Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA KOMPUTASI II

LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIKUM FISIKA KOMPUTASI II

I. NOMOR PERCOBAAN : 1 (Satu)


II. NAMA PERCOBAAN : Metode Beda Hingga – 1
III. TUJUAN PERCOBAAN : Membuat program komputer (script Matlab(™))
untuk aplikasi metode beda hingga pada kasus
fisika yang melibatkan persamaan diferensial
parsial.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

IV. DASAR TEORI


4.1 PERSAMAAN DIFERENSIAL
Persamaan diferensial digunakan di berbagai bidang ilmu seperti fisika, kimia,
biologi, rekayasa, ekonomi dan lain sebagainya. Secara umum persamaan diferensial
digolongkan menjadi dua, yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial
parsial. Persamaan diferensial biasa (PDB) adalah persamaan yang hanya mengandung
turunan biasa, sedangkan persamaan diferensial parsial (PDP) adalah persamaan yang
mengandung turunan parsial (Monado dkk., 2017). Selain itu, pada umumnya
persamaan diferensial dapat dikategorikan berdasarkan variabel bebasnya (independent
variable). Jika hanya mempunyai satu variabel bebas, maka persamaan tersebut disebut
persamaan diferensial biasa (PDB) atau ordinary differential equations (ODE),
sedangkan jika mempunyai lebih dari satu variabel bebas maka disebut persamaan
diferensial parsial (PDP) atau partial differential equations (PDE) (Sasongko, 2010).
4.2 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA
Persamaan diferensial biasa (PDB) atau ordinary differential equations (ODE)
merupakan persamaan yang hanya memiliki satu variabel bebas. Secara lebih mendetail,
persamaan diferensial biasa dapat diklasifikasikan berdasarkan pangkat/orde (order),
linearitas, dan kondisi batas (boundary condition). Orde dari suatu persamaan
diferensial merupakan orde tertinggi dari suatu derivasi (turunan) yang ada di dalam
persamaan tersebut. Berdasarkan linearitasnya, persamaan diferensial biasa dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu persamaan linear dan nonlinear. Berdasarkan kondisi
batas, persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi permasalahan nilai awal (initial
value problem [IVP]) dan permasalahan dengan kondisi batas (boundary condition
problem [BCP]). Suatu persamaan diferensial disebut initial value problem (IVP) jika
nilai dari variabel tak bebasnya (dependent variable) atau turunannya diketahui pada
kondisi nilai mula-mula (initial value) dari variabel bebasnya (independent variable).
Selanjutnya, suatu persamaan diferensial akan disebut boundary value problem (BVP)
jika harga dari variabel tak bebasnya atau turunannya diketahui lebih dari satu dari nilai
variabel bebasnya. Apabila nilai dari variabel tak bebasnya atau turunannya diketahui
pada kondisi awal dan kondisi akhir dari variabel bebasnya, maka persamaan diferensial
tersebut digolongkan sebagai permasalahan dengan dua titik nilai batas (two point
boundary value problem) (Sasongko, 2010).

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

4.3 PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL


Persamaan diferensial parsial (PDP) atau partial differential equations (PDE)
merupakan persamaan yang terdapat dua atau lebih variabel bebas dan turunannya
adalah turunan parsial. Persamaan diferensial parsial menurut nilai koefisiennya
dibedakan atas tiga persamaan, yaitu persamaan parabolik, persamaan eliptik, dan
persamaan hiperbolik (Sulistyono, 2015). Persamaan diferensial parsial digolongkan
berdasarkan orde, linearitas dan kondisi batas. Orde dari persamaan diferensial parsial
ditentukan berdasarkan orde turunan tertinggi pada persamaan parsial tersebut.
Persamaan diferensial parsial juga digolongkan menjadi persamaan linear, kuasilinear,
dan nonlinear (Sasongko, 2010).
4.4 BENTUK UMUM PERSAMAAN DIFERENSIAL
Berikut ini adalah bentuk umum dari persamaan diferensial parsial :

𝐴(𝑥, 𝑦) + 𝐵(𝑥, 𝑦) + 𝐶(𝑥, 𝑦) + 𝑓 𝑥, 𝑦, 𝑧, = 0. … (4.1)

Bila kita mempunyai sebuah persamaan diferensial parsial, misalkan persamaan Poisson
atau Laplace, sebagai berikut:
( , )
+ = 𝑓(𝑥, 𝑦). … (4.2)

Persamaan 4.2 tersebut merupakan persamaan diferensial parsial elliptik. Penyelesaian


berdasarkan pendekatan metode beda hingga dirumuskan sebagai berikut:

2 1+ 𝑤, − 𝑤 , +𝑤 , − 𝑤, +𝑤, = −ℎ 𝑓 𝑥 , 𝑦 . … (4.3)

Dengan syarat batasnya adalah:


𝑤 , = 𝑔 𝑥 ,𝑦 𝑤 , = 𝑔 𝑥 ,𝑦 𝑗 = 0, 1, … , 𝑚 − 1;
𝑤 , = 𝑔(𝑥 , 𝑦 ) 𝑤 , = 𝑔(𝑥 , 𝑦 ) 𝑖 = 0, 1, … , 𝑛 − 1;
(Monado dkk., 2017). Dari bentuk umum persamaan pada rumus 4.1, persamaan
diferensial parsial dapat digolongkan menjadi persamaan linear, kuasilinear, dan
nonlinear. Pertama, apabila koefisien pada persamaan 4.1 adalah konstan atau fungsi
hanya terdiri dari variabel bebas saja, maka persamaan itu disebut persamaan linear.
Kedua, apabila koefisien pada persamaan 4.1 adalah fungsi dari variabel tak bebas
(dependent variable) dan/atau merupakan turunan dengan pangkat yang lebih rendah
daripada persamaan diferensialnya, maka persamaan itu disebut persamaan kuasilinear.
Ketiga, apabila koefisiennya merupakan fungsi dengan turunan sama dengan
pangkatnya, maka persamaan itu disebut persamaan nonlinear (Sasongko, 2010).
Fakultas MIPA – Jurusan Fisika
Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

4.5 PENGERTIAN METODE BEDA HINGGA (FINITE DIFFERENCE


METHOD, FDM)
Metode beda hingga atau FDM merupakan sebuah metode numerik untuk
menyelesaikan persamaan diferensial. Metode ini menggunakan aproksimasi persamaan
beda (difference equations), yang dalam hal ini turunan (persoalan) di aproksimasi
dengan beda hingga. Metode beda hingga adalah sebuah metode diskretisasi. Contoh
solusi numerik beda hingga dapat dilihat pada ilustrasi gambar 4.1, dimana garis-garis
𝑥 dan 𝑦 disebut “grid lines” dan perpotongan 𝑥 dan 𝑦 disebut “mesh points”
(Monado dkk., 2017). Metode beda hingga merupakan salah satu dari metoda numerik
untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial atau persamaan Laplace dengan cara
mendiskretisasi persamaan kontinu melalui diskretisasi ruang dan waktu. Metode beda
hingga untuk persamaan diferensial parsial merupakan salah satu metoda yang popular.
Karena dengan menggunakan metoda beda hingga akan didapat solusi pendekatan
numerik, yang mana solusi tersebut dapat memberikan gambaran distribusi parameter
yang dikaji dalam ruang dan waktu (Affandi, 2000).

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

V. ALGORITMA
Langkah 1 : Mulai
4 −1 0 −1 0 0 0 0 0
⎡−1 4 −1 0 −1 0 0 0 0⎤
⎢ 0 −1 4 0 0 −1 0 0 0⎥
⎢−1 0 0 4 −1 0 −1 0 0⎥
Langkah 2 : Inisialisasi matriks A = ⎢ 0 −1 0 −1 4 −1 0 −1 0 ⎥,
⎢0 0 −1 0 −1 4 0 0 −1⎥
⎢0 0 0 −1 0 0 4 −1 0⎥
⎢0 0 0 0 −1 0 −1 4 −1⎥
⎣0 0 0 0 0 −1 0 −1 4⎦
25
⎡ 50 ⎤
⎢150⎥
⎢ 0 ⎥
matriks b = ⎢ 0 ⎥, dan n.
⎢ 50 ⎥
⎢ 0 ⎥
⎢ 0 ⎥
⎣ 25 ⎦
Langkah 3 : Cetak nilai n = 9
Cetak Matriks A
Cetak Matriks b.
Langkah 4 : Lakukan perulangan i dengan nilai awal 1 sampai dengan n.
Langkah 5 : Proses A (i, n + 1) = b (i, 1).
Langkah 6 : Akhiri proses perulangan i.
Langkah 7 : Lakukan perulangan j dengan nilai awal 1 sampai dengan n-1.
Langkah 8 : Jika A (j, j) = 0, maka lakukan langkah selanjutnya.
Langkah 9 : Lakukan perulangan p dengan nilai awal 1 sampai dengan n + 1.
Langkah 10 : Proses u = A (j, p)
Proses v = A (j + 1, p)
Proses A (j + 1, p) = v
Proses A (j, p) = v.
Langkah 11 : Akhiri proses perulangan p.
Langkah 12 : Akhiri proses pemilihan A (j, j).
Langkah 13 : Proses jj = j + 1.
Langkah 14 : Lakukan perulangan i dengan nilai awal jj sampai dengan n.
(, )
Langkah 15 : Proses 𝑚 = ( , )

Langkah 16 : Lakukan perulangan k dengan nilai awal 1 sampai dengan n + 1.


Fakultas MIPA – Jurusan Fisika
Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

Langkah 17 : Proses A (i, k) = A (i, k) – (m × A(j, k)).


Langkah 18 : Akhiri proses perulangan k.
Langkah 19 : Akhiri proses perulangan i.
Langkah 20 : Akhiri proses perulangan j.
( , )
Langkah 21 : Proses 𝑥(𝑛, 1) = ( , )

Langkah 22 : Lakukan perulangan i dengan nilai awal n–1 sampai dengan 1 dan jeda -1.
Langkah 23 : Cetak S = 0.
Langkah 24 : Lakukan perulangan j dengan nilai awal n sampai dengan i+1 dan jeda -1.
Langkah 25 : Proses S = S + A (i, j) × x (j, 1).
Langkah 26 : Akhiri perulangan j.
( (, ) )
Langkah 27 : Proses 𝑥 (𝑖, 1) = (,)
.

Langkah 28 : Akhiri perulangan i.


Langkah 29 : Selesai

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

VI. FLOWCHART

Mulai

Inisialisasi matriks A =
4 −1 0 −1 0 0 0 0 0
⎡−1 4 −1 0 −1 0 0 0 0⎤
⎢0 −1 4 0 0 −1 0 0 0⎥
⎢−1 0 0 4 −1 0 −1 0 0⎥
⎢0 −1 0 −1 4 −1 0 −1 0 ⎥,
⎢0 0 −1 0 −1 4 0 0 −1⎥
⎢0 0 0 −1 0 0 4 −1 0⎥
⎢0 0 0 0 −1 0 −1 4 −1⎥
⎣0 0 0 0 0 −1 0 −1 4⎦
25
⎡ 50 ⎤
⎢150⎥
⎢ 0 ⎥
matriks b = ⎢ 0 ⎥, dan n.
⎢ 50 ⎥
⎢ 0 ⎥
⎢ 0 ⎥
⎣ 25 ⎦

Cetak n = 9
Cetak matriks A
Cetak matriks b
Perulangan
i=1 Perulangan
sampai Proses A (i, n + 1) = b (i, 1) p=1
i=n sampai
p = n+1
Perulangan
j=1
A (j, j) = 0
sampai
j = n-1

E E E

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

E E E

Proses u = A (j, p)
Proses v = A (j + 1, p)
Proses A (j + 1, p) = v
Proses A (j, p) = v.

Proses jj = j + 1

Perulangan 𝐴 (𝑖, 𝑗)
i = jj 𝑚=
𝐴 (𝑗, 𝑗)
sampai
i = n+1 Perulangan
k=1
A (i, k) = A (i, k) – (m × A(j, k)) sampai
k = n+1
( , )
Proses 𝑥(𝑛, 1) = ( , )

S=0 Perulangan
Perulangan
i = n-1
j=n
sampai
sampai Proses S = S + A (i, j) × x (j, 1) i=1
j = i+1
jeda -1
jeda -1
( (, ) )
Proses 𝑥 (𝑖, 1) = (,)

Proses w = x

Selesai

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

VII. LISTING
% solusi persoalan distribusi panas, FDM Elliptik
clear all
clc
n=9;
A =( 4 -1 0 -1 0 0 0 0 0; -1 4 -1 0 -1 0 0 0 0;
0 -1 4 0 0 -1 0 0 0; -1 0 0 4 -1 0 -1 0 0;
0 -1 0 -1 4 -1 0 -1 0; 0 0 -1 0 -1 4 0 0 -1;
0 0 0 -1 0 0 4 -1 0; 0 0 0 0 -1 0 -1 4 -1;
0 0 0 0 0 -1 0 -1 4];
B =[ 25; 50; 150; 0; 0; 50; 0; 0; 25];

%&&&&&& Proses Eliminasi Gauss &&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&


%====== Menggabungkan Vektor b kedalam matrik A ======
%====== sehingga terbentuk matrik Augmentasi. =============

for i=1:n
A(i,n+1)=b(i,1);
end

%---------Proses Triangularisasi---------------------------

for j=1:(n-1)
%----mulai proses pivot---
if (A(j,j)==0)
for p=1:n+1
u=A(j,p);
v=A(j+1,p);
A(j+1,p)=u;
A(j,p)=v;
end
end
%----akhir proses pivot---

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

jj=j+1;
for i=jj:n
m=A(i,j)/A(j,j);
for k=1:(n+1)
A(i,k)=A(i,k)-(m*A(j,k));
end
end
end
%----------------------------------------------------------

%-----------------Proses Substitusi mundur-----------------


x(n,1)=A(n,n+1)/A(n,n);
for i=n-1:-1:1
S=0;
for j=n:-1:i+1
S=S+A(i,j)*x(j,1);
end
x(i,1)=(A(i,n+1)-S)/A(i,i);
end
%======== Menampilkan Vektor w ========
w=x

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

VIII. TUGAS PENDAHULUAN


1. Jelaskan pengertian PDP Elliptik!
2. Jelaskan pengertian syarat batas! Apa bedanya dengan syarat awal?
Jawab :
1. PDP elliptik adalah persamaan yang digunakan untuk memodelkan kestabilan
penyebaran suhu di bidang atau aliran potensial 1D incompressible. Persamaan ini
memerlukan nilai batas di setiap titik di batas. Nilai batas dapat berupa nilai U atau
turunan U di batas. Contoh dari persamaan eliptik adalah persamaan Poisson dan
Laplace. Untuk menyelesaikan persamaan eliptik dibutuhkan syarat batas di ujung-
ujungnya. Oleh sebab itu penyelesaian persamaan eliptik masuk dalam kategori
masalah nilai batas. Metode penyelesaian numerik untuk persamaan diferensial
eliptik diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu metode beda hingga dan elemen
hingga.
2. Syarat Batas adalah suatu syarat atau kondisi yang harus dipenuhi pada batas-batas
domain terkait dengan ruang, sedangkan syarat awal adalah suatu syarat atau kondisi
yang harus dipenuhi pada awal waktu tertentu.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

IX. DATA HASIL PENGAMATAN

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

X. ANALISA
Pada baris pertama terdapat perintah clear all dimana berfungsi untuk menghapus
variabel yang telah tersimpan sebelumnya. Pada baris kedua terdapat perintah clc yang
berfungsi untuk menghapus seluruh history yang ada di command window. Selanjutnya,
inisialisasi dan cetak nilai n sama dengan 9. Nilai n disini didapatkan dari total mesh
point berdasarkan persamaan linear yang diberikan, dimana pada persamaan liniear
tersebut memiliki baris dan kolom 9×9 saat diubah dalam bentuk matriks. Kemudian,
inisialisasi dan cetak nilai dari matriks A dan b. Nilai dari matriks A dan b berasal dari
persamaan linear yang telah diberikan yang kemudian diubah ke dalam bentuk matriks.
Selanjutnya masuk ke proses eliminasi Gauss. Pada proses eliminasi Gauss
dilakukan proses eliminasi dengan cara mengubah matriks menjadi matriks segitiga
bawah yang mana seluruh elemen pada bagian segitiga bawah tersebut bernilai nol.
Pada proses eliminasi Gauss, pertama dilakukan proses mengubah matriks menjadi
matriks augmentasi. Matriks augmentasi dibentuk dengan cara menggabungkan vektor b
ke dalam matriks A yang mana nantinya vektor b akan menjadi kolom kesepuluh dari
matriks A. Selanjutnya masuk ke proses triangularisasi. Proses triangularisasi disini
dilakukan untuk mengubah elemen pada bagian segitiga bawah menjadi bernilai nol.
Selanjutnya masuk ke proses pivot, dimana dilakukan untuk memastikan apakah
setiap elemen dalam matriks bagian segitiga bawah tersebut bernilai nol. Pada proses
pivot ini terdapat pemilihan if yang apabila matriks tersebut matriks tersebut bernilai nol
maka akan dijalankan perintah bagian mulai proses pivot, jika tidak maka akan
dijalankan perintah dari bagian akhir proses pivot. Pada bagian mulai proses pivot
terdapat pengulangan for p dengan nilai awal sama dengan 1 dan nilai akhir sama
dengan n+1. Pada bagian akhir proses pivot, pertama proses nilai jj. Selanjutnya
lakukan perulangan for i dengan nilai awal jj dan nilai akhir n. Setelah itu, dilakukan
perulangan k dengan nilai awal 1 dan nilai akhir n+1. Kemudian akhiri proses pivot.
Setelah itu, masuk ke proses substitusi mundur. Pada proses ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai dengan cara mencari nilai tersebut dari baris terbawah. Selanjutnya
terdapat perulangan i dengan nilai awal n–1 dan nilai akhir 1 dengan perulangan
menurun 1. Kemudian proses S sama dengan nol. Selanjutnya, lakukan perulangan j
dengan nilai awal n dan nilai akhir i+1 dengan perulangan menurun 1. Setelah itu proses
nilai x. Terakhir, proses nilai w=x dan tampilkan nilai akhir dari vektor w.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

XI. KESIMPULAN
1. Nilai n didapat berdasarkan mesh point atau baris dan kolom yang ada, dari
persamaan linear yang telah diubah kedalam bentuk matriks.
2. Pada program dilakukan proses eliminasi Gauss dimana dalam proses eliminasi
tersebut dilakukan dengan mengubah matriks menjadi matriks segitiga bawah yang
elemennya bernilai nol.
3. Matriks augmentasi dibentuk dengan menggabungkan vektor dan matriks, dimana
vektor tersebut akan menjadi kolom tambahan pada matriks.
4. Proses triangularisasi berfungsi untuk mengubah elemen pada bagian segitiga bawah
menjadi bernilai nol.
5. Proses pivot berfungsi untuk memastikan apakah setiap elemen dalam matriks
bagian segitiga bawah tersebut bernilai nol.
6. Proses substitusi mundur dilakukan untuk mendapatkan nilai akhir dengan cara
mencari nilai tersebut dari baris terbawah matriks.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, K. A., 2000. Penerapan Metoda Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan
Gelombang Kawasan Waktu. Jurnal Penelitian Sains, 7(1) : 49 – 50.

Monado, F., Koryanti, E., dan Ariani, M., 2017, Modul Praktikum Fisika Komputasi II.
Inderalaya: Universitas Sriwijaya.

Sasongko, S. B., 2010. Metode Numerik dengan Scilab. Yogyakarta: ANDI.

Sulistyono, B. A. 2015. Aplikasi Metoda Beda Hingga Skema Eksplisit pada Persamaan
Konduksi Panas. Jurnal Math Educator Nusantara, 1(1) : 41.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

LAMPIRAN

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 4.1 Ilustrasi grid line dan mesh points.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

LAMPIRAN PUSTAKA

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai