Anda di halaman 1dari 26

ASSESMEN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

PENGEMBAGAN JENIS INSTRUMEN PENILAIAN AFEKTIF


BERDASARKAN KISI YANG TELAH DISUSUN

OLEH:

KELAS III.B

FAHRI SAPUTRA NIM.1913071045

NATANIA MARAGARETHA NIM. 1913071033

FIRDAUS EKA NGENCA SINURAYA NIM. 1913071032

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA

JURUSAN FISIKA DAN PENGAJARAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

          Puji syukur patut kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia- Nya sehingga makalah dengan judul “Pengembagan
Jenis Instrumen Penilaian Afektif Berdasarkan Kisi Yang Telah Disusun”ini selesai
tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, secara langsung atau tidak langsung


diperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. A A Rai Sudiatmika, M.Pd. dan Bapak Kompyang Selamet, S.Pd.,
M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Assesmen dan Evaluasi
Pembelajaran.
2. Orang tua, yang telah memberikan dukungan dan doa untuk kesuksesan
penulis.
3. Seluruh teman-teman yang telah mendukung serta pihak yang terlibat baik
secara langsung atau tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.
    Sangat disadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan menambah wawasan bagi yang membutuhkan.

Singaraja, 2 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Manfaat..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................................16
3.2 Saran.............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan


belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa
karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan
perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat
berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah
afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai
hasil belajar dalam bidang pendidikan.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk
tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai
pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini
harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai
melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Masalah afektif dirasakan penting
oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan
merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti
pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang
kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.
Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan
keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh
karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah
afektif serta penafsiran hasil pengukurannya
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh
kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap
positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran
tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun
para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan
pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena
itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus
memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian penilaian afektif ?
2. Apa saja tingkatan ranah afektif?
3. Apa saja karakteristik ranah afektif
4. Jelaskan Pengembangkan Jenis Instrumen penilaian afektif berdasarkan Kisi
yang Telah disusun ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian penilaian Afektif
2. Mengetahui Tingkatan Ranah Afektif
3. Memahami Karakteristik ranah afektif
4. Mengetahui Pengembangan Jenis Instrumen Penilaian Afektif berdasarkan
Kisi yang Telah Disusun
1.4 Manfaat
a. Bagi Penulis
Pembuatan Makalah Memberikan pengalaman sekaligus Pembelajaran untuk
mengumpulkan berbagai referensi dalam membuat karya Tulis Dan uga
penulis mendapatkan Pembelajaran serta wawasan dengan memahami materi
yang telah disusun
b. Bagi Pembaca
Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan pengetahuan Dan pemahaman
serta sebagai media pendukung pembelajaran mengenai materi
“Pengembagan Jenis Instrumen Penilaian Afektif berdasarkan Kisi yang telah
disusun”
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian penilaian Afektif


Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar
seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk
mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam
suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua
peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan
emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan,
semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk
itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus
memperhatikan ranah afektif.
Afektif atau sikap merupakan suatu kecendrungan tingkah laku untuk berbuat
sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Afektif adalah berkenaan dengan rasa
takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, serta mempunyai
gaya atau makna yang menunjukkan perasaan. Muhajir (1992) menjelaskan
bahwa sikap merupakan kecendrungan afeksi, suka atau tidak suka pada suatu
objek social. Harvey dan Smith (1991) berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan
merespons secara konsisten dalam bentuk positif atau negative terhadap objek
atau situasi. Eagly & Chaiken (1993) sikap adalah “  a psychological tendency
that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or
disfavor”.
Penilaian afektif, bagi sebagian guru lebih sulit dilakukan dibanding penilaian
kognitif atau penilaian psikomotor. Padahal dalam dunia pendidikan seperti
halnya di sekolah, ranah afektif juga sangat perlu mendapatkan perhatian. Ranah
afektif sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Beberapa komponen
penting ranah afektif misalnya minat dan sikap terhadap suatu mata pelajaran
atau materi pelajaran. Siswa bisa memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran
atau materi pelajaran tertentu, bisa juga negatif, atau netral. Harapan semua guru
tentunya, siswa mereka memiliki sikap dan minat positif terhadap semua mata
pelajaran atau materi pelajaran. Melalui sikap yang positif ini kemudian dapat
diharapkan, siswa juga akan memiliki minat yang positif. Siswa yang
mempunyai sikap positif dan minat positif terhadap suatu mata pelajaran atau
materi pelajaran akan mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil
dalam kegiatan pembelajaran.
Penilaian efektif adalah penilaian terhadap reaksi seseorang atau peserta didik
tentang suatu objek yang telah diuraikan di atas. Sikap bermula dari perasaan 
(suka atau tidak suka ) yang terkait dengan kecendrungan seseorang dalam
merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai atau pandangan
hidup yang dimiliki oleh  seseorang. Sikap  dapat dibentuk, sehingga terjadi 
perilaku atau tindakan  yang diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu:
afektif, kognitif dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki
oleh seseorang  atau peni;aian terhadap suatu objek.
Komponen penilaian afektif seperti yang tercantum dalam Standar
Kompetensi Lulusan (Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan); meliputi:
1. Memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
ajaran agama masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari,
2. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku,
perbuatan, dan pekerjaannya,
3. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang
terbaik dalam bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan,
4. Menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional,
dan tindakan anti korupsi,
5. Mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sikap cermat dan menghargai hak
atas kekayaan intelektual,
6. Menunjukkan sikap toleran dan empati terhadap keberagaman budaya yang
ada di masyarakat setempat dalam kaitannya dengan budaya nasional,
7. Menunjukkan sikap peduli terhadap bahasa dan dialek
8. Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan
hasil yang terbaik dalam bidang iptek (Lampiran Permendiknas Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan);
seiring dengan  dikembangkannya pendidikan karakter bangsa, penilaian
afektif menjadi lebih penting dan harus dilakukan guru agar dapat diketahui
keberhasilan pembelajaran yang dapat diwujudkan melalui internalisasi sikap
yang ditunjukan oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.

2.2 Tingkatan Ranah Afektif


Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: 
receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.

1. Tingkat Receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas,
kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan
perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran
afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca
buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi
kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
2. Tingkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian
dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan
fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini
menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau
kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini
adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan
kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang
bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian,
dan sebagainya.
3. Tingkat Valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan
derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima
suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai
pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari
seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan
dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.
Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan
apresiasi.
4. Tingkat organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar
nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten.
Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau
organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5. Tingkat characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini
peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada
waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat
ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

2.3 Karakteristik Ranah Afektif


Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep
diri,  nilai, dan moral. Lima  tipe afektif ini  yang akan dibahas dalam pedoman
ini, khususnya  tentang penilaiannya. Pembahasan meliputi definisi konseptual,
definisi operasional, dan penentuan indikator. Sesuai dengan karakteristik afektif 
yang terkait dengan mata pelajaran, masalah yang akan dibahas  mencakup lima 
ranah, yaitu minat, sikap, konsep diri,  nilai, dan moral.
1. Sikap
Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positip atau negatif terhadap suatu objek,
situasi, konsep, atau orang. Objek  sekolah adalah sikap peserta didik terhadap
sekolah, sikap peserta didik terhadap mata pelajaran. Ranah sikap peserta
didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap  peserta didik
terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggeris, harus lebih positif setelah
peserta didik mengikuti pelajaran bahasa Inggeris. Jadi sikap peserta didik
setelah mengikuti pelajaran harus  lebih positif dibanding  sebelum mengikuti
pelajaran. Perubahan  ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru
dalam melaksanakan proses belajar  mengajar. Untuk itu guru harus membuat
rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang
membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positip.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,
aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk  tujuan perhatian atau  
pencapaian. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat
termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah  evaluasi yang dilakukan individu
terhadap  kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Target, arah, dan
intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target
konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah.  Arah
konsep diri bisa positip atau negatip, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam
suatu daerah kontinum, yaitu mulai  dari yang rendah sampai yang tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu
dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, maka bisa dipilih
alternatif karir yang tepat bagi diri peserta didik. Selain itu informasi  konsep
diri ini  penting bagi sekolah untuk memotivasi belajar peserta didik dengan
tepat.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan yang dalam
tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang
dianggap jelek. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu
organisasi sejumlah  keyakinan sekitar objek spesifik  atau situasi,  sedang
suatu nilai mengacu pada keyakinan. Menurut Andersen  target nilai
cenderung menjadi ide, tetapi sesuai dengan definisi dari Rokeach, target 
dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positip
dan dapat negatif. Selanjutnya dijelaskan bahwa   manusia belajar   menilai
suatu objek, aktivitas, dan idea sehingga objek ini menjadi pengatur penting
minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya sekolah harus membantu peserta
didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi
peserta didik dalam memperoleh kebahagiaan personal dan memberi
konstribusi positif terhadap masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak.
Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgment moral dan
tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui
penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau  dugaan, bukan
pada  bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan
perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain. Perasaan terhadap
tindakan yang dilakukan diri  sendiri. Misalnya menipu orang lain,
membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun perasaan.
Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu
keyakinan akan perbuatan yang  berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang
6. Ranah Afektif Lain
Beberapa   ranah afektif lain yang tergolong penting  adalah:
a. Kejujuran: Peserta didik harus belajar untuk menghargai kejujuran  dalam
berinteraksi dengan orang lain.
b. Integritas: Peserta didik harus mengikat pada kode nilai, misalnya moral,
dan artitistik.
c. Adil: Peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang memperoleh
perlakuan   yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d. Kebebasan: Peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis
harus memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimum
kepada semua orang.

2.4 Pengembangan Instrumen penilaian afektif


Penilaian ranah afektif tidak cocok kalau diukur dengan teknik tes karena
aspek yang diukur adalah terkait dengan sikap dan nilai-nilai. Teknik penilaian
yang cocok adalah dengan non tes.
Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk
mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode Penilaian. Ada
beberapa bentuk teknik penilaian non tes yang dapat digunakan untuk melakukan
penilaian ranah afektif, antara lain: teknik observasi, penilaian diri, dan penilaian
antar teman. Instrumen afektif adalah sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
Ada beberapa langkah yang harus diikuti dalam mengembangkan instrumen
afektif, yaitu:

1. Menentukan spesifikasi instrumen.


2. Menulis instrumen.
3. Menentukan skala instrumen
4. Menentukan sistem penskoran
5. Mentelaah  instrumen
6. Merakit instrumen.
7. Uji Coba instrumen
8. Menganalisis hasil uji coba
9. Perbaikan instrumen.
10. Observasi
1. Spesifikasi Instrumen
Spesifikasi instrumen terdiri dari tujuan dan kisi-kisi instrumen. Dalam bidang
pendidikan, pada dasarnya pengukuran afektif ditinjau dari tujuannya  contoh
instrument sikap.
2. Menulis Instrumen
1. Instrumen sikap
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan
yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-
kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah
perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi,
baik-buruk, diinginin-tidak diinginin.
Berilah tanda centang ( ) pada kolom "SS,TS,STS" sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
SS = Sangat Setuju
S = setuju
Ts = Tidak Setuju
Sts = Sangat Tidak Setuju
No Buti
Indikator SS S TS STS
r
1 Berusaha datang kesekolah 1
Tepat Waktu
2 Menyelesaikan Tugas Tepat 1
Waktu
3 Berperan aktif dalam 1
pembelajaran
4 Tidak membolos ketika jam 1
pelajaran
5 Tidak membuang sampah 1
sembarangan

2. Instrumen Minat
Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong
individu  mencari   objek, aktivitas, pengertian, keterampilan untuk  
tujuan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah
keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek.
Berilah tanda centang ( ) pada kolom "SS,TS,STS" sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
No Indikator Buti Pernyantaan S S TS STS
r S
1 Sebelum 1 Saya selalu berdoa
Belajar Selalu ketika pelajaran
Berdoa belum dimulai
2 Membaca 1 Saya senang
Buku Biologi membaca buku 
Biologi
3 Interaksi 1 Saya sering  bertanya
dengan Guru pada  guru tentang
pelajaran Biologi
4 Memiliki 1 Saya memiliki
catatan biologi catatan buku biologi
yang lengkap
5 Aktif 1 Saya selalu siap
mengerjakan dalam menyelesaikan
kuis kuis di kelas

3. Instrumen Konsep Diri


konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang
menyangkut mata pelajaran. Contoh indicator pernyataan konsep diri.
Berilah tanda centang ( ) pada kolom "SS,TS,STS" sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
No Indikator B SS S TS STS
uti Pernyataan
r
1 Mata 1 Saya mudah
Pelajaran memahami
yang Mudah pelajaran Bahasa
dipahami Indonesia
2 Mata 1 Saya Sulit
Pelajaran Mengikuti
yang dirasa Pelajaran
sulit Matematika
3 Kecepatan 1 Saya Mampu
Memahami membuat karangan
mata bahasa Indonesia
pelajaran yang baik
4 Aktif dalam 1 Saya berusaha
diskusi untuk selalu aktif
pembelajaran memberikan
pendapat jika
diskusi
pembelajaran
sedang berlangsung
5. Mampu 1 Saya berusaha
menerima untuk dapat
pendapat menerima jika ada
sesame perbedaan
pendapat antara
saya Dan sesama

4. Instrumen Nilai
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan
keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan
yang  positif dan  yang  negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang
yang negatif diperlemah dan akhirnya dihilangkan. Contoh indikator nilai
adalah:
Berilah tanda centang ( ) pada kolom "SS, TS, STS" sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
No Indikator Buti Pernyantaan SS S TS STS
r
1 Keyakinan 1 Saya
akan peran berkeyakinan
Tuhan yang akan adanya
Maha Esa Tuhan yang Maha
Esa
2 Menghormati 1 Saya berusaha
guru Dan menghormati guru
orang tua Dan orang tua
3. Membantu 1 Ketika ada teman
sesama kesusahan saya
akan membantu
semampu saya
4 Berperilaku 1 Tidak mengambil
jujur Barang milik
orang lain
5. Rajin 1 Saya akan
beribadah berusaha untuk
Dan Belajar rajin beribadah
Dan rajin belajar

Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat,


konsep diri, nilai, dan dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan
karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat terjadinya kegiatan
belajar dan mengajar. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta
didik, guru harus menyiapkan diri untuk mencatat setiap tindakan yang
muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator ranah afektif
peserta didik.  Untuk itu perlu ditentukan dulu indikator substansi yang
akan diukur.

5. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui   moral peserta didik. Moral
didefinisikan sebagai pendapat, tindakan yang dinaggap baik dan yang
dianggap tidak baik. Contoh indikator Pernyataan  moral sesuai dengan
definisi  di atas adalah Berilah tanda centang ( ) pada kolom "SS,TS,STS"
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Bu SS S TS STS
No Indikator Peryantaan
tir
1 Memengang 1 - Bila berjanji pada
janji teman saya, tidak
harus selalu
menepati.
- Bila berjanji
kepada orang yang
lebih tua saya
berusaha
menepatinya.
2 Kepedulian 1 Bila ada orang lain
Terhadap yang menghadapi
Orang Lain kesulitan saya
berusaha
membantunya.
3 Kejujuran 1 saya berusaha untuk
tidak mengambil
barang/milik orang
lain
4. Menghormat 1 Saya selalu
i orang yang menghormati guru
lebih tua Dan orang tua
5. Berpakaian 1 Bila berada
sopan dilingkungan
sekolah atau
dimanapun saya
selalu berpakaian
sopan

3. Menentukan Skala Instrumen


Secara garis besar  skala instrumen yang sering digunakan dalam
penelitian, yaitu Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Skala Thurstone terdiri dri 7 kategori, yang paling banyak bernilai 7 dan yang
paling kecil bernilai 1.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran IPA
No Pernyataan 7 6 5 4 3 2 1
1 Saya Senang ketika belajar IPA
2 Pelajaran IPA sangat Bermanfaat
3 Setiap Pelajaran IPA saya selalu hadir
Contoh Skala Likert : Sikap Terhadap Pelajaran Matematika

No Indikator SS S Ts Sts
1 Pelajaran Matematika sulit
2 Tidak Semua Harus Belajar Matematika
3 Pelajaran Matematika Harus dibuat Mudah
4 Pelajaran Matematika Bermanfaat
5 Sekolah sangat Menyenangkan
Keterangan :
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
Ts = Tidak Setuju
Sts = Sangat Tidak Setuju
4. Menentukan sistem Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan  tergantung pada skala pengukuran.
Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap  butir
adalah 7 dan yang terkecil adalah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan
skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, skor tertinggi
tiap butir adalah 5 dan yang terendah adalah 1.
Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden  memilih
jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk  skala Likert. Untuk mengatasi hal
tersebut skala Likert  hanya menggunakan  4 (empat ) pilihan, agar jelas sikap
atau selanjutnya dilakukan analisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat 
klas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor.
Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing
peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
5. Telaah  instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah:
a. butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indicator
b. bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang
benar serta Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat
pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk
memperbaiki instrumen.
c. butir peranyaaan/pernyataan tidak bias
d. format instrumen menarik untuk dibaca
e. pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas
f. jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat.
Beberapa  hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata
untuk suatu kuesioner, yaitu:
1. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan
responden, Pertanyaannya jangan samar-samar,
2. Hindari pertanyaan yang  biasa (kecenderungan).
3. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
6. Merakit Instrumen
Setelah isntrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu
menentukan format  tata letak instrumen,  urutan pertanyaan atu pernyataan.
Format instrumen harus dibuat menarik, sehingga responden  tertarik untuk
membaca dan  mengisi instrrumen. Format instrumen sebaiknya tidak terlalu
padat. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi
spasi yang lebih, atau diberi  batasan garis empat persegi panjang. Urutkan
pertanyaan atau pernyataan instrumen sesuai  dengan tingkat kemudahan
dalam menjawabnya atau mengisinya
7. Melakukan Uji Coba
Setelah dirakit instrumen diuji cobakan kepada responden, sesuai dengan 
tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua
peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili
populasi yang ingin dinilai. Perlu diingat bawah pengisian instrumen bukan
merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu  namun tidak terlalu  ketat.
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka
sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang
diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman,
waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah  sekitar 30 menit atau kurang.
8. Menganalisis Hasil Uji Coba
Analisis hasil uji coba meliputi  variasi jawaban tiap butir pertanyaan atau
pernyataan. Apabila skala isntrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban
responden bervariasi dari 1 sampai 5, maka instrumen ini bisa diharapkan
menjadi instrumen yang baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu
pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini
tergolong tidak biasa  Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda.
batas. Ol
9. Memperbaiki Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir yang tidak baik, berdasarkan hasil
analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen tampak baik, namun
hasil ujicoba empirik tampak tidak baik. Untuk itu butir instrumen harus
diperbaiki.  Perbaikan termasuk pada semua saran-saran dari responden
ujicoba.  Instrumen harus dilengkapi dengan pertanyaan terbuka
10. Melaksanakan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran seperti disarankan  di depan bukan pada waktu
responden sudah  lelah. Selain itu ruang untuk mengisi instrumen harus
memiliki   sinar yang cukup  dan sirkulasi udara ruang juga  cukup.  Tempat
duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain. Diusahakan
agar responden tidak saling tanya pada responden yang lain agar jawaban
pada kuesioner tidak sama atau homogen.
Misalkan ada 10 butir pertanyaan pada kuesioner tentang sikap  atau minat
seseorang terhadap pelajaran tertentu dengan menggunakan skala Likert
dengan 5 (lima) pilihan. Skor paling tinggi adalah bila  peserta didik memilih
sangat setuju,yaitu 5, dan skor paling rendah adalah bila peserta didik memilih
jawaban sangat  tidak setuju, yaitu 1. Jadi skor tertinggi adalah 10 butir x 5 =
50, dan skor terendah adalah:
10 butir x 1 = 10.  Rangkuman penentuan kategori hasil pengukuran sikap
atau minat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel   2. Kategorisasi  sikap  atau minat peserta didik untuk 10 butir
pernyataan
No Skor peserta didik Kategori   Sikap atau Minat
.
1. Sama atau lebih besar dari   40 Sangat positip/sangat tinggi
2. 30  sampai  39 Tinggi/positip
3. 20  sampai  29 Negatif/rendah
4. Kurang dari 20 Sangat negatif/sangat rendah
Keterangan Tabel 2:
1. Skor batas bawah  kategori sangat positif atau sangat tinggi adalah: 0,80
x 50 = 40, dan batas atasnya 50.
2. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau positif adalah:  0,60 x 50 =
30, dan  skor batas atasnya adalah 39.
3. Skor batas bawah pada kategori negatif atau rendah adalah: 0,40 x 50 =
20, dan  skor batas atasnya adalah 29.
4. Skor yang tergolong pada kategori sangat negatif atau sangat rendah
adalah: kurang dari 20.
Tabel  3    Kategorisasi  sikap  atau minat kelas
No. Skor peserta didik Kategori   Sikap atau Minat
1. Sama atau lebih besar dari   40 Sangat positip/sangat tinggi
2. 30  sampai  39 Tinggi/positip
3. 20  sampai  29 Negatif/rendah
4. Kurang dari 20 Sangat negatif/sangat rendah
Keterangan:
1. Cari rerata skor kelas, yaitu: jumlahkan skor semua peserta didik dibagi
jumlah peserta didik.
2. Skor batas bawah  kategori sangat positip atau sangat tinggi adalah: 0,80
x 50 = 40, dan batas atasnya 50.
3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau positip adalah:  0,60 x 50 =
30, dan  skor batas atasnya adalah 39.
4. Skor batas bawah pada kategori negatif atau rendah adalah: 0,40 x 50 =
20, dan  skor batas atasnya adalah 29.
5. Skor yang tergolong pada  kategori sangat negatif atau sangat rendah
adalah: kurang dari 20.
11. Observasi atau pengamatan
Sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku
individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamti, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata
lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasi dan proses belajar misalnya
tingkah laku siswa pada waktu belajar, tingkah laku guru pada waktu
mengajar, kegiatan diskusi kelas, partisipasi siswa dalam simulasi, dan
penggunaan alat peraga pada waktu mengajar
Contoh Lembar Observasi :
Petunjuk:Berilah Centang pada kolom "Ya" atau "Tidak" sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya
No Aspek Pengamatan Ya Tidak

1 Berdoa sebelum melakukan aktivitas

2 Tidak mengganggu teman yang beragama lain


berdoa sesuai agamanya
3 Menyelesaikan tugas tepat waktu

12. Penilaian Antar Teman


Penilaian antar teman merupakan teknik penilaian yang dilakukan oleh
seorang peserta didik (penilai) terhadap peserta didik yang lain terkait dengan
sikap/perilaku peserta didik yang dinilai. penilaian antar teman juga dapat
digunakan untuk menumbuhkan beberapa nilai seperti kejujuran, tenggang
rasa, dan saling menghargai.
Berilah centang pada kolom "Ya" atau "Tidak" sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
No Aspek Pengamatan Ya Tidak

1 Teman saya selalu berdoa sebelum melakukan


aktivitas.
2 Teman Saya Selalu Baik Dan Rajin Menolong

3 Teman Saya Hormat Kepada semua Guru

13. Penilaian Diri


Berilah tanda centang ( ) pada kolom TP (tidak pernah), KD (kadang-
kadang), SR (sering), atau SL (selalu) sesuai dengan keadaan kalian yang
sebenarnya.
No Aspek Pengamatan TP KD SR SL

1 Saya berdoa sebelum melakukan aktivitas.

2 Saya Baik Dan Rajin Menolong

3 Saya Hormat Kepada semua Guru


4 Saya Jarang Mengerjakan Tugas

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengertian penilaian Afektif
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar
seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit
untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang
berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil
pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus
mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai
kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering
diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat
persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu
semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus
memperhatikan ranah afektif.
2. Tingkatan Ranah Afektif
Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: 
1. receiving (attending)
2. responding
3. valuing
4. organization
5. characterization.
3. Karakteristik Ranah Afektif
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat,
konsep diri,  nilai, dan moral. Lima  tipe afektif ini  yang akan dibahas
dalam pedoman ini, khususnya  tentang penilaiannya. Pembahasan
meliputi definisi konseptual, definisi operasional, dan penentuan
indikator. Sesuai dengan karakteristik afektif  yang terkait dengan mata
pelajaran, masalah yang akan dibahas  mencakup lima  ranah, yaitu minat,
sikap, konsep diri,  nilai, dan moral.
4. Pengembangkan Jenis Instrumen penilaian afektif berdasarkan Kisi yang
Telah disusun
5. Instrumen afektif adalah sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada
beberapa langkah yang harus diikuti dalam mengembangkan instrumen
afektif, yaitu:
1. Menentukan spesifikasi instrumen.
2. Menulis instrumen.
3. Menentukan skala instrument
4. Menentukan sistem penskoran
5. Mentelaah  instrument
6. Merakit instrumen.
7. Melakukan ujicoba.
8. Menganalisis hasil ujicoba
9. Memperbaiki instrumen.
10. Melaksanakan pengukuran.
11. Menafsirkan hasil pengukuran
3.2 Saran
Kepada Pembaca dapat menjadikan Makalah ini sebagai referensi Dan
pendukung dalam pembelajaran begitupun untuk Dan penulis ,oleh
karena makalah ini masih jauh dari kata sempurna besar harapan penulis
agar Pembaca dapat memberikan saran Dan masukan yang bersifat
membangun

Anda mungkin juga menyukai