Anda di halaman 1dari 13

PENGHAMBAT ADRENERGIK

Penghambat adrenergik atau adrenolitik ialah golongan yang menghambat perangsangan

adrenergik. Berdasarkan tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoseptor

dan penghambat saraf adrenergik. Antagonis adrenoseptor atau adrenoseptor bloker ialah obat

yang menduduki adrenoseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat

adrenergik dan dengan demikian menghalangi kerja obat adrenergik pada sel efektornya. Ini

berarti adrenoseptor bloker mengurangi respons sel efektor adrenergik terhadap perangsangan

saraf adrenergik eksogen. Penghambat saraf adrenergik ialah obat yang mengurangi respons sel

efektor terhadap perangsangan saraf adrenergic, tetapi tidak terhadap obat adrenergik eksogen.

Obat golongan ini bekerja pada ujung saraf adrenergik, mengganggu penglepasan dan/atau

penyimpanan norepinefrin (NE).

1.ANTAGONIS ADRENOSEPTOR (-BLOKER)

1.1 -BLOKER NONSELEKTIF

Ada 3 kelompok : (1) derivate haloalkilamin; (2) derivate imidazolin; dan (3) alkaloid ergot.

DERIVAT HALOALKILAMIN
Obat golongan ini memperlihatkan efek farmakodinamik yang serupa. Sebagai contoh ialah

dibentamin, yang ditemukan pertama kali; dan fenoksibenzamin, yang potensinya 6-10 kali

potensi dibenamin serta diabsorbsi lebih baik pada pemberian oral.

KIMIA DAN MEKANISME KERJA. Mekanisme kerja ini menyebabkan golongan obat ini

memperlihatkan mula kerja lambat meskipun setelah pemberian IV, dan masa kerja yang

panjang yaitu berhari-hari karena menunggu sintesis reseptor yang baru. Karena itu obat

golongan ini disebut -bloker yang nonkompetitif dan kerjanya panjang, disamping kerjanya

yang nonselektif pada reseptor 1 maupun 2 .

FARMAKODINAMIK. Perlu diingat bahwa obat yang kerjanya berdasarkan hambatan,

efeknya sangat bergantung pada aktivitas system yang dihambat; makin aktif sistemnya, makin

nyata efek hambatannya. Fenoksilbenzamin memblok reseptor pada otot polos arteriol dan

vena sehingga menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi. Hambatan reseptor 2 di ujung saraf

adrenergic meningkatkan penglepasan NE dari ujung saraf, yang meningkatkan perangsangan 1

di jantung. Di samping itu fenoksibenzamin menghambat proses ambilan kembali NE ke dalam

ujung saraf adrenergic maupun ke jaringan ekstraneuronal. Pada dosis yang lebih tinggi,

fenoksibenzamin juga memblok secara irreversible reseptor serotonin, histamine dan Ach.

FARMAKOKINETIK. Absorbsi fenoksibenzamin dari saluran cerna hanya 20-30%. Waktu

paruhnya kurang dari 24 jam, tetapi lama kerjanya bergantung juga pada kecepatan sinstesis

reseptor . Fenoksibenzamin tersedia dala bentuk kapsul 10 mg untuk pemberian oral.

INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPING. Efek samping utama adalah hipotensi postural.

Hambatan ejakulasi yang reversible dapat terjadi akibat hambatan kontraksi otot polos vas

deferens dan saluran ejakulasi.


PENGGUNAAN TERAPI. Penggunaan utama fenoksibenzamin adalah untuk pengobatan

feokromositomia, yakni tumor anak ginjal. Fenoksibenzamin diberikan pada pasien yang tidak

dapat dioperasi dan yang dalam persiapan untuk operasi. Dosis awal 10 mg 2 kali sehari 1-3

minggu sebelum operasi. Dosis ditingkatkan 2 hari sekali sampai dicapai tekanan darah yang

diinginkan. Dosis total sehari biasanya antara 40-120 mg.

DERIVAT IMIDAZOLIN

Fentolamin dan tolazolin adalah -bloker nonselektif yang kompetitif. Obat-obat ini juga

menghambat reseptor serotonin, melepaskan histamine dari sel mast, merangsang reseptor

muskarinik di saluran cerna, merangsang sekresi asam lambung, saliva, air mata dan keringat.

Efek samping yang utama adalah hipotensi. Obat ini harus diberikan hati hati pada pasien dengan

penyakit jantung coroner atau dengan riwayat ulkus peptikum. Fentolamin tersedia dalam vial

5mg untuk pemberian IV atau IM, sedangkan tolazolin dalam kadar 25mg/mL untuk suntikan

IV.

PENGGUNAAN TERAPI. Fentolamin digunakan untuk keadaan-keadaan berikut :

(1) mengatasi episode akut hipertensi pada feokromositoma

(2) mengatasi pseudo-obstruksi usus pada feokromositoma

(3) mencegah nekrosis kulit akibat ekstravasasi -antagonis

(4) krisis hipertensi akibat penghentian mendadak klonidin

(5) disfungsi ereksi


ALKALOID ERGOT

Alkaloid ergot ialah -bloker yang pertama ditemukan. Sifat farmakologiknya kompleks, sebagai

agonis atau antagonis parsial pada reseptor adrenergic, reseptor dopamine dan reseptor

serotonin.

1.2. -BLOKER SELEKTIF

Dalam golongan ini termasuk derivate kuinazolin dan beberapa obat lain, misalnya indoramin

dan urapidil.

DERIVAT KUINAZOLIN

Dalam kelompok ini termasuk prazosin sebagai prototype, terazosin, doksazosin, alfulozin, dan

tamsulozin.

FARMAKODINAMIK. Efeknya yang utama adalah hasil hambatan reseptor 1 pada otot polos

arteriol dan vena yang menimbulkan vaso dan venodilatasi sehingga menurunkan resistensi

perifer dan alir balik vena. Karena efek vasodilatasinya, maka aliran darah di organ-organ vital

(otak, jantung, ginjal) dapat dipertahankan, demikian juga dengan aliran darah perifer di

ekstremitas.

FARMAKOKINETIK. Semua derivate kuinazolin di absorbs dengan baik pada pemberian oral,

terikat kuat pada protein plasma, mengalami metabolism yang ekstensif di hati dan hanya sedikit

yang dieksresi utuh melalui ginjal.


SEDIAAN. Semua derivate kuinazolin diberikan per oral. Prazosin dalam bentuk tablet 1mg dan

2mg, demikian juga terazosin dan doksazosin. Tamsulozin kapsul 0,2mg, sedangkan alfuzosin

tablet ER 10mg.

EFEK SAMPING. Efek samping utama yang potensial terjadi pada pemberin 1 -bloker adalah

fenomen dosis pertama, yakni hipotensi postural yang hebat dan sinkop yang dapat terjadi 30-90

menit sesudah pemberian dosis pertama. Efek samping yang paling sering juga berupa pusing,

sakit kepala, nganuk, palpitasi, edema perifer dan mual.

PENGGUNAAN TERAPI.

(1) Hipertensi

(2) Gagal Jantung Sistolik (GJS)

(3) Penyakit vaskuler perifer

(4) Hiperplasia prostat benigna (BPH)

1.3. BLOKER SELEKTIF

Sebagai 2 bloker yang selektif hanya dikenal yohimbin. Yohimbin masuk SSP dengan mudah,

disitu memblok reseptor 2 pascasinaps dan menyebabkan peningkatan aktivitas neuron

adrenergic sentral, sehingga meningkatkan pelepasan NE dari ujung saraf adrenergic di perifer.
2. ANTAGONIS ADRENOSEPTOR (-BLOKER)

Dikloroisoproterenol adalah -bloker yang pertama ditemukan tetapi tidak digunakan.

Propranolol, yang ditemukan kemudian, menjadi prototype golongan obat ini.

FARMAKODINAMIK. Aktivitas agonis parsial (partial agonist activity = PAA) artinya, jika

berinteraksi dengan reseptor tanpa adanya obat adrenergic seperti epinefrin atau isoproterenol.

Aktivitas stabilisasi membrane ( membrane stabilizing activity = MSA), artinya, mempunyai

efek stabilisasi membrane atau efek seperti anastetik local atau seperti kuinidin. Ini disebut juga

aktivitas anestetik local atau aktivitas seperti kuinidin.

KARDIOVASKULER. Efek terhadap kardiovaskuler merupakan efek -bloker yang terpenting,

terutama akibat kerjanya pada jantung.

TEKANAN DARAH. -Bloker tidak menurunkan tekanan darah pada normotensi, tetapi

menurunkan tekanan darah pada hipertensi.

RITME JANTUNG dan AUTOMATISITAS SEL JANTUNG. -Bloker mempengaruhi ritme

jantung dan automatisitas sel jantung melalui hambatan pada reseptor 1 dan 2.

SALURAN NAFAS. Bronkodilatasi adrenergic diperantarai oleh adrenoseptor 2. Efek

bronkokontriksi ini kecil dan tidak berarti pada orang normal, tetapi dapat membahayakan jiwa

pada pasien asma atau penyakit obstruktif menahun (PPOM).

EFEK METABOLIK. Metabolisme karbohidrat. Propranolol menghambat glikogenolisis di sel

hati dan otot rangka, sehingga mengurangi efek hiperglikemia dari epinefrin eksogen maupun

epinefrin endogen yang dilepaskan oleh adanya hipoglikemia.

METABOLISME LEMAK. Propranolol menghambat aktivasi enzim lipase dalam sel lemak.
HORMON. -Bloker menghambat sekresi renin dari jukstaglomerulus ginjal oleh obat

adrenergic atau aktivitas system adrenergic, dan sebagian sekresi yang ditimbulkan oleh diet

rendah garam.

LAIN-LAIN. -Bloker menghambat tremor yang ditimbulkan oleh epinefrin atau obat

adrenergic lainnya (melalui reseptor 2).

FARMAKOKINETIK. Alprenolol dan propranolol yang paling tinggi kelarutannya dalam

lemak paling mudah masuk ke dalam otak, sedangkan atenolol dan nadolol yang paling sukar

larut dalam lemak paling sukar pula untuk menembus sawar darah otak. Proses metabolism

presistemik untuk beberapa obat seperti propranolol dan alprenolol mengalami kejenuhan pada

dosis terapi. Esmolol adalah -Bloker kardioselektif dengan masa kerja yang sangat singkat.

SEDIAAN

Bentuk sediaan berbagai -Bloker tersebut diatas yang tersedia di Indonesia adalah sebagai

berikut :

1.Propranolol : tablet 10 dan 40 mg

2.Metaprolol : tablet 50 dan 100 mg

3.Karvedilol : tablet 6,25 mg dan 25 mg

4.Betaksolol : tetes mata 0,5%

5.Timolol : tetes mata 0,25% dan 0,5%

6.Bisoprolol : tablet 2,5 mg dan 5 mg


7.Asebutolol : kapsul 200mg dan tablet 400mg

8.Pindolol : tablet 5 mg dan 10 mg

9.Karteolol : tablet 5 mg

10.Sotalol : tablet 80 mg

11.Nadolol : tablet 40 dan 80mg

12.Atenolol : tablet 50 dan 100mg

EFEK SAMPING DAN PERHATIAN

Gagal Jantung

Bradiaritmia

Bronkospasme

Gangguan Sirkulasi Perifer

Gejala Putus Obat

Hipoglikemia

Efek Metabolik

Efek Sentral

Dosis Berlebih

Interaksi Obat
Interaksi farmakodinamik

Penggunaan Klinik

Angina Pektoris

Aritmia

Hipertensi

Infark Miokard

Gagal Jantung Sistolik

Kardiomiopati Obstruktif Hipertrofik

Feokromositoma

Tirotoksikosis

Migren

Glaukoma

Ansietas

Sirosis dengan Varises

Pemilihan Suatu -Bloker

Pemilihan -Bloker yang palig cocok untuk seseorang pasien harus didasarkan pada sifat-sifat

farmakokinetik dan farmakodinamik obat, dan adanya penyakit penyerta. Untuk beberapa
penyakit, misalnya gagal jantung, infark miokard, migren, sirosis dengan varises, tidak semua -

Bloker dapat digunakan, tapi hanya -Bloker tertentu yang sudah terbukti efikasinya dari uji

klinik. -Bloker yang kardioselektif lebih baik untuk pasien dengan bronkospasme, diabetes,

penyakit vascular perifer atau fenomen Raynaud.

3.PENGHAMBAT SARAF ADRENERGIK

Penghambat saraf adrenergic menghambat aktivitas saraf berdasarkan gangguan sintesis, atau

penyimpanan dan penglepasan neurotransmitter di ujung saraf adrenergic. Dalam kelompok ini

termasuk guanetidin, guanadrel, reserpine, dan metirosin.

3.1. GUANETIDIN DAN GUANADREL

Guanetidin

Guanetidin adalah prototype penghambat saraf adrenergic. Guanetidin dan guanadrel memiliki

gugus guanidin yang bersifat basa relative kuat.

TEMPAT DAN CARA KERJA. Efek utama guanetidin adalah penghambatan respons terhadap

stimulasi saraf adrenergic dan obat adrenergic yang bekerja tidak langsung. Tempat hambatan ini

adalah prasinaps. Kerja guanetidin berhubungan dengan ambilan guanetidin oleh dan

akumulasinya dalam ujung saraf adrenergic. Didalam ujung saraf adrenergic, guanetidin

ditransport aktif ke dalam vesikel dan menggeser keluar NE dari vesikel tersebut. Guanetidin

juga dapat menimbulkan peningkatan akut sensitivitas sel efektor terhadap katekolamin akibat
kompetisi antara guanetidin dengan katekolamin untuk mekanisme ambilan-1 (NET) pada ujung

saraf adrenergic.

FARMAKODINAMIK. Oleh karena guanetidin menyebabkan pengosongan NE, maka obat ini

menyebabkan hambatan reseptor maupun . Pemberian IV yang cepat menyebabkan respons

trifasik terhadap tekanan darah. Pada fase kedua terjadi kenaikan tekanan darah selama beberapa

jam, akibat penglepasan NE endogen. Dengan dosis yang biasa digunakan pada manusia, fase

kedua ini berlangsung singkat dan relative tidak berarti. Pada fase ketiga terjadi penurunan

progresis tekanan darah sistemik maupun pulmonal yang berlangsung beberapa hari, akibat

hambatan simpatis terhadap system kardiovaskular, yang menyebabkan vasodilatasi,

venodilatasi, dan penurunan curah jantung.

RESERPIN

FARMAKODINAMIK. Curah jantung dan resitensi perifer berkurang pada terapi jangka

panjang dengan reserpine. Penurunan tekanan darah berlangsung dengan lambat. Karena

reserpine mengosongkan berbagai amin dalam otak maupun dalam saraf adrenergic perifer,

mungkin efek antihipertensinya merupakan hasil kerja sentral maupun perifernya.

FARMAKOKINETIK. Reserpin dimetabolisme seluruhnya, tidak ada bentuk utuh yang

dieksresi dalam urin. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 0,1 mg dan 0,25 mg.

TOKSISITAS DAN EFEK SAMPING. Kebanyakan efek samping reserpine akibat efeknya

pada SSP. Yang paling sering adalah sedasi dan tidak mmapu berkonsentrasi atau melakukan

tugas yang kompleks. Kadang-kadang terjadi depresi psikotik sampai akhirnya bunuh diri.
Depresi biasanya muncul dengan sangat perlahan dalam waktu berminggu-minggu sampai

berbulan-bulan sehingga mungkin tidak dihubungkan dengan pemberian reserpine. Depresi

jarang sekali terjadi pada dosis 0,25 mg sehari atau kurang. Efek samping lain adalah hidung

tersumbat dan eksaserbasi ulkus peptikum, yang terakhir ini jarang terjadi pada dosis rendah.

PENGGUNAAN TERAPI. Satu-satunya penggunaan terapi reserpine adalah untuk pengobatan

hipertensi.

METIROSIN

Metirosin merupakan penghambat enzim tirosin hidroksilase yang mengkatalisis konversi tirosin

menjadi DOPA, dan yang merupakan enzim penentu dalam biosintesis NE dan Epi. Pada dosis

1-4 g sehari, obat ini mengurangi biosintesis. Penggunaan terapinya sangat terbatas, yakni

dengan adjuvant dari fenoksibenzamin atau -bloker lainnya pada pengobatan feokromositoma

maligna. Metirosin dapat menimbulkan kristaluria, yang dapat dicegah dengan banyak minum.

Efek samping lain berupa sedasi, gejala ekstrapiramidal, diare, ansietas, dan gangguan psikis.

Karena itu dosis harus di titrasi untuk mendapatkan efek terapi yang optimal dengan efek

samping yang minimal.

DAFTAR PUSTAKA

Gan, S. dan Setiawati A. 2007. Farmakologi dan Terapi UI. Edisi 5. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai