This research aims to determine whether the experience, expertise, training and
auditor’s professionalism affect on detection risk, either partially or
simultaneously. This research used a correlational research desain. With a
questionnaire instrument as a tool for measuring experience, expertise, training
and auditor’s professionalism variables on detection risk variable. The method of
analysis is based on data from 80 respondents or internal auditors of BPKP
Representative of South Sulawei Province who have completed all the
statements in questionnaires. The results of this research indicate that
experience, expertise, training and auditor’s professionalism partially and
simultaneously affect internal auditors of BPKP the Representative of South
Sulawesi Province to do Detection risk.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) melalui Standar Audit (SA) 200
(2013:9) mengungkapkan bahwa dalam memperoleh keyakinan yang memadai,
auditor harus memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menurunkan
risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, sehingga memungkinkan
auditor untuk menarik kesimpulan wajar yang mendasari opini auditor.
Kecukupan perolehan bukti dalam suatu proses audit sangat bergantung kepada
penilaian risiko, materialitas, jumlah populasi audit dan pertimbangan atas
banyaknya transaksi yang diperiksa serta biaya dan manfaat bukti yang
diperoleh. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perolehan sebuah bukti
yaitu menilai risiko yang ada pada saat proses audit.
Pendekatan audit yang sekarang ini digunakan di seluruh dunia adalah
pendekatan audit berbasis risiko (risk-based audit) yang merupakan sebuah
metodologi yang digunakan oleh auditor untuk memberikan jaminan bahwa risiko
telah dikelola dalam batasan risiko yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan
tujuan auditor saat ini yaitu untuk menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang
dapat diterima (menekan risiko audit), auditor harus menilai risiko salah saji yang
material dan menekan risiko pendeteksian (Tuanakotta, 2013:89).
Risiko salah saji material dalam laporan keuangan berada di luar kendali
auditor. Auditor harus melakukan penilaian risiko (risk assessment) untuk
menentukan risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Langkah
berikutnya, auditor merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat
sebagai tanggapan terhadap risiko yang diniliainya, dengan kata lain menekan
risiko pendeteksian (Tuanakotta, 2013).
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor gagal mendeteksi suatu salah
saji dalam suatu asersi yang bisa berdampak material secara individu atau
tergabung dengan salah saji lainnya. Dengat kata lain, prosedur audit yang
dilakukan oleh auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material dalam laporan
keuangan. Peran individu atau auditor sangat penting dalam menekan risiko
audit sampai ke tingkat rendah yang dapat diterima. Seperti yang diketahui
bersama bahwa detection risk tidak pernah dapat diturunkan sampai keangka
nol, karena adanya kendala bawaan (inherent limitations) dalam prosedur audit,
masih diperlukannya profesional judgement auditor yang secara alamiah bisa
berbuat salah, dan sifat dari bukti yang diperiksa.
Berkaitan dengan detection risk (risiko deteksi), auditor internal memiliki
peran penting dalam mengelola risiko-risiko dan meminimalisir risiko sampai
ketingkat rendah yang dapat diterima. Hal ini dikarenakan aktivitas audit internal
dapat memberikan jaminan bahwa pengendalian internal yang dijalankan oleh
organisasi telah cukup memadai untuk memperkecil terjadinya risiko, menjamin
bahwa kegiatan operasional yang dijalankan suatu organisasi telah berjalan
secara efektif dan efisien, serta memastikan bahwa sasaran dan tujuan
organisasi telah tercapai (Hery, 2010:38).
3
Goal setting theory. Teori ini dikemukakan oleh Locke pada tahun 1978. Teori
ini menjelaskan bahwa individu atau karyawan yang memahami tujuan yang
diharapkan organisasi terhadapnya maka akan berpengaruh terhadap perilaku
kerjanya. Locke and Latham (1990) menegaskan bahwa kinerja tugas (task
performance) diatur secara langsung oleh tujuan yang berusaha dilaksanakan
oleh individu. Usaha untuk mencapai sebuah tujuan merupakan sumber motivasi
5
kerja yang utama. Tujuan akan memberi tahu individu apa yang seharusnya
dilakukan dan seberapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Locke (1990)
menjelaskan bahwa tujuan yang sulit menghasilkan prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tujuan yang mudah. Demikian halnya dengan tujuan
yang spesifik (jelas) dan menantang akan menghasilkan prestasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tujuan yang bersifat abstrak. Teori ini
mengasumsikan bahwa terdapat hubungan langsung antara tujuan dan kinerja.
