengan alfa
adrenoreseptor, yang mempunyai hambatan nonkompetitif dan ireversible. Dengan mekanisme
kerja ini, golongan obat ini memiliki efek kerja yang lambat dan masa kerja lama. Oleh karena
itu, golongan obat ini disebut alfa bloker nonkompetitif dengan masa kerja lama.
Fenoksibenzamin merupakan α1-bloker dengan selektivitas sedang.

Efek pada Organ

1)      pada SSP, menimbulkan efek sedativ atau stimulansi, mual dan muntah.
2)      Pada mata, menimbulkan efek miosis
3)      Pada kardiovaskuler, terjadi sedikit penurunan tekanan darah diastolik,
tetapi pada waktu bediri atau pada penderita hipovolemia penurunan
tekanan darah sistolik dan diastolik lebih hebat sebagai akibat blokade
refleks vasokontriksi, blokade pressor respons NE dan Epinefrin.
4)      Pada saluran cerna, terjadi peningkatan motilitas dan sekresi kelenjar.
5)      Pada saluran kemih-kelamin, terjadi gangguan ejakulasi, dan penurunan
tonus sfingter.
6)      Efek metabolik, terjadi peningkatan pembebasan insulin.
Farmakokinetik
Derivat haloalkalin diabsorpi dengan baik semua tempat, tetapi karena efek
iritasi lokalnya hanya diberikan secara oral atau IV. Fenoksibenzamin per
oral diabsorpsi dalam bentuk aktif sebanyak 20-30% saja.fenoksibenzamin
mudah larut dalam lemak dan pemberian dosis besar dapat terjadi
penumpukan dalam lemak. Pada pemberian IV mula kerjanya 1-2 jam.
Waktu paruh hambatan sekitar 24 jam dan masih terlihat efek
hambatannya setelah 3-4 hari. Pemberian obat ini tiap hari dapat menimbulkan efek
kumulatif.
Indikasi klinik
Fenoksibenzamin diindikasikan untuk
1)      Hipertensi sekunder akibat dosis berlebihan agonis adrenergik atau inhibitor MAO.
2)      Freokromositoma, praoperatif diberikan per oral untuk mengatasi hipertensi dan secara IV pada
waktu operasi.
3)      Profilaksi padapenyakit Raynaud.
Efek samping dan Intoksifikasi
         Efek samping alfa bloker berupa takikardi, hipotensi ortostatik, miosis, hidung tersumbat, dan
hambatan ejakulasi. Pada penderita hipovolemia dapat terjadi penurunan tekanan darah yang
hebat.
         Efek samping bukan karena efek blokade reseptor alfa, seperti iritasi lokal, sedativ, perasaan
lemah, dan kelelahan.

Derivat Imidazolin
Derivat imidazolin yang digunakan sebagai alfa bloker adalah fentolamin α1 dan α2- bloker
non selektif dan tolazolin (alfa bloker selektif).

Farmakodinamik
Masa kerja blokeran kompetitifnya lebih pendek dari fenoksibenzamin. Respons terhadap
serotonin juga dihambat. Toksisitasnya lebih besar dari fenoksibezamin. Dosis rendah
menimbulkan vasodilatasi karena kerja langsung pada oto polos pembuluh darah.

Indikasi klinik
Fentolamin (IV atau IM) dan tolazolin (IV,IM, atau SK) digunakan untuk krisis hipertensi yang
disebabkan oleh feokromisitoma. Tolazolin jarang digunakan lagi.
Efek Samping
Efek samping felotomin adalah tolazolin ialah (1) gejala stimulansi pada jantung berupa
takikardi, aritmia, angina; (2) gejala stimulansi saluran cerna berupa nause, muntah, nyeri
abdomen, diare, dan kambuhnya ulkus peptikum.

Prazosin
Prazosin menghambat alfa1 reseptor yang memberikan efek vasodilatasi. Pemberian prazosin
menyebabkan efek reseptor epinefrin berubah menjasi efek depresor dan menghambat efek
presor NE. Prazosin merupakan alfa 1 bloker yang sangat selektif.
Prazosin mengurangi tonus pembuluh darah arteri vena sehingga mengurangi alir dibalik vena
dan curah jantung. Efek hemodinamiknya adalah penurunan kadar arteri’ penurunan tonus arteri
dan vena; serta curah jantung dan tekanan atrium kanan yang hampir tidak beribah, misalnya Na-
nitroprusid.
Penggunaan utamanya ialah untuk pengbatan hipertensi. Selain itu, prazosin juga digunakan
untuk lemah jantung kongestif dan penyakit Raynaud.

2.      Beta-blockers (β-simpatolitika)
Semula beta –blockers digunakan untuk gangguan jantung (aritmia,anginapectoris) guna
meringankan kepekaan organ ini bagi rangsangan, seperti kerja berat, emosi ,strees,dan
sebagainya.Sejak tahun1980-an obat ini terutama digunakan sebagai obat hipertensi, anti
hipertensiva.Obat ini dapat dibagi pula dalam 2 kelompok, yakni :
         zat-zat β1 selektif, yang melawan efek dari stimulasi jantung oleh adrenalindan NA (reseptor -
β1), misalnya atenolol dan metaprolol.
         Zat – zat tak selektif, yang juga menghambat efek bronchodilatasi (reseptor- β2),misalnya
propranolol ,alprenolol,dan sebagainya. Labetolol dan carvedilol merupakan zat-zat yang
menghambat kedua reseptor (alfa+beta).
3.      Penghambat neuron adrenergis
Derivate guanidine (guanetidin ). Zat-zat ini tidak memblok reseptor , melainkan berkerja
terhadap bagian postganglioner dari saraf simpatis dengan jalan mencegah pelepasan
katecholamin. Guanetidin khusus digunakan pada jenis glaukom tertentu.

Tabel 1-1 penggolongan obat simpatolitik atau antiadrenergik berdasarkan cara kerja dan
selektivitasnya.

Bloker Cara kerja subdivisi Sediaan


adrenergik

α – Bloker α1- bloker non- selektif α1-bloker non-          Fenoksibenzamin


selektif          Dibenzamin
non kompetitif          Fentolamin
α1-bloker non-          Tolazolin
selektif kompetitif
α1- bloker selektif derivat kuinazolin *          Prazosin **

         Terazosin

         Doksazosin

         Trimazosin

α2- bloker selektif          Bunazosin


kompetitif antagonis
NE dan Epinefrin          Yohimbin
endogen dan eksogen
β- Bloker pada reseptor β.          Propanolol **
Efek α- bloker ><
agonis adrenergik          Asebutolol

         Anenolol

Bloker Bekerja mengganggu          Guanetin dan


saraf sintesis, simpanan, guanedral
adrenergik dan pelepasan
neurotransmiter di          Reserpin
terminal adrenergik
         Metirosin

Menghambat          Klonidin


perangsangan neuron
adrenergik di SSP          Metildopa

         Antagonis kompetitif α1 sangat selektif, dan sangat poten. Prazosin: afinitas α1= 300X
α2 ; doksazosin: afinitas α1=> 600X α2
** protopine
*** Protopin dan standar untuk ukuran alfa bloker lain.

B.                 Zat-zat tersendiri
      1. Yohimbin
                        Alkaloida ini diperoleh dari kulit pohin corynanathe yohimbe (afrika Barat) dan
pohon Aspidosperma quebracho-blanco (amerika selatan). Kulit pohon tersebut juga
mengandung alkoida lain yaitu ajmalin/corynanthein dan aspidospermin.
            Efek adrenolitisnya agak lemah dan singkat berdasakan blockade selektif dari adrenoreseptor
alfa-2 presinaptis. Dalam dosis rendah dapat meningkatkan tekanan darah, sedangakan pada
dosis lebih tinggi justru menurunkannya. Oleh karena itu ,terjadilah vasodilatasi perifer yang
mengakibatkan penyaluran darah diperkuat ke organ di bawah perut.
            Pengunaannya, secara tradisional digunakan sebagai afrodiakum, untuk memperkuat syahwat
dan mengatasi impotensi (difungsi ereksi). Sering kali obat ini dianggap obsolete,tetapi pada
suatu meta-analisa daritujuh studi, yohimbin ternyata efektif dalam 34-73% dari kasus untuk
menimbulkan ereksi. Perbedaan besar dalam persentase disebabkan oleh populasi penderita
impotensi dari etiologi berlainan. Vasodilatasi dibadan pengembangan penis mungkin dapat
menerangkan efeknya pada disfungsi erektil.
            Efek sampingnya dapat berupa penurunan tensi, pusing, berkeringat kuat, debar jantung,
tremor, agitasi, gelisah dan sukar tidur, kejang bronchi , dan gejala yang mirip lupus. Pada
penderita gangguan jiwa, dosis rendah bisa mencetuskan despresi fenotiazin memperkuat
toksisitasnya.
2. Alkaloid Ergot
Alkaloid ergot secara klinik tidak dapat digunakan sebagai alfa bloker karena efek ini baru timbul
pada dosis besar yang tidak dapat ditolerir oleh manusia.
C.                 Jenis Obat Simpatolitik
1.      Kolinergik
Kolinergik berfungsi sebagai merangsang sistem parasimpatis.
Ada dua macam reseptor kolinergik yaitu:
         Reseptor muskarinik, yaitu merangsang otot polos dan
memperlambat denyut jantung.
         Reseptor nikotinik atau neuromuskular, yaitu mempengaruhi kerja
otot rangka.
Kolinergik dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:
         Cholinester (asetil kolin, metakolin, karbakol, betanekol)
         Cholinesterase inhibitor (eserin, prostigmin, dilsopropil
fluorofosfat)
         Alkaloid yang berkasiat seperti asetikolin (muskarin, pilokarpin,
arekolin)
         Obat kolinergik lain ( metoklopramid, sisaprid)
Farmakodinamik Kolinergik
         Meningkatkan TD
         Meningkatkan denyut nadi
         Meningkatkan kontraksi saluran kemih
         Meningkatkan peristaltik
         Konstriksi bronkiolus (kontra indikasi asma bronkiolus)
         Konstriksi pupil mata (miosis)
         Antikolinesterase: meningkatkan tonus otot

Efek Samping
         Asma bronkial dan ulcus peptikum (kontraindikasi)
         Iskemia jantung, fibrilasi atrium
         Toksin; antidotum → atropin dan epineprin

Indikasi
         Ester kolin: tidak digunakan pengobatan (efek luas dan singkat),
meteorismus, (kembung), retensio urine, glaukoma, paralitic ileus,
intoksikasi atropin/ alkaloid beladona, faeokromositoma
         Antikolinesterase: atonia otot polos (pasca bedah, toksik), miotika
(setelah pemberian atropin pd funduskopi), diagnosis dan
pengobatan miastemia gravis (defisiensi kolinergik sinap), penyakit
Alzheimer (defisiensi kolinergik sentral)

Intoksikasi
         Efek muskarinik: mata hiperemis, miosis kuat, bronkostriksi,
laringospasme, rinitis alergika, salivasi, muntah, diare, keringat
berlebih.
         Efek nikotinik: otot rangka lumpuh.
         Efek kelainan sentral: ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar
bicara, konvulsi, koma, nafas Cheyne Stokes, lumpuh nafas

Alkaloid Tumbuhan
Tumbuhannya:
         Muskarin (jamur Amanita muscaria),

         Pilokarpin (Pilocarpus jaborandi dan P.microphyllus)

         Arekolin (Areca catechu = pinang)

         Efek umumnya muskarinik

         Intoksikasi: bingung, koma, konvulsi

         Indikasi: midriasis (pilokarpin)

Obat Kolinergik Lain


         Metoklopramid: digunakan untuk memperlancar jalanya kontras

radiologik, mencegah dan mengurangi muntah


         Kontraindikasi: obstruksi, perdarahan, perforasi sal cerna, epilepsi,

gangguan ektrapiramidal
         Sisaprid: untuk refluk gastroesofagial, gangguan mobilitas gaster,

dispepsia
         Efek samping: kolik, diare
Obat Anti Kolinergik
         Obat parasimpatolitik adalah obat yang menghambat efek

kolinergik yang muscarik, tidak efek nikotinik → karena itu juga


disebut antimuskarinik/ antagonis kolinergik/ antispasmodik
         Macam obat antimuskarinik:

         Alkaloid beladona (atropin)

         Obat sintetik mirip atropin: homatropin, skopolamin, metantelin,

oksifenonium, karamifen, triheksifenidil, ipratropium, pirenzepin

Efek Anti Kolinergik


         Meningkatkan denyut nadi

         Mengurangi sekresi mukus

         Menurunkan peristaltik

         Meningkatkan retensi urine

         Dilatasi pupil mata (midriasis)

Atropin
         Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen

         SSP → merangsang n.vagus → frekuensi jantung berkurang

         Mata → midriasis

         Saluran nafas → mengurangi sekret hidung, mulut, farink dan

bronkus
         Kardiovaskuler → frekuensi berkurang

         Saluran cerna → antispasmodik (menghambat peristaltik lambung

dan usus)
         Otot polos → dilatasi saluran kemih

         Eksokrin → saliva, bronkus, keringat → kering


         Atropin mudah diserap, hati2 untuk tetes mata → masuk hidung →
absorbsi sistemik → keracunan
         Efek samping: mulut kering, gangguan miksi, meteorismus,

dimensia, retensio urin, muka merah


         Gejala keracunan: pusing, mulut kering, tidak dapat menelan, sukar

bicara, haus, kabur, midriasis, fotopobia, kulit kering dan panas,


demam, jantung tachicardi, TD naik, meteorismus, bising usus
hilang, oligouria/anuria, inkoordinasi, eksitasi, bingung, delirium,
halusinasi
         Diagnosis keracunan: gejala sentral, midriasis, kulit merah kering,

tachikardi
         Antidotum keracunan: fisostigmin 2 – 4 mg sc → dapat

menghilangkan efek SSP dan anhidrosis


         Dosis atropin: 0,25 – 1 mg

         Indikasi: parkinsonisme, menimbulkan midriasis (funduskopi),

antispasmodik, mengurangi sekresi lendir sal nafas (rinitis),


medikasi preanestetik (mengurangi lendir sal nafas)

2.      Adrenergik
         Obat simpatomimetik disebut adrenergik/ agonis adrenergik →

memulai respon pada tempat reseptor adrenergik


         Reseptor adrenergik: alfa, beta1 dan beta2

         Norepineprin dilepaskan oleh ujung saraf simpatis → merangsang

reseptor untuk menimbulkan respon

Efek Adrenergik
Alfa1:
         Meningkatkatkan kontraksi jantung
         Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah

         Midriasis: dilatasi pupil mata

         Kelenjar saliva: pengurangan sekresi

Alfa2:
         Menghambat pelepasan norepineprin

         Dilatasi pembuluh darah (hipotensi)

Beta1:
         Meningkatkan denyut jantung

         Menguatkan kontraksi

Beta2:
         Dilatasi bronkiolus

         Relaksasi peristaltik GI dan uterus

Contoh Obat Adrenergik


         Epineprin

         Norepineprin

         Isoproterenol

         Dopamin

         Dobutamin

         Amfetamin

         Metamfenamin

         Efedrin

         Metoksamin

         Fenilefrin

         Mefentermin

         Metaraminol
         Fenilpropanolamin

         Hidroksiamfetamin

         Etilnorepineprin

Efineprin
         Absorpsi: peroral tidak efektif , dirusak oleh enzim di usus dan hati,

sub kutan lambat karena vasokonstriksi, im cepat


         Intoksikasi: takut, kawatir, gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut,

tremor, lemah, pusing, pucat, sukar nafas, palpitasi

         Efeksamping: takut, kawatir, gelisah, tegang, nyeri kepala


berdenyut, tremor, rasa lemah, pusing, pucat, sukar nafas, palpitasi,
hipertensi, perdarahan otak, hemiplegia, aritmia dan fibrilasi
ventrikel
         Kontraindikasi: penderita yang dapat alfa bloker non selektif →

kerjanya tidak terimbangi pada reseptor alfa pembuluh darah →


hipertensi hebat dan perdarahan otak .
         Penggunaan klinis: asma, alergi

Sediaan:
         Suntikan: lar 1:1000 epi HCl (untuk syok → sk 0,2 – 0,5 ml)

         Inhalasi: epi 1%, 2% → asma

         Tetes mata: epi 0,1 – 2%

Obat Simpatolitik
         Obat simpatolitik adalah obat yang menghambat efek obat

simpatomimetik atau penghambat /antagonis adrenergik


Efek Simpatolitik
         Menurunkan tekanan darah (vasodilatasi)

         Menurunkan denyut nadi

         Konstriksi bronkiolus

         Kontraksi uterus

         Reseptor adrenergik: alfa1, beta1 dan beta2

Penggolongan Simpatoplegik
Antagonis adrenoseptor alfa (alfa bloker)
         Alfa bloker non selektif

         Alfa1 bloker selektif

         Alfa2 bloker selektif

Antagonis adrenoseptor beta (beta bloker)


Penghambat saraf adrenergik
         Guanetidin dan guanedrel

         Reserpin

         Metirosin

Alfa Blocker
         Alfa bloker menduduki adrenoseptor alfa sehingga menghalangi

untuk berinteraksi dengan obat adrenergik atau rangsangan


adrenergik
         Efek vasodilatasi → TD turun, dan terjadi reflek stimulasi jantung

         Efek samping: hipotensi postural


         Penggunaan
klinis: feokromositoma (tumor anak ginjal → sekresi
NE dan epi ke sirkulasi), BPH → menghambat dihidrotestosteron
yang merangsang pertumbuhan prostat

Beta Blocker
         Menghambat secara kompetitif obat adrenergik NE dan Epi

(eksogen dan endogen) pada adrenosptor beta


         Asebutolol, metoprolol, atenolol dan bisoprolol → beta bloker

kardioselektif (afinitas lebih tinggi pada reseptor beta1 daripada


beta2)
         Efek: denjut dan kontraksi jantung ↓, TD ↓,

         Sediaan: propanolol, alprenolol, oksprenolol, metoprolol,

bisoprolol, asebutolol, pindolol, nadolol, atenolol


         Efek samping: gagal jantung, bradiaritmia, bronkospasme,

gangguan sirkulasi perifer, gejala putus obat (infark, aritmia),


hipoglikemia, gangguan tidur, mimpi buruk, insomnia
         Penggunaan klinis: angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark

miokard, kardiomiopati obstruktif hipertropik, feokromositoma,


tirotoksikosis, migren, glaukoma, ansietas

Penghambat Saraf Adrenergik


         Menghambat aktivitas saraf adrenergik berdasar gangguan sintesis,

atau penyimpanan dan pelepasan neurotransmiter di ujung saraf


adrenergik
         Sediaan; guanetidin, guanadrel, reserpin, metirosin

Obat Pelumpuh Otot


         Obat ini digunakan untuk mengadakan relaksasi otot bergaris
(reposisi tulang), atau untuk menangkap binatang buas hidup2
         Cara kerja: kompetitif antagonis dengan asetilkolin pada reseptor

nikotinik di motor end plate


         Contoh: d-tubocurarine, gallamine, pancuronium, succinilkolin,

decametonium, metokurin, vekuronium, atrakurium, alkuronium,


heksafluorenium

Anda mungkin juga menyukai