Anda di halaman 1dari 59

USULAN RANCANGAN PERBAIKAN MEJA DAN KURSI

BELAJAR SISWA SLTP DITINJAU DARI ASPEK


ERGONOMI
(STUDI KASUS SLTP N 6 WONOGIRI)

Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

IWAN BUDI LAKSONO


I 0302621

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr.Wb


Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah
dilimpahkan-Nya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan
lancar. Pada kesempatan ini saya juga mengucapan terima kasih kepada pihak-
pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu dalam
menyelesaikan tugas akhir ini, antara lain :
1. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Industri
Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak Taufiq Rochman, STP, MT., selaku Dosen Pembimbing I yang sangat
membantu dalam penelitian serta pembuatan laporan ini.
3. Bapak Retno Wulan Damayanti ST, MT., selaku Dosen Pembimbing II yang
sudah membimbing dan senantiasa menyediakan waktunya selama
penyusunan tugas akhir ini.
4. Bapak Bambang Suhardi, ST, MT. dan Ibu Azizah Aisyati, ST, MT., selaku
Dosen Penguji atas semua saran bagi perbaikan laporan skripsi ini.
5. Bapak Taufiq Rochman, ST, MT., selaku dosen pembimbing akademik
6. Bapak Drs ngatijo, MPd selaku kepala sekolah SLTP N 6 Wonogiri yang telah
memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian.
7. Keluarga yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari jauh.
8. Teman seperjuangan di Teknik Industri, semoga semuanya sukses selalu,
amiin.
Semoga apa yang penulis sampaikan dalam laporan ini dapat bermanfaat
bagi penulis, rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkan.
Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb

Surakarta, Januari 2010

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi :

USULAN RANCANGAN PERBAIKAN MEJA DAN KURSI


BELAJAR SISWA SLTP DITINJAU DARI ASPEK
ERGONOMI

Ditulis Oleh :
IWAN BUDI LAKSONO
I 0302621

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Taufiq Rochman, STP, MT Retno Wulan Damayanti, ST, MT


NIP. 19701030 199802 1001 NIP. 19800306 200501 2002

Ketua Program S-1 Non Reguler


Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik UNS

Taufiq Rochman, STP, MT


NIP. 19701030 199802 1001

Pembantu Dekan I Ketua Jurusan


Fakultas Teknik UNS Teknik Industri
Fakultas Teknik UNS

Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Lobes Herdiman, MT


NIP 19561112 198403 2007 NIP 19641007 199702 1001
LEMBAR VALIDASI

Judul Skripsi :

USULAN RANCANGAN PERBAIKAN MEJA DAN KURSI


BELAJAR SISWA SLTP DI TINJAU DARI ASPEK
ERGONOMI

Ditulis Oleh :
IWAN BUDI LAKSONO
I 0302621

Telah disidangkan pada hari Jumat tanggal 10 September 2009


Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,
dengan

Dosen Penguji
1. Bambang Suhardi, ST, MT
NIP. 19740520 200012 1001

2. Azizah Aisyati, ST, MT


NIP.19720318 199702 1001

Dosen Pembimbing
1. Taufiq Rochman, STP, MT
NIP. 19701030 199802 1001

2. Retno Wulan Damayanti, ST, MT


NIP. 19800306 200501 2002
ABSTRAK
Iwan Budi Laksono. NIM. I 0302621 USULAN RANCANGAN PERBAIKAN
MEJA DAN KURSI BELAJAR SISWA SLTP DITINJAU DARI ASPEK
ERGONOMI STUDI KASUS SLTP N 6 WONOGIRI. Skripsi Surakarta :
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, Januari 2010

Meja dan kursi belajar merupakan sarana proses belajar mengajar di


sekolah. Ketidaksesuaian meja dan kursi belajar siswa yang ada dengan aspek
ergonomi dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada diri siswa, misal meja
dan kursi sekolah tidak sesuai dengan dimensi tubuh siswa antara lain dapat
mengakibatkan anak cepat mengalami kelelahan, kurang konsentrasi dan sakit
pada bagian tubuh waktu kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ketidaksesuaian
meja dan kursi belajar dengan dimensi tubuh siswa terjadi di SLTP N 6 wonogiri.
Berdasarkan observasi studi kasus dengan menggunakan kuisoner di SLTP N 6
wonogiri, 80% dari responden menyatakan bahwa posisi duduknya tidak nyaman.
Berdasarkan kuisoner Nordic Body Map, yang disebarkan kepada 90 responden
dalam studi pendahuluan ketidaknyamanan tersebut menimbulkan keluhan sakit
pada anggota tubuh antara lain Tengkuk 88,89%, Punggung 66,67%, Bahu
66,67%, pinggang 88,89%, Pantat 77,78%.
ketidaksesuaian antara sarana belajar dengan anatomi tubuh adalah
dimensi ketinggian alas meja saat ini terlalu rendah dan tiada sudut kemiringan,
sehingga saat siswa melakukan aktivitas belajar harus menyesuaikan ketinggian.
Permasalahan lainya adalah dimensi ketinggian laci meja di nilai kurang
memberikan keleluasaan dalam penempatan jarak di antara pijakan kaki dengan
permukaan dasar laci, sehingga menyebabkan siswa berkaki panjang kurang
memperoleh kenyamanan. Permasalahan terakhir adalah kaki meja belakang
menganggu keleluasaaan siswa saat mengeser kursi.
Pemecahan masalah adalah pertama agar ketinggian alas meja dapat di
pakai siswa dari kelas 1 sampai kelas 3 SLTP maka besarnya nilai antropomeri
yang di gunakan adalah nilai tinggi popliteal persentil 50, di tambah tinggi siku
duduk persentil 50 dan di tambah tebal paha persentil 95 dengan sudut kemiringan
12° adanya sudut tersebut akan menghasilkan peningkatan signifikan tanpa
adanya jatuhnya obyek terlalu miring. Untuk memperoleh kenyamanan dan
kelongaran kaki dalam duduk maka di perlukan dimensi tinggi popliteal persentil
50 di tambah tebal paha persentil 95. Untuk memperoleh keleluasaan kaki perlu
gabungan dimensi 2 kali siku sampai ujung jari persentil 5 dan panjang telapak
kaki persentil 50 sehingga di dapatkan keleluasaan kaki saat bersandar.

Kata kunci : meja kursi sltp, kuisoner nordic, antropomeri, ergonomi


xi + 150 halaman; 36 gambar; 11 tabel; 3 lampiran.
Daftar pustaka : 11 (1986-2007)
BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari


penelitian, perumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, tujuan dan
manfaat dari penelitian yang dilakukan serta sistematika penulisan untuk
menyelesaikan penelitian

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Ergonomi yaitu suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan


informasi-informasi mengenal sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk
merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu
dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang di inginkan melalui pekerjaan itu,
dengan efektif, aman, dan nyaman (Wignjosoebroto S, 1995). Pada lingkungan
sekolah, konsep ergonomi di aplikasikan antara lain terhadap sarana dan prasarana
yang digunakan siswa dalam proses belajar mengajar. Meja dan kursi belajar
merupakan sarana proses belajar mengajar di sekolah. Ketidaksesuaian meja dan
kursi belajar siswa yang ada dengan aspek ergonomi dapat menimbulkan
gangguan kesehatan pada diri siswa, misal meja dan kursi sekolah tidak sesuai
dengan dimensi tubuh siswa antara lain dapat mengakibatkan anak cepat
mengalami kelelahan, kurang konsentrasi dan sakit pada bagian tubuh waktu
kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Ketidaksesuaian meja dan kursi belajar dengan dimensi tubuh siswa
terjadi di SLTP N 6 wonogiri. Berdasarkan observasi studi kasus dengan
menggunakan kuisoner di SLTP N 6 wonogiri, 80% dari responden menyatakan
bahwa posisi duduknya tidak nyaman. Ketidaknyaman tersebut antara lain
ketinggian laci meja tidak sesuai dengan ketinggian lutut siswa sehingga
menimbulkan kesemutan pada bagian kaki, kaki bagian belakang meja
menganggu keleluasaan kaki bila siswa keluar dari posisi duduk, desain satu meja
untuk dua orang sangat menganggu siswa dalam menulis sehingga menyebabkan
siswa kurang memperoleh keleluasaan bergerak, ketinggian alas meja tidak sesuai
dimensi tubuh siswa sehingga pada posisi menulis siswa tersebut terlalu
membungkuk, lebar alas dan sandaran kaki tidak sesuai dengan dimensi tubuh
siswa sehingga sering mengeluh pada bagian pantat dan bahu. Berdasarkan
kuisoner Nordic Body Map, yang disebarkan kepada 90 responden dalam studi
pendahuluan ketidaknyamanan tersebut menimbulkan keluhan sakit pada anggota
tubuh antara lain Tengkuk 88,89%, Punggung 66,67%, Bahu 66,67%, pinggang
88,89%, Pantat 77,78%. Hasil kuisoner keseluruhan dapat di lihat pada lampiran.
Berdasarkan adanya permasalahan tersebut, maka perlu di lakukan
perbaikan fasilitas belajar siswa yaitu dengan melakukan perancangan ulang meja
dan kursi siswa SLTP berdasarkan konsep ergonomi. Adanya rancangan baru
diharapkan dimensi meja dan kursi lebih sesuai dengan dimensi tubuh siswa,
Sehingga siswa dapat dapat belajar di sekolah lebih nyaman.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan


masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang ulang meja dan kursi
belajar siswa SLTP yang ergonomis.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah merancang ulang
meja dan kursi belajar sehingga didapatkan fasilitas belajar SLTP yang ergonomis

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dalam penelitian ini menghasilkan rancangan meja dan kursi


yang ergonomis bagi pihak SLTP.

1.5 BATASAN MASALAH


Untuk memfokuskan agar masalah tidak meluas dan menyimpang dari
sasaran dan lebih terarah, maka dalam penelitian ini dilakukan pembatasan
masalah meliputi :
1. Tidak membahas masalah biaya dari perancangan
2. Nilai persentil yang digunakan dalam perancangan meja dan kursi sekolah ini
adalah P5, P50 dan P95
3. Nilai selang kepercayaan dan derajat kebebasan yang dipakai masing-masing
95% dan 5%.
4. Dalam penelitian ini hanya sampai pada perancangan produk dalam bentuk
gambar dan animasi

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang digunakan pada penyusunan laporan tugas


akhir ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan
masalah, asumsi serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung dan
terkait langsung dengan perancangan meja dan kursi sekolah
khususnya pada cabang disipilin ilmu ergonomi, antara lain
antropometri dan dinamika posisi duduk.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN MASALAH


]
Pada bab ini dijelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan dan langkah-langkah pengolahan
data melalui diagram metodologi penelitian.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA


Bab ini dimulai dengan pengumpulan data-data yang diperoleh
sehingga dapat dipergunakan dalam evaluasi, kemudian dilanjutkan ke
tahap pengolahan data serta hasil perancangan ulang meja dan kursi.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL


Bab ini berisi analisis terhadap hasil perhitungan dan interpretasi hasil
pengolahan data yang telah dilakukan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


Dalam bab ini dikemukakan berbagai kesimpulan yang diperoleh dari
pembahasan pada bab-bab sebelumnya serta dikemukakan pula saran-
saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut dan bagi
sekolah yang bersangkutan tempat dilakukannya penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GAMBARAN UMUM SEKOLAH

SLTP N 6 Wonogiri merupakan salah satu sekolah favorit menengah


pertama di kawasan kabupaten wonogiri pertama kali di dirikan pada tahun 1956
dulunya adalah sekolah teknik (ST) kemudian pada tahun 1992-1999 berubah
menjadi SMP PPK (Sekolah menengah pertama pendidikan kejuruan) dan pada
tahun 1999-2008 menjadi SLTP reguler atau SLTP Negeri adapun letaknya sangat
dekat dengan jalan raya di dalam kota wonogiri tepatnya di jln kedung ringin II/16
Wonogiri (Telp; 0273-321-308). SLTP N 6 Wonogiri terdiri dari delapan belas
ruang kelas, satu ruang guru, satu ruang kepala sekolah, satu ruang aula, satu
ruang koprasi, satu ruang OSIS, satu laburatorium komputer, satu laboratorium
multimedia, satu laburatorium IPA. Dengan jumlah guru pengajar terdiri dari 54
tenagaa pendidik dan jumlah siswa 722 orang dari kelas 1-3 adapun visi, misi dan
struktur organisasi akan di jelasakan dan di gambarkan sebagai berikut
Visi : Beriman , Bertaqwa, Berprestasi, Berdaya saing, berbudaya
Indikator
1. Terwujudnya lulusan yang cerdas, berprestasi, beriman, berbudaya
2. Terselengaranya kegiatan olah raga berprestasi di sekolah
3. Terwujudnya kegiatan seni budaya yang unggul di sekolah
4. Terwujudnya kegitan keagamaan yang rutin dan tertib di sekolah
5. Terwujudnya sikap dan perilaku yang santun, jujur, dan disiplin di sekolah
6. Terwujudnya kegiatan ketrampilan yang beriorentasi kecakapan hidup di
sekolah
7. Terciptanya lingkungan sekolah yang nyaman, aman, rindang, asri, bersih, dan
kondusif

Misi Sekolah
1. Mewujudkan pendidikan yang berkualitas, kreatif, inivatif, beriorentasi
kecakapan hidup yang berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan
yang maha Esa
2. Memberdyakan tenaga pendidik dan tenaga pendidikan secra optimal, penuh
keteladanan dengan etos kerja yang tinggi
3. Menyelengarakan dan mengembangkan olah raga prestasi di sekolah
4. Menyelengarakan seni budaya yang unggul di sekolah
5. Mewujudkan kegiatan pembinaan kesiswaan dan ketahanan sekolah
6. Mewujudkan budaya sekolah yang dapat membentuk sikap-sikap terpuji bagi
seluruh warga sekolah
7. Menyelengarakan kegiatan ketrampilan TIK yang kompetitif
8. menciptakan kondisi kebersihan, keindahan, keamanan, ketertiban, kerapian,
kerindangan dan kekeluargaan yang mantap
9. Mewujudkan keterbukaan dengan semua pihak dalam membawa sekolah ke
arah kemajuan
Gambar 2.1 Struktur Organisasi SLTP N 6 Wonogiri periode 2008 /2009

Dalam bab ini selain latar belakang dari tempat studi kasus juga di bahas
teori pendukung antara lain tentang konsep ergonomi, antropometri, dinamika
posisi duduk dan sikap duduk yang benar.
2.2 ERGONOMI

Istilah “ergonomi“ berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan
nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan. Ergonomi berkenaan
pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia
di tempat kerja, di rumah dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan
studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling
berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan
manusianya. Ergonomi disebut juga “Human Factors”. Ergonomi juga digunakan
oleh berbagai macam ahli profesional pada bidangnya misalnya: ahli anatomi,
arsitektur, perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan,
psikologi dan teknik industri. (Definisi diatas adalah berdasar pada International
Ergonomics Association). Selain itu ergonomi juga dapat diterapkan untuk bidang
fisiologi, psikologi, perancangan, analisis, sintesis, evaluasi proses kerja dan
produk bagi wiraswastawan, manajer, pemerintahan, militer, dosen dan
mahasiswa (Nurmianto, 1991)
Definisi atau pengertian penting sebagai wawasan kita dalam
menggunakan istilah. McCormick (1987) mendefinisikan pengertian ergonomi ini
dalam 3 tahap sebagai berikut :
a) Fokus ustama dari ergonomi berkaitan dengan pemikiran manusia dalam
mendesain peralatan, fasilitas dan lingkungan yang dibuat oleh manusia, yang
digunakan dalam berbagai aspek kehidupannya.
b) Tujuan dari ergonomi dalam mendesain peralatan, fasilitas dan lingkungan
yang dibuat oleh manusia ada 2 hal :
1. Untuk meningkatkan efektifitas fungsional penggunanya
2. Untuk mempertahankan atau meningkatkan human value tertentu misalnya
kesehatan, keselamatan dan kepuasan.
c) Pendekatan utama dari ergonomi adalah penerapan yang sistematik dari
informasi yang relevan mengenai karakteristik dan tingkah laku manusia
untuk mendesain peralatan, fasilitas dan lingkungan yang dibuat oleh manusia
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang
bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi
perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches),
platform, kursi, pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls),
alat peraga (displays), jalan/lorong (acces ways), pintu (doors), jendela (windows),
dan lain-lain. Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan
faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya: desain suatu sistem kerja untuk
mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia, desain
stasiun kerja untuk alat peraga (visual display unit station).
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, 2004), yaitu:
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera
dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Secara ringkas ergonomi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang
secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan
dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem dengan baik, yaitu
mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan
nyaman.
Menurut Sutalaksana (1996) Untuk mempermudah proses mempelajari
ergonomi, di bagi menjadi hal-hal sebagai berikut :
a. Penyelidikan mengenai display
Yang dimaksud dengan display disini adalah bagian dari lingkungan yang
mengkomunikasikan keadaannya kepada manusia, misalnya: speedometer
untuk menunjukkan kecepatan kendaraan yang sedang kita kemudikan.
b. Penyelidikan mengenai hasil kerja manusia dan proses pengendalinya
Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja dan
kemudian mempelajari cara mengukur dari setiap aktivitas tersebut, dimana
penyelidikan ini banyak berhubungan dengan biomekanik.
c. Penyelidikan mengenai tempat kerja
Agar diperoleh tempat kerja yang baik, dalam arti kata sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia. Hal-hal yang bersangkutan dengan
tubuh manusia dalam hal ini dipelajari dalam antropometri.
d. Penyelidikan mengenai lingkungan fisik
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik disini meliputi ruangan dan fasilitas-
fasilitas yang digunakan oleh manusia, serta kondisi-kondisi lingkungan kerja
yang keduanya banyak dipengaruhi oleh tingkah laku manusia.
Banyak penerapan ergonomi yang hanya berdasar sekedar “common
sense” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), dan hal itu benar, jika
sekirannya suatu keuntungan yang besar bisa didapat hanya sekedar dengan
penerapan suatu prinsip sederhana. Hal ini biasanya merupakan kasus dimana
ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan
tetapi masih banyak aspek ergonomi yang jauh dari kesadaran manusia. Penerapan
ergonomi harus diikuti dengan pendekatan ilmiah, hal tersebut berguna untuk
mendapatkan perancangan produk yang optimum tanpa harus mengalami “trial
and error”. Suatu hal yang vital pada penerapan ilmiah untuk ergonomi adalah
“Antropometri” (kalibrasi tubuh manusia). Dalam hal ini terjadi penggabungan
dan pemakaian data antropometri dengan ilmu-ilmu statistik yang menjadi
prasyarat utamanya.

2.3 ANTROPOMETRI

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan


“metri” yang berati ukuran. Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut
pengukuran tubuh manusia khususnya dimensi tubuh (Wignjosoebroto S., 2000).
Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan
ergonomis dalam proses perancangan (design) produk maupun sistem kerja yang
akan memerlukan interaksi manusia.
Secara definisi antropometri dapat dinyatakan sebagai studi yang
berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya
akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar dan sebagainya) berat dan lain-
lainnya. Antropometri secara luas digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan
ergonomi dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang
memerlukan interaksi manusia (Wignjosoebroto S., 2000).
Antropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah
suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh
manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk
penanganan masalah desain .

2.3.1 Data Antropometri Dan Cara Pengukurannya

Manusia pada umumnya berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi


ukuran tubuhnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia
(Wignjosoebroto S., 2000) yaitu:
a. Umur,
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun
untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Setelah itu, tidak lagi akan terjadi
pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi pertumbuhan
menurun ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
b. Jenis kelamin (sex),
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan
dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul,
dan sebagainya.
c. Suku/bangsa (etnic),
Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnic akan memiliki karakteristik fisik
yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dimensi tubuh suku bangsa negara
Barat pada umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar daripada dimensi
tubuh suku bangsa negara Timur.
d. Sosio ekonomi,
Tingkat sosio ekonomi sangat mempengaruhi dimensi tubuh manusia. Pada
negara-negara maju dengan tingkat sosio ekonomi tinggi, penduduknya
mempunyai dimensi tubuh yang besar dibandingkan dengan negara-negara
berkembang.
e. Posisi tubuh (posture),
Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh
karena itu harus posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei
pengukuran.
Berkaitan dengan posisi tubuh manusia antropometri dibagi atas dua
bagian, yaitu:
a. Antropometri statis (structural body dimensions),
Pengukuran manusia pada posisi diam dan linier pada permukaan tubuh. Ada
beberapa metode pengukuran tertentu agar hasilnya representative Disebut
juga pengukuran dimensi struktur tubuh dimana tubuh diukur dalam berbagai
posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Dimensi tubuh yang
diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam
posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut pada
saat berdiri atau duduk, panjang lengan, dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini
diambil dengan percentile tertentu seperti 5-th percentile, 50-th percentile dan
95-th percentile.
b. Antropometri dinamis (functional body dimensions),
Antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia
dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin
terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya. Hasil yang diperoleh
merupakan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-
gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu. Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang
dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas
ataupun ruang kerja.
Terdapat tiga kelas pengukuran antropometri dinamis, yaitu:
1. Pengukuran tingkat ketrampilan sebagai pendekatan untuk mengerti
keadaan mekanis dari suatu aktifitas.
Contoh : Dalam mempelajari performansi atlet.
2. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat kerja.
Contoh : Jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja,
yang dilakukan dengan berdiri atau duduk.
3. Pengukuran variabilitas kerja.
Contoh : Analisis kinematika dan kemampuan jari-jari tangan dari seorang
juru ketik atau operator komputer.

2.3.2 Aplikasi Distribusi Normal dan Pengukuran Data Antropometri

Data antropometri jelas diperlukan supaya rancangan suatu produk dapat


sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Permasalahan akan adanya
variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana kita mampu
merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai”
(adjustable) dengan suatu rentang ukuran tertentu (Wignjosoebroto S., 2000).
Penerapan distribusi normal dalam penetapan data antropometri untuk
perancangan alat bantu ataupun stasiun kerja seperti terlihat pada gambar 2.2
berikut ini.

N( x ,X) 95%

2.5%
2.5%

1.96 X 1.96 X
2.5-th percentile X 97.5-th percentile

Gambar 2.2 Distribusi Normal Dengan Data Antropometri 95-th Percentile


Sumber: Wignjosoebroto S., 2000
Penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan
umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan
berdasarkan harga rata-rata (mean, x ) dan simpangan standarnya (standar
deviation, X) dari data yang ada. Percentiles dapat ditetapkan sesuai dengan tabel
probabilitas distribusi normal. Percentile adalah suatu nilai yang menunjukkan
prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai
tersebut. Sebagai contoh, 95-th percentile akan menunjukkan 95% populasi akan
berada pada atau dibawah ukuran tersebut; sedangkan 5-th percentile akan
menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu. Dalam
antropometri, angka 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang “terbesar”
dan 5-th percentile sebaliknya akan menunjukkan ukuran “terkecil”.
Persentil 50 yang merupakan nilai dari suatu rata-rata, merupakan nilai
yang membagi data menjadi dua bagian, yaitu yang berisi data bernilai terkecil
dan terbesar masing-masing sebesar 50% dari keseluruhan nilai tersebut. Persentil
ke-50 memberi gambaran yang mendekati nilai rata-rata ukuran dari suatu
kelompok tertentu. Suatu kesalahan yang serius pada penerapan suatu data adalah
dengan mengasumsikan bahwa setiap ukuran pada persentil ke-50 mewakili
pengukuran manusia rata-rata pada umumnya, sehingga sering digunakan sebagai
pedoman perancangan. Kesalahpahaman yang terjadi dangan asumsi tersebut
mengaburkan pengertian atas makna 50% dari kelompok. Sebenarnya tidak ada
yang dapat disebut “manusia rata-rata”. Ada dua hal penting yang harus selalu
diingat bila menggunakan persentil. Pertama, suatu presentil antropometri dari
tiap individu hanya berlaku untuk satu data dimensi tubuh saja. Hal dapat
merupakan data tinggi badan atau data tinggi duduk. Kedua, tidak dapat dikatakan
seseorang memiliki persentil yang sama, ke-95 atau ke-90 atau ke-5, untuk
keseluruhan dimensi tubuhnya. Hal ini hanya nerupakan gambaran dari suatu
makhluk dalam khayalan, karena seseorang dengan presentil ke-50 untuk data
tinggi badannya, dapat saja memiliki presentil ke-40 untuk data tinggi lututnya,
atau presentil ke-60 untuk data panjang lengannya Bilamana diharapkan ukuran
yang mampu mengakomodasikan 95% dari populasi yang ada, maka diambil
rentang 2.5-th dan 97.5-th percentile sebagai batas-batasnya.
Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam
perhitungan data antropometri dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Jenis Precentile dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal
Percentile Perhitungan

1 – st x  2.325 x

2.5 – th x  1.96 x

5 – th x  1.645 x

10 – th x  1.28 x

50 – th x

90 – th x  1.28 x

95 – th x  1.645 x

97.5 – th x  1.96 x

99 – th x  2.325 x
Sumber: Wignjosoebroto S., 2000

Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa


diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja diperlukan
informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu diukur seperti
terlihat pada gambar 2.3 dibawah ini.
Gambar 2.3 Data Antropometri Untuk Perancangan Produk atau Fasilitas
Sumber: Wignjosoebroto S., 2000

Keterangan gambar 2.3, yaitu:

1 = dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung
kepala)

2 = tinggi mata dalam posisi berdiri tegak

3 = tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak

4 = tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5 = tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam
gambar tidak ditunjukkan)

6 = tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk pantat
sampai dengan kepala)

7 = tinggi mata dalam posisi duduk

8 = tinggi bahu dalam posisi duduk

9 = tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)

10 = tebal atau lebar paha

11 = panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut

12 = panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan. bagian belakang dari
lutut atau betis

13 = tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk

14 = tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha

15 = lebar dari bahu (bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk)

16 = lebar pinggul ataupun pantat

17 = lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dalam
gambar)

18 = lebar perut
19 = panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam
posisi siku tegak lurus

20 = lebar kepala

21 = panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari

22 = lebar telapak tangan

23 = lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-


kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar)

24 = tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai
dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal)

25 = tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya
nomor 24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar)

26 = jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung
jari tangan

2.4 DINAMIKA POSISI DUDUK

Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan dengan


mempelajari sistem penyangga dan keseluruhan struktur tulang yang terlibat di
dalam geraknya. Menurut Tichauer, “sumbu penyangga dari batang tubuh yang
diletakkan dalam posisi duduk adalah sebuah garis pada bidang datar koronal,
melalui titik terendah dari tulang duduk (ischial tuberotisies) di atas permukaan
tempat duduk”. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar 2.4 di bawah.
Gambar 2.4 Potongan Tulang Duduk (Ischial Tuberotisies) Posisi Duduk
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003

Pengamatan Branton pertama menunjukkan bahwa 75% dari


keseluruhan berat badan hanya disangga oleh daerah seluas 4 inci atau 26 cm2
2

persegi dari tulang duduk ini. Data lain menunjukkan bahwa gaya tekan
(kompresi) yang terjadi pada daerah-daerah kulit pantat dan landasan kursi yang
keras besarnya sekitar 40 sampai 60 psi, sedangkan tekanan pada jarak beberapa
inci besarnya hanya 4 psi. Tekanan-tekanan ini menimbulkan perasaan lelah dan
tidak nyaman, serta menyebabkan subyek mengubah posisi duduknya agar
mencapai kondisi yang nyaman. Bertahan pada posisi duduk dalam jangka waktu
yang lama tanpa mengubah-ubah posisinya, di bawah tekanan kompresi yang
terjadi, dapat menyebabkan kurangnya aliran darah pada suatu daerah (ischemia),
gangguan pada sirkulasi darah, menyebabkan nyeri, sakit dan rasa kebal (mati
rasa).
Pengamatan Branton yang kedua menunjukkan bahwa secara struktural,
tulang duduk membentuk sistem penopang atas dua titik yang pada dasarnya tidak
stabil. Oleh karenanya, landasan tempat duduk saja tidak cukup untuk
menciptakan kestabilan. Secara teoritis, kaki, telapak kaki dan punggung, yang
juga bersinggungan dengan bagian lain dari tempat duduk selain dari bagian
landasannya, seharusnya juga dapat turut menciptakan kestabilan yang dimaksud.
Sebenarnya titik pusat gaya berat dari tubuh pada posisi duduk tegak
lurus terletak sekitar 1 inci atau 2,5 cm di depan pusar, seperti ditunjukkan pada
gambar 2.5. Branton mengungkapkan bahwa sistem massa pada keberadaannya
memang tidak stabil di atas tempat duduk (Panero J dan Zelnik M., 2003)
Gambar 2.5 Pusat Gaya Berat Manusia Pada Posisi Duduk
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003

2.5 SIKAP DUDUK

Melakukan pekerjaan di kantor, di sekolah, di pabrik, di pasar, dan di


rumah tidak terlepas dari posisi duduk. Duduk memerlukan lebih sedikit energi
daripada berdiri, karena hal ini dapat mengurangi banyaknya beban otot statis
pada kaki. Seorang operator yang bekerja sambil duduk memerlukan sedikit
istirahat dan secara potensial lebih produktif, disamping itu operator tersebut juga
lebih kuat bekerja dan oleh karena itu lebih cekatan dan mahir. Namun sikap
duduk yang salah akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung.
Demikian juga dengan anak-anak sekolah yang sebagian besar waktunya
digunakan untuk berada dibangku sekolah. Apabila kejadian pada industri terjadi
pada anak-anak sekolah, maka akan dapat mengakibatkan kelainan pada susunan
tulang belakang dan gangguan-gangguan lainnya.

2.5.1 Duduk Lama Menyebabkan Nyeri Pinggang Bawah

Duduk lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot


pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Terutama
bila duduk dengan posisi terus membungkuk. Posisi itu menimbulkan tekanan
tinggi pada bantalan syaraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus
pulposus. Seseorang yang melakukan pekerjaan dengan sikap duduk yang salah
akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang belakang
akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau
berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut 100%, maka cara duduk yang tegang
atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mancapai 140%
dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk kedepan menyebabkan
tekanan tersebut mencapai 190%. Sikap duduk tegang lebih banyak memerlukan
aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong
kedepan (Nurmianto, 1991).
Setelah duduk selama 15-20 menit, otot-otot punggung biasanya mulai
letih dan merasakan nyeri pinggang bawah. Penelitian terhadap murid sekolah di
Skandinavia menemukan 41,6% yang menderita nyeri pinggang bawah selama
duduk di kelas, terdiri dari 30% yang duduk selama satu jam, dan 70% yang
duduk lebih dari satu jam.
Hal-hal yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi nyeri
pinggang bawah antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk
dengan membengkokkan pinggang, atau duduk tanpa sandaran di pinggang bawah
(pendukung lumbar). Selain itu, selama duduk perlu menghindari duduk dengan
mencondongkan kepala kedepan karena dapat menyebabkan gangguan pada leher,
duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan
leher.

2.5.2 Sikap Duduk Yang Benar

Sikap duduk yang benar sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan
bahu berada di belakang serta pantat menyentuh belakang kursi. Seluruh lengkung
tulang belakang harus terdapat selama duduk. Duduklah dengan lutut tetap
setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki bila perlu) dan
sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang dan jaga agar kedua kaki tidak
menggantung. Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit.
Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi atau meja, juga bahu tetap
rileks.
Berkaitan dengan adanya pengaruh sikap duduk yang salah terhadap
tulang punggung, berikut digambarkan bentuk tulang punggung dilihat dari sikap
duduk terlihat pada gambar 2.6 dibawah.
Gambar 2.6 Bentuk Tulang Punggung Dilihat Dari Sikap Duduk
Sumber : http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/

Keterangan gambar 2.3, yaitu:

A = Normal (Kelenturan normal/alami, tidak ada tekanan pada cakram tulang


belakang),

B = Kifosis (tulang punggung terlalu bengkok kebelakang, cakram terjepit),

C = Lordosis (tulang punggung bengkok ke depan, cakram terjepit),


D = Skoliosis (tulang punggung bengkok ke kiri dan kanan, cakram terjepit)

2.6 PERANCANGAN KURSI

Tempat duduk yang nyaman untuk digunakan untuk jangka waktu yang
lama adalah tempat duduk yang memperhatikan juga faktor kepuasan psikologis.

2.6.1 Pendekatan-Pendekatan Untuk Perancangan Kursi

Menurut Nurmianto (1991), pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam


perancangan kursi antara lain:
a. Merancang penyangga lumbar pada posisi duduk
Pendekatan ini menekankan pada ketentuan dari sandaran punggung yang
dapat disetel untuk menyangga daerah lumbar atau daerah yang lebih rendah
pada tulang belakang. Ini dapat mengurangi usaha otot yang diperlukan untuk
menjaga suatu sikap duduk yang kaku atau tegang. Hal ini juga dapat
mengurangi kecenderungan tulang belakang ke arah bentuk khyphosis.
Sandaran kursi juga menstabilkan sikap duduk dan menghasilkan suatu reaksi
terhadap gerakan yang agak sedikit mendorong kedepan selama bekerja.
Persyaratan adanya bantalan punggung akan bermanfaat untuk mengatasi sakit
punggung. Banyak sandaran tempat duduk (pesawat terbang, teater,dll) yang
tidak mempunyai penyangga empuk yang berguna sebagai bantalan
penyangga. Kursi eksekutif saat ini umumnya dikembangkan dengan
penyangga ruas belakang bagian bawah (lumbar), sedangkan tempat duduk
mobil yang dapat disetel semakin banyak dikagumi.
b. Perancangan tempat duduk yang miring kedepan
Pada umumya permukaan duduk dimiringkan sekitar 50 kearah belakang untuk
mengurangi kemungkinan operator meluncur kedepan. Mandal (1981)
memperkirakan kemiringan bangku kedepan sampai 150 dari permukaan, 200
dari lekukan lumbar. Oleh karena itu perancangan kursi harus lebih sedikit
miring kedepan dengan tujuan agar operator merasa condong dengan meja
kerja sehingga akan lebih mudah untuk melakukan aktivitas diatas meja kerja.
c. Postur Duduk Berlutut
Kursi keseimbangan adalah suatu hasil logika terhadap problema dari
perubahan tekukan tulang belakang jika duduk. Perputaran pinggul dapat
dikurangi dengan cepat dan rotasi pinggul hampir dapat dihilangkan. Akan
tetapi kelemahannya seseorang akan dapat meluncur pada kursi ini jika kursi
model seperti ini tidak dilengkapi sandaran untuk lutut. Kursi keseimbangan
banyak menawarkan kenyamanan pada penderita nyeri atau sakit punggung,
namun kursi ini juga menimbulkan banyak masalah seperti :
1) Kesulitan untuk perubahan sikap duduk
2) Tekanan pada lutut
3) Putaran dari kaki dan ibu jari kaki
d. Perancangan sudut sandaran kursi sampai suatu posisi “semi-reclining”
Hal ini akan mengurangi reaksi pada berat badan bagian atas sepanjang
punggung, dan sepanjang tulang belakang. Suatu sandaran punggung yang
sesuai untuk kursi panjang (kursi malas) dan yang paling penting lagi untuk
tempat duduk kendaraan adalah sama sudut 110 0. E.Grandjean (1987)
memberikan suatu sudut yang sejenis untuk kursi panjang (kursi malas).

2.6.2 Ukuran (Dimensi Kursi)


Ukuran-ukuran kursi seharusnya didasarkan pada data antropometri yang
sesuai, dan ukuran-ukurannya ditetapkan. Penyesuaian tinggi dan posisi sandaran
punggung sangat diharapkan, tetapi belum praktis dalam banyak keadaan
(transportasi umum, gedung-gedung pertunjukkan, restoran, dan-lain-lain). Dalam
pemilihan ukuran kursi harus diperhatikan jangkauan penyesuaian untuk tinggi
tempat duduk. Adapun dalam hal ini dibedakan menjadi :
a. Kursi Rendah, yang digunakan pada bangku dan meja (desk and tables)
Tujuan perancangan kursi ini adalah membiarkan kaki untuk istirahat
langsung diatas lantai dan menghindari tekanan pada sisi bagian bawah paha.
Terlalu rendahnya sebuah tempat duduk akan dapat menimbulkan masalah-
masalah baru pada tulang belakang. Menurut Panero J dan Zelnik M jika suatu
landasan tempat duduk terlalu rendah dapat menyebabkan kaki condong
menjulur ke depan, menjauhkan tubuh dari keadaan stabil dan akan
menjauhkan punggung dari sandaran sehingga penopangan lumbar tidak
terjaga dengan tepat, seperti yang ditunjukkan gambar 2.7. Oleh karena itu
ukuran antropometri membentuk dasar untuk tinggi tempat duduk yang
jaraknya dari tumit kaki sampai permukaan yang lebih rendah dari paha
disamping lutut dengan lekukan pada sudut 900.

Gambar 2.7 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Rendah


Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003

Jika suatu landasan tempat duduk terlalu tinggi letaknya, bagian bawah paha
akan tertekan dan menghambat peredaran darah, seperti yang ditunjukkan
gambar 2.7. Telapak kaki yang tidak dapat menapak dengan baik di atas
permukaan lantai akan mengakibatkan melemahnya stabilitas tubuh,
Ketebalan sol sepatu dapat di tambah dalam hal ini dengan memberikan suatu
tinggi tempat duduk yang maksimum. Untuk menghindari kompresi paha
diharapkan tinggi tempat duduk adalah 5 th persentil wanita dan 95th persentil
pria. Untuk tinggi tempat duduk yang tetap dapat menyebabkan kesalahan
pada ketinggian yang rendah.

Gambar 2.8 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Tinggi


Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003

Sebuah gambaran dari susunan dasar kursi yang menjamin bahwa penyangga
lumbar yang baik akan tersedia dan hal ini memberikan variasi yang mudah
dari sikap duduk dengan permukaan tempat duduk yang horisontal dan
tingginya dapat dengan mudah disetel, seperti terlihat pada gambar 2.9
dibawah.
Gambar 2.9 Perancangan Kursi Duncan
Sumber : Nurmianto, 1991

b. Kursi yang tinggi


Tinggi bangku untuk pekerjaan sambil berdiri didasarkan pada tinggi siku saat
berdiri. Bangku-bangku seperti ini diharapkan dapat dirancang, namun bangku
ini tidak dapat digunakan setiap waktu. Kursi tinggi dengan tinggi tempat
duduk yang dapat disetel dapat menyangga badan bagian atas sedemikian rupa
sehingga tinggi siku berada beberapa sentimeter diatas pekerjaan. Ukuran
yang biasanya ada dalam antropometri adalah jarak vertikal dari titik terendah
dari tekukan siku sampai permukaan untuk duduk yang horisontal. Masalah
utama yang timbul dari kursi seperti ini adalah terbatasnya gerak untuk lutut.
Perancangan ulang untuk kursi yang memiliki ruang untuk lutut lebih
diinginkan. Jelasnya sebuah sandaran kaki merupakan bagian yang paling
penting dari suatu kursi yang tinggi, tanpa sandaran tersebut beban kaki
bagian bawah akan dipindahkan pada sisi dalam dari lipat paha. Sandaran kaki
seharusnya dapat disetel untuk tinggi yang tidak bergantung pada tinggi
tempat duduk, untuk panjang kaki yang lebih rendah. Berikut adalah contoh
kursi tinggi yang banyak digunakan di industri terlihat pada gambar 2.10 di
bawah.
Gambar 2.10 Kursi Tinggi Yang Banyak Digunakan Di Industri
Sumber : Nurmianto, 1991

c. Kedalaman Tempat Duduk


Pertimbangan dasar lainnya dari perancangan sebuah kursi adalah kedalaman
landasan tempat duduk. Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar,
bagian depan dari permukaan atau ujung dari tempat duduk tersebut akan
menekan daerah tepat dibelakang lutut, memotong peredaran darah pada
bagian kaki, seperti ditunjukkan pada gambar 2.11 di bawah.

Gambar 2.11 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Lebar


Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003

Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu sempit, akan menimbulkan


situasi yang buruk pula, yaitu dapat menimbulkan perasaan terjatuh atau
terjungkal dari kursi dan akan menyebabkan berkurangnya penopangan pada
bagian bawah paha, seperti ditunjukkan pada gambar 2.12 dibawah.
Gambar 2.12 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Sempit
Sumber : Panero J dan Zelnik M., 2003

2.7 KRITERIA KURSI YANG IDEAL

Perancangan kursi kerja harus dikaitkan dengan jenis pekerjaan, posture


yang diakibatkan, gaya yang dibutuhkan, arah visual (pandangan mata), dan
kebutuhan akan perlunya merubah posisi (postur). Kursi tersebut haruslah
terintegrasi dengan bangku atau meja.
Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang dengan metode
“floor-up” yaitu berawal pada permukaan lantai, untuk menghindari tekanan
dibawah paha. Setelah ketinggian kursi dapat ditentukan kemudian barulah
menentukan ketinggian meja kerja yang sesuai dan konsisten dengan ruang yang
diperlukan untuk paha dan lutut. Adapun kriteria kursi kerja yang ideal adalah
sebagai berikut:
(1) Stabilitas Produk
Diharapkan suatu kursi mempunyai empat atau lima kaki untuk menghindari
ketidakstabilan produk. Kursi lingkar yang berkaki lima dirancang dengan
posisi kaki kursi berada pada bagian luar proyeksi tubuh. Sedangkan kursi
dengan kaki gelinding sebaiknya dirancang untuk permukaan yang
berkarpet.
(2) Kekuatan Produk
Kursi kerja haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga kompak dan kuat
dengan konsentrasi perhatian pada bagian-bagian yang mudah retak
dilengkapi dengan sistem mur-baut ataupun keling pasak pada bagian
sandaran tangan (arm-rest) dan sandaran punggung (back-rest). Kursi kerja
tidak boleh dirancang pada populasi dengan persentil kecil dan seharusnya
cukup kuat untuk menahan beban pria yang berpersentil 99th.
(3) Mudah Dinaik-turunkan (adjustable)
Ketinggian kursi hendaknya mudah diatur saat kita duduk, tanpa harus turun
dari kursi.
(4) Sandaran punggung
Sandaran punggung sangat penting untuk menahan beban punggung kearah
belakang (lumbar spine). Hal ini haruslah dirancang agar dapat digerakkan
naik-turun maupun maju mundur. Selain itu harus dapat pula diatur
fleksibilitasnya sehingga sesuai dengan bentuk punggung.
(5) Fungsional
Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam alternatif
perubahan postur (posisi).

(6) Bahan material


Tempat duduk dan sandaran harus dilapisi dengan material yang cukup
lunak.
(7) Kedalaman kursi
Kedalaman kursi (depan-belakang) harus sesuai dengan dimensi panjang
antara lutut (popliteal) dan pantat (buttock).
(8) Lebar kursi
Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 persentil populasi.
(9) Lebar sandaran kursi
Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar punggung wanita
persentil 5 populasi. Jika terlalu lebar maka akan mempengaruhi kebebasan
gerak siku.
(10) Bangku tinggi
Kursi untuk bangku tinggi harus diberi sandaran kaki yang dapat digerakkan
naik-turun.
Sedangkan berikut ini adalah rekomendasi bangku atau kursi untuk
menulis yang dianjurkan Mandal (1981) seperti terlihat pada gambar 2.13 berikut
ini.
Gambar 2.13 Rekomendasi Pada Bangku Atau Kursi Untuk Menulis
(Mandal, dalam nurmianto)

2.8 APLIKASI ERGONOMI UNTUK PERANCANGAN TEMPAT KERJA

Menurut Nurmianto perancangan tempat kerja pada dasarnya merupakan


suatu aplikasi data antropometri, tetapi masih memerlukan dimensi fungsional
yang tidak terdapat pada data statis. Dimensi-dimensi tersebut lebih baik diperoleh
dengan cara pengukuran langsung daripada data statis. Misalnya gerakan
menjangkau, mengambil sesuatu, mengoperasikan suatu alat.

2.8.1 Daerah Kerja Horisontal

Diperlukan untuk mendefinisikan batasan-batasan dari suatu daerah kerja


horisontal untuk memastikan bahwa material atau alat kontrol tidak ditempatkan
begitu saja diluar jangkauan tangan. Begitu juga untuk batasan daerah kerja
vertikal. Rekomendasi R.R Farley untuk daerah kerja horizontal yang telah
dikembangkan secara meluas seperti terlihat pada gambar 2.13 berikut ini.
Gambar 2.14 Batasan-Batasan Daerah Kerja
Sumber : Nurmianto, 1991

2.8.2 Kemiringan Permukaan Kerja

Kemiringan permukaan kerja pada operator antara lain ditunjukkan pada


meja-meja sekolah, papan gambar dan podium. Sebenarnya telah bertahun-tahun
peralatan kerja dipabrik atau industri telah dimiringkan kearah operator,
manfaatnya seseorang dapat duduk lebih kebelakang dengan sedikit memiringkan
kepalanya. Suatu kemiringan 12 0 akan menghasilkan peningkatan yang signifikan
tanpa adanya kekhawatiran jatuhnya obyek karena terlalu miring. Namun hal
tersebut tidak boleh mempengaruhi ketinggian tempat kerja sehingga lengan atas
tidak harus diangkat keatas (abduksi).

2.9 PENGUJIAN DATA

Pengujian data berguna untuk menentukan bahwa data antropometri


yang digunakan valid dan dapat merepresentasikan data ukuran tubuh siswa
sekolah pada umumya dan siswa SLTP N 6 Wonogiri pada khususnya, pengujian
tersebut meliputi uji kecukupan, uji keseragaman dan uji normalitas.

a. Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data diperlukan untuk memastikan bahwa data yang telah
dikumpulkan adalah cukup secara objektif. Idealnya pengukuran harus dilakukan
dalam jumlah yang banyak, bahkan sampai jumlah yang tak terhingga agar data
hasil pengukuran layak untuk digunakan. Namun pengukuran dalam jumlah yang
tak terhingga sulit dilakukan mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada, baik
segi tenaga, biaya, waktu, dan sebagainya. Pengumpulan data dalam jumlah yang
sekadarnya juga kurang baik karena tidak dapat mewakili keadaan yang
sebenarnya. Untuk itu, pengujian kecukupan data dilakukan dengan berpedoman
pada konsep statistik, yaitu tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan. Tingkat
ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu
penyelesaian sebenarnya, sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya
keyakinan pengukur akan ketelitian data waktu yang telah diamati dan
dikumpulkan. Pengaruh tingkat ketelitian dan keyakinan adalah bahwa semakin
tinggi tingkat ketelitian dan semakin besar tingkat keyakinan, semakin banyak
pengukuran yang diperlukan.

Uji kecukupan data dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai


berikut:
2
k N  X 2   X 
2 
N’ =  s  …………………….. (2.1)
 X 
 
Dimana : k = tingkat keyakinan
s = derajat ketelitian
N = jumlah data pengamatan
N’= jumlah data teoritis
Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95 % dengan harga indeks k = 2
dan tingkat ketelitian 5 %.
Jika N’  N, data dianggap cukup, jika N’  N data tidak cukup (kurang) dan
perlu dilakukan penambahan data.

b. Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman dan kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah


data yang diperoleh pada pengamatan cukup mewakili untuk menentukan nilai
rata-ratanya. Untuk melakukan uji keseragaman, data yang telah diperoleh diplot
ke dalam grafik dengan batas kendali atas dan batas kendali bawah sebagai
acuannya. Jika data melewati kedua batas tersebut data akan dihilangkan dan
perhitungan keseragaman diulang. Perhitungan batas kendali menggunakan
persamaan sebagai berikut:

BKA  x  2SD ……………………………………... (2.2)

BKB  x  2SD ……………………………………... (2.3)


dimana:
X = Nilai rata-rata
SD = Standar deviasi
Nilai standard deviasi diperoleh dengan persamaan:

SD 

 xi  x 
2

……………………………………... (2.4)
N 1

c. Uji Normalitas

.1 Dengan Program SPSS


Untuk mengetahui normalitas suatu distribusi data dapat dilakukan dengan Uji
Kolmogorov-Smirnov. Terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:
H0 : Data berdistribusi secara normal
H1 : Data tidak berdistribusi secara normal
Penentuan uji normalitas dengan melihat nilai signifikansinya yang
dibandingkan dengan tingkat ketelitian yang digunakan (α). Disini α yang
digunakan adalah 0.05. Bila nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka H0
diterima yang berarti bahwa data berdistribusi secara normal dan bila lebih
kecil dari 0.05 maka H0 ditolak yang berarti bahwa data tidak berdistribusi
secara normal.

2 Perhitungan Manual
Pengujian normalitas yang paling umum digunakan adalah uji Kolmogorov-
Smirnov Normality Test yang sudah dikembangkan lebih lanjut oleh Lilliefors.
Konsep dasar pengujian ini adalah menentukan selisih terbesar antara peluang
kemunculan data sesungguhnya (berdasarkan observasi) dengan peluang
kemunculan data yang diharapkan yaitu apabila berdistribusi normal.
Nilai statistik uji yang digunakan adalah D yang dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

D  maks( D1 , D2 )
sedangkan
 i  1
11 n

D1  max  t i  t  
n 
 ........................................... (2.6)

 i  t  t 
D 2  max    i  ...........................................
 (2.7)
11 n n n
  

dimana
i = 1, 2, 3, ......, n
n = jumlah data
xi = data ke i
x = rata-rata seluruh data
S = standar deviasi data
 i 1
 
 n  = nilai standar dari data apabila berdistribusi normal (Z)
 
 ti  t 
   = peluang data apabila berdistribusi normal (p(Z)),
 n 
Nilai ini dapat dicari pada tabel distribusi kumulatif normal baku.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai statistik uji hasil
perhitungan dengan nilai statistik uji tabel yaitu nilai D kritis dengan tingkat
ketelitian α dan ukuran sampel n. Apabila nilai hasil perhitungan lebih kecil dari
pada nilai tabel maka disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Langkah-langkah perhitungan uji kolomogorov smirnov sebagai berikut :
1. Mengurutkan data dari terkecil hingga terbesar
2. Menghitung rata-rata ( X ) dan simpangan baku (s)
a. Rata-rata data sampel
n

i 1
X i
X 
n
b. Standart deviasi
n

 X 
2
i X
i 1
s
n 1
3. Data X1, X2, X3,...... Xn Dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3,....Zn menggunakan
rumus sebagai berikut :
Xi  X
Zi  dan untuk ( X dan s masing-masing merupakan rata-rata dan
s
simpangan baku sampel )
4. Untuk setiap bilangan baku menggunakan daftar distribusi normal baku,
kemudian dihitung peluang (F(zi) = P (z  zi) atau dengan menggunakan
fungsi normsdist pada program office excel.
5. Menghitung proporsi Z1, Z2, Z3,....Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi
6. menghitung D1 dan D2 dalam menentukan hasil akhir dari uji kenormalan

 i  1  i  t  t 
D1 = max  ti  t   
n 
 D2= max    i
11 n n


 n 
11 n
 
n

 t  t 
2
n
ti
t= s2  i 1
.
i 1 n n 1
7. Mengambil harga yang paling besar diantara D2 tersebut. Untuk harga terbesar
disebut sebagai Dn.
8. Menganalisa Hipotesis
Setelah dilakukan perhitungan, langkah selanjutnya adalah menganalisa
hipotesis yang ada untuk diambil suatu kesimpulan apakah data sampel yang
diuji normal atau tidak. Untuk menerima atau menolak hipotesis dengan
membandingkan Dn dengan nilai kritis D tabel.
Hipotesis pada pengujian data sampel sebagai berikut :
a. H0 = data berdistribusi secara normal
b. H1 = data tidak berdistribusi secara normal
c. Taraf nyata (  ) = 0.05
Wilayah kritik Dn < D  tabel pada uji kolmogorof smirnov.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai model dan kerangka pemikiran yang


digunakan dalam penelitian mengenai perancangan Meja dan Kursi SLTP
berdasarkan prinsip ergonomi beserta penjelasan singkat setiap tahapannya.
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
3.1. TAHAP IDENTIFIKASI
Pada tahap ini akan di uraikan mengenai studi pendahuluan, paparan
ringkas latar belakang, Perumusan masalah, penentuan tujuan dan manfaat, studi
pustaka, dan penentuan variable penelitian.

3.1.1 STUDI PENDAHULUAN


Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui bagaimana persepsi
responden (siswa SLTP N 6 wonogiri) terhadap kondisi sarana dan prasarana meja
dan kursi yang di gunakan pada waktu proses belajar mengajar di tinjau dari sisi
kenyamanan dalam belajar. Metode yang digunakan untuk memperoleh informasi
tersebut adalah melalui pengisian kuesioner Nordic Body Map (NBM). Dengan
melihat dan menganalisa hasil pengisian kuesioner Nordic Body Map (NBM)
maka dapat di ketahui keluhan-keluhan yang di rasakan responden meliputi leher,
bahu, tengkuk, punggung, pinggang, siku tangan, pergelangan tangan, tangan , jari
jemari tangan, pantat, paha, lutut, pergelangan kaki, dan popliteal. Selain itu, pada
studi pendahuluan juga di lakukan observasi langsung untuk mengamati aktivitas
belajar pada siswa di kelas yang meliputi saat siswa mendengarkan penjelasan
guru, saat siswa menulis dan membaca di tempat duduk. Observasi di lakukan
pada kelas 1, 2, 3 masing-masing satu kelas dengan lama observasi selama satu
hari. Pada saat melakukan observasi juga di lakukan pengambilan data berupa
rekaman video saat siswa duduk. Metode rekaman tersebut bertujuan untuk
mengetahui aktivitas duduk siswa dan sebagai pembanding hasil produk saat ini
dengan hasil rancangan.

3.1.2. LATAR BELAKANG


latar belakang masalah dari penelitian ini adalah munculnya keluhan pada
bagian-bagian tubuh siswa disebabkan ketidaksesuaian antara meja kursi saat
belajar saat ini dengan dimensi tubuh siswa sehingga tidak didapatkan fasilitas
belajar sekolah yang nyaman. Keluhan tubuh tersebut muncul apabila responden
mengikuti proses belajr mengajar di kelas pada posisi statis, yaitu duduk selama
lima jam. Ketidaknyamanan tersebut meliputi ketinggian laci meja tidak sesuai
dengan ketinggian lutut siswa, kaki belakang meja menganggu keleluasaan kaki
siswa, rancangan satu meja untuk dua orang saat menganggu keleluasaan siswa
pada saat menulis, ketinggian alas meja tidak memperhatikan dimensi tubuh siswa
sehingga saat menulis siswa terlalu membungkuk, lebar alas dan sandaran kursi
tidak memperhatikan dimensi tubuh siswa sehingga siswa sering mengeluh pada
bagian pantat dan bahu. Berdasrkan kuisoner Nordic Body Map, ketidaknyamanan
tersebut menimbulkan keluhan sakit pada anggota tubuh antara lain tengkuk 88,89
%, punggung 66,67 %, pinggang 88,89 %, pantat 77,78 %.
3.1.3. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan yang telah di sebutkan sebelumnya maka
perumusan masalah yang di angkat dalam penelitian ini adal;ah bagaimana
merancang meja dan kursi untuk siswa yang ergonomis sesuai dengan dimensi
tubuh siswa SLTP N 6 Wonogiri.

3.1.4. PENENTUAN TUJUAN DAN MANFAAT


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memperbaiki meja
dan kursi sesuai dengan dimensi tubuh siswa sehingga memberikan kenyamanan
pada proses belajar mengajar. Sedangkan manfaat yang di harapkan dengan
adanya rancangan baru dari meja dan kursi belajar, siswa dapat belajar dengan
nyaman dan dapat meminimasi keluhan rasa sakit yang dirasakan.

3.1.5. STUDI PUSTAKA


Tahap ini dilakukan untuk mengkaji permasalahan awal berdasarkan studi
lapangan yang telah dilakukan dengan referensi buku-buku, jurnal, majalah yang
menyangkut hubungannya dengan ilmu ergonomi, antara lain antropometri dan
dinamika posisi duduk

3.1.6. PENENTUAN VARIABEL PENELITIAN


Tahap ini digunakan untuk merumuskan variabel-variabel yang di
perlukan untuk merancang meja dan kursi. Variabel penelitian ditentukan
berdasarkan keluhan ketidaknyamanan siswa SLTP N 6 wonogiri serta aktivitas
belajar siswa SLTP N 6 wonogiri di kelas yang diperoleh selama studi
pendahuluan.
Berdasarkan kedua hal tersebut, perancangan ulang meja dan kursi di
fokuskan pada tinggi meja, lebar meja, panjang meja, ketinggian laci meja, lebar
laci meja, panjang laci meja, lebar sandaran kaki meja, panjang sandaran kaki
meja, ketinggian alas duduk kursi, lebar alas duduk kursi, panjang alas duduk
kursi, ketinggian sandaran kursi, lebar sandaran kursi, panjang sandaran kursi.
Variabel penelitian yang di rumuskan untuk perancangan ulang meja dan kursi
untuk siswa SLTP selengkapnya di tampilkan pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Variabel penelitian
Ketidaknyamanan Keluhan (NBM) Perancangan Ulang Variabel Penelitian
Ketinggian meja tidak sesuai dengan dimensi tubuh Pinggang 88,89 (%) Tinggi Meja Tinggi Siku Duduk
Panjang meja Tidak sesuai dengan jarak antar siku tangan Siku tangan 66,67 (%) Panjang Meja jarak antar siku tangan
Lebar meja kurang memperhatikan keleluasaan dalam menulis Tangan 66,67 (%) Lebar Meja jangkuan tangan
Ketinggian laci tidak sesuai dengan Ketinggian lutut kaki Paha 55,56 (%) Tinggi Laci lutut
Panjang laci meja tidak sesuai dengan dimensi atribut barang
yang di Taruh Tangan 66,67 (%) panjang laci meja tas & buku
dimesi jari tengah sampai siku
lebar laci meja tidak sesuai dengan dimensi siku tangan tangan Siku tangan 66,67 (%) lebar laci meja tangan
Panjang pijakan kaki meja kurang memperhatikan keleluasaan panjang pijakan
kaki kaki 55,56 (%) kaki meja keleluasaan kaki waktu duduk
lebar pijakan kaki tidak sesuai dengan dimensi panjang telapak lebar pijakan kaki
kaki kaki 55,56 (%) meja ketepatan telapak kaki di pijakan
Tinggi alas kursi tidak sesuai dengan popliteal popliteal 55,56 (%) tinggi alas kursi tinggi popliteal
panjang alas kursi tidak sesuai dengan jarak antara pantat dan
popliteal Paha 55,56 (%) panjang alas kursi pantat popliteal
lebar alas kusi tidak sesuai dengan dimensi pinggul pantat 77,78 (%) Lebar alas kursi lebar pinggul
Tinggi sandaran
tinggi sandaran kursi tidak sesuai dengan tinggi punggung punggung 66,67 (%) kursi tinggi sandaran punggung
Lebar sandarn
lebar sandaran kursi tidak sesuai dengan lebar bahu Bahu 66,67 (%) kursi lebar bahu

3.2. TAHAP PENGUMPULAN DATA


Pada tahap ini akan di uraikan mengenai data-data yang di ambil dari hasil
observasi di SLTP N 6 wonogiri .

3.2.1.DATA ANTROPOMETRI SISWA SLTP N 6 WONOGIRI


Data antopometri di peroleh dengan pengukuran 30 siswa SLTP N 6
wonogiri di laboratorium Ergonomi dan perancangan kerja Teknik Industri UNS.
30 siswa tersebut terdiri dari 10 siswa kelas I, 10 siswa kelas II, dan 10 siswa
kelas III. Atropometri tubuh yang di ukur berdasarkan variabel penelitian yang
telah di rumuskan pada tabel 3.1. Berikut dipaparkan mengenai teknis pengukuran
antropometri siswa yaitu posisi siswa duduk tegak pada kursi antropometri :
a. Tinggi popliteal
Ukur jarak vertikal alas kaki sampai bawah paha
b.Pantat popliteal
Subyek duduk tegak, ukur jarak horisontal dari bagian terluar pantat sampai
lekukan lutut sebelah dalam (popliteal), paha dan kaki bagian bawah
membentuk sudut siku-siku
c. Lebar pantat
Ukur jarak horisontal samping kanan dan kiri pantat
d.Lebar bahu
Ukur jarak horisontal antara kedua lengan atas. Subek duduk tegak dengan
lengan merapat ke badan dan lengan bawah di rentangkan ke depan.
e. Tinggi sandaran punggung
Subek duduk tegak, ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai
pucuk belikat bawah
f. Tinggi siku duduk
Ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku kanan.
Subyek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan bawah
membentuk sudut siku-siku dengan lengan atas.
g.Siku tangan ke ujung jari tengah
Ukur siku tangan sampai ujung jari tengah
h.Tinggi popliteal
Ukur jarak vertikal alas kaki sampai bawah paha
i. Jangkauan tangan ke depan
Ukur jarak dari bahu hingga jung jari tengah
j. Panjang telapak kaki
Ukur panjang sudut ibu jari sampai tumit
k.Tebal paha
Subyek duduk tegak, ukur jarak dari permukaan alas duduk sampai ke
permukaan atas pangkal paha
3.2.2.DATA DIMENSI AWAL MEJA DAN KURSI SAAT INI DI SLTP N 6
WONOGIRI
Data dimensi awal meja dan kursi saat ini di peroleh dari observasi di
SLTP N 6 wonogiri. Proses pengukuran dimensi meja dan kursi siswa dengan
menggunakan alat superior tailoring rule terdiri dari satu 1 meja dan 1 kursi.
Sepasang produk dianggap sudah mewakili pengukuran karena dimensi produk
yang di gunakan saat ini diasumsikan sama antara produk satu dengan yang lain.
Dimensi awal produk meja dan kursi saat ini akan di tampilkan pada tabel 4.1 dan
4.2

3.3. TAHAP PENGOLAHAN DATA


Pada tahapan ini akan di uraikan uji-uji yang di gunakan dalam
pengolahan data.

3.3.1.UJI KESERAGAMAN DATA


Uji keseragaman data berfungsi untuk memperkecil varian yang ada
dengan membuang data ekstrim. Jika ada data yang berada di luar batas kendali
atas (BKA) ataupun batas kendali bawah (BKB) maka data tersebut dibuang.
Langkah pertama dalam uji keseragaman ini adalah perhitungan mean dan standar
deviasi untuk mengetahui batas kendali atas dan bawah. Rumus yang di gunakan
dapat di lihat pada persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4)

3.3.2.UJI KECUKUPAN DATA


Uji kecukupan data berfungsi untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh sudah mencukupi untuk diolah. Sebelum dilakukan uji kecukupan data
terlebih dahulu menentukan derajat kebebasan s = 0,05 yang menunjukkan
penyimpangan maksimum hasil penelitian. Selain itu juga ditentukan tingkat
kepercayaan 95% dengan k = 2 yang menunjukkan besarnya keyakinan pengukur
akan ketelitian data antropometri, artinya bahwa rata-rata data hasil pengukuran
diperbolehkan menyimpang sebesar 5% dari rata-rata sebenarnya (Barnes, 1980).
Rumus yang di gunakan dapat di lihat pada persamaan (2.1)

3.3.3.UJI NORMALITAS
Banyak cara yang dapat digunakan untuk melakukan pengujian normalitas
sampel, salah satunya dengan menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov. Terlebih
dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:
H0 : Data berdistribusi secara normal
H1 : Data tidak berdistribusi secara normal
Penentuan uji normalitas dengan melihat nilai signifikansinya yang
dibandingkan dengan tingkat ketelitian yang digunakan (α). Disini α yang
digunakan adalah 0,05. Bila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0
diterima yang berarti bahwa data berdistribusi secara normal dan bila lebih kecil
dari 0,05 maka H0 ditolak yang berarti bahwa data tidak berdistribusi secara
normal.

3.3.4.PERHITUNGAN PERSENTIL
Pada penentuan dimensi rancangan meja dan kursi belajar dibutuhkan
beberapa persamaan berdasarkan pendekatan antropometri, ini berkaitan dengan
penentuan penggunaan persentil 5, 50 dan 95 (Panero, 2003).
Perhitungan nilai persentil 5, 50 dan 95 dari setiap jenis data yang
diperoleh, dilanjutkan dengan perhitungan untuk penentuan ukuran rancangan dan
pembuatan rancangan berdasarkan ukuran hasil rancangan. Menurut Sritomo
Wignjosoebroto (1995), untuk menghitung persentil 5, 50 dan 95 menggunakan
rumus perhitungan yang terdapat pada tabel 2.1.

a. Persentil 5 = x  1.645 x

b. Persentil 50 = x
c. Persentil 95 = x  1.645 x

3.4. TAHAP PERANCANGAN


Pada tahap ini akan di uraikan mengenai langkah-langkah yang di
gunakan dalam perancangan.

3.4.1. PERANCANGAN MEJA DAN KURSI YANG ERGONOMIS


Pada rancangan usulan meja dan kursi untuk SLTP data yang di gunakan
berhubungan dengan dimensi pembuatan meja dan kursi sedangkan atribut-atribut
meja dan kursi berdasarkan data atropometri siswa dari pengukuran di
laboratorium Ergonomi dan perancangan kerja Teknik Industri UNS. Dalam
perancangan tersebut dibuat dalam bentuk gambar dan animasi.

3.5. TAHAP ANALISIS


Hasil pengolahan data akan di analisa berdasarkan keterkaitanya dengan
tujuan penelitian yaitu dapat menghasilkan rancangan atau desain ulang meja dan
kursi belajar yang ergonomis berdasarkan data antropometri siswa.

3.6. TAHAP KESIMPULAN DAN SARAN


Hasil dari tahap analisis selanjutnya disimpulkan. Pada bagian ini di
sertakan juga usulan atau masukan yang mungkin dapat dipergunakan oleh
sekolah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik serta untuk penelitian
selanjutnya.

BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL.

Pada bab ini akan dilakukan analisa serta interpretasi terhadap data-data
yang diperoleh dari hasil pengolahan data yang didapatkan pada bab sebelumnya.

5.1 ANALISIS KURSI SAAT INI


Berdasarkan hasil pengumpulan data serta pengamatan di lapangan,
diketahui bahwa dimensi tinggi alas kursi yang digunakan saat ini terlalu tinggi.
Jika suatu landasan tempat duduk terlalu rendah dapat menyebabkan kaki
condong menjulur ke depan, menjauhkan tubuh dari keadaan stabil dan akan
menjauhkan punggung dari sandaran sehingga penopangan lumbar tidak terjaga
dengan tepat. Namun jika suatu landasan tempat duduk terlalu tinggi letaknya,
bagian bawah paha akan tertekan, menghambat peredaran darah dan telapak kaki
yang tidak dapat menapak dengan baik di atas permukaan lantai akan
mengakibatkan melemahnya stabilitas tubuh (Panero dan Zelnik, 2003).
Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa dimensi panjang alas kursi
terlalu panjang dan dimensi lebar alas kursi sudah sesuai. Jika sebuah landasan
tempat duduk terlalu panjang menyebabkan bagian depan dari permukaan atau
ujung dari tempat duduk tersebut akan menekan daerah tepat dibelakang lutut,
memotong peredaran darah pada bagian kaki, tekanan pada jaringan-jaringan saraf
akan menyebabkan iritasi dan cepat mengalami kelelahan (pegal-pegal).
Berdasarkan dimensi awal lebar alas kursi sudah sesuai sehingga tidak perlu di
lakukan perancangan ulang.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa tinggi sandaran kursi terlalu pendek
sehingga tidak mampu untuk menopang seluruh tulang belakang dan beban
punggung kearah belakang (lumbar spine) sampai kepala. Untuk lebar sandaran
sebaiknya mengacu pada ukuran antropometri yang sudah ada tidak berdasarkan
diameter lebar alas kursi karena belum tentu lebar pantat dan punggung semua
orang itu sama semua.

5.2 ANALISIS PERANCANGAN KURSI


Kursi merupakan fasilitas utama sebagai sarana belajar mengajar di
sekolah. Kursi berfungsi sebagai penahan dan penyebar berat badan yang
terkonsentrasi pada daerah pantat dan punggung bagian bawah pada saat siswa
duduk di kelas.

5.2.1 Analisis Perancangan Tinggi Kursi


Tinggi popliteal merupakan jarak vertikal dari alas kaki sampai bagian
bawah paha. Tinggi popliteal diperlukan untuk menentukan dimensi tinggi alas
kursi. Tempat duduk yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kaki menggantung
berakibat pada tekanan otot lutut sebelah dalam oleh bagian depan alas kursi.
Tekanan ini disebabkan oleh berat tubuh sebagian terkonsentrasi pada telapak
kaki yang menggantung karena pengaruh gaya gravitasi. Apabila tinggi kursi
terlalu rendah mengakibatkan kaki menekuk ke depan hal ini dapat menyebabkan
tekanan pada sendi antara telapak kaki dan tungkai bawah. Hal-hal tersebut di atas
merupakan hal-hal yang harus dihindari dalam perancangan kursi karena dapat
menimbulkan ketidaksesuaian bagi pengguna rancangan tersebut, oleh karena itu
data antropometri tinggi popliteal yang mempertimbangkan jarak antara lantai
sampai dengan permukaan alas kursi sangat diperlukan. Ukuran antropometri
membentuk dasar untuk tinggi tempat duduk yang jaraknya dari tumit kaki sampai
permukaan yang lebih rendah dari paha disamping lutut.
Dari hasil perhitungan diperoleh tinggi alas kursi sebesar 40,02 (40 cm).
Nilai ini didasarkan atas penggunaan data antropometri tinggi popliteal dengan
persentil 50. Secara antropometri tinggi popliteal merupakan pilihan yang tepat
dalam menentukan tinggi sebuah kursi. Perancangan kursi dimaksudkan agar
siswa merasa lebih nyaman dalam waktu yang lama, harus dirancang tidak terlalu
tinggi maupun terlalu rendah..

5.2.2 Analisis Perancangan Panjang Alas Kursi


Pantat popliteal merupakan jarak horisontal dari bagian terluar pantat
sampai lekukan lutut sebelah dalam (popliteal), paha dan kaki bagian bawah
membentuk sudut siku-siku. Pantat popliteal diperlukan untuk menentukan
dimensi panjang alas kursi. Dalam penentuan panjang alas kursi pemilihan
persentil dan penentuan variabel antropometri harus benar-benar tepat.
Perancangan kursi yang menghasilkan panjang alas kursi yang terlalu panjang
dapat menyebabkan tekanan pada otot lutut bagian dalam sehingga terjadi
gangguan aliran darah. Gangguan ini menyebabkan kaki kesemutan dan mudah
lelah. Jika panjang alas kursi terlalu pendek akan menimbulkan situasi yang buruk
pula yaitu kemungkinan terjatuh atau terjungkal dari kursi sehingga pengguna
merasa tidak nyaman.
Dari hasil perhitungan data diperoleh dimensi panjang alas kursi sebesar
45 cm. Data ini merupakan persentil 50 dari pantat popliteal di tambah tebal kaki
kursi. Adapun pertimbangan untuk menggunakan nilai persentil 50 adalah bagi
orang yang memiliki ukuran pantat popliteal lebih rendah dari persentil 50 tidak
merasakan kedalaman kursi yang berlebihan dan bagi orang yang memiliki ukuran
pantat poplitealnya lebih besar dari persentil 50 juga tidak begitu merasakan
kurang dalamnya alas kursi, sebab dalam posisi duduk jarak pantat ke popliteal
tidak terpangku diatas alas duduk.

5.2.3 Analisis Perancangan Lebar Alas Kursi


Dimensi lebar alas kursi megacu pada dimensi lebar alas kursi awal
sebesar 40 cm perancangan ini bertujuan untuk memperoleh kelongaran yang
cukup bagi yang mempunyai pinggul yang lebih besar karena pada data
antropometri lebar pinggul persentil 95 hanya didapat sebesar 35,80 cm.
Diharapkan siswa yang mempunyai lebar pinggul lebih besar, sedang dan yang
lebar pinggulnya lebih kecil tidak akan mengurangi tingkat kenyamanan pada
waktu duduk.

5.2.4 Analisis Perancangan Lebar Sandaran Kursi


Untuk lebar sandaran kursi pada perancangan ini didasarkan atas
pengukuran data antropometri lebar bahu (lb) dengan persentil 95 dengan nilai
sebesar 39,45 (39 cm). Diharapkan orang yang mempunyai lebar bahu lebih kecil
dari 39 cm tidak akan mengurangi tingkat kenyamanan duduk seseorang.

5.2.5 Analisis Perancangan Tinggi Sandaran Kursi


Untuk Tinggi sandaran kursi pada perancangan ini didasarkan atas
pengukuran data antropometri tinggi sandaran punggung dengan presentil 95
sebesar 53,88 (54 cm). Pertimbangan ini mununjukan bahwa siswa yang berpostur
tubuh besar akan merasa cukup dengan tinggi sandaran tersebut dan bagi siswa
yang berpostur tubuh lebih kecil akan mengalami kelebihan tinggi sandaran juga
itu tidak akan mengurangi tingkat kenyamanan duduk seseorang waktu bersandar.

5.3 ANALISIS MEJA SAAT INI


Hasil pengamatan secara keseluruhan menunjukan bahwa meja saat ini
kurang memberikan keleluasaan melakukan rutinitas belajar mengajar di dalam
kelas. Di lihat dari dimensi keseluruhan yang ada saat ini bahwa dimensi panjang
alas meja kurang proporsional jika di gunakan untuk dua orang siswa
dikarenakan siswa membutuhkan dimensi yang cukup saat melakukan rutinitas
belajar, Dimensi ketinggian meja terlalu rendah dan dari sudut kemiringan kurang
proporsional pada waktu menulis sehingga membuat posisi duduk siswa sedikit
menyesuaiakan pada ketinggian meja, Dimensi ketinggian laci di nilai kurang
memberikan kelonggaran dalam pemempatan jarak antara pijakan kaki dan
ketinggian laci sehingga menyebabkan siswa yang berkaki panjang kurang
nyaman, kedalaman laci kurang memperhatikan dimensi tangan dari siswa, kaki
belakang meja siswa cukup menganggu aktivitas kaki. Sehingga menyebabkan
keluhan sakit yang dialami pada bagian tubuh tertentu.

5.4 ANALISIS PERANCANGAN MEJA


Meja merupakan salah satu fasilitas utama yang harus disediakan bagi
seorang siswa dalam proses belajar mengajar di kelas yaitu berfungsi sebagai alas
tempat menulis dan membaca.

5.4.1 Analisis Perancangan Ketinggian Meja


Agar tinggi meja dapat dipakai oleh siswa SLTP kelas 1 sampai dengan
kelas 3 maka data yang digunakan adalah data antropometri tinggi popliteal
presentil 50 ditambah tinggi siku duduk persentil 50 di tambah tebal paha
presentil 95 nilai diperoleh sebesar 75,51 (75 cm) . Diharapkan mereka yang
mempunyai dimensi tubuh tinggi dapat menyesuaikan, dan yang mempunyai
tubuh lebih kecil juga bisa menggunakan.

5.4.2 Analisis Perancangan Panjang Meja


Untuk memberikan keluasaan dalam menulis dan membaca perancangan
panjang alas meja menggunakan data antropometri siku tangan sampai ujung jari
di kali 2 presentil 5 dengan nilai sebesar 72 cm di harapkan bagi yang mempunyai
tangan panjang dapat menikmati kenyamanan dalam memakai sedangkan yang
mempunyai panjang tangan sedang juga dapat memperoleh kenyamanan.

5.4.3 Analisis Perancangan Lebar Meja


Agar lebar meja lebih nyaman gunakan dari kelas satu sampai kelas tiga di
perlukan data-data dimensi jangkuan tangan ke depan presentil 50 dengan nilai
sebesar 68,43 (68 cm). Hal ini disesuaikan dengan mereka yang jangkauan
tangannya pendek sedangkan yang jangkauannya panjang dan sedang akan tetap
merasa nyaman menggunakannya.

5.4.4 Analisis Perancangan Tinggi Laci Meja


Untuk memperoleh kenyamanan dan kelongaran kaki dalam duduk maka
di perlukan data-data dimensi tinggi popliteal persentil 50 di tambah tebal paha
persentil 95 di peroleh sebesar 54,98 (55 cm). Berdasarkan hasil yang di peroleh
di harapakan siswa yang mempunyai dimensi kaki panjang, sedang dan pendek
dapat memperoleh kenyamanan juga keleluasaan dalam duduk

5.4.5 Analisis Perancangan Panjang Laci Meja


Untuk memperoleh volume laci dengan tujuan dapat memuat atribut-
atribut belajar siswa maka panjang laci meja di perlukan antropometri siku tangan
sampai ujung jari di kali 2 presentil 5 dengan nilai sebesar 72 cm di kurangi tebal
2 kali tebal papan di peroleh sebesar 64 cm. Berdasarkan nilai yang di dapat untuk
perancangan di harapkan semua atribut bisa siswa masuk dan dapat menggunakan
dengan nyaman

5.4.6 Analisis Perancangan Lebar Laci Meja


Agar lebar meja lebih nyaman gunakan dari kelas satu sampai kelas tiga
di perlukan data-data dimensi jangkuan tangan ke depan presentil 50 di dapat 68,
43 di kurangi tebal papan depan sebesar 4 cm dengan nilai yang di dapat sebesar
64 cm. Dari hasil yang di peroleh di harapkan semua siswa dapat menggunakan
dengan nyaman

5.4.7 Analisis Perancangan Tinggi Pijakan Kaki


Berdasarkan observasi studi kasus menunjukan bahwa dimensi tinggi
pijakan kaki sekarang sudah mencukupi dan tidak perlu adanya perancangan
ulang adapun nilai yang di gunakan sebesar 16 cm.

5.4.8Analisis Perancangan Panjang Pijakan Kaki


Untuk memperoleh panjang pijakan kaki sesuai dengan antropometri
siswa di perlukan data-data 2 kali siku sampai ujung jari persentil 5 sehingga
dapat nilai sebesar 72 cm. Dengan nilai tersebut di harapakan semaua siswa dapat
menggunakan dan kaki siswa memperoleh keleluasaan waktu bersandar

5.4.9 Analisis Perancangan Lebar Pijakan Kaki


Untuk memperoleh keleluasaan saat kaki berpijak di perlukan dimensi
lebar pijakan kaki yang dapat di pakai semua orang. Pada perancangan lebar
pijakan kaki di perluakan data-data atribut panjang telapak kaki persentil 50
adapun nilai yang di dapat sebesar 22,.93 (23 cm).dengan nilai tersebut di
harapakan semua telapak kaki siswa baik yang bertelapak kaki pendek, sedang
dan panjang dapat mengunakan semua

5.4.10 Analisis Perancangan Kemiringan Permukaaan Alas Meja


Posisi optimal untuk bekerja dapat dicapai bila meja tidak hanya dapat
disetel ketinggiannya, tetapi juga kemiringannya sehingga permukaan area baca
dan tulis akan menjadi pas dan nyaman. Dalam perancangan ini sudut kemiringan
alas meja mengacu pada Nurmianto E (2005) sebesar 120. Menurutnya bahwa
suatu kemiringan sebesar 120 akan menghasilkan peningkatan yang signifikan
tanpa adanya kekhawatiran jatuhnya obyek karena terlalu miring. Dengan asumsi
posisi kemiringan tetap atau tidak bisa di stel.

5.4.11 Analisis Perancangan Kemiringan sandaran kaki meja


Sandaran kaki di rancang dengan kemiringan 150 hal ini mengacu
pada Nurmianto (1991). Apabila sandaran kaki terlalu miring maka kaki bisa
melorot kebawah serta kurang nyaman. pada perancangan ini sandaran kaki tetap
hal ini tidak akan menganggu aktivitas kaki siswa juga posisi keluar masuk pada
saat duduk karena tiap meja dan kursi hasil rancangan ada kelonggaran maka
perlu adanya lay out ruangan yang baru guna memperoleh kelongaran.
5.5 ANALISIS LAY OUT RUANGAN SAAT INI
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa luas rungan tiap kelas
sebesar 350000 cm dengan jumlah siswa sebesar di mana tiap kelas berisi 34
siswa dengan jumlah meja sebesar 17 unit dan jumlah meja sebesar 34 unit. Dari
lay out ruangan saat ini bila kiranya kurang memungkinkan bila untuk di
transformsikan dengan hasil rancangan meja dan kursi maka perlu lay out yang
baru dengan mengedapankan kelonggaran waktu duduk

5.6 ANALISIS LAY OUT RUANGAN HASIL RANCANGAN


Berdasarkan hasil pengamatan lay out saat ini bila kiranya kurang
memungkinkan semua unit meja dan kursi hasil rancangan untuk dapat memasuki
ruangan dengan itu maka perlu lay out ruangan yang baru. Untuk meminimasi
biaya lay out yang baru dan kelonggaran maka jumlah siswa yang dapat
tertampung hanya sebesar 25 siswa dengan luas ruangan sebesar 537000 cm
dengan hal tersebut kiranya pihak SLTP tidak mengalami kerugian yang cukup
besar dari bidang financial dan siswa memperoleh kelongaran yang cukup

5.7 Perbandingan Meja Kursi Awal dan Hasil Rancangan


Berikut adalah perbandingan meja dan kursi sekarang dengan hasil
perancangan berdasar antropometri siswa seperti yang terlihat pada tabel di bawah
ini
Tabel 5.1 Perbandingan Meja Dan Kursi Sekarang Dengan Hasil
Rancangan
Hasil perbandingan pada tabel diatas menunjukan bahwa meja dan kursi
sekarang berbeda dengan hasil dari rancangan di tinjau dari dimensi dan bentuk
dari produk tersebut. Produk meja dan kursi hasil rancangan diharapkan dapat
mengurangi keluhan-keluhan siswa SLTP N 6 wonogiri akibat ketidaknyamanan
selama duduk dan menulis dalam proses belajar di kelas.

Nama Dimensi Dimensi


Dimensi Ukuran Bentuk Awal Bentuk Rancangan
Produk awal(cm) Rancangan(cm)
Tinggi Alas Kursi 45 40 alas kursi datar Tinggi alas kursi datar
Panjang Alas
42 45 panjang alas kursi datar panjang alas kursi datar
Kursi
Lebar Alas Kursi
Kursi 40 40 lebar alas kursi datar lebar alas kursi datar
Kursi
Tinggi Sandaran tinggi sandaran kursi siku datar tinggi sandaran panjang dan mengikuti profil
44 54
Kursi tidak terlalu tinggi lumbar
Lebar Sandaran lebar sandaran kursi mengikuti bentuk lumbar lebih
40 39 lebar sandaran kursi datar
Kursi kecil sedikit
Nama Dimensi Dimensi
Dimensi Ukuran Bentuk Awal Bentuk Rancangan
Produk awal(cm) Rancangan(cm)
Tinggi Alas Meja 75 75 tinggi alas meja datar tinggi alas meja miring & datar,
Panjang Alas Meja 130 72 panjang alas meja datar panjang alas meja miring & datar
Lebar Alas Meja 50 68 lebar alas meja datar lebar alas meja miring & datar
Tinggi Laci 43 55 tinggi alas laci datar tinggi alas laci datar
59+59 =
Panjang Laci 64 panjang laci datar panjang laci tidak terlalu panjang & datar
118
Meja
Lebar Laci 50 64 lebar laci datar lebar laci datar agak lebar
Tinggi pijakan
16 16 tinggi pijakan kaki datar Miring tidak terlalu panjang
Kaki
Panjang Pijakan panjang pijakan kaki panjang &
130 72 Miring tidak terlalu panjang
Kaki kecil
Lebar Pijakan
4 23 lebar pijakan kaki, datar kecil lebar pijakan kaki, miring & lebar
Kaki
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan membahas kesimpulan yang diperoleh dari bab
sebelumnya dan saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut, dijelaskan
pada sub bab berikut ini.

6.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian serta analisa yang ada maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dimensi kursi hasil rancangan sebagai berikut:
Tinggi alas kursi : 40 cm
Panjang alas kursi : 45 cm
Lebar alas kursi : 40 cm
Tinggi sandaran kursi : 54 cm
Lebar sandaran kursi : 39 cm
2. Dimensi meja hasil rancangan sebagai berikut:
Tinggi alas meja : 75 cm
Panjang alas meja : 72 cm
Lebar alas meja : 68 cm
Tinggi laci meja : 55 cm
Panjang laci meja : 64 cm
Lebar laci meja : 64 cm
tinggi pijakan kaki meja : 16 cm
panjang pijakan kaki meja : 72 cm
Lebar pijakan kaki meja : 23 cm

3. Bentuk sandaran kursi pada perancangan mengikuti profil dari tulang belakang
0
4. bentuk dari alas meja di buat datar dan miring. Posisi kemiringan sebesar 12

6.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau
penelitian selanjutnya yaitu:
1. Adanya ketidaksesuaian antara dimensi meja kursi sekolah dengan dimensi
tubuh siswa, bagi pihak SLTP N 6 Wonogiri sekiranya dapat
mempertimbangkan rancangan jika ada pengadaan meja dan kursi baru
2. Pada pembuatan produk khususnya yang berhubungan tubuh manusia
sebaiknya memperhatikan rentang umur dari konsumen
3. Jarak antar meja kursi perlu diperlebar dengan mempertimbangkan lay out
dan jumlah meja kursi yang secukupnya agar diperoleh fasilitas belajar yang
nyaman

DAFTAR PUSTAKA

Granjean, E. 1986, Fitting The Task To The Man An Ergonomic Approach.


London And Philadelpia.

Modul Praktikum Ergonomi. 2005, Laboratorium Analisis Perancangan Kerja


Dan Ergonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Mc. Cormick, Ernest J, 1987, Human Factor in Engineering and Design. New
Delhi , Mc Graw-Hill Publishing Company Ltd.
Nurmianto, Eko. 2001, Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya:
Guna Widya.

Panero, Julius, dan Zelnik, Martin. 2003, Dimensi Manusia dan Ruang Interior.
Jakarta: Erlangga.

Pilihanto, Teguh. 2007, perancangan ulang kursi bus ac patas ditinjau dari aspek
ergonomi, skripsi Surakarta.

Priyono, Ari. 2007, Perancangan Ulang Meja Dan Kursi Belajar Ditinjau Dari
Aspek Ergonomi, skripsi Surakarta.

Sutalaksana, Z, I, (2006), Teknik Perancangan sistem kerja, Edisi kedua,


Bandung : ITB.

Tarwaka, Solichul Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004, Ergonomi Untuk Keselamatan,


Kesehatan Kerja dan Produktifitas. Surakarta: Uniba Press.

Walpole, E, R, (1990), Pengantar statistika, Edisi ketiga, Jakarta : Gramedia.

Wignjosoebroto, S, (2000), Ergonomi studi gerak dan waktu, Edisi ketiga,


Surabaya : Guna Widya.

Anda mungkin juga menyukai