Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imbibisi merupakan suatu proses awal dalam perkecambahan benih.
Imbibisi merupakan proses masuknya air kedalam jaringan benih guna
mengaktifkan menginaktifkan dormansi benih yang terjadi sebelumnya dengan
adanya enzim amylase yang berperan sebagai pengurai amilum yang tersimpan
dalam endosperm, setelah itu terjadi respirasi benih dan terjadi penguraian bahan
bahan yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh tanaman. Terdapat
tiga faktor utama dalam imbibisi benih yakni permeabilitas kulit benih, komposisi
kimia benih, jenis benih (Sufianto dkk., 2018).
Penyerapan air merupakan proses yang pertama sekali terjadi pada
perkecambahan benih, diikuti dengan pelunakan kulit benih, dan pengembangan
benih. Penyerapan air ini dilakukan oleh kulit benih melalui peristiwa imbibisi
dan osmosis dan prosesnya tidak memerlukan energi. Penyerapan air oleh embrio
dan endosperma menyebabkan pembengkakkan dari kedua struktur, mendesak
kulit benih yang sudah lunak sampai pecah dan memberikan ruang untuk
keluarnya akar tanaman (Lubis dkk., 2014).
Kacang tanah merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan di
Indonesia setelah kedelai dan kacang hijau. Kacang tanah dapat menjadi sumber
protein nabati, bahan baku industri makanan, kebutuhan rumah tangga, dan diolah
langsung. Permintaan akan kacang tanah terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, sehingga membutuhkan
ketersediaan yang cukup baik kualitas maupun kuantitas (Safira dkk., 2017)
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum untuk mengetahui
proses imbibisi molekul organik dan menghitung kecepatan imbibisi. Sekaligus
dapat memberikan pengetahuan tentang proses imbibisi molekul organik dan
perhitungan kecepatan imbibisi
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses imbibisi molekul
organik serta menghitung kecepatan imbibisi.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah dapat memberikan pengetahuan
tentang proses imbibisi molekul organik dan perhitungan kecepatan imbibisi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kacang Tanah
Kacang tanah merupakan tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi karena kandungan gizinya terutama protein dan lemak yang tinggi.
Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, diversifikasi pangan,
serta meningkatnya kapasitas industri pakan dan makanan di Indonesia. Namun
produksi kacang tanah dalam negeri belum mencukupi kebutuhan Indonesia yang
masih memerlukan subsitusi impor dari luar negeri (Sembiring, et al. 2014).
Menurut Aidah (2020) tanaman kacang tanah mempunyai klasifikasi
sebagai berikut :
Kingdom : Spermatophyta
Divisi : Angiospermae
Ordo : Polypetalae
Famili : Leguminosae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L.
Kacang tanah kaya kandungan lemak, protein yang tinggi, zat besi,
vitamin E, vitamin B kompleks, fosfor, vitamin A, vitamin K, lesitin, kolin, dan
kalsium. Kandungan protein biji kacang tanah merupakan parameter yang
menentukan kualitas nutrisi biji dan berkorelasi negatif dengan kandungan
minyak biji dan persentase oleat. Biji kacang mengandung 40–48% minyak, 25%
protein, dan 18% karbohidrat dan vitamin B kompleks (Zulchi dan Puad, 2017)
2.2 Imbibisi
Imbibisi adalah proses masuknya air kedalam pori-pori biji dan
menyebabkan biji menggembung dan kulit biji menjadi lunak yang akan
memudahkan radikula menembus kulit biji (Jayanti, 2017). Imbibisi adalah
peristiwa penyerapan air oleh permukaan zat-zat hidropolik, seperti protein,pati,
selulosa, agar – agar gelatin dan lain-lain yang menyebabkan zat tersebut dapat
mengembang setelah menyerap air. Kata imbibisi berasal dari kata latin imbibere
yang berati “mengembang”. Air yang menyelundup disebut air imbibisi,
sedangkan air zat yang memasukkan air disebut imbibisi (Rofiq dkk., 2019)
Perlakuan benih dengan metode perendaman dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan kecepatan perkecambahan melalui proses imbibisi. Proses
perkecambahan ini dapat terjadi jika kulit biji permeabel terhadap air dan tersedia
cukup air dengan tekanan osmosis tertentu. Akibat terjadinya proses imbibisi,
maka kulit biji akan menjadi lunak dan retak-retak. Bersamaan dengan proses
imbibisi akan terjadi peningkatan laju respirasi yang akan mengaktifkan enzim –
enzim yang terdapat di dalamnya (Amin, 2017).
Selain itu enzim juga turut berpengaruh dalam proses imbibisi. Pada saat
perkecambahan, enzim mulai berfungsi dalam sitoplasma yang mana telah
terhidrasi. Imbibisi terjadi jika beberapa enzim yang mengubah protein menjadi
asam amino, lemak dan minyak menjadi larutan sederhana atau campuran dan
enzim-enzim lain yang merombak pati menjadi gula (Wusono dkk., 2018)
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Imbibisi
Imbibisi yaitu membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar
dan biji melunak. Terjadinya proses perkecambahan pada tahap imbibisi
dikarenakan adanya aktivitas enzim-amilase. Amilase merupakan enzim kunci
yang memainkan peran penting dalam menghidrolisis cadangan pati dalam biji
untuk memasok gula pada embrio yang sedang berkembang (Haranti dkk., 2017).
Imbibisi pada benih berguna untuk meningkatkan kandungan air benih dan
mengaktifkan enzim. Imbibisi terjadi karena adanya penyerapan air oleh benih
dalam proses awal perkecambahan yang ditandai oleh keluarnya radikula dari
dalam benih (Diah dan Alfandi, 2013). Adapun syarat imbibisi yaitu adanya
perbedaan tekanan antara benih dengan larutan, dimana tekanan benih lebih kecil
dari pada tekanan larutan (Lubis dkk., 2014).
Imbibisi air segera diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang
besar. Aktivitas enzim meningkatkan katabolisme, yaitu perombakan pati, lemak
dan protein menjadi zat-zat yang lebih mobil yaitu gula, asam lemak dan asam
amino yang dapat ditranslokasikan ke bagian pertumbuhan aktif. Proses
katabolisme dan translokasi yang lancar ini kemudian meningkatkan pertumbuhan
atau perkecambahan tanaman (Amin, 2017).
2.4 Pengaruh Salinitas terhadap Imbibisi
Salinitas merupakan proses alami yang terkait erat dengan bentang alam dan
proses pembentukan tanah. Garam dalam tanah dapat berasal dari pelapukan
bahan induk yang mengandung deposit garam, intrusi air laut atau gerakan air
tanah yang direklamasi dari dasar laut, pupuk anorganik dan organik, serta dari air
irigasi. Kondisi iklim dengan curah hujan rendah, tingkat evaporasi yang tinggi,
dan pengelolaan pengairan yang buruk dapat menimbulkan terjadinya masalah
yang disebut salinitas (Kristiono dkk., 2013).
Pengaruh salinitas selama fase perkecambahan menyebabkan terhambatnya
perkecambahan, benih gagal berkecambah akibat terhambatnya imbibisi air ke
biji, meningkatkan kecambah tidak normal. Salinitas pada tanaman kacang hijau
juga menyebabkan penurunan jumlah dan bobot polong, ketidak-seimbangan ion
dan konsentrasi hara, penurunan tinggi tanaman, jumlah polong, bobot biji, dan
indeks panen, bobot tajuk, akar dan biji, pertumbuhan dan parameter fotosintetik.
Salinitas menyebabkan efek osmotik, menghambat pemasakan polong, dan
menyebabkan biji keriput (Kristiono dkk., 2013).
Tanah salin banyak terdapat di daerah rawa, daerah pasang surut, dan muara
dengan kandungan garam NaCl terlarut yang tinggi, sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman kedelai. Beberapa garam dapat mempengaruhi
perkecambahan benih dengan kisaran salinitas 0,8-8% baik dengan membatasi
suplai air (pengaruh osmosis) atau menyebabkan kerusakan spesifik melalui ion
yang meracun (pengaruh ion). Penyiraman garam NaCl sebesar 0,2% dapat
menurunkan luas daun, bobot biji, bobot kering akar dan tajuk, dan panjang akar
pada tanaman kedelai (Dianawati dkk., 2013).
2.5 Mekanisme Imbibisi pada Tanaman
Imbibisi air dalam proses perkecambahan benih merupakan suatu fase yang
disebut sebagai langkah awakening yang berhubungan dengan tiga peristiwa,
yaitu penyerapan air secara cepat oleh lapisan bikoloid dari benih yang kering,
reaktivasi dari molekul dan organel-organel, dan respirasi yang menghasilkan
ATP (Adenosina Trifosfat) untuk suplai energi. Proses imbibisi adalah suatu
proses difusi atau dapat pula disebut proses osmosis atau absorbsi. Disebut difusi
karena pada sel benih kering yang mempunyai nilai tekanan osmosis yang tinggi
menyebabkan air bergerak (Koryati dkk., 2021)
Fase akhir dari dormansi adalah fase berkecambah. Permulaan fase
perkecambahan ini ditandai dengan penghisapan air (imbibisi) kemudian terjadi
pelunakan kulit benih sehingga terjadi hidratasi protoplasma. Setelah fase istirahat
berakhir, maka aktivitas enzimatik mulai berlangsung. Di dalam aktivitas
metabolisme, giberellin yang dihasilkan oleh embrio ditranslokasikan ke lapisan
aleuron sehingga menghasilkan enzim amilase. Proses selanjutnya yaitu enzim
tersebut masuk ke dalam cadangan makanan dan mengkatalis proses perubahan
cadangan makanan yang berupa pati menjadi gula sehingga dapat menghasilkan
energi yang berguna untuk aktivitas sel dan pertumbuhan (Amin, 2017).
Pada proses perkecambahan terjadi proses penyerapan air secara imbibisi
atau osmosis. Penyerapan air oleh benih yang terjadi pada tahap pertama biasanya
berlangsung sampai jaringan mempunyai kandungan air 40% - 60% dan akan
meningkat lagi pada awal munculnya radikal sampai jaringan penyimpanan dan
kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air 70% - 90%. Kira-kira
80% dari protein yang biasanya terbentuk kristal disimpan dalam jaringan yang
disebut badan protein sedangkan sisanya 20% terbagi dalam nucleus, mitokondria,
protoplastid, mikrosom, dan dalam sitosol. Penyerapan air pada kedua benih
tersebut tidak sama, karena kulit biji kacang hijau tipis mengandung substrat yang
mudah larut dalam air, maka air yang diserap akan lebih banyak dan sebaliknya.
Selain itu semakin kecil tekanan benih dari pada tekanan larutan, maka semakin
besar proses imbibisi (Wusono dkk., 2018)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan praktikum imbibisi dilaksanakan di Teaching Farm Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Selasa, 28 Oktober 2021
pukul 10.00 WITA – Selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu timbangan, timbangan
analitik, dan 6 gelas beker volume 250 ml. Sedangkan bahan yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu 350 biji kacang tanah, 100 g garam dapur (NaCl), dan
500 ml air mineral dan label.
3.3 Metode Praktikum
Prosedur yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut:
1. Membagi lima biji kacang tanah menjadi 6 kelompok masing-masing
kelompok 50 biji.
2. Menimbang setiap kelompok tersebut dengan timbangan analitik
(timbangan digital).
3. Memasukkan setiap kelompok biji tersebut masing-masing ke dalam gelas
beaker 250 ml dan memberikan label Misalnya A, B, C, D, E dan F
4. Membuat larutan garam dalam air mineral sebanyak 6 konsentrasi masing-
masing sebanyak 100 ml sehingga diperoleh
Larutan A = 100 ml air murni
Larutan B = 100 ml + 5 gram NaCl
Larutan C = 100 ml + 10 gram NaCl
Larutan D =100 ml + 15 gram NaCl
Larutan E = 100 ml + 20 gram NaCl
Larutan F = 100 ml + 25 gram NaCl
5. Mengangkat dan menimbang kembali biji kacang tersebut dengan interval
waktu rendaman 15 menit masing-masing kelompok
6. Membuat grafik hubungan waktu perendaman dengan banyaknya air yang
diserap oleh biji kacang tanah. Jumlah air yang diserap = berat biji kacang
(sesudah perendaman – sebelum perendaman)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

4.2 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 4.1.1 pada perlakuan kontrol dapat dilihat bahwa terjadi.
Hal ini dikarenakan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa
Berdasarkan Tabel 4.1.1 pada perlakuan garam (NaCl) dapat dilihat bahwa
terjadi penurunan berat tertinggi dibandingkan kontrol. Hal ini dikarenakan
kandungan garam yang terdapat pada larutan dapat mengganggu pertumbuhan
biji. Hal ini sesuai dengan pendapat Dianawati dkk. (2013) yang menyatakan
bahwa pengaruh NaCl pada proses perkecambahan antara lain mengurangi hidrasi
dari embrio dan kotiledon, menghambat dan mengurangi pemunculan radikula
dan plumula, dan mengurangi pertumbuhan kecambah
Berdasarkan Tabel 4.1.1 pada perlakuan 25 gram garam dapat dilihat bahwa
terjadi penurunan berat tertinggi dari 28,5 menjadi 2,46. Hal ini terjadi karena
larutan yang digunakan salin sehingga terhambatnya proses imbibisi pada biji. Hal
ini sesuai dengan pendapat Syukri dan Ridha (2019) yang menyatakan bahwa
peningkatan konsentrasi NaCl dapat menghambat proses imbibisi benih karena
kelarutan garam dapat menurunan tekanan osmotik sehingga benih tidak dapat
menyerap air dari lingkungan tumbuhnya yang diperlukan untuk pengaktifan
enzim guna proses perkecambahan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu imbibisi terjadi dengan cara masuknya
air kedalam pori-pori biji sehingga menyebabkan biji kacang tanah menggembung
dan kulit menjadi lunak.
Pada perlakuan air salin menyebabkan terhambatnya perkecambahan,
sehingga dapat menyebabkan benih gagal berkecambah akibat terhambatnya
imbibisi air ke biji. Salinitas pada tanaman kacang tanah juga menyebabkan
penurunan berat biji yang signifikan.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum imbibisi menggunakan benih yang memiliki
daya serap air yang baik sehingga dapat menghasilkan hasil pengamatan yang
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Aidah, S., N. 2020. Ensiklopedi Kacang Tanah: Deskripsi, Filosofi, Manfaat,
Budidaya dan Peluang Bisnisnya. Jogjakarta: Penerbit KBM Indonesia
Amin, A. 2017. Pengaruh Konsentrasi dan Lamanya Perendaman Dalam Larutan
Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Kakao. Jurnal Penelitian
Agrosamudra, 4(2): 30-40.
Diah, E. H. dan Alfandi. 2013. Pengaruh konsentrasi GA3 dan lama perendaman
benih terhadap mutu benih kedelai (Glycine max L. Merrill) kultivar
burangrang. Jurnal Agroswagati, (1): 31 – 42.
Dianawati, M., Handayani, D. P., Matana, Y. R., & Belo, S. M. 2013. Pengaruh
cekaman salinitas terhadap viabilitas dan vigor benih dua varietas kedelai
(Glycine max L.). Agrotop, 3(2): 35-41.
Haranti, M., Wardah, W., & Yusran, Y. 2017. Perkecambahan benih dan
pertumbuhan semai tanjung (Mimusops elengi L.) pada berbagai teknik
skarifikasi dan media tumbuh. Jurnal Warta Rimba, 5(1): 13-19
Koryati dkk. 2021. Fisiologi Tumbuhan. Medan: Yayasan Kita Menulis
Kristiono, A., Purwaningrahayu, R. D., & Taufiq, A. 2013. Respons tanaman
kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau terhadap cekaman salinitas. Buletin
Palawija, (26): 45-60.
Lubis, Y. A., Riniarti, M., & Bintoro, A. 2014. Pengaruh lama waktu perendaman
dengan air terhadap daya berkecambah trembesi (Samanea saman). Jurnal
Sylva Lestari, 2(2): 25-32.
Rofiq, A., Laili, S., & Rahayu, T. 2019. Pengaruh Pemberian Air Kelapa
Terhadap Perkecambahan Biji Kelor (Moringa olifera). Jurnal SAINS
ALAMI (Known Nature), 1(2): 1-6
Safira, N., Sumadi, S., & Sobarna, D. S. 2017. Peningkatan Komponen Hasil Dan
Mutu Benih Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Melalui Pemupukan
Bokashi DAN P. Jurnal Agroteknologi, 11(01): 55-60.
Sembiring, M., R. Sipayung, dan F. E. Sitepu. 2014. Pertumbuhan dan Produksi
Kacang Tanah dengan PemberianKompos Tandan Kosong Kelapa Sawit
Pada Frekuensi Pembumbunan yang Berbeda. Jurnal Online
Agroekoteknologi, 2(2): 598- 607.
Sufianto, S. 2018. Pola Interaksi Bakteri Endofitik+ GFP (Green Fluorescent
Protein) dalam Jaringan Tanaman Padi (Oryza sativa L.). Jurnal Nasional
Teknologi Terapan (JNTT), 2(3): 255-265.
Syukri, S. dan Ridha, R. 2019. Keterkaitan Ekstrak Telur Keong Mas Dengan
Tingkat Ketahanan Salinitas Benih Kedelai (Glycine max (L.)
Merrill). Jurnal Penelitian Agrosamudra, 6(2): 26-37.
Wusono, S., Matinahoru, J. M., & Watimena, C. M. A. 2018. Pengaruh Ekstrak
Berbagai Bagian Dari Tanaman Swietenia mahagoni Terhadap
Perkecambahan Benih Kacang Hijau Dan Jagung. Agrologia, 4(2): 105-113
Zulchi, T., & Puad, H. 2017. Keragaman Morfologi dan Kandungan Protein
Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Buletin Plasma Nutfah, 23(2): 91–
100
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai