Anda di halaman 1dari 15

TUGAS FARMAKOTERAPI II

STUDI KASUS

“Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)”

OLEH:

NAMA : NUR LAILI ANJUNI ISNAINI

NIM : O1A118102

KELAS :B

DOSEN : apt. SUNANDAR IHSAN,S.Farm.,M.Sc

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021
GERD

A. Definisi
GERD adalah suatu gangguan di mana isi lambung mengalami refluks secara
berulang ke dalam esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi
yang mengganggu (Dipiro, 2015). Refluks terjadi ketika otot berbentuk cincin yang secara
normal mencegah isi lambung mengalir kembali menuju esophagus disebabkan
esophageal sphincter bagian bawah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Refluks asam sendiri merupakan suatu pergerakan dari isi lambung dari lambung ke
esophagus. Refluks ini sendiri bukan suatu penyakit, bahkan keadaan ini merupakan
keadaan fisiologis. Refluks ini terjadi pada semua orang, khususnya pada saat makan
banyak tanpa menghasilkan gejala atau tanda rusaknya mukosa esophagus.

B. Etiologi
Penyakit gastroesofageal refluks bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi oleh
karena perubahan yang sifatnya sementara ataupun permanen pada barrier diantara
esophagus dan lambung. Selain itu juga dapat disebabkan oleh karena sfingter esophagus
bagian bawah yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esophagus bagian bawah yang
bersifat sementara, terganggunya ekspulsi dari refluks lambung dari esophagus, ataupun
hernia hiatus.

C. Patofisiologi
GERD terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor ofensif dan defensif dari
sistem pertahanan esofagus dan bahan refluksat lambung. Yang termasuk faktor defensif
sistem pertahanan esofagus adalah LES (Lower Esophageal Sphincter), mekanisme
bersihan esofagus, dan epitel esofagus.
LES merupakan strukur anatomi berbentuk sudut yang memisahkan esofagus dengan
lambung. Pada keadaan normal, tekanan LES akan menurun saat menelan sehingga terjadi
aliran antegrade dari esofagus ke lambung. Pada GERD, fungsi LES terganggu dan
menyebabkan terjadinya aliran retrograde dari lambung ke esofagus. Terganggunya fungsi
LES pada GERD disebabkan oleh turunnya tekanan LES akibat penggunaan obat-obatan,
makanan, faktor hormonal, atau kelainan struktural.
Mekanisme bersihan esofagus merupakan kemampuan esofagus membersihkan
dirinya dari bahan refluksat lambung; termasuk faktor gravitasi, gaya peristaltik esofagus,
bersihan saliva, dan bikarbonat dalam saliva. Pada GERD, mekanisme bersihan esofagus
terganggu sehingga bahan refluksat lambung akan kontak ke dalam esofagus; makin lama
kontak antara bahan refluksat lambung dan esofagus, maka risiko esofagitis akan makin
tinggi. Selain itu, refluks malam hari pun akan meningkatkan risiko esofagitis lebih besar.
Hal ini karena tidak adanya gaya gravitasi saat berbaring.
Mekanisme ketahanan epitel esofagus terdiri dari membran sel, intercellular junction
yang membatasi difusi ion H+ ke dalam jaringan esofagus, aliran darah esofagus yang
menyuplai nutrien-oksigen dan bikarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2, sel
esofagus mempunyai kemampuan mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+
dan bikarbonat ekstraseluler.

Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah peningkatan asam lambung, dilatasi
lambung atau obstruksi gastric outlet, distensi lambung dan pengosongan lambung yang
terlambat, tekanan intragastrik dan intraabdomen yang meningkat. Beberapa keadaan yang
mempengaruhi tekanan intraabdomen antara lain hamil, obesitas, dan pakaian terlalu ketat.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala khas GERD adalah regurgitasi dan heartburn. Regurgitasi
merupakan suatu keadaan refluks yang terjadi sesaat setelah makan, ditandai rasa asam
dan pahit di lidah. Heartburn adalah suatu rasa terbakar di daerah epigastrium yang dapat
disertai nyeri dan pedih. Dalam bahasa awam, heartburn sering dikenal dengan istilah rasa
panas di ulu hati yang terasa hingga ke daerah dada. Kedua gejala ini umumnya dirasakan
saat setelah makan atau saat berbaring.

Gejala lain GERD adalah kembung, mual, cepat kenyang, bersendawa, hipersalivasi,
disfagia hingga odinofagia. Disfagia umumnya akibat striktur atau keganasan Barrett’s
esophagus. Sedangkan odinofagia atau rasa sakit saat menelan umumnya akibat ulserasi
berat atau pada kasus infeksi. Nyeri dada non-kardiak, batuk kronik, asma, dan laringitis
merupakan gejala ekstraesofageal penderita GERD.

E. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko GERD adalah :
a. Obat-obatan, seperti teofilin, antikolinergik, beta adrenergik, nitrat, calcium-channel
blocker.
b. Makanan, seperti cokelat, makanan berlemak, kopi, alkohol, dan rokok.
c. Hormon, umumnya terjadi pada wanita hamil dan menopause. Pada wanita hamil,
menurunnya tekanan LES terjadi akibat peningkatan kadar progesteron. Sedangkan
pada wanita menopause, menurunnya tekanan LES terjadi akibat terapi hormon
estrogen.
d. Struktural, umumnya berkaitan dengan hiatus hernia. Selain hiatus hernia, panjang LES
yang < 3 cm juga memiliki pengaruh terhadap terjadinya GERD.

e. Indeks Massa Tubuh (IMT); semakin tinggi nilai IMT, maka risiko terjadinya GERD
juga semakin tinggi.

F. Diagnosis
Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal
Reflux Disease yang dikeluarkan oleh American College of Gastroenterology tahun 1995
dan revisi tahun 2013, diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan :
a. Empirical Therapyb. Use of Endoscopyc. Ambulatory Reflux Monitoringd.
Esophageal Manometry (lebih direkomendasikan untuk evaluasi preoperasi untuk eksklusi
kelainan motilitas yang jarang seperti achalasia atau aperistaltik yang berhubungan dengan
suatu kelainan, misalnya skleroderma).
Terapi empirik merupakan upaya diagnostik yang dapat diterapkan di pusat pelayanan
kesehatan primer karena upaya diagnostiknya sederhana dan tidak membutuhkan alat
penunjang diagnostik.
Diagnosis GERD ditegakkan berdasarkan gejala klasik dari hasil anamnesis dan
pengisian kuesioner, serta berdasarkan hasil uji terapi PPI (Proton Pump Inhibitor). Selain
itu, gejala klasik GERD juga dapat dinilai dengan Gastroesophageal Reflux Disease –
Questionnairre (GERD-Q). GERD-Q merupakan sebuah kuesioner yang terdiri dari 6
pertanyaan mengenai gejala klasik GERD, pengaruh GERD pada kualitas hidup penderita
serta efek penggunaan obat-obatan terhadap gejala dalam 7 hari terakhir. Berdasarkan
penilaian GERD-Q, jika skor >8 maka pasien tersebut memiliki kecenderungan yang
tinggi menderita GERD, sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut. Selain untuk menegakkan
diagnosis, GERD-Q juga dapat digunakan untuk memantau respons terapi.

Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis GERD adalah uji terapi PPI. Uji terapi PPI
merupakan suatu terapi empirik dengan memberikan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu
tanpa pemeriksaan endoskopi sebelumnya. Indikasi uji terapi PPI adalah penderita dengan
gejala klasik GERD tanpa tanda-tanda alarm. Tanda-tanda alarm meliputi usia >55 tahun,
disfagia, odinofasia, anemia defisiensi besi, BB turun, dan adanya perdarahan
(melena/hematemesis). Apabila gejala membaik selama penggunaan dan memburuk
kembali setelah pengobatan dihentikan, maka diagnosis GERD dapat ditegakkan.

G. Penatalaksanaan Terapi
Tujuan dari pengobatan adalah untuk meringankan/mengurangi gejala, mengurangi
frekuensi dan durasi refluks gastroesofagus, meningkatkan penyembuhan mukosa yang
terluka dan mencegah berkembangnya komplikasi.
a. Terapi Non Farmakologi
Perubahan gaya hidup tergantung dari kondisi pasien. Perubahan gaya hidup yang dapat
dilakukan antara lain :
- Meningkatkan posisi kepala saat tidur atau berbaring.
- Mengurangi berat badan bagi pasien dengan obesitas- Menghindari makanan yang
dapat menurunkan tekanan sfincter esofagus (LES) dan makanan yang dapat
mengiritasi mukosa esofagus- Megkonsumsi makanan yang kaya protein untuk
meningkatkan tekanan sfincter esofagus (LES)
- Makanan makanan dalam jumlah sedikit dan hindari makan dalam jumlah banyak
sekaligus terutama pada 2-3 jam sebelum tidur, -Berhenti merokok, minum minuman
beralkohol, - Hindari memakai pakaian yang ketat
b. Terapi Farmakologi
Terapi ditujukan untuk menurunkan keasaman refluks, menurunkan volume lambung
yang tersedia untuk direfluks, meningkatkan pengosongan lambung, meningkatkan
tekanan LES, meningkatkan pembersihan asam esofagus, dan melindungi mukosa
esofagus.
1) Pengobatan ditentukan oleh tingkat keparahan penyakit dan meliputi:
- Perubahan gaya hidup dan terapi yang diarahkan oleh pasien dengan antasid dan /
atau terapi penekanan asam tanpa resep (antagonis reseptor histamin 2 [H2RAs]
dan / atau pompa proton inhibitor [PPIs])
- Pengobatan farmakologis dengan terapi penekanan asam dengan resep
- Operasi Antireflux
2) Intervensi awal sebagian bergantung pada kondisi pasien (frekuensi gejala, tingkat
esofagitis, dan adanya komplikasi). Pendekatan step-up dimulai dengan perubahan
gaya hidup dan terapi yang diarahkan pasien dan berlanjut ke manajemen
farmakologis atau operasi antireflux. Pendekatan step-down juga efektif, dimulai
dengan PPI atau bila tidak ada gunakan H2RA, dan kemudian melangkah ke dosis
terendah dari penekanan asam yang diperlukan untuk mengontrol gejala.
STUDI KASUS GERD

Seorang pria umur 45 tahun BB 105, TB 180 cm datang ke klinik mengeluh rasa
terbakar di dada, regurgitasi dan susah menelan makanan. Saat ini mengkonsumsi
omeprazole 20 mg setiap pagi dalam satu bulan terakhir tanpa perbaikan. Riwayat alergi
ramipril dengan manifestasi susah bernapas dan bibir bengkak. Riwayat penyakit
dyslipidemia, DM tipe 2 dan hipertensi sudah 20 tahun yang seluruhnya terkontrol oleh
pengobatan. Bekerja sebagai satpam di sekolah dasar dan hidup dengan istri dan seorang
putrinya yang masih remaja. Dia juga perokok sebanyak 2 setengah bungkus per hari.
Riwayat pengobatan metformin 500 mg dua kali/hari, HCT 12,5 mg/hari, amlodipine 10
mg/hari, atorvastatin 20 mg/hari saat mau tidur.Hasil pemeriksaan fisik, VS; TD 125/72
mmHg, Nadi 82/menit, Pernapasan 16kali/menit, Suhu 37ºC

Pertanyaan:

1. Apa simtom yang menunjukkan GERD dan termasuk dalam klasifikasi apa GERD pasien?

2. Apa faktor risiko yang dapat memperburuk/berkontribusi terhadap kondisi GERD pasien?

3. Bagaimana terapi non farmakologi dan farmakologi pada pasien? Apakah omeprazole tetap
akan digunakan atau tidak?

Penyelesaian:

a. Identifikasi permasalahan pasien


1. Tanda dan gejala
Keluhan:
 Rasa terbakar di dada
 Regurgitasi
 susah menelan makanan
2. Diagnosis data laboratorium
 TD 125/72 mmHg
 Nadi 82/menit
 Pernapasan 16kali/menit
 Suhu 37ºC
3. Riwayat
- Riwayat kesehatan pasien:
 Alergi ramipril dengan manifestasi susah bernapas dan bibir bengkak
 Penyakit dyslipidemia

 DM tipe 2 dan hipertensi sudah 20 tahun yang seluruhnya terkontrol oleh


pengobatan

- Riwayat sosial :

 Merokok sebanyak 2 setengah bungkus per hari

- Obat-obat yang digunakan:


 Omeprazole 20 mg setiap pagi
 Metformin 500 mg dua kali/hari
 HCT 12,5 mg/hari
 Amlodipine 10 mg/hari

 Atorvastatin 20 mg/hari saat mau tidur

b. (Penentuan) Tatalaksana terapi


1. Tujuan terapi
Tujuan dari pengobatan adalah untuk meringankan/mengurangi gejala, mengurangi
frekuensi dan durasi refluks gastroesofagus, meningkatkan penyembuhan mukosa yang
terluka dan mencegah berkembangnya komplikasi.
2. Strategi terapi
a. Terapi Non Farmakologi
Perubahan gaya hidup tergantung dari kondisi pasien. Perubahan gaya hidup yang dapat
dilakukan antara lain :
- Meningkatkan posisi kepala saat tidur atau berbaring.
- Mengurangi berat badan bagi pasien dengan obesitas
- Menghindari makanan yang dapat menurunkan tekanan sfincter esofagus (LES) dan
makanan yang dapat mengiritasi mukosa esofagus- Megkonsumsi makanan yang kaya
protein untuk meningkatkan tekanan sfincter esofagus (LES)
- Makanan makanan dalam jumlah sedikit dan hindari makan dalam jumlah banyak
sekaligus terutama pada 2-3 jam sebelum tidur
- Berhenti merokok, minum minuman beralkohol
- Hindari memakai pakaian yang ketat
b. Terapi Farmakologi
Terapi ditujukan untuk menurunkan keasaman refluks, menurunkan volume lambung
yang tersedia untuk direfluks, meningkatkan pengosongan lambung, meningkatkan
tekanan LES, meningkatkan pembersihan asam esofagus, dan melindungi mukosa
esofagus.
 Terapi inisial dengan PPI omeprazole dihentikan dan dilakukan investigasi lanjutan
(endoskopi, biosi) dan tes H. Pylori. Setelah itu, diberikan terapi yang sesuai
berdasarkan hasil tes lanjutannya. Namun, apabila hasil tesnya memakan waktu lama
(misalnya untuk tes H. Pylori membutuhkan waktu 1-2 hari) maka terapi inisial
dengan PPI omeprazole tetap dilanjutkan (dikonsumsi 2 x sehari). Hal tersebut
dilakukan untuk menghilangkan gejala dan memulihkan kerusakan mukosa. Untuk
obat-obat DM tipe 2 dan hipertensi tetap dikonsumsi.

Informasi obat Omeprazole :

Indikasi Tukak lambung, tukak duodenum, GERD, hipersekresi


patologis (misal: sindroma Zollinger Ellison).

Kontra Indikasi Penderita yang hipersensitif terhadap Omeprazole

Peringatan Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.


Singkirkan terlebih dahulu kemungkinan kanker lambung
sebelum pemberian omeprazole.

Efek Samping Urtikaria, mual dan muntah, konstipasi, kembung, nyeri


abdomen, lesu, paraestesia, nyeri otot dan sendi,
pandangan kabur, edema perifer, perubahan hematologik
(termasuk eosinofilia, trombosiopenia, leukopenia),
perubahan enzim hati dan gangguan fungsi hati, depresi,
mulut kering.

Interaksi Obat Menghambat absorbsi ketoconazole dan itraconazole.


Meningkatkan kadar warfarin, diazepam, cyclosporin, dan
phenytoin.

Menurunkan kadar imipramin, beberapa antipsikotik,


teofilin.

Dosis Tukak lambung dan duodenum : Dosis awal 1x20


mg/hari selama 4-8 minggu dapat ditingkatkan menjadi 40
mg/hari pada kasus berat atau kambuh. Dosis
pemeliharaan 1x20 mg/hari.
Eradikasi H. Pylori: sesuai regimen terapi eradikasi H.
Pylori
Refluks gastroesofageal: 1x20 mg sehari selama 4-8
minggu.
Sindroma Zollinger-Ellison: 1x60 mg sehari.

Sediaan Kapsul 20 mg: Contral, Dudencer, Inhipump, Lanacer,


Locev, Meisec, Omed, Omeprazole OGB Soho, Omevell,
OMZ, Onic, Ozid, Prilos, Prohibit, Promezol, Pumpitor,
Redusec, Rindopump, Rocer, Socid, Stomacer, Ulzol,
Zepral, Zeprazol, Zolacap, Zollacid
Sediaan Injeksi (Vial) 40 mg: Inhipump, OMZ, Ozid,
Pumpitor, Rocer, Stomacer-40.

(Team Medicinal Mini note, 2019)


c. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Untuk obat DM tipe 2 dan hipertensi diminum seperti biasa yaitu: metformin 500mg dua
kali/hari, HCT 12,5 mg/hari, amlodipine 10 mg/hari, atorvastatin 20 mg/hari saat mau
tidur.
Omeprazole 20mg diminum setiap 12 jam sehari (2 x sehari) untuk mengatasi keluhan rasa
terbakar di dada, regurtasi dan susah menelan makanan. Apabila anda mengalami seperti
mual, kontipasi, kembung, nyeri perut, nyeri otot dan sendi, pandangan kaur, dan mulut
kering, maka itu adalah efek samping dari obat ini.
Setelah hasil tes H. Pylori diketahui, maka ada terapi lain yang akan dilakukan.
Pasien harus menjalani gaya hidupsehat seperti :
1) Berhenti merokok karena dapat secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel atau dapat
menyebabkan keparahan pada penyakit GERD.
2) Menurunkan berat badan serta menghindari pakaian ketat sehingga langsung
mempengaruhi sel-sel epitel.
3) Menghindari makanan berlemak dan minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi,
dan bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam.

4) Usahakan makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan kebersihan asam
selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus.

d. Monitoring
1. Monitoring tanda vital pasien (RR, Tekanan Darah, Heart rate, dan suhu badan)
2. Monitoring frekuensi dan keparahan gejala – gejala yang non spesifik seperti batuk,
non alergi asma atau sakit pada dada dan juga gejala spesifik seperti Heartburn.
3. Monitoring apakah kondisi pasien masih lemas atau tidak.
4. Monitoring apakah konjungtiva masih anemis atau tidak.
5. Monitoring jika terjadi alarm symptoms seperti disphagia (gangguan pada esophagus
sehingga kesulitan dalam menelan) dan odinophagia (nyeri saat menelan).
6. Dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat apakah terjadi erosi pada mukosa
esogafus atau tidak.

Jawaban Pertanyaan :

1. Simtom yang menunjukkan GERD pada pasien yaitu keluhan rasa terbakar di dada,
regurgitasi dan susah menelan makanan. GERD yang diderita pasien termasuk dalam
klasifikasi sindrom esofageal (sindrom somatik).

Sindrom simtomatik adalah refluks esofageal tanpa adanya lesi struktural, atau
pemeriksaan lebih lanjut untuk menilai kerusakan struktural belum dilakukan. Pasien
dengan sindrom refluks tipikal memiliki dua keluhan klasik, yaitu heartburn dan atau
regurgitasi. Pasien dengan sindrom nyeri dada non kardiak yang dominan tanpa adanya
gejala refluks tipikal.
2. Faktor risiko yang dapat memperburuk/berkontribusi terhadap kondisi GERD pasien
adalah:
a. Jenis kelamin
b. Merokok
c. obesitas
3. Jawabannya ada diatas untuk terapi farmakologi dan nonfarmakologi

DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, Brian K., Robin L. Corelli., Michael E. Ernst., B. Joseph Guglielmo., Pamala A.
Jacobson., Wayne A. Kradjan., Bradley R. Williams. 2013. Koda-Kimble &
Young’s Applied therapeutics The Clinical use of Drug. Lippincott Williams
&Wilkins, a Wolters Kluwer business : USA.

Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Ninth Edition.


The McGraw-Hill Companies: USA

Team Medicinal Mini Notes, 2019. Basic Pharmacology & Drug Notes. MMN Publishing :
Makassar.

Anda mungkin juga menyukai