Penegagakan dan pembangunan hukum di Indonesia saat ini secara umum
belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Dimana sistem hukum yang mengedepankan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dalam bentuk aturan normatif belum mencapai hasil untuk penegakan hukum di Indonesia. Ketiga tujuan hukum tersebut di ataspun kadang mengalami benturan, sering kali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan keadilan, atau benturan antara kepastian hukum dan kemanfaatan. Hukum jadi tidak bisa membumi dan mencederai rasa keadilan dalam masyarakat. Seperti kita melihat bagaimena penagngan hukum di indonesia dalam kasus pidana, kasus skandal korupsi, penanganannya sama halnya seperti jaring laba-laba. Ia hanya mampu menjerat kejahatan-kejahatan kecil namun tidak sanggup menyentuh kejahatan yang besar. Pada bagian lain terkadang hukum mejadi penghambat. Misalnya saja ketika terjadi pelanggaran hak yang dilakukan oleh seseorang, maka akan menimbulkan konsekuensi bahwa hukum tersebut akan dicabut dari dirinya berdasarkan putusan pengadilan yang adil. Selama ini berlaku konsep yang salah mengenai penegakan hak asasi manusia. Seolah dalam keadaan apapun dan dalam hal apapun hak tersebut tidak dapat terhapuskan. Padahal konsep hak yang dipaparkan oleh para ahli hukum, bahwa hak selalu diimbangi dengan kewajiban. Ketika seseorang melakukan tindakan melawan hukum, orang tersebut harus mendapatkan sangsi yang sesuai dengan tindakannya. Contoh sederhana diatas menunjukan lemahnya sistem penyelesaian perkara di Indonesia yang hanya terlihat untuk memenuhi perangkat peraturan hukum positif yang tercatat dalam undang-undang tampa melihat aspek filososfi dan sosiologis dari hukum. Hal tersebut mendorong munculnya anggapan bahwa apabila hukum telah diselenggarakan sebagaimana tertulis dalam undang-undang maka seolah-olah pekerjaan pencarian keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum telah selesai. Wajah lain dari hukum dan proses hukum formal yang terjadi di Indonesia, menunjukan fakta bahwa keadilan formal yang terjadi di Indonesia memakan biaya yang mahal, berkepanjangan, melelahkan, tidak menyelesaikan masalah, dan yang lebih parah lagi, penuh dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Banyak contoh menunjukan ketidakmampuan negara untuk mengambil langkah- langkah hukum yang tepat terhadap mereka yang melakukan kesalahan misalnya yang menyebabkan kebakan hutan, tidak hanya mencemarkan atmosfer Indoensia tetapi juga merugikan negara-negara tetangga dan masalah kesehatan masyarakatnya. Situasi ini tidak dapat diselesaikan sendiri oleh negara yang terkena, tetapi membutuhkan tindakan bersama baik di bidang teknologi, sosial, medis, maupun lingkungan. Maka dihadapkan pada perkembangan tersebut diatas, para pembuat hukum dan profesi hukum di Indonesia menghadapi banyak kesulitan untuk mengakomodasikan perjanjian-perjanjian internasional termasuk hukum internasional kedalam peraturan nasional dan kontak bisnis internasional dan juga lokal. Karena tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam menjalankan bisnis di era global saat ini, maka banyak advokad indonesia dan bahkan para advokat terjerumus dalam kasus yang merugikan meraka sendiri dan negara dalam pernjian-pernjian internasional. Mereka kadang tidak sadar bahwa apapun yang mereka tanda tangani dalam kontak dengan orang asing ternyata menjebak mereka sendiri. Oleh karena itu kita perlu memahami hukum secara komperensif sebagai suatu sistem yang teritegrasi menjadi sangat penting untuk dilakukan. Strategi pembangunan hukum untuk mewujudkan gagasan Negara Hukum tidak boleh terjebak hanya berorentasi mebuat hukum saja, atapun hanya dengan melihat satu element atau aspek saja tapi harus melihat keseluruhan dari sistem hukum. Penting kita sebagai bangsa menyusun dan merumuskan mengenai apa yang kita maksud dengan konsep Negara Hukum Indeonesia yang diamanatkan dalam UUD 1945. Karena hukum yang berlaku di Indonesia dipengaruhi oleh hukum yang berpaham civil law yang diwariskan oleh Belanda. Ini bisa dilihat dengan warisan hukum KUHAP yang terungkap memiliki berbagai kelemahan dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana di Indonesia. Kelemahan ini di antaranya ketidakseimbangan hak antara hak- hak tersangka atau terdakwa dengan hak-hak korban. Mengetahui dan memahami secara sistematis proses-proses terbentuknya hukum, faktor-faktor yang menyebabkannya, memberi tambahan pengetahuan yang berharga untuk memahami gejala hukum dalam masyarakat. Hukum harus bisa disimpulkan bahwa hukum tidak menyatakan apa yang benar-benar terjadi tapi dia harus menentukan apa yang seharusnyan terjadi. Penegakan hukum tidak hanya dilihat dari penegakan undang-undang saja tapi harus dilihat dari segala aspek, lebih tepatnya sesuai pernyataan Sajipto Raharjo, bahwa pada akhirnya semua peraturan hukum harus dapat dikembalikan pada asas hukumnya, karena asas hukum adalah jiwa dari peraturan hukum. Asas hukum merupakan petujuk arah bagi pembetuk hukum dan pengambilan keputusan.