Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kardiovaskular

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular memulai aktivitasnya ketika janin baru berusia empat

minggu dan merupakan sistem terakhir yang aktivitasnya berhenti ketika

kehidupan seseorang berakhir. Jantung dibentuk oleh organ-organ muskular, apek,

dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung

terletak di rongga dada, dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri

sternum (Kowlak, 2014:138).

Jantung, arteri, vena, dan sistem limfatik membentuk jaringan kardiovaskular

yang bekerja sebagai sistem transportasi dalam tubuh, yaitu dengan memompa

darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa darah, otot-otot jantung

(miokardium) yang bergerak. Sistem ini membawa oksigen serta nutrient yang

mendukung kehidupan kedalam sel, mengeluarkan produk limbah metabolic, dan

membawa hormon dari bagian tubuh yang satu kebagian tubuh lain (Kowlak,

2014:138).

2.1.2 Definisi Penyakit Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular didefinisikan sebagai kondisi yang mempengaruhi

irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran darah yang melalui bilik jantung, aliran

darah miokard, serta sirklasi perifer yang menyebabkan perubahan-perubahan

dalam fungsi jantung (Poter dan Perry, 2010:332). Orang dewasa mengalami

7
8

perubahan pada fungsi jantung akibat kalsifikasi jalur konduksi, penebalan dan

gangguan katup jantung karena akumulasi lipid dan fibrosis, serta penurunan

jumlah sel pacemaker pada katup SA (Meiner dan Leuckenotte, 2006:33).

Penyakit kardiovaskular dapat digolongkan kedalam 3 bentuk gangguan

system kardiovaskular yaitu gangguan fungsi jantung, gangguan struktur jantung,

dan gangguan system vascular, yaitu :

A. Gangguan Fungsi Jantung

1. Atherosklerosis

Atherosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan

dan pengerasan arteri besar dan menengah, seperti koronaria basilar, aorta,

dan arteri iliaka, lesi-lesi pada arteri menyumbat aliran darah kejaringan dan

organorgan utama yang dimanifestasikan sebagai penyakit arteri koroner,

miokard infark, penyakit vascular perifer, aneurisma, dan cerebro vascular

accident (Muttaqin, 2009:69).

2. Angina Pectoris

Pengertian klinis Angina adalah keadaan iskemia miokard karena kurangnya

suplai oksigen ke sel-sel otot jantung (miokard) yang disebabkan oleh

penyumbatan atau penyempitan arteri koroner, peningkatan beban kerja

jantung, dan menurunya kemampuan darah mengikat oksigen Angina

pectoris merupakan nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan, yang

terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen. Angina memiliki

beberapa tipe yaitu : Stable (Stable Exertional) angina, Unstable


9

(Crescendo/Pre-infarction) angina, Variant (Prinzmetal’s) angina, dan

Angina Mikrovaskular (Udjianti, 2010:69).

3. Myocardial Infarct Acute

Infark miokard (Myocardial infarction, MI) adalah keadaan yang

mengancam kehidupan dengan tanda khas terbentuknya jaringan nekrosis

otot yang permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen. MI

terjadi sebagai akibat dari suatu gangguan mendadak yang timbul karena

suplai darah yang kurang akibat oklusi atau sumbatan pada arteri koroner

(Kowalak, 2014:186).

4. Kardiomiopati

Dalam Kowalak (2014:160) disebutkan bahwa istilah kardiomiopati secara

umum dipakai pada semua penyakit yang mengenai serabut otot jantung dan

gangguan ini terjadi dalam tiga bentuk: dilatasi, hipertrofik, dan restriktif

(sangat jarang dijumpai). Kardiomiopati adalah suatu penyakit miocard

yang menyerang pada otot jantung (Myocard) dan penyebabnya tidak

diketahui.

5. Congestive Heart Failure (Gagal Jantung)

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung

mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan

sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti,

2010:163). Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang

singkat, jika otot jantung melemah maka tidak mampu memompa dengan

kuat. Tiga mekanisme kompensasi berusaha untuk mempertahankan fungsi


10

pompa jantung normal yaitu peningkatan respons system saraf simpatis,

respons Frank Starling, dan hipertrofi otot jantung.

B. Gangguan Struktur Jantung

1. Demam Rheumatik dan Penyakit Jantung Reumatik

Sebagai penyakit peradangan sistemik pada usia kanak-kanak, demam

reumatik akut terjadi setelah seorang anak mengalami infeksi oleh kuman

Streptococcus beta-haemolyticus grup A pada saluran napas atas di

tenggorokan, dan atau kesalahan dalam mengenali antigen penjamu ke sel

imun (Kowalak, 2014:198).

2. Endokarditis

Endokarditis (yang juga dikenal dengan nama endokarditis infeksiosa atau

endokarditis bakterialis) merupakan infeksi pada endokardium, katup

jantung, atau prosthesis jantung yang terjadi karena infeksi oleh bakteri atau

jamur (Kowalak, 2014:172).

3. Miokarditis

Menurut Corwin (2009:64) miokarditis adalah peradangan jantung yang

tidak berkaitan dengan penyakit arteri koroner atau infark miokard.

Miokarditis merupakan inflamasi lokal atau difus pada otot jantung

(miokardium) (Kowalak, 2014:189). Miokarditis paling sering terjadi akibat

infeksi virus pada miokardium, tetapi tetapi dapat juga disebabkan oleh

infeksi bakteri atau jamur, yaitu karena infeksi coxsackievirus.


11

4. Kelainan Katup Jantung (Valvular Heart Disease)

Penyakit katup jantung terjadi bila katup-katup jantung tidak mampu

membuka secara penuh (stenosis katup) atau tidak mampu menutup secara

penuh (Insuffisiensi Katup). Disfungsi katup didapat (acquired) paling

sering melibatkan bagian kiri jantung, terutama katup mitral. Adapun urutan

kejadiannya adalah mitral stenosis (MS), mitral insufisiensi (MI), stenonosis

aorta (SA), insufisiensi aorta (IA), dan stenosis pulmoner (SP) (Udjianti,

2010:37).

C. Gangguan Sistem Vaskular

1. Hipertensi

Menurut Udjianti (2010:107) tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu

peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh darah arteri secara terus-

menerus lebih dari satu periode. Hipertensi juga di definisikan sebagai

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekana darah diastolik ≥ 90

mmHg yang terjadi pada seorang klien pada tiga kejadian terpisah. Menurut

WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90

mmHg, sedangkan tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan sebagai

hipertensi. Hipertensi ditemukan dalam dua tipe: hipertensi esensial

(primer), yang paling sering terjadi, dan hipertensi sekunder, yang

disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab lain yang dapat diidentifikasi

(Kowalak, 2014:179).
12

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi pada klien berusia ≥ 18 tahun oleh The
Joint National Committee on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (1988)

Batasan Tekanan Darah (mmHg) Kategori


Diastolik
< 85 Tekanan darah normal
85 – 89 Tekanan darah normal-tinggi
90 – 104 Hipertensi ringan
105 – 114 Hipertensi sedang
 115 Hipertensi berat

Sistolik, saat Diastolik < 90 mmHg


< 140 Tekanan darah normal
Garis batas hipertensi sistolik
140 – 159
terisolasi
 160 Hipertensi sistolik terisolasi
Sumber: Ignatavicius D, 1994 dalam Ujdianti (2010:108).

2.1.3 Klasifikasi Penyakit Kardiovaskular

Banyak penderita dengan gangguan kardiovaskular bersifat asimtomatik, baik

saat istirahat dan selama beraktivitas. Gangguan kardiovaskular biasanya baru

ditemukan melalui pemeriksaan fisik (bising jantung atau peningkatan arterial),

elektrokardiogram (EKG), serta foto rontgen toraks atau siluet jantung pada

radiografi toraks. Penderita dapat menunjukkan iskemia asimtomatik pada

exercise stress test. Pada beberapa penderita asimtomatik, kejadian klinis pertama

dapat bersifat katastropik, misalnya serangan jantung (sudden cardiac death),

infark miokard akut, atau stroke (Syamsudin, 2011:43). Klasifikasi dari New York

Heart Association merupakan panduan universal yang digunakan untuk mengukur

intensitas gagal jantung berdasarkan keterbatasan fisik (Udjianti, 2010:14).


13

Tabel 2.2 Klasifikasi gangguan system kardiovaskular (New York


Heart Association)
Kelas I  Tidak ada keterbatasan pada aktivitas fisik.
 Tidak ada gejala dengan aktivitas biasa.
Kelas II  Sedikit keterbatasan pada aktivitas fisik.
 Aktivitas biasa menyebabkan timbulnya gejala.
Kelas III  Keterbatasan nyata pada aktivitas fisik.
 Aktivitas dengan intensitas kurang dari biasa dapat
menimbulkan gejala.
 Asimtomatik saat istirahat.
Kelas VI  Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apa pun
tanpa ketidaknyamanan.
 Gejala timbul saat istirahat.
Sumber: Ujdianti (2010:14)

2.1.4 Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg. Hipertensi merupakan

penyebab utama jantung, stroke, gagal ginjal (Brunner & Suddart, 2002).

Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam

pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hipertensi

menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan

kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah

peningkatan tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

lebih dari satu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Kontriksi

arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan

dinding arteri. Peningkatan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90

mmHg.
14

A. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH (World Health Organization-

International Society of Hypertension), dan ESH-ESC (European Society of

Hypertension-European Society of Cardiology), 2014

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah


Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Tekanan Darah WHO-ISH ESH-ESC WHO-ISH ESH-ESC
Optimal < 120 < 120 < 80 < 80
Normal < 130 120 – 129 < 85 80 – 84
Tinggi-Normal 130 – 139 130 – 139 85 – 89 85 – 89
Hipertensi kelas 1 140 – 159 140 – 159 90 – 99 90 – 99
(ringan)
Cabang: perbatasan 140 – 149 90 – 94
Hipertensi kelas 2 160 – 179 160 – 179 100 – 109 100 – 109
(sedang)
Hipertensi kelas 3 ≥ 180 ≥ 180 ≥ 110 ≥ 110
(berat)
Hipertensi sistolik ≥ 140 ≥ 180 ≥ 90 ≥ 90
terisolasi
Cabang : perbatasan 140 – 149 < 90
(Setiati, 2015; Bope & Kellerman, 2017)

Menurut American Heart Association, dan Joint National Comitte VIII (AHA

& JNC VIII, 2014) , klasifikasi hipertensi yaitu :

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi


Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Tekanan Darah (mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Stage 1 140 – 159 90 – 99
Stage 2  160  100
Hipertensi krisis > 180 > 110
(Bope & Kellerman, 2017)
15

Berikut kategori tekanan darah menurut Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia (2016) :

Tabel 2.3 Kategori Tekanan Darah


Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal 120 – 125 80 – 89
Normal tinggi 130 – 139 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2  160  100
Hipertensi derajat 3 > 180 > 110
(Depkes, 2016)

Mean Arterial Pressure (MAP) adalah hasil rata-rata tekanan darah arteri

yang dibutuhkan untuk sirkulasi darah sampai ke otak. Supaya pembuluh

darah elastis dan tidak pecah, serta otak tidak mengalami kekurangan

oksigen/ normal, MAP yang dibutuhkan yaitu 70-100 mmHg. Apabila < 70

atau > 100 maka tekanan darah rerata arteri itu harus diseimbangkan yaitu

dengan meningkatkan atau menurunkan tekanan darah pasien tersebut

(Wahyuningsih, 2016; Baird, 2016).

Rumus menghitung MAP :

𝑆𝑖𝑠𝑡𝑜𝑙+2(𝑑𝑖𝑎𝑠𝑡𝑜𝑙)
MAP =
3

Hipertensi juga dapat dikategorikan berdasarkan MAP (Mean Arterial

Pressure). Rentang normal MAP adalah 70-100 mmHg (Wahyuningsih,

2016; Hamilton, 2017).


16

Table 2.4 Kategori Hipertensi berdasarkan MAP merujuk pada JNC VIII
(2014)

Nilai MAP
Kategori
(mmHg)
Normal <93
Pre hipertensi 93-105
Hipertensi stage 1 106-119
Hipertensi stage 2 120 atau >120
Hipertensi Krisis 133 atau >133
(Wahyuningsih, 2016; Hamilton, 2017).

B. Etiologi

Sekitar 90% hipertensi dengan penyebab yang belum diketahui pasti

disebut dengan hipertensi primer atau esensial, sedangkan 7% disebabkan

oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis, dan 3% disebabkan oleh kelainan

hormonal atau hipertensi hormonal dan penyebab lain (Muttaqin A, 2009).

Sebagai faktor predisposisi dari hipertensi esensial adalah penuaan, riwayat

keluarga, asupan lemak jenuh atau natrium yang tinggi, obesitas, ras, gaya

hidup yang menuntut sering duduk dan tidak bergerak, stress, merokok

(Kowalak JP, Welsh W, Mayer B, 2011).

Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi

terbagi atas dua bagian, yaitu :

1) Hipertensi Primer (Esensial)

Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara 90% -

95%. Hipertensi primer, tidak memiliki penyebab klinis yang dapat

diidentifikasi, dan juga kemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor

(Smeltzer, 2013; Lewis, Dirksen, Heitkemper, &Bucher, 2014). Hipertensi

primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa dikontrol dengan terapi
17

yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetik mungkin berperan penting untuk

pengembangan hipertensi primer dan bentuk tekanan darah tinggi yang

cenderung berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun (Bell,

Twiggs, & Olin, 2015).

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan darah dan

disertai penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri renalis,

kehamilan, medikasi tertentu, dan penyebab lainnya. Hipertensi sekunder

juga bisa bersifat akut, yang menandakan bahwa adanya perubahan

pada curah jantung (Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2017).

Menurut Udjiati (2010) penyebab dari hipertensi yaitu :

a. Hipertensi primer atau essensial

90 % belum diketahui penyebabnya, beberapa faktor yang berkaitan

dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini :

1) Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,

beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

2) Jenis kelamin dan usia

Laki – laki berusia 35 – 50 tahun dan wanita pasca menopause

beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.

3) Diet

Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan

dengan berkembangnya hipertensi.


18

b. Hipertensi Sekunder

Penggunaan pil kontrasepsi, penyakit ginjal akut, stress, pielonefritis atau

radang ginjal, glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi

renovaskuler, kimmelt stiel-wilson (Ismudiati dkk, 2004).

C. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala pada pasien yang menderita hipertensi yaitu umumnya

tidak dirasakan oleh seseorang, seringkali pasien menganggap bila tidak ada

keluhan, berarti TD tidak tinggi. Hal tersebut harus diwaspadai karena gejala

hipertensi mulai dari tanpa keluhan/gejala sama sekali baik yang dirasakan

oleh pasien maupun yang tampak oleh orang lain (dokter) sampai gejala yang

demikian berat. Misalnya TD sangat tinggi (ekstrimnya, TD dapat mencapai

240/130mmHg tetapi tanpa keluhan). Sebaliknya ada individu yang TD

sistoliknya baru mencapai 140mmHg atau diastoliknya mencapai 90mmHg

sudah merasakan keluhan misalnya pusing/berputar/melayang dan sebagainya

yang mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Jadi perlu ditekankan pada

pasien dan masyarakat bahwa hipertensi jangan dilihat dan dirasakan dari

gejalanya, tetapi lakukan pemeriksaan TD secara berkala walaupun belum

pernah mengalami TD tinggi.

Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi pada gejala

ringan yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak kemerahan,

tengkuk terasa pegal, cepat marah, telinga berdengung, sulit tidur, sesak

napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan


19

(keluar darah di hidung) (Fauzi, 2014; Ignatavicius, Workman, & Rebar,

2017).

Selain itu, hipertensi memiliki tanda klinis yang dapat terjadi,

diantaranya adalah (Smeltzer, 2013) :

a. Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi bahwa tidak ada abnormalitas lain

selain tekanan darah tinggi.

b. Perubahan yang terjadi pada retina disertai hemoragi, eksudat,

penyempitan arteriol, dan bintik katun-wol (cotton-wool spots) (infarksio

kecil), dan papiledema bisa terlihat pada penderita hipertensi berat.

c. Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vaskular yang saling

berhubungan dengan sistem organ yang dialiri pembuluh darah yang

terganggu.

d. Dampak yang sering terjadi yaitu penyakit arteri koroner dengan angina

atau infark miokardium.

e. Terjadi Hipertrofi ventrikel kiri dan selanjutnya akan terjadi gagal

jantung.

f. Perubahan patologis bisa terjadi di ginjal (nokturia, peningkatan BUN,

serta kadar kreatinin).

g. Terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan iskemik transien

[TIA] [yaitu perubahan yang terjadi pada penglihatan atau kemampuan

bicara, pening, kelemahan, jatuh mendadak atau hemiplegia transien atau

permanen]).
20

Tanda dan Gejala hipertensi yang timbul menurut Kowalak (2011) adalah:

a. Nyeri kepala oksipital yang bisa semakin parah saat bangun di pagi hari

karena terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

b. Epistaksis yang mungkin terjadi karena kelainan vaskuler akibat

hipertensi.

c. Bruits (bising pembuluh darah yang dapat terdengar di daerah aorta

abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan femoralis). Bising

pembuluh darah ini disebabkan oleh stenosis atau aneurisma.

d. Perasaan pening, bingung, dan keletihan yang disebabkan oleh

penurunan perfusi darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.

D. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak

ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,

neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut

saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya

noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor

seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah

terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive


21

terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi.

Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total resistensi/

tahanan perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil Cardiac Output

didapatkan melalui perkalian antara stroke volume (volume darah yang

dipompa dari ventrikel jantung)dengan hearth rate (denyut jantung). Sistem

otonom dan sirkulasi hormonal berfungsi untuk mempertahankan pengaturan

tahanan perifer. Hipertensi merupakan suatu abnormalitas dari kedua faktor

tersebut yang ditandai dengan adanya peningkatan curah jantung dan resistensi

perifer yang juga meningkat (Kowalak, 2011; Ardiansyah, 2012).

Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi, teoriteori

tersebut antara lain (Kowalak, 2011):

a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang

mengakibatkan retensi perifer meningkat.

b. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan

berasal dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi

perifer.

c. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau

hormonal.

d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang

disebabkan oleh retensi vaskuler perifer.

e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang

menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.


22

Tekanan darah yang meningkat secara terus-menerus pada pasien

hipertensi dapat menyebabkan beban kerja jantung akan meningkat. Hal ini

terjadi karena peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri. Agar

kekuatan kontraksi jantung meningkat, ventrikel kiri mengalami hipertrofi

sehingga kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung juga meningkat. Dilatasi

dan kegagalan jantung bisa terjadi, jika hipertrofi tidak dapat mempertahankan

curah jantung yang memadai. Karena hipertensi memicu aterosklerosis arteri

koronaria, maka jantung bisa mengalami gangguan lebih lanjut akibat aliran

darah yang menurun menuju ke miokardium, sehingga timbul angina pektoris

atau infark miokard. Hipertensi juga mengakibatkan kerusakan pada pembuluh

darah yang semakin mempercepat proses aterosklerosis dan kerusakan

organorgan vital seperti stroke, gagal ginjal, aneurisme dan cedera retina

(Kowalak, 2011).

Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan tahanan

perifer. Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi adalah normal.

Adanya kelainan terutama pada peninggian tahanan perifer. Peningkatan

tahanan perifer disebabkan karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus

otot polos pada pembuluh darah tersebut. Jika hipertensi sudah dialami cukup

lama, maka yang akan sering dijumpai yaitu adanya perubahan-perubahan

struktural pada pembuluh darah arteriol seperti penebalan pada tunika interna

dan terjadi hipertrofi pada tunika media. Dengan terjadinya hipertrofi dan

hiperplasia, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi
23

sehingga terjadi anoksia relatif. Hal ini dapat diperjelas dengan adanya

sklerosis koroner (Riyadi, 2011).

E. Pathway

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokonstriksi sistemik koroner Spasme


pembuluh otak pembuluh darah arteriole
darah otak menurun ginjal
vasokonstriksi Iskemi
diplopia
Blood flow miocard
Nyeri Gangguan sinkop munurun Afterload
kepala pola tidur Resti injuri
meningkat Nyeri dada
Respon RAA
Gangguan
perfusi Penurunan curah Fatique
jaringan Rangsang jantung
aldosteron
Intoleransi
aktifitas
Retensi Na

edema
24

F. Komplikasi

Komplikasi hipertensi diantaranya adalah hypertension heart disease

(HHD), CVD, gagal ginjal, CHF, retinopati hipertensi (gangguan pembuluh

darah mata, dapat menyebabkan kebutaan), kerusakan organ akan terjadi

setelah 10-15 tahun.

1. Stroke

Peningkatan tekanan darah 20/10 mmHg meningkatkan risiko CVD

sebanya dua kali. CVD yang dimaksud adalah penyakit jantung iskemi

dan stroke. Angka kematian akibat stroke parallel dengan prevalensi

hipertensi. Diantara individu usia pertengahan, nilai TD diastolik 5 mmHg

lebih rendah, menurunkan risiko stroke sebanyak 35-40%

2. Penyakit Jantung Koroner dan Gagal Jantung

Keterlibatan jantung pada hipertensi bermanifestasi sebagai LVH,

aritmia, penyakit jantung iskemi. Tahanan arteriolar koroner yang

meningkat akibat hipertensi dapat menurunkan aliran darah ke otot

jantung yang hipertrofi, mengakibatkan terjadinya angina. Hipertensi

diikuti dengan penurunan suplai oksigen dan faktor risiko lain

mempercepat proses aterogenesis sehingga semakin mengurangi oksigen

yang sampai ke otot jantung. Pasien yang dengan riwayat hipertensi

memiliki risiko 6 kali mengalami gagal jantung dibandingkan tanpa

riwayat hipertensi.
25

3. Penyakit Ginjal

Penurunan aliran darah ke ginjal karena hipertensi dapat

menyebabkan hiperfiltrasi yang nantinya akan berkembang menjadi

glomerulosklerosis dan selanjutnya gangguan fungsi ginjal. Setiap

penurunan 5 mmHg TD diastolic menurunkan risiko penyakit ginjal

stadium akhir minimal 4 kali (Aziza L, 2007).

Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain sebagai

berikut (Irwan, 2016):

a. Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, demensia

vaskuler, ensefalopati.

b. Mata : retinopati hipertensif.

c. Kardiovaskuler : penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi

ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, disfungsi baik sistolik

maupun diastolik dan berakhir pada gagal jantung (heart failure).

d. Ginjal : nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.

e. Arteri perifer : klaudikasio intermiten.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1) Pemeriksaan yang segera

a) Darah rutin (Hematokrit/hemoglobin)

b) Blood Unit Nitrogen/kreatinin

c) Glukosa

d) Kalium serum
26

e) Kolesterol dan trigliserid serum

f) Pemeriksaan tiroid

g) Kadar aldosteron urin/serum

h) Urinalisa

i) Steroid urin

j) EKG

2) Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil

pemeriksaan yang pertama)

a) IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit

parenkim ginjal, batu ginjal / ureter

b) CT Scan : mengkaji adanya tumor celebral, encelopati

c) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal,

perbaikan ginjal

d) USG : untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi

klinis pasien.

H. Penatalaksanaan

Setiap program terapi memiliki suatu tujuan yaitu untuk mencegah

kematian dan komplikasi, dengan mencapai dan mempertahankan tekanan

darah arteri pada atau kurang dari 140/90 mmHg (130/80 mmHg untuk

penderita diabetes melitus atau penderita penyakit ginjal kronis) kapan pun

jika memungkinkan (Smeltzer, 2013).

a. Pendekatan nofarmakologis mencakup penurunan berat badan;

pembatasan alkohol dan natrium; olahraga teratur dan relaksasi. Diet


27

DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) tinggi buah, sayuran,

dan produk susu rendah lemak telah terbukti menurunkan tekanan darah

tinggi (Smeltzer, 2013).

b. Pilih kelas obat yang memiliki efektivitas terbesar, efek samping terkecil,

dan peluang terbesar untuk diterima pasien. Dua kelas obat tersedia

sebagai terapi lini pertama : diuretik dan penyekat beta (Smeltzer, 2013).

c. Tingkatkan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang kompleks

(Smeltzer, 2013).

Menurut Irwan (2016), tujuan pengobatan hipertensi adalah

mengendalikan tekanan darah untuk mencegah terjadinya komplikasi, adapun

penatalaksanaannya sebagai berikut :

a. Non Medikamentosa

Pengendalian faktor risiko. Promosi kesehatan dalam rangka pengendalian

faktor risiko, yaitu :

1) Turunkan berat badan pada obesitas.

2) Pembatasan konsumsi garam dapur (kecuali mendapat HCT).

3) Hentikan konsumsi alkohol.

4) Hentikan merokok dan olahraga teratur.

5) Pola makan yang sehat.

6) Istirahat cukup dan hindari stress.

7) Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah) diet

hipertensi.
28

Penderita atau mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi diharapkan

lebih hati-hati terhadap makanan yang dapat memicu timbulnya hipertensi,

antara lain :

1) Semua makanan termasuk buah dan sayur yang diolah dengan

menggunakan garam dapur/ soda, biskuit, daging asap, ham, bacon,

dendeng, abon, ikan asin, telur pindang, sawi asin, asinan, acar, dan

lainnya.

2) Otak, ginjal, lidah, keju, margarin, mentega biasa, dan lainnya.

3) Bumbu-bumbu; garam dapur, baking powder, soda kue, vetsin, kecap,

terasi, magi, tomat kecap, petis, taoco, dan lain-lain.

b. Medikamentosa meliputi :

Hipertensi ringan sampai sedang, dicoba dulu diatasi dengan pengobatan

non medikamentosa selama 2-4 minggu. Medikamentosa hipertensi stage

1 mulai salah satu obat berikut :

1) Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pagi hari 2)

Propanolol 2 x 20-40 mg sehari.

3) Methyldopa

4) MgSO4

5) Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari

6) Nifedipin long acting (short acting tidak dianjurkan) 1 x 20-60 mg

7) Tensigard 3 x 1 tablet

8) Amlodipine 1 x 5-10 mg

9) Diltiazem (3 x 30-60 mg sehari) kerja panjang 90 mg sehari.


29

Sebaiknya dosis dimulai dengan yang terendah, dengan evaluasi berkala

dinaikkan sampai tercapai respons yang diinginkan. Lebih tua usia

penderita, penggunaan obat harus lebih hati-hati. Hipertensi sedang sampai

berat dapat diobati dengan kombinasi HCT + propanolol, atau HCT +

kaptopril, bila obat tunggal tidak efektif. Pada hipertensi berat yang tidak

sembuh dengan kombinasi di atas, ditambahkan metildopa 2 x 125-250

mg. Penderita hipertensi dengan asma bronchial jangan beri beta blocker.

Bila ada penyulit/ hipertensi emergensi segera rujuk ke rumah sakit.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

2.2.1 Pengkajian

Fokus pengkajian menurut Wijayaningsih (2013) Asuhan keperawatan pada

klien hipertensi dilaksanakan melalui proses keperawatan yang

terdiri dari :
a. Aktivitas atau istirahat kelemahan, letih, nafas pendek, frekuensi

jantung tinggi, perubahan irama jantung.

b. Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit selebravaskular,

kenaikan tekanan darah, takikardi, distritmia, kulit pucat, sianosis,

diaphoresis.

c. Integritas ego

Perubahan kepribadian, ansietas, depresi atau marah kronik,

gelisah, otot muka tegang, pernafasan maligna, peningkatan pola

bicara
30

d. Gangguan ginjal saat ini atau masa lalu seperti infeksi, obstruksi

atau riwayat penyakit ginjal

e. Makanan / cairan

Makanan yang disukai tinggi garam, tinggi lemak, tinggi

kolesterol, mual dan muntah, perubahan berat badan, adanya

edema

f. Neurosensori

Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan keterjagaan,

orientasi pola atau isi bicara efek proses pikir atau memori

(ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan genggaman

tangan), perubahan retina optic.

g. Nyeri atau kenyamanan

Angina, nyeri hilang atau timbul pada tungkai klaudikasi, sakit

kepala, nyeri abdomen

h. Pernapasan

Dispnea, takipnea, dispnea nocturnal paroksimal, riwayat merokok,

batuk dengan atau tanpa sputum, distress respirasi atau penggunaan

otot aksesori pernafasan

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual

atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk


31

memecahkan masalah tersebut.Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada

pasien hipertensi adalah sebagai berikut (NANDA, 2015-2017) :

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload dan vasokontriksi.

b. Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular

selebral.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

2.2.3 Intervensi

Intervensi atau rencana keperawatan adalah pedoman untuk merumuskan

tindakan keperawatan dalam usaha membantu meningkatkan, memecahkan

masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien (Setiadi, 2012). Intervensi asuhan

keperawatan yang direncanakan pada pasien dengan hipertensi berdasarkan

diagnosa keperawatan menurut Wijayaningsih (2013) adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload dan vasokontriksi

Perencanaan :

1) Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal.

Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih

lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vascular.

2) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.

Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin

teramati / terpalpasi.

3) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.


32

Rasional : S4 terdengar pada pasien hipertensi berat karena ada

hipertropi atrium (peningkatan volume atau tekanan atrium),

perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel atau kerusakan

fungsi

4) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurang aktivitas/keributan

lingkungan

Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis.

5) Pemberian obat non farmakologi (jus semangka)

Rasional : Membantu untuk menurunkan tekanan darah

b. Diagnosa : Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan

vascular selebral

Perencanaan :

1) Pertahankan tirah baring selama fase akut

Rasional : Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.

2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala

(teknik relaksasi)

Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler selebral dan

yang memperlambat.

3) Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit

kepala (mengejan saat BAB, batuk, membungkuk)

Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan

sakit kepala.

4) Kolaborasi dengan tim dokter pemberian analgetik


33

Rasional : Menurunkan atau mengontrol nyeri dan rangsang.

c. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Perencanaan

1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas

Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon

fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila ada indikator dari kelebihan

kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi (duduk saat

gosok gigi, atau menyisir rambut)

Rasional : Teknik menghemat energi mengurangi juga membantu

keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

3) Dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap,

berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja

jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya kebutuhan akan

mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas

4) Anjurkan klien istrahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan

pasien melakukan aktivitas semampunya. Rasional : meningkatkan

aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot.

2.2.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dari proses keperawatan

yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana

keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosa yang tepat, intervensi diharapkan


34

dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan

meningkatkan status kesehatan klien menurut Potter & Perry (2009) dalam jurnal

ade cahya lesmana.

a. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan afterload dan vasokontriksi.

1) Memantau tekanan darah untuk evaluasi awal.

2) Mencatat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.

3) Mengauskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.

4) Memberikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurang aktivitas / keributan

lingkungan.

5) Memberikan obat nonfarmakologi (jus semangka)

b. Diagnosa : Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan

vascular selebral

1) Mempertahankan tirah baring selama fase akut.

2) Memberikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala

(teknik relaksasi).

3) Meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit

kepala (mengejan saat BAB, batuk, membungkuk).

4) Berkolaborasi dengan tim dokter pemberian analgetik

c. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan fisik

1) Mengkaji respon pasien terhadap aktivitas.

2) Menginstruksikan pasien tentang teknik penghematan energi (duduk saat

gosok gigi, atau menyisir rambut).


35

3) Memotivasi untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap,

berikan bantuan sesuai kebutuhan.

4) Menganjurkan klien istrahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan,

anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau

tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan

kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,

kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta

kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.

Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan pemberian jus semangka

(Cilitrus vulgaris schrad) tekanan darah pada lansia turun (terkontrol).

Anda mungkin juga menyukai