Anda di halaman 1dari 16

Makalah Kimia Organik Lanjut

SUBSTITUSI NUKLEOFILIK

OLEH

NAMA : ARJUN
STAMBUK : A1L119024
KELAS : B (GENAP)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga makalah Substitusi Nukleofilil dapat diselesaikan

walaupun dalam bentuk sederhana, serta tidak lupa saya mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu makalah

ini.

makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kimia

Organik Lanjut. Saya menyadari dalam penulisan makalah ini, masih terdapat

banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan sesuai dengan yang

diharapkan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian dan segala

kerendahan hati saya memohom maaf dan mengucapkan banyak terima kasih.

Kendari, 1 November 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atom karbon dapat dibedakan dengan atom lain yaitu pada kemampuan

atom karbon untuk berpasangan dengan atom karbon lain membentuk ikatan

kovalen karbon-karbon. Fenomena tunggal inilah yang memberikan dasar-dasar

kimia organik. Rangkaian atom-atom karbon beraneka ragam: linear, bercabang,

siklik yang dikelilingi oleh atom hidrogen, oksigen, dan nitrogen.

Reaksi kimia adalah suatu perubahan dari suatu senyawa atau molekul

menjadi senyawa lain atau molekul lain. Reaksi yang terjadi pada senyawa

anorganik biasanya merupakan reaksi antar ion, sedangkan reaksi pada senyawa

organik biasanya dalam bentuk molekul. Struktur organik ditandai dengan adanya

ikatan kovalen antara atom-atom molekulnya. Oleh karena itu, reaksi kimia pada

senyawa organik ditandai dengan adanya pemutusan ikatan kovalen dan

pembentukan ikatan kovalen yang baru. Adapun reaksi-reaksi senyawa organik

dapat digolongkan dalam beberapa tipe yaitu: Reaksi substitusi, reaksi eliminasi,

reaksi adisi, reaksi penataan ulang dan reaksi radikal.

Dari jenis-jenis rekasi diatas yang akan kita bahas dalam makalah ini

adalah reaksi subitusi, terkhusus pada reaksi subtitusi nuleofilik.

1.2 Rumusan Makalah

1) apa yang dimaksud dengan reaksi substitusi nukloefilik

2) apa yang dimaksud dengan reaksi SN1 dam SN2


1.3 Tujuan Makalah

a. Untuk mengetahui apa itu reaksi substitusi nukleofilik?

b. Untuk mengetahui apa itu reaksi SN1 dan SN2?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Reaksi Substitusi Nukleofilik

Reaksi yang berlangsung karena penggantian satu atau lebih atom atau

gugus dari suatu senyawa oleh atom atau gugus lain disebut reaksi substitusi. Bila

reaksi substitusi melibatkan nukleofil, maka reaksi disebut substitusi nukleofilik

(SN), dimana S menyatakan substitusi dan N menyatakan nukleofilik.

Spesies yang bertindak sebagai penyerang adalah nukleofil (basa Lewis),

yaitu spesies yang dapat memberikan pasangan elektron ke atom lain untuk

membentuk ikatan kovalen. Perubahan yang terjadi pada reaksi ini pada dasarnya

adalah suatu nukleofil dengan membawa pasangan elektronnya menyerang

substrat (molekul yang menyediakan karbon untuk pembentukan ikatan baru),

membentuk ikatan baru dan salah satu substituen pada atom karbon lepas bersama

pasangan elektronnya yang disebut gugus pergi (leaving group).

Jika nukleofil penyerang dinyatakan dengan lambang Y: atau Y- dan

substratnya R-X; maka persaman umum reaksi substitusi nukleofilik dapat

dituliskan secara sederhana sebagai berikut:

R–X + Y → R–Y + X

Substrat nukleofil hasil/produk gugus pergi


Contoh substitusi nukleofilik adalah hidrolisis alkil bromida, R-Br, pada

kondisi basa, dimana nukleofilnya adalah OH dan gugus perginya adalah Br.

R-Br + OH → R-OH + Br−

Reaksi substitusi nukleofil biasanya terjadi pada senyawa alkil halida (R-

X). Atom karbon yang mengikat halida pada alkil halida ini, mempunyai muatan

parsial positif, sehingga mudah diserang oleh nukleofil. Jika gugus perginya

adalah ion halida, maka gugus ini merupakan gugus pergi yang baik karena ion-

ion halidanya merupakan basa yang sangat lemah dan mudah digantikan oleh

nukleofil. Menurut kinetikanya, reaksi substitusi nukleofilik dapat

dikelompokkan menjadi reaksi SN1 dan SN2.

2.2 Reaksi Substitusi Nukleofilik Bimolekuler (SN2)

2.2.1 Kinetika Reaksi Substitusi Nukleofilik Bimolekuler (SN2)

Laju reaksi SN2 mengikuti kinetika reaksi orde kedua, karena tahap

penentu laju reaksi bergantung pada konsentrasi nukleofil, [Nu−] serta konsentrasi

substrat, [RX].

r = k[RX][Nu−]
Hal ini merupakan perbedaan utama antara mekanisme SN1 dan SN2.

Dalam reaksi SN1 penyerangan nukleofil setelah tahap penentu laju langsung

selesai, sementara dalam SN2 nukleofil memaksa gugus pergi untuk lepas dalam

tahap penentu laju. Dengan kata lain, laju reaksi SN1 hanya bergantung pada

konsentrasi substrat sementara laju reaksi SN2 bergantung pada konsentrasi

substrat dan nukleofil.

2.2.2 Ciri Mekanisime Reaksi Substitusi Nukleofilik Bimolekuler (SN2)

Laju reaksi bergantung pada konsentrasi nukleofilik maupun substrat.

Contohnyareaksi ion hidroksida dengan etil bromida. Jika dilipat duakan

konsentrasi nukleofilik (HO-), maka reaksi berlangsung dua kali lebih cepat. Hal

yang sama terjadi jika dilipatduakan konsentrasi etil bromida.

a. Setiap penggantian melalui SN2 selalu mengakibatkan inversi konfigurasi.

Contohnya(R)-2-bromobutana direaksikan dengan natrium hidroksida,

yang akan menghasilkan(S)-2-butanol.

b. Reaksi akan paling cepat jika gugus alkil pada substrat berupa metal atau

primerdan paling lambat jika berupa tersier. Alkil halida sekunder bereaksi

dengan laju pertengahan


2.2.3 Mekanisme SN2

Mekanisme ini berlangsung satu langkah, dinyatakan dengan persamaan:

Nukleofilik menyerang dari sisi belakang dari ikatan C-x. Pada tahap

tertentu (keadaan transisi), nukleofilik dan gugus pergi keduanya terikat secara

parsial pada karbon tempat berlangsungnya reaksi substitusi. Sewaktu gugus pergi

meninggalkan karbon dengan sepasang electron bebasnya, nukleofilik memasok

sepasang elektron lain pada atom karbon. Angka 2 digunakan untuk menjelaskan

mekanisme ini karena reaksi ini bimolekuler. Artinyadua molekul, yaitu nukleofili

dan substrat, yang terlibat dalam langkah kunci (hanya satulangkah) dalam

mekanisme reaksi ini.

2.2.4 Diagram perubahan energi reaksi SN2


Dari diagram energi diatas terlihat bahwa keadaan transisi membutuhkan

energi aktivasi yang sangat besar. Hal ini dikarenakan keadaan transisi adalah

keadaan tidak stabil dalam suatu reaksi, sehingga reaksi berjalan lambat.

2.2.5 Stereokimia Reaksi SN2

Pada reaksi SN2 terjadi proses inversi. Inversi konfigurasi dapat terjadi

dalam reaksi SN2, di mana gugus nukleofil tidak menempati posisi yang

sebelumnya diduduki oleh gugus pergi. Inversi konfigurasi artinya suatu reaksi

yang menghasilkan senyawa dengan konfigurasi yang berlawanan dengan

konfigurasi reaktan. Contohnya yaitu reaksi (s)-2-Iodobutana dengan nukleofil

OH-

2.3 Reaksi Substitusi Nukleofilik Unimolekuler (SN1)

2.3.1 Kinetika Reaksi Substitusi Nukleofilik Unimolekuler (SN1)

Tahap penentu laju reaksi ada pada tahap pertama, oleh karena itu laju reaksi dari

keseluruhan reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan karbokation dan

tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan tidak


menjadi faktor kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung pada

konsentarsi pereaksi

Laju reaksi = k [pereaksi]

2.3.2 Ciri Reaksi Substitusi Nukleofilik Unimolekuler (SN1)

a. Laju reaksi tidak bergantung pada konsentrasi nukleofilik. Langkah

pertama adalah penentu laju dan nukleofilik tidak terlibat dalam langkah

ini. Dengan demikian kendala dalam laju reaksi adalah laju pembentukan

karbokation bukan laju reaksinya dengan nukleofilik yang berlangsung

secara cepat.

b. Jika karbon pembawa gugus pergi merupakan stereogenik, reaksi

berlangsung terutama dengan hilangnya aktivitas optis (artinya dengan

rasemisasi). Pada karbokation hanya tiga gugus yang melekat pada karbon

yang bermuatan positif.Maka karbon positif terhibridisasi sp2 dan

berbentuk planar. Contohnya (R)-3-bromo-3-metilheksana dengan air

manghasilkan alkohol rasemik. Karbokation intermediet berbentuk planar

dan akiral. Gabungan dengan H2O dari“atas” atau “bawah” sama

peluangnya, masing-masing menghasilkan alcohol R dan S dalam jumlah

yang sama.
c. Reaksi paling cepat bila gugus alkil pada substrat keadaan tersier dan

paling lambat bila primer. Hal ini karena reaksi SN1 belangsung melalui

karbon kation sehingga urutan reaktivitasnya sama dengan urutan

kestabilan karbokation (3° > 2° > 1°) artinya semakin mudah pembentukan

karbokation semakin cepat reaksi berlangsung.Maka reaktivitas SN1 juga

sejalan dengan karbokation yang terstabilkan resonansi,contohnya

karbokation alilik. Dan reaktivitas SN1 kurang menyukai aril dan

vinilhalida karena karbokation aril dan vinil tidak stabil dan tidak mudah

terbentuk.

2.3.3 Mekanisme Reaski Substitusi (SN1

Substitusi unimolekul meliputi proses ionisasi awal substrat yang

mengandunggugus pergi dan membentuk karbokation, kemudian diikuti oleh

reaksi dengan nukleofil. Reaksi ini dinamakan reaksi SN1. Mekanisme reaksi SN1

ialah suatu proses substitusi dimana prosesnya meliputi dua tahap. Pada tahap

pertama, ikatan pada substrat yaitu ikatan antara karbon dan halogen putus
sehingga terbentuklah karbokation dan gugus pergi. Pada proses tahap pertama ini

berlangsung secara lambat.

Pada tahap kedua, karbokation bergabung dengan nukleofilik dan

menghasilkan produk sehingga pada tahap kedua ini mekanisme SN1 berlangsung

secara cepat

Jika karbon pembawa gugus pergi bersifat kiral, reaksi menyebabkan

hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik (Riswiyanto, 2015). Spesies

antaranya yaitu ion karbonium, hanya ada tiga gugus yang terikat pada karbon

positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk

planar, sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan

belakang). Kesempatan ini masing-masing mempunyai peluang 50%, sehingga

hasilnya adalah rasemik.

Angka 1 pada pada mekanisme SN1 menunjukkan bahwa mekanisme ini

unimolekular. Sebab tahap penentu lajunya hanya melibatkan substrat dan tidak
melibatkan nukleofil. Pada tahap pertama mekanisme ini terdapat adanya kendala

dalam laju reaksi yaitu pada laju pembentukan karbokation. Sedangkan reaksi

dengan nukleofilik pada tahap kedua berlangsung sangat cepat.

2.3.4 Diagram perubahan energi reaksi (SN1)

Dari diagram energi diatas terlihat bahwa pada tahap pertama SN1

terjadi pelepasan gugus pergi terlebih dahulu sehingga membutuhkan energi

aktivasi yang sangat besar. Sedangkan pada tahap kedua yaitu energi aktivasi

yang digunakan kecil, karena mudahnya nukleofil masuk untuk berikatan dengan

karbokation.

2.3.5 Stereokimia Reaksi SN1

Pada reaksi SN1 terjadi proses rasemisasi. Rasemisasi adalah suatu reaksi

perubahan secara optik campuran senyawa menjadi rasemik. Rasemisasi terjadi

disebabkan oleh karbokation intermediet yang terbentuk berbentuk planar dan

akiral. Sehingga penyerangan nukleofil dapat dilakukan dari dua arah yang
memiliki peluang yang sama, masing-masing menghasilkan R dan S dalam

jumlah yang sama. Contohnya yaitu, reaksi (s)-3-bromo-3-metilheksana dengan

nukleofil OH-.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Reaksi substitusi nukleofilik pada senyawa alkil halida mempunyai 2 tipe

mekanisme reaksi yang berdasarkan kinetikanya, yaitu SN1 (substitusi nukleofilik

unimolekuler) dan SN2 (substitusi nukleofilik bimolekuler), yang mana kedua

reaksi tersebut memiliki tahapan mekanisme yang berbeda. Adapun faktor-faktor

yang harus diperhatikan dalam reaksi substitusi nukleofilik yaitu, substrat,

kekuatan nukleofil dan sifat gugus pergi.

3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui

lebih banyak lagi tentang reaksi substitusi nukleofilik guna menambah wawasan

untuk pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Hart, H., 1990, Kimia Organik Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.

Ibrahim, M., Abdel-Reheem, H., Khattab, S., & Hamed, E., 2013, International
Journal of Chemistry, 5(3).

Maghfiroh, N.,Sary I. P., Pratoko, D. K., 2017, Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(2).

McMurry, J., 1999, Organic Chemistry Fifth Edition, Brooks/Cole, USA.

Pratiwi, A. N., dan Nurkhasanah, 2014, Pharmaҫiana, 4(2), 93-10.

Anda mungkin juga menyukai