Jika individu mengetahui tujuan yang sebenarnya ingin dicapai
oleh suatu organisasi, maka mereka akan lebih termotivasi untuk
mengarahkan usaha yang dapat meningkatkan kinerja mereka. Teori ini
menunjukkan bahwa auditor harus memahami tujuan dan apa yang
diharapkan atas hasil kinerjanya. Ketika auditor memahami tujuannya,
auditor diharapkan akan berkomitmen dan berusaha dalam mencapai
tujuan tersebut dengan dukungan pengalaman, keahlian, dan
profesionalisme yang dimiliki dan pelatihan yang telah diikuti oleh auditor
semakin membuat auditor termotivasi mencapai tujuan, yaitu
meminimalisir risiko sampai ke tingkat rendah yang dapat diterima
sehingga membuat kinerja audit yang dilakukan menjadi berkualitas.
Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan
risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang
diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima.
Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang
diyakini oleh auditor, maka semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima.
Keahlian Auditor. Sesuai dengan landasan teori yang telah dipaparkan, teori
penetapan tujuan (goal setting theory) menjelaskan bahwa bagaimana
seseorang mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya agar
mendapatkan prestasi (kinerja) yang tinggi. Pada penelitian ini, teori penetapan
tujuan digunakan untuk menjelaskan bagaimana seorang auditor dalam
mencapai kinerja atau tujuannya dalam melakukan tugas audit yaitu mendeteksi
dan meminimalisir risikoi-risiko (detection risk). Untuk mencapai tujuan tersebut,
diperlukan keahlian yang cukup di bidang audit agar dapat mendeteksi risiko-
risiko yang ada dalam laporan keuangan, baik material maupun tidak. Sehingga
auditor akan mencapai tujuannya yaitu meminimalisir risiko sampai ketingkat
rendah yang dapat diterima.
Keahlian audit yaitu mencakup seluruh pengetahuan auditor dalam dunia
audit, hal ini memiliki tolak ukur, diantaranya adalah tingkat sertifikasi pendidikan
dan jenjang pendidikan sarjana formal. Auditor yang memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi akan berperilaku pantas sesuai dengan ekspektasi
auditor dan lingkungan tempat auditor bekerja (Kushasyandita, 2012). Oleh
karena itu, auditor yang memiliki keahlian yang memadai akan mampu
mendeteksi dan meminimalisir risiko-risiko dalam proses audit. Hal ini juga
dipertegas dalam SA 220 (2013:11) bahwa ketika mempertimbangkan
kompetensi dan kemampuan yang tepat yang diharapkan ada pada tim audit
secara keseluruhan, auditor dapat mempertimbangkan keahlian teknis yaitu
keahlian dalam bidang akuntansi dan audit. SA 220 ini mengungkapkan dengan
jelas bahwa keahlian teknis yang memadai harus dimiliki oleh auditor dalam
mengaudit dan meminimalisir risiko dengan baik. Berdasarkan penjelasan diatas,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Pelatihan Auditor. Gaffar (2015) mengatakan bahwa salah satu faktor penentu
kualitas audit adalah karakteristik pemahaman auditor yang disebabkan oleh
suatu faktor internal yang mendorong seseorang untuk mengetahui, memahami
dan mempelajari sesuatu. Keberhasilan auditor dalam menilai risiko berdampak
pada kualitas audit. Dalam menilai dan meminimalisir risiko-risiko yang ada,
auditor harus memiliki pelatihan yang memadai. Sebagaimana yang diungkapkan
dalam SA 220 (2013:12) bahwa kerja sama tim dan pelatihan yang tepat bagi
auditor dapat membantu tim audit yang kurang berpengalaman memahami
secara jelas tujuan pekerjaan yang ditugaskan.
Locke (1990), mengungkapkan dalam teori penetapan tujuan (goal setting
theory) bahwa tujuan-tujuan yang sifatnya spesifik atau sulit cenderung
menghasilkan kinerja yang lebih tinggi di bandingkan dengan tujuan yang
mudah. Individu harus memegang komitmen yang kuat untuk mencapai
tujuannya. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan kinerja yang baik auditor harus
mendapatkan pelatihan yang cukup untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini
dikarenakan bahwa pelatihan auditor dapat membentuk kompetensi seorang
auditor menjadi lebih tinggi sehingga dapat mempengaruhi kinerja (prestasi)
seorang auditor.
Kinerja auditor ditentukan dengan pencapaian auditor dalam mendeteksi
risiko-risiko yang ada atau salah saji material dalam laporan keuangan. Oleh
karena itu, pelatihan yang cukup dapat membentuk kemampuan auditor dalam
mendeteksi risiko yang ada. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
METODE PENELETIAN
Populasi dan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang
bekerja pada Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
10
Analisis Data. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan alat analisis statis
SPSS. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
regresi linear berganda (multiple Regression Analysis).
Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan uji kualitas data dengan uji
validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas digunakan untuk mengetahui sejauh
mana ketepatan dan ketelitian instrumen penelitian (kuisioner) dalam melakukan
fungsi ukurnya (Setiawan, 2015:133). Data akan dinyatakan valid jika tingkat
signifikansi di bawah 0,05 dengan menggunakan korelasi bivariate. Data yang
signifikan ditandai dengan tanda bintang yang terdapat pada angka pearson
Correlation tiap indikator. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, pengujian ini
dilakukan dengan menghitung koefisien Cronbach’s Alpha (α) dari masing-
masing instrumen dalam satu variabel. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau
handal jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,6 begitu pula
sebaliknya.
Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dengan tujuan agar data
yang dihasilkan tidak menghasilkan hasil yang bias dalam pengujian. Adapun
pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolineeritas dan uji
heteroskedastisitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel dependen dan independen keduanya menguji distribusi normal
atau tidak. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya
hubungan linear antara satu variabel independen dengan variabel independen
yang lain (Ghozali, 2016:103). Sedangkan uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2016:134).
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi linear
berganda yang dilakukan dengan tiga cara, pertama secara parsial (uji t) taraf
nyata atau level of significant yang digunakan adalah 5 persen (0,05), kedua
secara simultan (uji f) dan yang ketiga adalah koefisien determinasi (R2) yang
digunakan untuk mengukur kemampuan model dalam menjelaskan variasi
variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016:95).
X1.2 0,532
X1.3 0,299
X1.4 0,623
X1.5 0,731
X1.6 0,658
X1.7 0,515
X1. 8 0,412
X1.9 0,409
X1.10 0,496
X1.11 0,379
Keahlian (X2) X2.1 0,733
X2.2 0,891
X2.3 0,757
X2.4 0,624
Valid
X2.5 0,357
X2.6 0,568
Pelatihan (X.3) X3.1 0,784
X3.2 0,848
X3.3 0,879
X3.4 0,424
X3.5 0,543
Valid
X3.6 0,407
X3.7 0,760
X3.8 0,708
X3.9 0,867
Profesionalisme X4.1 0,683
X4.2 0,643
Auditor (X4) X4.3 0,440
X4.4 0,451
X4.5 0,648
X4.6 0,631
X4.7 0,727 Valid
X4.8 0,462
X4.9 0,503
X410 0,706
X4.11 0,605
Detection Risk (Y) Y1 0,685
Y2 0,738
Y3 0,697
Valid
Y4 0,578
Y5 0,784
Y6 0,523
Y7 0,727
Sumber: Data primer diolah (2018)
Uji Reliabilitas. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki
Cronbach’s Alpha yang lebih besar dari 0,60. Hasil uji reliabilitas pada penelitian
ini dapat dilihat pada table.
Tabel Hasil Uji Realibitas
Variabel Cronbach’sAlpha Batas Reliabilitas Ket
X1 0,640 0.6 Reliable
X2 0,717 0.6 Reliable
X3 0,835 0.6 Reliable
X4 0,793 0.6 Reliable
Y 0,786 0.6 Reliable
Sumber: Data primer diolah (2018)
13
Collinearity Statistics
Pengalaman
,472 2,116
Keahlian
,349 2,869
Pelatihan
,329 3,039
Profesionalisme
,322 3,103
Uji Hipotesis.
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A. Elder, Randal J. Beasley, Mark S. 2012. Auditing and Assurance
Service. NewYork: Pearson Prentice Hall.
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS
23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Griffiths, Phil. 2005. Risk Based Auditng. Burlington: Gower
Hamzah. 2010. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
. 2013b. Standar Audit (SA) 220: Pengendalian Mutu untuk Audit Atas
--------------------------
Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
19
Latham, Gary P, dan E.A. Locke. 1990. A Theory of Goal Setting and Task
Performance. (online). The Academy of Management Review. Accesed Mei
2018
www.jstor.org.stable/258875?seq=1#page_scan_tab_contents
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 192 Tahun 2014 Tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2014. Jakarta: Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Robbins, Stephen P, dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 12,
diterjemahkan oleh: Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat.
Setiawan, Budi. 2015. Teknik Praktis Analisis Data Penelitian Sosial & Bisnis
dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset.
Sunyoto, Danang. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Yogyakarta: CAPS.
Suraida, Ida. 2005. Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko
Audit terhadap Skeptisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian
Opini Akuntan Publik. Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 3: 186-202.