Anda di halaman 1dari 12

TUGAS FARMAKOTERAPI II

“GANGGUAN MUAL MUNTAH”

OLEH:

NAMA : NUR LAILI ANJUNI ISNAINI

NIM : O1A118102

KELAS : B

DOSEN : apt. SUNANDAR IHSAN,S.Farm.,M.Sc

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021
Gangguan Mual Muntah

Latar Belakang
Mual dan muntah terdiri dari tiga tahap yaitu mual, muntah-muntah dan muntah.Mual
adalah perasaan subjektif dari kebutuhan untuk muntah.Ini sering disertai dengan gejala
otonom pucat, takikardi, diaforesis, dan air liur.Muntah-muntah mengikuti mual dan terdiri
dari kontraksi diafragma, dinding perut, dan dinding dada serta pernapasan spasmodik
terhadap glotis tertutup.Muntah-muntah, yang dapat terjadi tanpa muntah, menghasilkan
gradien tekanan yang diperlukan untuk muntah, walaupun tidak ada isi lambung yang
dikeluarkan.
Muntah atau emesis, adalah pengusiran oral refleksif, cepat, dan kuat dari isi GI atas
karena kontraksi berkelanjutan pada otot-otot perut dan dada. Area spesifik di otak dan
saluran GI distimulasi ketika tubuh terpapar pada stimuli berbahaya atau iritasi GI zona
pemicu kemoreseptor (CTZ) di area postrema dari ventrikel keempat otak, alat vestibular,
aferen visceral dari GI traktat, dan korteks serebral. Ini pada gilirannya merangsang daerah
reticular medula dalam batang otak. Area ini adalah pusat muntah sentral, yang
mengoordinasikan impuls yang dikirim ke pusat air liur dan pernapasan, dan otot faring, GI,
dan perut yang menyebabkan muntah (Dipiro dkk., 2016).
Tatalaksana Terapi
1. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu:
a. Menjalankan pola hidup yang sehat, seperti banyak makan sayur dan buah, olahraga
teratur dan mengurangi makanan cepat saji (fast food)
b. Menghindari zat yang bersifat karsinogenik (dapat memacu timbulnya sel kanker)
seperti rokok, alkohol, sinar radiasi, dll.
c. Normalkan kandungan omega-3 hingga omega-6 dengan mengkonsumsi makanan
yang mengandung kandungan omega-3 dan omega-6 yang banyak terdapat dalam
daging, telur, ikan air tawar, kedelai dan minyak nabati (kelapa, jagung, kelapa sawit).
d. Tidur cukup dan berkualitas.
e. Jauhkan diri dari lingkungan kotor dan polusi.
f. Kurangi makan makanan gorengan, Sebaiknya pilih yang direbus atau dikukus.
g. Konsumsi zat-zat gizi seperti Beta karoten, vitamin C, dan asam folat dan yang
mengandung anti oksidan. Beta karoten banyak terdapat dalam wortel, vitamin C
terdapat dalam buah-buahan berwarna orange seperti jeruk, sedangkan asam folat
terdapat dalam makanan hasil laut.
h. Diet makanan berlemak (kurangi asupan makanan berlemak)
i. Anjurkan pasien untuk secara rutin dan tepat waktu menjalani terapi
j. Sarankan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien

2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan anti muntah
(antiemetika):
a) Penggolongan Antiemetika
Berdasarkan mekanisme kerjanya antiemetika dapat dibedakan menjadi tiga 3
kelompok dan beberapa obat tambahan:
1. Antikolinergika
Obat- obat ini ampuh pada mabuk darat, penyakit Meniere dan mual kehamilan.
Contohnya skopolamin dan antihistamin (siklizin, meklizin, sinarizin, prometazin,
dimenhidrinat) (Rahardja, 2010).
2. Antagonis Dopamin
Zat-zat ini berdaya melawan mual berdasarkan perintangan neurotransmiter dari
CTZ ke pusat muntah dengan jalan blokade reseptor dopamin.
a. Propulsiva (prokinetika) : metoklopramida dan domperidon
b. Derivat butirofenon : haloperidol da droperidol
c. Derivat fenotiazin : proklorperazin dan thietilperazin (torecan)
(Rahardja, 2010).
3. Antagonis Serotonin
Mekanismenya memblokade serotonin yang memicu refleks muntah dari usus
halus dan rangsangan terhadap CTZ. Contohnya granisetron, ondansetron,
tropisetron (Rahardja, 2010).
4. Lain-lain:
a. Kortikosteroida, seperti deksametason dan metilprednisolon ternyata efektif
untuk mual muntah yang diakibatkan oleh sitostatika dan radioterapi.
Penggunaannya sering kali dengan suatu antagonis serotonin (Rahardja, 2010).
b. Alizaprida (Litican) digunakan setelah pembedahan, rasioterapi, dan
kemoterapi. Khasiatnya berdasarkan penghambatan refleks muntah secara
sentral (Rahardja, 2010).
c. Benzodiazepin mempengaruhi sistem kortikal/limbis dari otak dan tidak
mengurangi frekuensi dan hebatnya emesis, melainkan memperbaiki sikap
pasien terhadap peristiwa muntah. Terutama lorazepam ternyata efektif sebagai
pencegah muntah (Rahardja, 2010).
b) Penanganan mual muntah dengan antiemetika
Mual muntah dapat ditangani dengan cara pemberian antiemetika atau obat anti mual
muntah. Antiemetik diberikan sebelum kemoterapi, dan apabila setelah kemoterapi
pasien memgalai mual muntah, maka dapat diberi terapi lanjtan menggunakan
antiemetika. Berikut merupakan sediaan antiemetik dan regimen dosis dewasa:

Kasus
Seorang perempuan 53 tahun baru didiagnosis kanker payudara dan mendapat terapi
inisial doxorubicin 50 mg/m2, cyclophosphamide 500 mg/m2, dan docetaxel 75 mg/m2
Riwayat penyakit: Hipertensi, dyslipidemia, DM tipe 2 selama 2 tahun. Merokok 1 bungkus
per hari, kadang-kadang meminum alkohol. Obat yang sedang digunakan adalah lisinopril 20
mg/hari dan metformin 1000 mg .
Tanda vital: TD 132/82 mmgHg, HR 80 beats/min, RR 16 breaths/min, Suhu 98.6°F
(37.0°C)
Hasil pemeriksaan Lab:
Serum creatinine 0.9 mg/dL (80 µmol/L),
serum potassium 3.9 mEq/L (3.9 mmol/L),
Glukosa puasa 103 mg/dL (5.7 mmol/L),
A1C 7.1% (0.071; 54 mmol/mol Hb)
Pertanyaan:
1. Apa yang menjadi faktor risiko mual muntah pada pasien?
2. Bagaimana tatalaksana terapi pada pasien?
Penyelesaian :
a. Identifikasi Pasien
Berdasarkan kasus di atas, pasien dapat diidentifikasi sebagai berikut :
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 53 tahun
b. Riwayat Kesehatan dan Pengobatan
 Kanker payudara (diobati dengan doxorubicin 50 mg/m2, cyclophosphamide 500
mg/m2, dan docetaxel 75 mg/m2)
 Hipertensi (diobati dengan Lisinopril 20 mg/hari)
 Dyslipidemia
 DM tipe 2 selama 2 tahun (diobati dengan metformin 1000 mg)
c. Riwayat Sosial
 Merokok 1 bungkus/hari
 Kadang-kadang meminum alkohol
d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
1. Tanda vital
 Tekanan darah: 132/82 mmgHg (Prehipertensi, tetapi masih dianggap batas
normal yaitu 120/80 mmHg-140/90 mmHg)
 Heart Rate (Detak jantung): 80 ketukan/menit (Normal, pada kisaran 76-83
ketukan /min)
 Respiration Rate (Laju pernapasan): 16 kali/ menit (Normal, pada kisaran 12-20
kali/ menit)
 Suhu tubuh: 37,0oC (Normal, pada kisaran 36,5-37,5oC)
2. Hasil pemeriksaan Lab
 Serum creatinine: 0.9 mg/dL (80 µmol/L) (Normal, pada kisaran 0,5-1,1 mg/dL)
 Serum potassium: 3.9 mEq/L (3.9 mmol/L) (Normal, pada kisaran 3,5-5,5 mEq/L)
 Glukosa puasa 103 mg/dL (5.7 mmol/L) (Normal, pada kisaran 70-130 mg/dL)
 A1C 7.1% (0.071; 54 mmol/mol Hb) (Tidak Normal, Normal: pada kisaran 4-
5,6%), Tes ini dilakukan untuk memantau kadar hemoglobin pada pasien diabetes.
e. Kesimpulan
Berdasarkan riwayat kesehatan, riwayat pengobatan, hasil pemeriksaan fisik dan
lab, pasien didiagnosis menderita penyakit gangguan mual muntah yang termasuk dalam
kategori moderate. Serta diketahui bahwa penyebab utama mual dan muntah pada pasien
adalah karena riwayat penggunaan obat kemoterapi.
Jawaban dari pertanyaan pada kasus di atas :
1. Faktor Resiko Mual Muntah pada Pasien
a. Konsumsi obat kemoterapi
Mual dan muntah akibat kemoterapi (CINV) merupakan salah satu efek
samping dari pengobatan kemoterapi pada pasien kanker payudara. Lebih dari
setengah dari wanita yang menjalani kemoterapi telah dilaporkan mengalami mual
muntah post kemoterapi meskipun telah menggunakan obat antiemetik.
Pasien tersebut telah didiagnosis oleh dokter menderita kanker payudara dan
menerima terapi doxorubicin 50 mg/m2, cyclophosphamide 500 mg/m2, dan
docetaxel 75 mg/m2. Gejala mual muntah merupakan salah satu efek samping yang
berat akibat pemberian obat kemoterapi. Disamping itu, jika efek samping ini tidak
ditangani dengan baik, maka mual muntah dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, dan resiko aspirasi pneumonia (Rif’atunnisa dkk.,
2017).
b. Efek samping obat hipertensi
Pasien di atas diketahui mengkonsumsi obat antihipertensi yaitu Lisinopril
untuk menjaga tekanan darahnya. Lisinopril diketahui mempunyai efek samping salah
satunya mual, muntah. Menurut Noerhadi, 2008, penggunan obat antihipirtensi
terkadang pula memiliki efek samping mual dan muntah.
c. Efek samping obat diabetes
Pasien di atas diketahui telah mengidap diabetes selama dua tahun dan
mengkonsumsi obat Metformin 1000 mg sekali sehari. Metformin sebagai obat
antidibetes oral pilihan pertama sering menimbulkan reaksi obat yang merugikan
(ROM) yang berupa efek samping gangguan gastrointestinal seperti diare, mual,
muntah, dan perut kembung. Kejadian ini dilaporkan sehubungan dengan penggunaan
metformin tanpa disertai asupan makanan.
d. Merokok dan mengkonsumsi minuman alkohol
Merokok memengaruhi berbagai sistem pada tubuh, termasuk pencernaan.
Nikotin yang yang berada di dalam rokok akan melemahkan otot-otot berbentuk
cincin pada bagian bawah kerongkongan. Otot-otot tersebut memiliki fungsi
mencegah naiknya asam lambung.
Mengonsumsi alkohol yang secara langsung mengiritasi pencernaan, sehingga
menyebabkan peradangan pada lapisan perut. Alkohol juga dapat memicu
terbentuknya lemak hati dan meningkatkan produksi asam lambung. Inilah yang
menyebabkan orang yang mabuk sering mengalami mual, dan muntah.

2. Tatalaksana Terapi
a. Tujuan Terapi
Tujuan terapi yaitu meringankan serta menghilangkan mual dan muntah,
meningkatkan kualitas hidup pasien, dan mencegah komplikasi seperti dehidrasi,
idealnya tercapai tanpa efek samping atau dengan efek samping yang dapat diterima
secara klinis (DiPiro dkk., 2011).
Pasien ini memiliki riwayat penyakit kanker payudara, hipertensi, dislipidemia
dan DM tipe 2. Oleh karena itu, tujuan terapi untuk penyakit tersebut pada pasien ini
adalah untuk memelihara kolestrol total, LDL, tekanan darah, dan juga kadar glukosa
agar tetap normal; mencegah atau menghilangakan mual muntah dan meningkatkan
kualitas hidup. Untuk kanker dari pasien karena masih dalam stadium awal maka
tujuan terapinya adalah untuk sembuh.
b. Strategi Terapi
1) Terapi Non Farmakologi
Terapi Nonfarmakologi yang dapat dilakukan adalah perubahan pola makan,
fisik, atau psikologis yang konsisten dengan etiologi gejala. Untuk pasien kanker
yang menjalani kemoterapi, mengantisipasi mual dan muntah merupakan proses
yang melibatkan unsur pengkondisian klasik (DiPiro dkk., 2011).
2) Terapi Farmakologi
a) Regimen terapi untuk Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting (CINV).
Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari data pasien, pasien termasuk
gangguan mual muntah kategori moderate maka di gunakan rejimen terapi
Palanosetron + Dexamethasone pada hari pertama atau alternatif regimen yaitu
5-HT3 antagonis + aprepitant + dexamethasone pada hari pertama kemudian
dilanjutkan pada hari ke 2-4 Dexamethasone (hari ke-2 dan ke-3) Aprepitant
(hari ke-2 dan ke-3) (Chisholm-Burns dkk., 2016).
Palonosetron merupakan preparatantagonis 5-HT3 generasi kedua yang
mempunyai waktu paruh panjang yaitu sekitar 40 jam, 10 kali lebih panjang
daripada generasi pertama. Palonsetron mempunyai sifat afinitas dan
selektivitas sangat tinggi terhadap reseptor 5-HT3. Palonosetron dosis tunggal
yaitu 0.25 mg intravena dapat mencegah CINV akut yang disebabkan oleh
pemberian kemoterapi emetogenik tinggi. Kemudian Aprepitant dan
fosapretitant merupakan antagonis kompetitif selektif reseptor NK-1 poten.
Aprepitant diberikan selama tiga hari dengan dosis anjuran 125 mg per oral
satu jam sebelum kemoterapi hari pertama dilanjutkan 80 mg pada hari kedua
dan ketiga (Chisholm-Burns dkk., 2016).
Pasien yang menerima agen kemoterapi dengan potensi emetogenik harus
menerima kortikosteroid sebagai profilaksis CINV (Chisholm-Burns dkk.,
2016). Kortikosteroid seperti deksametason merupakan antiemetik dan
digunakan sebagai kombinasi dengan preparat lain. Mekanisme anti emetik
kortikosteroid belum jelas, diduga melalui mekanisme penghambatan sintesis
prostaglandin di hipotalamus (Shinta dan Surarso, 2016).
b) Terapi untuk DM Tipe 2
Persentase terbesar kejadian efek samping metformin yang diminum
sesudah makan ini terjadi pada dosis awal terapi 1000 mg per hari dan 1500
mg per hari. Berdasarkan riwayat pengobatan, pasien mengonsumsi
Metformin 1000 mg sehari sekali. Efek samping pada gangguan pada
gastrointestinal (seperti diare, mual, dan perut kembung) ini kemungkinan
disebabkan dosis terapi awal yang tinggi.
Berdasarkan referensi, obat metformin disarankan untuk diawali dengan
dosis yang rendah yaitu berkisar pada 500–850 mg untuk menghindari atau
meminimalkan keluhan efek samping gangguan pada gastrointestinal.
c) Terapi untuk hipertensi
Pasien tetap mengkonsumsi obat antihipertensinya yaitu Lisinopril 20
mg/hari seperti biasa.
c. Uraian Obat
1) Palonosetron
Nama Obat: Palonosetron
Golongan: 5-HT3 Antagonis
Indikasi: Pencegahan mual dan muntah akibat kemoterapi yang bersifat
emetogenik sedang hingga berat.
Dosis: Injeksi intravena (selama 30 detik) 250 mikrogram sebagai
dosis tunggal diberikan 30 menit sebelum kemoterapi; jangan
mengulangi dosis dalam 7 hari
Efek samping: Diare, konstipasi; sakit kepala, pusing; kurang umum terjadi,
dispepsia, nyeri abdomen, mulut kering, flatulen, perubahan
tekanan darah, takikardi, bradikardi, aritmia, iskemia miokard,
tersedak, mengantuk, astenia, insomnia, ansietas, euforia,
paraestesia, neuropati perifer, anoreksia, motion sickness,
gejala mirip influenza, retensi urin, glikosuria, hiperglikemia,
gangguan keseimbangan elektrolit, artralgia, iritasi mata,
amblyopia, tinitus, ruam kulit, pruritus
Interaksi Menurunkan efek terapeutik dari paloxi apabila digunakan
bersamaan dengan tramadol.

Harga Rp. 789.000


2) Aprepitant
Nama Obat: Aprepitant
Golongan: NK-1 Antagonis
Indikasi: Aprepitant digunakan bersama dengan kombinasi obat lain
untuk membantu pencegahan mual dan muntah yang
disebabkan oleh kemoterapi
Dosis: Aprepitant diberikan selama tiga hari dengan dosis anjuran
125 mg per oral satu jam sebelum kemoterapi hari pertama
dilanjutkan 80 mg pada hari kedua dan ketiga.
Efek samping: Anoreksia, sembelit, diare
Interaksi: Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh
banyak hal, seperti konsumsi obat-obatan lain dalam waktu
bersamaan, pola kebiasaan hidup seperti kebiasaan merokok
dan minum minuman beralkohol, serta konsumsi jenis makan
makanan tertentu.
Harga: Rp. 735.000
3) Dexamethasone
Nama Obat: Dexamethasone
Golongan: Kortikosteroid
Indikasi: Mengatasi peradangan, reaksi alergi, dan penyakit autoimun.
Dosis: Injeksi 5 mg/mL
Efek samping: Beberapa efek samping dexamethasone yang dapat dialami
penggunanya adalah nafsu makan meningkat, berat badan
bertambah, perubahan siklus menstruasi, gangguan tidur,
pusing, sakit kepala.
Interaksi:  Phenytoin, rifampicin, barbiturat, carbamazepine dan
ephedrine: menurunkan efektivitas dexamethasone.
 Erythromycin, ketoconazole, dan ritonavir: menimbulkan
efek samping obat
 Obat diuretik menimbulkan hipokalemia.
 Warfarinmenimbulkan perdarahan
Harga Rp. 24.000/Ampul

3. KIE dan Monitoring


a. KIE
 Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyebab mual dan muntah yaitu
terkait dengan rejimen pengobatan kanker, menghindari pemicu mual muntah yaitu
menghindari rokok dan tidak minum alkohol, komplikasi potensial, pilihan
pengobatan, efek samping obat, dan kapan harus mencari perhatian medis.
 Menyampaikan kepada pasien untuk mengurangi dosis saat mengonsumsi
metformin yaitu menjadi 500-850 mg sekali sehari dan diminum saat setelah
makan.
 Menyampaikan kepada pasien untuk tetap mengkonsumsi obat antihipertensinya
yaitu Lisinopril 20 mg/hari seperti biasa.
 Menyampaikan kepada pasien bahwa apabila pasien mengalami muntah dalam 24
jam setelah penggunaan obat kemoterapii, maka pasien dapat mengonsumsi obat
Palonosetrona 0.25 mg (IV) dan Aprepitant 150 mg (IV) 30 menit sebelum
kemoterapi, dan dexamethasone 12–20 mg secara oral pada hari pertama lalu 8–12
mg secara oral setiap hari. Sedangkan, apabila pasien mengalami muntah lebih dari
24 jam setelah penggunaan dapat mengonsumsi obat dexamethasone12–20 mg
secara oral.
 Menyampaikan kepada pasien apabila tidak terjadi perubahan setelah pengobatan
agar segera menghubungi dokter kembali
b. Monitoring
a. Memantau keadaan pasien setelah terapi farmakologi apakah menimbulkan efek
terrapi atau tidak.
b. Memonitoring efek obat metformin setelah diturunkan dosisnya dan se-sering
muingkin memeriksa kadar gula darah pasien.
c. Memonitoring kepatuhan pasien meminum obat antiemetik setelah terjadi muntah,
apakah gejala mual dan muntahnya dapat berkurang atau berhenti.
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T., Robert, T. L., Gary, C. Y., Gary, R. M., Barbara, G. W., dan L. Michael, P.,
2011,Pharmacotherapy 8th Edition, Mc Graw Hill: New York.

M.A., Terry L.S., Barbara G.W., Dipiro J.T., 2016, Pharmacotherapy Principles & Practice,
McGraw-Hill Education: New York.

Rif’atunnisa, Rachmawaty R., dan Andi W. S., 2017, Faktor Risiko Terjadinya Mual Muntah
Chisholm-Burns, Lambat Akibat Kemoterapi pada Pasien Kanker Payudara, Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagnosis, Vol. 11 (4).

Shinta, N. R., dan Surarso, 2016, Terapi Mual Muntah Pasca Kemoterapi, Jurnal THT-KL,
Vol. 9 (2).

Anda mungkin juga menyukai