Anda di halaman 1dari 23

TUGAS FARMAKOTERAPI II

STUDI KASUS

“KONSTIPASI & DIARE”

OLEH:

NAMA : NUR LAILI ANJUNI ISNAINI

NIM : O1A118102

KELAS :B

DOSEN : apt. SUNANDAR IHSAN,S.Farm.,M.Sc

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021
KONSTIPASI DAN DIARE

PENDAHULUAN

A. Pengertian
1. Konstipasi
Konstipasi telah didefinisikan dalam banyak cara, dan penting untuk mengetahui apa
yang dimaksud ketika istilah itu digunakan. Konstipasi, ketika tidak terkait dengan gejala
sindrom iritasi usus besar (IBS), dapat didefinisikan sebagai gangguan heterogen yang
ditandai dengan keluarnya feses yang tidak teratur yang mengakibatkan tinja yang jarang,
tinja yang sulit atau keduanya. Ini dapat digambarkan sebagai kesulitan mengeluarkan
tinja dengan keduanya. Terlalu banyak usaha, desakan yang tidak produktif, jumlah tinja
yang terlalu sedikit, konsistensi tinja yang terlalu keras, pengeluaran tinja yang
menyakitkan, atau perasaan evakuasi yang tidak lengkap. Adanya beberapa atau semua
gejalaini menunjukkan adanya konstipasi ketika frekuensi eliminasi feses dibatasi hingga
dua kali seminggu atau kurang atau ketika lebih dari 3 hari telah berlalu tanpa
mengeluarkan feses.
2. Diare
Diare bukanlah penyakit melainkan gejala dari beberapa masalah mendasar. Ini
adalah kondisiyang ditandai dengan peningkatan frekuensi tinja (biasanya lebih besar dari
3 kali sehari), berat tinja,likuiditas, dan penurunan konsistensi tinja dibandingkan dengan
pola biasa pasien. Diare akut didefinisikan sebagai diare yang berlangsung selama 14 hari
atau kurang. Diare yang berlangsung lebih dari 30 hari disebut diare kronis. Penyakit 15
sampai 30 hari disebut diare persisten.
Diare adalah ketidaknyamanan menyusahkan yang mempengaruhi sebagian besar
individu di Amerika Serikat pada suatu saat dalam hidup mereka dan dapat dianggap
sebagai gejala dan tanda.Biasanya episode diare mulai tiba-tiba dan mereda dalam 1 atau 2
hari tanpa pengobatan. Bab ini berfokus terutama pada diare tidak menular, dengan hanya
rujukan minor pada diare infeksius. Diare akut umumnya didefinisikan sebagai durasi <14
hari, diare persisten sebagai durasi lebihdari 14 hari, dan diare kronis sebagai durasi lebih
dari 30 hari.

B. Epidemiologi
1. Konstipasi
Konstipasi adalah keluhan umum pasien yang mencari perawatan medis, dan sekitar
sepertigapasien dengan konstipasi mencari perawatan medis. Sembelit terjadi pada sekitar
20% dari populasi.Sekitar 2,5 juta kunjungan dokter dan 90.000 rawat inap per tahun di
Amerika Serikat disebabkan olehkonstipasi. Banyak obat-obatan dan beberapa keadaan
penyakit berhubungan dengan konstipasi.Sembelit dikaitkan dengan biaya sosial ekonomi
yang tinggi dan memiliki konsekuensi kualitas hidupyang cukup besar.
Pasien lanjut usia, non-Kaukasia, wanita, dan mereka yang tingkat pendidikan dan
sosialekonomi rendah lebih cenderung melaporkan mengalami konstipasi. Konstipasi pada
anak-anak dapat terjadi karena perubahan pola makan atau asupan cairan yang biasa,
penyimpangan dari rutinitastoileting biasa seperti selama liburan, atau menghindari buang
air besar karena rasa sakit yang terkaitdengan memiliki tinja. Anak-anak yang didiagnosis
dengan sembelit parah pada usia muda cenderungterus menderita melalui masa pubertas.
2. Diare
Epidemiologi diare bervariasi di negara maju dan negara berkembang. Di Amerika
Serikat,penyakit diare biasanya tidak dilaporkan ke Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) kecualiterkait dengan wabah atau organisme atau kondisi yang tidak
biasa. Misalnya, sindrom defisiensi imunyang didapat (AIDS) telah diidentifikasi dengan
penyakit diare yang berkepanjangan. Diare adalahmasalah utama di pusat penitipan anak
dan panti jompo, mungkin karena anak usia dini dan penuaanditambah kondisi lingkungan
adalah faktor risiko. Meskipun profil epidemiologi yang tepat di Amerika Serikat tidak
tersedia melalui CDC atau literatur yang diterbitkan, diare kronis mempengaruhi
sekitar5% dari populasi orang dewasa dan berkisar dari 3% hingga 20% pada anak-anak di
seluruh dunia. Dinegara-negara berkembang, diare adalah penyebab utama penyakit dan
kematian pada anak-anak,menciptakan tekanan ekonomi yang luar biasa pada biaya
perawatan kesehatan.
Sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau protozoa
danumumnya sembuh sendiri.5 Meskipun virus lebih sering dikaitkan dengan
gastroenteritis akut, bakteribertanggung jawab untuk lebih banyak kasus diare akut.
Evaluasi penyebab non-infeksidipertimbangkan jika diare berlanjut dan tidak ada
organisme infeksius yang dapat diidentifikasi, ataujika pasien masuk dalam kategori risiko
tinggi untuk komplikasi metabolik dengan diare persisten.Organisme bakteri penyebab
umum termasuk Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus,dan Escherichia
coli. Infeksi bakteri yang ditularkan melalui makanan adalah masalah utama,
karenabeberapa episode keracunan makanan utama telah terjadi yang dilacak pada kondisi
sanitasi yang burukdi pabrik pengolahan daging. Infeksi virus akut sebagian besar
disebabkan oleh kelompok Norwalk danrotavirus.
C. Patofisiologi
1. Konstipasi
Sembelit bukan penyakit, tetapi gejala dari penyakit atau masalah yang
mendasarinya.Pendekatan untuk pengobatan konstipasi harus dimulai dengan upaya untuk
menentukan penyebabnya.Gangguan pada saluran GI (sindrom iritasi usus besar atau
divertikulitis), gangguan metabolisme(diabetes), atau gangguan endokrin (hipotiroidisme)
mungkin terlibat. Sembelit umumnya dihasilkandari makanan rendah serat atau dari
penggunaan obat sembelit seperti opiat. Akhirnya, sembelitterkadang berasal dari
psikogenik. Masing-masing penyebab ini dibahas pada bagian berikut.
Konstipasi adalah masalah yang sering dilaporkan pada orang tua, mungkin akibat
dari diet yangtidak tepat (rendah serat dan cairan), berkurangnya kekuatan otot dinding
perut, dan kemungkinanaktivitas fisik yang berkurang. Namun, seperti yang dinyatakan
sebelumnya, frekuensi buang air besartidak berkurang dengan penuaan normal. Selain itu,
penyakit yang dapat menyebabkan konstipasi,seperti kanker usus besar dan divertikulitis,
lebih sering terjadi seiring bertambahnya usia. Tabel 38–5memuat daftar penyebab umum
sembelit pada kondisi penyakit tertentu.
Sembelit dapat disebabkan oleh sebab primer dan sekunder (Tabel 18-1). Konstipasi
primer atauidiopatik ditandai oleh konstipasi transit normal, konstipasi transit lambat, dan
defekasi dyssynergic.Pada tipe transit normal, motilitas kolon tidak berubah dan pasien
cenderung mengalami feses yangkeras meskipun gerakannya normal. Pada tipe transit
lambat, motilitas menurun yang menyebabkan tinjayang lebih keras dan lebih jarang. Pada
defekasi dyssynergic (juga dikenal sebagai disfungsi dasarpanggul), pasien telah
kehilangan kemampuan untuk merilekskan sfingter anal sambil
mengoordinasikankontraksi otot lantai dasar panggul. Beberapa penyebab sembelit
sekunder tercantum pada Tabel 18-1.
Tabel Penyebab Sembelit atau konstipasi (Burns, dkk., 2007):

Primer Sekunder
- Konstipasi transit normal (termasuk - Kondisi endokrin / metabolisme (diabetes
idiopatikatau gangguan fungsional) mellitus,hipotiroidisme, hiperkalsemia)
- Sembelit transit lambat (termasuk - Kondisi gastrointestinal (sindrom iritasi
gangguan motilitas) usus,divertikulitis, wasir)
- Gangguan evakuasi defekatori atau - Kondisi neurogenik (trauma otak, cedera
dubur (mis.,Hirschsprung penyakit, tulang belakang, kecelakaan
dissynergia dasar panggul) serebrovaskular, penyakit Parkinson)
- Psikogenik (menunda keinginan untuk
buang air besar, psikiatris kondisi)
- Obat-obatan (analgesik, antikolinergerik,
saluran kalsiumblocker, clonidine,
diuretik, fenotiazin, trisiklik anti depresan,
suplemen zat besi, mengandung kalsium
dan aluminium antasida)
- Lain-lain (imobilitas, pola makan yang
buruk, penyalahgunaan pencahar,
hormonal gangguan)

2. Diare
Empat mekanisme patofisiologis umum mengganggu keseimbangan air dan
elektrolit,menyebabkan diare, dan merupakan dasar diagnosis dan terapi. Ini adalah (a)
perubahan transpor ionaktif baik dengan penurunan penyerapan natrium atau peningkatan
sekresi klorida; (B) perubahanmotilitas usus; (c) peningkatan osmolaritas luminal; dan (d)
peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.Mekanisme ini telah dikaitkan dengan empat
kelompok diare klinis yang luas: sekretori, osmotik,eksudatif, dan perubahan transit usus.
Diare sekretori terjadi ketika suatu zat perangsang meningkatkan sekresi atau
mengurangipenyerapan sejumlah besar air dan elektrolit. Zat yang menyebabkan sekresi
berlebih termasuk vasoaktifintestinal peptide (VIP) dari tumor pankreas, lemak makanan
yang tidak diserap dalam steatorrhea,pencahar, hormon (seperti sekresi), racun bakteri,
dan garam empedu yang berlebihan. Banyak dari agenini merangsang adenosine
monophosphate siklik intraseluler dan menghambat Na + / K + -adenosinetriphosphatase
(ATPase), yang menyebabkan peningkatan sekresi. Juga, banyak dari mediator
inimenghambat penyerapan ion secara bersamaan. Secara klinis, diare sekretori dikenali
oleh volume fesesyang besar (> 1 L / hari) dengan isi ionik normal dan osmolalitas kira-
kira sama dengan plasma. Puasatidak mengubah volume tinja pada pasien ini.
Zat yang diserap dengan buruk mempertahankan cairan usus, menyebabkan diare
osmotik.Proses ini terjadi dengan sindrom malabsorpsi, intoleransi laktosa, pemberian ion
divalen (mis.,Antasida yang mengandung magnesium), atau konsumsi karbohidrat yang
sulit larut (mis., Laktulosa).Karena zat terlarut yang kurang larut diangkut, usus
menyesuaikan osmolalitas dengan plasma; dengandemikian, air dan elektrolit mengalir ke
lumen. Secara klinis, diare osmotik dapat dibedakan dari jenislain, karena berhenti jika
pasien beralih ke keadaan puasa.
Penyakit radang saluran lambung mengeluarkan lendir, protein serum, dan darah ke
dalam usus.Kadang-kadang buang air besar hanya terdiri dari lendir, eksudat, dan darah.
Diare eksudatifmempengaruhi fungsi serap, sekretori, atau motilitas lainnya untuk
menjelaskan volume tinja besar yangterkait dengan gangguan ini.
Perubahan motilitas usus menghasilkan diare dengan tiga mekanisme: pengurangan
waktukontak di usus kecil, pengosongan prematur usus besar, dan pertumbuhan bakteri
yang berlebihan.Chyme harus terkena epitel usus untuk periode waktu yang cukup untuk
memungkinkan prosespenyerapan dan sekresi normal terjadi. Jika waktu kontak ini
berkurang, hasil diare. Reseksi usus atauoperasi bypass dan obat-obatan (seperti
metoclopramide) menyebabkan jenis diare ini. Di sisi lain,peningkatan waktu pemaparan
memungkinkan pertumbuhan bakteri fecal. Pola diare usus kecil yangkhas adalah
gelombang yang cepat, kecil, dan berpasangan. Gelombang ini tidak efisien,
tidakmemungkinkan penyerapan, dan dengan cepat membuang chyme ke dalam usus
besar. Begitu berada diusus besar, chyme melebihi kemampuan kolon untuk menyerap air.

D. Tanda, Gejala, Diagnosis (tingkat keparahan) atau Klasifikasi Penyakit


1. Konstipasi
a. Gejala
Gejala konstipasi diantaranya feses keras, ukuran besar, dan rasa tidak nyaman saat
buang airbesar yang mengakibatkan frekuensi buang air besar menurun. Tanda-tanda
konstipasi biasanyameliputi gerakan usus yang tidak teratur (biasanya kurang dari
setiap 3 hari), kesulitan mengeluarkanfeses, dan feses keras. Selain itu, gejala-gejala
lain konstipasi mencakup rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri kepala tumpul,
hilangnya nafsu makan yang kadang disertai mual, dan depresimental. Gejala-gejala
yang berkaitan dengan konstipasidapat disebabkan oleh adanya distensiberkepanjangan
pada usus besar, terutama rektum (Suarsyaf dan Diah, 2015).
Riwayat lengkap (termasuk kebiasaan diet dan hidrasi) harus diperoleh untuk
mengevaluasigejala dan memastikan diagnosis. Evaluasi status psikososial
direkomendasikan karena sembelitdapat terjadi pada pasien yang mengalami depresi
atau dalam tekanan psikososial. Faktor risiko laintermasuk usia, penyakit terminal,
perjalanan, kehamilan, dan gangguan neurologis. Riwayat keluargaharus dinilai untuk
mengetahui adanya penyakit radang usus dan kanker usus besar. Catatan lengkapobat
resep, produk yang dijual bebas, dan suplemen makanan wajib untuk mengidentifikasi
penyebab terkait obat (Burns dkk., 2016).
Diagnosis konstipasi dibuat ketika dua atau lebih dari kriteria diagnostik berikut
terjadi setidaknya selama 3 dari 6 bulan: (a) mengejan tinja, (b) lumpuh atau tinja keras,
(c) sensasi evakuasitidak lengkap, ( d) perasaan obstruksi anorektal atau penyumbatan,
(e) kebutuhan untuk manuver manual, dan (f) kurang dari tiga buang air besar per
minggu. Evaluasi endoskopi diperlukan padapasien dengan penurunan berat badan,
perdarahan dubur, atau anemia untuk menyingkirkan kankeratau striktur, terutama pada
pasien yang lebih tua dari 50 tahun. Pemeriksaan anorektal, manometri,radiografi,
kolonoskopi, dan prosedur lain mungkin berguna dalam keadaan tertentu.
Dalamkebanyakan kasus, pemeriksaan fisik normal dan tidak ada penyebab sembelit
yang diidentifikasi.Evaluasi juga dapat mengungkapkan satu atau lebih dari kondisi
berikut: (a) IBS dengan konstipasi(IBS-C) ketika ada kembung, sakit perut, dan buang
air besar yang tidak lengkap; (B) STC denganfungsi dasar panggul normal dan bukti
transit lambat; (c) gangguan buang air besar; (d) kombinasiIBS-C dan STC; (E)
sembelit organik (obstruksi mekanik atau efek obat yang merugikan); dan (f) sembelit
sekunder (gangguan metabolisme) (Burns dkk., 2016).
Sebagian besar pasien datang dengan keluhan konstipasi didiagnosis sebagai
konstipasi idiopatik/ fungsional, Pemeriksaan lanjutan yang lebih agresif, misalnya
kolonoskopi atau sigmoidoskopi yangfleksibel ditambah dengan barium enema, harus
dilakukan pada pasien yang memiliki tanda bahaya.Ciri khas konstipasi, baik frekuensi
defekasi, fiksi konsistensi, apakah harus mengedan atau adakesaksian pasase, apakah
perineum perlu ditingkatkan atau diperlukan bantuan jari untukmenggerakkan
gastrointestinal atau komorbiditas lain. Seperti halnya imobilisasi, asupan serat
dancairan yang tidak adekuat juga perlu ditanyakan, disamping penggunaan obat-
obatan yang dapatmenggunakan konstipasi. Setelah itu, pemeriksaan fisis dilakukan
dengan sistematis, yang memuat:
a) Pemeriksaan perut
1) Inspeksi: apakah ada operasi bekas atau distensi perut
2) Palpasi: apakah perut teraba tegang, nyeri atau ada masa intraabdomen
maupun fesesyang teraba (skibala)
3) Perkusi: apakah ada massa atau banyak gas
4) Auskultasi: normal usus meningkat, meningkat, atau meningkat
b) Pemeriksaan colok dubur
1) Nilai tonus sfingter ani;
2) Bila ditemukan feses, nilai konsistensi dan warna feses;
3) Apakah ditemukan darah;
4) Apakah ada tumor, hemoroid, fisura, fistel, atau prolaps. Penilaian bentuk
dan konsistensi feses dari anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat disesuaikan
dengan Skala Feses Bristol untuk memprediksi waktu transit.
b. Klasifikasi
1) Konstipasi primer atau disebut juga konstipasi kronik idiopatik / fungsional
Konstipasi primermerupakan konstipasi dengan penyebab atau patofisiologi yang
tidak berhubungan dengan jelas,termasuk di dalamnya adalah:
a. Konstipasi dengan transit normal (termasuk Irritable bowel syndrome)
b. Konstipasi dengan waktu transit lambat
c. Disfungsi pelvis
2) Konstipasi SekunderSemua konstipasi yang ditemukan menyebabkan oran atau
sistemik yang mendasari disebutkonstanta sekunder, yang disebabkan oleh:
a. Konstipasi karena asupan serat dan udara tidak adekuat;
b. Obstruksi mekanik, seperti kanker kolon, striktur, rektokel besar, megakolon atau
fisura ani;
c. Kondisi ohipokalemia, hiperkalsemia, uremia, keracunan logam berat);
d. Miopati (amiloidosis, scleroderma):
e. Neuropati (Parkinson, trauma medula spinalis, tumor, megakolon);
f. Imobilisasi;
g. Psikiatri (depresif, penyakit sendi degeneratif, neuropati otonom) (Tanto
dkk.,2014).
c. Tata Laksana Terapi
Tata Laksana Pada pelayanan kesehatan primer, konstipasi tanpa tanda bahaya dan
usia<40tahun dapat langsung diberikan terapi empiris selama 2-4 minggu lalu
kemudiandievaluasi kembali.Pasien yang tidak menunjukkan perbaikan perlu dirujuk
ke pusat pelayanan kesehatan denganfasilitas yang lebih lengkap untuk pemeriksaan
lebih lanjut. Terapi empiris terdiri atas terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis.
a) Terapi non farmakologis
1) Tingkatkan konsumsi serat yang berasal dari buah-buahan, sayur-sayuran dan
sereal, konsumsiair dalam jumlah banyak minimal 30-50 ml/KgBB/hari untuk
orang dewasa sehat damaktivitas normal;
2) Tingkatkan aktivitas fisik dengan olahraga yang rutin ±30 mepit setiap hari;
3) Latih kebiasaan defekasi secara teratur setelah makan atau waktu lain yang
dianggap sesuaidan cukup agar pasien tidak terburu-buru. Pasien harus
menghindari kebiasaan mengedansewaktu defekasi;
4) Hentikan obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi;
5) Konsumsi probiotik
b) Terapi farmakologis
Konstipasi waktu transit normal (normal transit constipation) membutuhkan
tambahan laksatifosmotik disamping terapi non farmakologis. Konstipasi waktu
transit lambat (slow transitconstipation) membutuhkan terapi yang lebih agresif,
seperti kombinasi bulking agent, laksatifstimulan dan laksatif osmotik disamping
terapi nonfarmakologis. Paien dengan disfungsianorektal selain diberikan terapi
empiris juga dapat diberikan terapi biofeedback atau injeksitoksin botulinum tipe A
ke dalam otot puborektalis. Pasien yang tidak menunjukkan perbaikandengan terapi
medikamentosa dapat mempertimbangkan terapi operatif (Tanto dkk., 2014).

Konstipasi

Tanda bahaya usia ≥40 tahun


Curiga konstipasi sekunder
Kelainan pada colok dubur

Terapi empiris 2-4 Investigasi


minggu Lanjut/rujuk

Lanjutkan Pengobatan
Pelayanan Kesehatan Primer
Pelayanan kesehatan
sekunder/tersier

Analisis feses/laboratorium/kolonskopi*
Tidak ada lesi organik Ada lesiorganik/kelainan
sistemik mendasari
NCTTes waktu transit SCT ARD
kolon/manometri anorekal Pengobatan sesuai penyebab

Terapi NCT Terapi SCT Terapi ARD

TABEL.Terapi Farmakologi Konstipasi (Tanto dkk., 2014)


Gambar.1 Algoritma Tata Laksana Konstipasi NTC. Normal Transit Colon:STC, Slow TransitColon;
ARD, Anocretal Dysfunction.
Diadaptasi dari Konsensus Nasional Konstipasi di Indonesia tahun 2010 oleh perkumpulan
Gastroenterologi.
Penanganan konstipasi fungsional dilakukan dengan terapi farmakologi dan
nonfarmakologi.Terapi farmakologi dengan obat laksatif sedangkan terapi
nonfarmakologi dengan diet dan perubahanperilaku. Terapi pijat merupakan bagian
dari terapi nonfarmakologi (Suarsyaf dan Diah, 2015).
2. Diare
a. Gejala
Diare karena kelainan usus halus biasanya banyak, cair, sering berhubungan
dengan malabsorpsidan sering ditemukan dehidrasi. Sedangkanmanifestasi sistemik
bervariasi bergantung padapenyebabnya. Penderitadengan diare cair mengeluarkan tinja
yang mengandung sejumlah ionnatrium,klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini bertambah bila adamuntah. Hal inidapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yangpaling berbahaya
karenadapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovascular dan kematian bilatidak
mendapatkantatalaksana yang tepat. Dehidrasi yang terjadi menuruttonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi isotonik,dehidrasi hipertonik, ataudehidrasi hipotonik (Juffrie.,2010).
Diare akut karena infeksi dapat disertai mual muntah,demam, diarebercampur
darah segar, nyeriperut dan atau kejang perut. Komplikasi yangpaling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanparehidrasi yang adekuatadalah kematian. Seseorang yang
kekurangan cairan akan merasa haus,beratbadan menurun, mata cekung, bibir kering dan
turgor kulit menurun. Keluhandan gejala inidisebabkan oleh karena terjadinya deplesi air
yang cepat. Karenakehilangan bikarbonat makaperbandingannya dengan asam
karbonatberkurang yang mengakibatkan penurunan Ph darah (asidosismetabolik)
yangmerangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat danlebih
dalam(pernapasan kusmaul). Imbalance natrium dan kalium pada diareakut juga dapat
menyebaban aritmiajantung. Penurunan tekanan darah akanmenyebabkan penurunan
perfusi ke organ seperti perfusi keginjal sehinggaterjadi oligouria/anuria. Bila keadaan ini
tidak segera diatasi akan timbulberbagai macamkomplikasi yang dapat meningkatkan
mortalitas penderita (Juffrie.,2010).
Diagnosis
1) Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal seperti lama diare
berlangsung,frekuensi diare, volumediare, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidaknya
lendir dan darah, disertai muntah atau tidak, adademam atau tidak. Tanyakan
pulatingkah laku anak (rewel,gelisah, lemah), buang air kecil, riwayat makan dan
minum, penderita di sekitar, riwayat obat-obatan.Pasien dengan diare akut datang
denganberbagai gejala klinik tergantungpenyebab dasarnya. Keluhan diarenya
berlangsung kurang dari 15hari. Diarekarena penyakit usus halus biasanya berjumlah
banyak, tinja seperti air yangseringberhubungan dengan malabsorpsi dan sering
disertai dehidrasi. Diarekarena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja
yang berjumlahsedikit tapi sering , bercampur darah dan adanyatenesmus (sensasi
ingin kebelakang). Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan
khasyaitumual, muntah, nyeri abdomen, demam, tinja sering malabsorptif atau
berdarahbergantungbakteri patogen yang spesifik. Secara umum, patogen usus
halustidak invasif dan patogen ileokolonlebih mengarah ke invasif. Muntah
yangterjadi beberapa jam sejak mengkonsumsi makanan akan mengarahkan kita
padakejadian keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan (Setiati.,2014).
2) Pemeriksaan Fisis
a) Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital dan berat badan.
b) Selidiki tanda-tanda dehidrasi : rewel/gelisah,letargi/kesadaran menurun,
matacekung, cubitankulit perut kembali lambat, haus/minum lahap,malasatau tidak
dapat minum, ubun-ubun cekung,air mata berkurang/tidak ada,keadaan mukosa
mulut.
c) Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit: kembung akibat
hipokalemia, kejangakibat gangguan natrium, napas cepat dan dalamakibat asidosis
metabolik (Tanto.,2014).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak selalu dibutuhkan, namun beberapa pemeriksaan yang
biasanyadiperlukan (Subagyo dan Santoso.,2010):
a) Darah : darah lengkap, serum elektrolit, glukosa darah, analisa gas darah,kultur
dan kepekaanterhadap antibiotik
b) Urin : urin lengkap, kultur dan tes kepekaan antibiotik.
c) Tinja : feses lengkap, kultur dan tes kepekaan antibiotik
4) Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderitadengan
diare meskipunpemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.Pemeriksaan makroskopik
meliputi pemeriksaan warnatinja, konsistensi,bau, adanya lendir, adanya darah dan
adanya busa. Tinja yang berbusamenunjukkanadanya gas dalam tinja akibat
fermentasi bakteri. Tinja yangberminyak, lengket dan berkilatmenunjukkan adanya
lemak dalam tinja.Lendir dalam tinja menggambarkan adanya kelainan di
kolon,khusunyaakibat infeksi bakteri. Pemeriksaan PH tinja menggunakan kertas
lakmusdapat dilakukanuntuk menentukan adanya kejadian asam dan basa dalamtinja.
Asam dalam tinja tersebut adalah asamlemak rantai pendek yangdihasilkan karena
fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halussehinggamasuk ke usus besar yang
banyak mengandung bakteri komensial. Bila Ph tinja <6 dapat dianggapsebagai
malabsorpsi laktosa. Ph normal tinja6-6,5 (Setiati.,2014).
5) Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besarleukosit
dalam tinja yangmenunjukkan adanya proses inflamasi.Pemeriksaan leukosit tinja
dengan cara mengambil bagian tinjayangberlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes
eosin atau NaCl kemudian diperiksadengan mikroskopcahaya (Suratmaja.,2007).
b. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare (Setiati.,2014):
1) Berdasarkan lama kejadian diare:
a) Diare akut : berlangsung <14 hari
b) Diare kronik : berlangsung > 14 hari
2) Berdasarkan mekanisme patofisiologi:
a) Diare sekretorik
b) Diare osmotik
3) Berdasarkan derajat dehidrasi:
a) Diare tanpa dehidrasi
b) Diare dengan dehidrasi ringan-sedang
c) Diare dengan dehidrasi berat

c. Tata Laksana Terapi


1) Terapi Farmakologi
Menurut Kemenkes RI (201), prinsip penatalaksanaan diare pada balita adalah
LIMA LANGKAH TUNTASKAN DIARE (LINTAS) yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Program LINTAS DIARE yaitu:
a) Rehidrasi menggunakan oralit
b) Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut
c) Teruskan pemberian ASI dan makanan
d) Antibiotik selektif
e) Edukasi kepada orang tua/pengasuh
(Tanto.,2014)
a. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan sejak dari rumahtangga
denganmemberikan oralit dengan osmolaritas rendah dan bila tidaktersedia berikan
cairan rumah tanggaseperti air tajin, kuah sayur atau air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran merupakan oralityang barudengan osmolaritas yang rendah yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan rehidrasi yang
terbaik bagi penderitadiare untuk mengganti cairan yang hilang.Akan tetapi bila
penderita tidakbisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui jalur intravena. Banyaknya pemberian oralit tersebut
didasarkan pada derajat dehidrasi.
a) Diare tanpa dehidrasi
Umur <1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak diare
Umur 1-4 tahun : ½-1 gelas setiap kali anak diare
Umur ≥ 5 tahun : 1- 1 ½ gelas setiap kali anak diare
b) Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Larutan oralit diberikan dalam waktu 3 jam pertama sebanyak 75cc/KgBB
c) Diare dengan dehidrasi berat
Rehidrasi intravena 100 cc/KgBB cairan ringer laktat atau ringerasetat dengan
ketentuanUmur < 1 tahun : pertama berikan 30 cc/KgBB dalam 1 jam ,selanjutnya
70 cc/KgBB dalam 5 jamUmur ≥ 1 tahun : pertama berikan 30 cc/KgBB dalam 30
menit,selanjutnya 70 cc/KgBB dalam 2,5jam.

b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS ( Inducible Nitric OxideSynthase ) , di mana ekskresi enzim
ini akan meningkat selama prosesdiare dan dapat mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam proses epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan baik secara morfologi dan fungsinya selama terjadi diare (Kemenkes.,2011).
Zinc diberikan 10 hari berturut-turut walaupun diare sudahberhenti pada anak.
Dapat diberikandengan cara dikunyah ataudilarutkan dalam 1 sendok air matang atau
ASI.
Umur < 6 bulan : diberi 10 mg ( ½ tablet ) per hari
Umur > 6 bulan : diberi 20 mg ( 1 tablet ) per hari
c. Pemberian Antibiotik
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua penderita diare akut.
Antibiotik diindikasikan pada pasien diare yang disertai dengan demam, feses berdarah,
leukosit pada feses,suspekkolera dan infeksi berat lainnya (Kemenkes.,2011).
Menurut PERMENKES no 2406 tahun 2011 mengenai pemakaian antibiotik
menyatakan bahwa terapi antibiotik dapat digunakan sebagai terapi empiris dan
definitif. Antibiotik sebagai terapi empiris yang digunakan adalah tetrasiklin,
doxyciclin, cotrimoxazole dan eritromisin dengan jangka waktu atau lamapemberian
antibiotik yang disarankan adalah 2-3 hari . Setelah itu,maka harus segera
dievaluasiberdasarkan kondisi klinis dan hasilpemeriksaan seperti lab dan mikrobiologi.
2) Terapi Non Farmakologi
a. Dukungan Nutrisi
Pemberian makanan selama diare dapat membuat anak tetap kuat dan
tumbuh dengan baik sertamencegah kehilangan berat badan. Anak yang masih
minum ASI harus lebih sering diberi ASIsedangkan anak yang minum susu
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulanatau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan
yang mudahdicerna dan diberikan lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare
berhenti, pemberian makanan ekstraditeruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan(Kemenkes.,2011).
b. Edukasi//Nasihat pada Orang Tua
a) Cara memberikan cairan di rumah
b) kapan harus membawa anak kembali ke petugas kesehatan:
1) berak cair lebih sering
2) muntah berulang
3) sangat haus
4) makan dan minum sangat sedikit
5) demam
6) berak berdarah
7) tidak membaik dalam 3 hari

STUDI KASUS KONSTIPASI

Seorang laki laki umur 45 tahun ke apotek ingin membeli obat untuk konstipasinya.
Saat ini dia telah menggunakan obat hidrokodon/asetaminophen (vicodin) 10 mg/325 gm tiap
4 – 6 jam jika nyeri. Klonidin 0.2 mg 3x/hari, HCT 25 mg/hari untuk hipertensi, simvastatin
20 mg tiap pagi, omeprazole 20 mg/hari untuk GERD, bupropion-SR 150 mg 2x/hari untuk
terapi berhenti merokoknya.

Pertanyaan:

1. Apa simtom yang menjadi faktor penyebab pada konstipasi pasien?

2. Apa terapi farmakologidan nonfarmakologi pasien?

Penyelesaian:

a. Identifikasi permasalahan pasien


Berdasarkan kasus tersebut, pasien dapat diidentifikasi sebagai berikut:Diketahui :Umur :
45 tahunJenis Kelamin : laki-laki
1. Tanda dan gejala
-
2. Diagnosis data laboratorium
-
3. Riwayat
- Riwayat kesehatan pasien:
Hipertensi,Gerd,Kolesterol dan terapi berhenti merokok

- Obat-obat yang digunakan:


 Hidrokodon/asetaminophen (vicodin) 10 mg/325gm
 Klonidin 0.2 mg 3x/hari
 HCT 25 mg/hari
 Simvastatin 20 mg tiap pagi
 Omeprazole 20 mg/hari
 bupropion-SR 150 mg 2x/hari

b. Tatalaksana terapi
1. Faktor Resiko
Faktor penyebab Efek samping konsumsi obat, contohnya obat antasida,
antikonvulsan,antagonis kalsium, diuretik, suplemen besi, obat untuk penyakit Parkinson,
dan anti depresan.disebabkan oleh penggunaan obat dari pasien yaitu obat vicodin dan
simvastatin
2. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi pada orang dewasa antara
lain,defisiensiserat, kurangnya intake cairan , aktifitas fisik, rutinitas atau perubahan gaya
hidup, depresi, penggunaanobat-obatan, gangguan metabolik hiperkalsemia dan hipotyroid
(Mulyani,2019).

3. Tujuan terapi
Tujuan terapi konsipasi adalah untuk mengurangi keluhan, menyembuhkan konstipasi
dan dapatmencegah komplikasi dan kekambuhan (Sanusi, 2011).
4. Strategi terapi
a. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologis Tingkatkan konsumsi serat yang berasal dari buah-
buahan, sayursayurandan sereal, konsumsi air dalam jumlah banyak minimal 30-50
ml/KgBB/hari untuk orangdewasa sehat dam aktivitas normal; Tingkatkan aktivitas
fisik dengan olahraga yang rutin ±30 menitsetiap hari; Latih kebiasaan defekasi secara
teratur setelah makan atau waktu lain yang dianggap sesuai dan cukup agar pasien tidak
terburu-buru. Pasien harus menghindari kebiasaan mengedan sewaktudefekasi;
Hentikan obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi; Konsumsi probiotik; 2
(kapitaselekta, 2009).
Terapi lini pertama dan utama pada konstipasi adalah meningkatkan asupan serat
dan cairan, sertaaktifitas fisik yang cukup. Hindari makan porsi besar 3 kali sehari
tetapi makanlah dengan porsi kecildan sering. Hindari ketegangan psikis seperti stres
dan cemas. Jangan menahan rasa ingin buang airbesar karena akan memperbesar resiko
konstipasi.4,7,9,(Sembiring, 2015 ).
Guna menekan risiko konstipasi, yang utama adalah menjaga pola makan cukup
serat dan perilaku.Usaha pencegahan ini lebih murah dan menjanjikan karena
kecukupan serat akan membantumemperlancar proses buang air besar. serat bukanlah
zat yang dapat diserap oleh usus, namunperannya sangat penting dalam proses
pencernaan. Serat membantu melancarkan pencernaan danbahkan pada mereka yang
menderita kelebihan asupan gizi, serat dapat mencegah atau mengurangirisiko akibat
kegemukan. Fungsi serat makanan adalah membuat makanan dapat bertahan lama
beradadalam lambung. Makanan berserat dapat bertahan di dalam lambung sampai 24
jam, sedangkanmakanan lain hanya 4 jam. Fungsi lain dari serat makanan adalah
merangsang aktivitas saluran ususuntuk mengeluarkan feses secara teratur. Selain itu
serat makanan di dalam feses dapat menyerapbanyak air, sehingga membuat feses
menjadi lunak atau mencegah konstipasi.
b. Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi pada konstipasi adalah dengan pemberian obat
pencahar(laxatives). Secara umum golongan obat pencahar terbagi atas: bulking agents,
pelunak tinja (stoolsofteners), pencahar minyak mineral (lubricant laxatives), pencahar
bahan osmotik (osmotic laxatives)dan pencahar perangsang (stimulant laxatives)
(Sembiring, 2015).

c. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


1. KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
Pemberian informasi dapat mempersiakan ekspektasi realistis dan kepercayaan diri
terhadapkemampuan diri untuk mengontrol hal yang akan terjadi pada diri klien.
a. Menganjurkan pasien agar melakukan gaya hidup sehat
Memperbanyak konsumsi sayur, biji-bijian, dan buah yang mengandung
vitamin A dan C.Mengonsumsi makanan yang mengandung probiotik, seperti
yoghurt Menghindari konsumsisusu.Mengelola stres dengan baik.Beristirahat yang
cukup Membatasi konsumsi alkohol. Berhentimerokok.dan Makan makananan yang
berserat tinggi seperti , sayuran berdaun hijau gelap, roti, danbuah-buahan
2. Monitoring
a. Memantau kepatuhan pasien dalam menjalani terapi non farmakologinya
b. Mengontrol perubahan kondisi pasien pada konstipasi
KASUS DIARE

Seorang anak umur 3 tahun oleh ibunya dititipkan ditempat penitipan anak 4 hari setiap
minggumengeluh sakit perut dan tidak mau makan apapun. Kata ibunya setiap BAB
bentuknya cair dan kondisitubuhnya panas sedang. Hari berikutnya ada darah di tinja dan
sedikit nanah.
Pertanyaan :
1. Apa penyebab diare pada anak tersebut? Bagaimana cara menentukan jenis
terapinya/diagnosanya?
2. Bagaimana tata laksana terapinya?

Jawab :

a. Identifikasi kasus
1. Riwayat social
Pasien dititipkan ditempat penitipan anak 4 hari tiap minggu
2. Keadaan fisik
Tanda-tanda fisik :
a. Pasien mengeluh sakit perut dan kondisi tubuhnya panas
b. Tiap BAB bentuk cair
c. Ada darah ditinja dan sedikit nanah.
a. Penggolongan diare pada pasien didasarkan atas lamanya diare dan feses yang keluar dari
data diataspasien digolongkan kedalam diare akut karena pasien menderita diare kurang
dari 3 hari dan termasukdisentri adalah diare disertai darah. disebabkan oleh bakteri
shigella (Fitri dkk., 2015).
b. Tata laksana terapi
1. Tujuan terapi
Tujuan Pengobatan: Untuk mengelola makanan, air, elektrolit, memberikan bantuan
gejala, mengobatipenyebab diare yang dapat disembuhkan dan mengelola gangguan
sekunder yang menyebabkan diare (Dipiro, 2015).
2. Strategi terapi
a. Terapi non farmakologi
Manajemen diet adalah prioritas pertama dalam pengobatan diare. Kebanyakan
doktermerekomendasikan untuk menghentikan konsumsi makanan padat makanan
dan produk susu selama 24 jam. Diet hambar dimulai Pemberian makan harus
dilanjutkan pada anak-anak dengan diare bakteriakut. Anak-anak yang diberi makan
memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah, baik atautidak mereka
menerima cairan rehidrasi oral (Dipiro, 2015).
b. Terapi farmakologi

Dari algoritma diatas dapat kita lihat data pasien merupakan diare akut dengan tanda
diarekurang dari 3 hari, demam dan feses berdarah dan sedikit bernanah jadi untuk
terapinya diberikanantibiotik dan terapi simtomatik (Dipiro, 2015). Untuk jenis obat
terpilih adalah obat oralit,zink,parasetamol dan antibiotik kotrimoksazol.
3. Alasan pemilihan obat
a. Oralit
Pemberian oralit bermanfaat untuk menangani cairan yang hilang karena oralit
mengandungNaCl,KCl, trisodium sitrat hidrat dan glukosa anhidrat. Oralit atau
cairan rehidrasi oral adalahlarutan untuk mengatasi diare. Kemenkesi RI
menyebutkan bahwa penelitian dengan menggunakanoralit dapat mengurangi tinja
25%mengurangi mual dan muntah 30% dan dapat mengurangipemberian cairan
intravena sampai 33% (Pertiwi, 2017).
b. Sulemen Zink
Zink sangat dianjurkan dalam penanganan diare akut pada anak karena zink dapat
menurunkan frekuensi pengeluaran tinja. WHO sangat menganjurkan pemberian
zinc dalam penatalaksanaan diare akut, karena zink mampu mengurangi episode
diare sekitar 25% (Pertiwi, 2017). Mekanisme zink yaitu dapat memperbaiki atau
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit dengan cara mengurangikadar air dalam
lumen usus yang menghasilkan perbaikan pada konsistensi feses.
Perbaikankonsistensi feses akan dapat mengurangi frekuensi BAB yang timbul
sehingga hal tersebut dapatpula mempersingkat lama diare pada anak (lolopayung
dkk., 2014).
c. Kotrimoksazol
Obat antibiotic yang paling banyak diresepkan yaitu golongan sulfonamide
kotrimiksazol sebesar92.63%. hal ini disebabkan karena koramiksazol marupakan
antibiotic pilihan paling utama dan mengobati diare akut terutama membutuhkan
terapi antibiotik. (Agitsah dkk., 2014).. Cotrimoxazole merupakan antibiotiotik yang
mengandung kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprin. Cotrimoxazole
mempunyai spektrum aktifitas luas dan efektif terhadap gram positif dan gram
negatif termasuk shigella yang merupakan bakteri gram negatif serta salah satu
penyebab utama diare akut (Koropis dkk., 2013).
d. Obat simtomatik (paracetamol)
Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan demam yang
ditandai denganpeningkatan suhu tubuh asien. Gejala demam pada pasien diare akut
anak umum terjadi dan biasadisebabkan oleh aktivitas invasive pathogen oleh
Karena itu pemberina antibiotic merupakan halyang tepat pada pasien diare akut
anak (Pertiwi, 2017).
4. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang harus diberikan pada orang tua pasien yaitu :
a. Memberi penjalasan kepada wali pasien untuk obat penurun panas diberikan
seperlunya, jika pasientidak menunjukan gelala demam maka pengunaan
parasetamol bisa dihentikan.
b. Orangtua / pengasuh diberi pemahaman bagaimana pengobatan diare dirumah
pemberian oralit 100cc (stengah gelas) setiap kali BAB cair dan zink serta menjaga
kebersihan anak dan lingkungan.
c. Memberi penjelasan terhadap orangtua pasien mengenai penggunaan antibiotik yang
harusdihabiskan selama 3 harid. Penggunaan obat zink diberikan selama 10 hari
berturu-turut
5. Monitoring
Harus dimonitoring pada pasien yaitu :
a. Efek dan gejala obat setelah diberikan
b. Penggunaan antibiotik yang harus dihabiskan selama 3 hari
c. Penggunaan oralit yang di konsumsi setelah BAB pada anak

DAFTAR PUSTAKA

Burns M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone P.M., Kolesar J.M and Dipiro J.T.,
2016, Pharmacotheraphy Principles and Practice, Mc GrawHill Companies: New
York.

Dipiro J.T, Talbert R.L, Yee G.C, Matzke G.R, Wells B.G. and Posey L.M., 2011,
Pharmacotherapy: APathophysiologic Approach, 8th ed, Mc Graw: Inggris.

Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Ninth Edition.


The McGraw-Hill Companies: USA.

Fithria Dan, Akroman Rohmat,2015, Rasionalitas Terapi Antibiotik Pada Pasien Diare Akut
Anak Usia 1-4Tahun Di Rumah Sakit Banyumanik Semarang Tahun 2013,
Pharmacy,Vol.12 (2).

Kementerian kesehatan Republik Indonesia., 2011. Tatalaksana diare pada balita. Jakarta:
Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.
Korompis, Heedy ,Tjitrosantoso, Dan Lily, R.G.,2013, Studi Penggunaan Obat Pada
Penderita Diare AkutDiInstalasi Rawat Inap Blu Rsup Prof. Dr. R. D.
KandouManado Periode Januari – Juni 2012.Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi –
Unsrat,Vol. 2 (2).

Lolopayung, M., Dkk.,2014, Evaluasi Penggunaan Kombinasi Zink Dan Probiotik Pada
Penanganan PasienDiare Anak Di Instalasi Rawat Inap Rsud Undata Palu Tahun
2013, Online Jurnal Of Natural Science,Vol.3(1).

Pertiwi, L., 2017, Gambarann Farmakoterapi Diare Akut Pada Anak Di Puskesmas Simpang
Tiga Kota PecanBaru Periode 1 Januari-31 Dasember 2015, JOM FK,Vol 4(1).

Setiati. S., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 jilid II. Jakata: Interna publishing.

Tanto.C, Frans.L, Sonia.H, dan Eka.A.P., 2014, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-4 Jilid
II, Media Aesculapius: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai