Anda di halaman 1dari 20

Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Pelatihan dan Profesionalisme Auditor

terhadap Detection Risk


(Studi Kasus pada Kantor BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan)

The Effects of Experience, Expertise, Training and Auditor’s Professionalism on


Detection Risk
(An Case Study on BPKP Representative of South Sulawesi Province)

Aan Rezky Saputra


Rusman Thoeng
Muhammad Ashari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengalaman, keahlian,


pelatihan dan profesionalisme auditor berpengaruh terhadap detection risk, baik
secara parsial maupun simultan. Penelitian ini menggunakan desain korelasional
dengan instrumen kuisioner sebagai alat untuk mengukur variabel pengalaman,
keahlian, pelatihan dan profesionalisme auditor terhadap detection risk. Metode
analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi linear berganda,
analisis ini didasarkan pada data dari 80 responden atau auditor internal BPKP
Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan yang telah melengkapi seluruh pernyataan
dalam kuisioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman, keahlian,
pelatihan dan profesionalisme secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap
detection risk yang dilakukan oleh auditor BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan.

Kata kunci: pengalaman auditor, keahlian auditor, pelatihan auditor


profesionalisme auditor, detection risk.

This research aims to determine whether the experience, expertise, training and
auditor’s professionalism affect on detection risk, either partially or
simultaneously. This research used a correlational research desain. With a
questionnaire instrument as a tool for measuring experience, expertise, training
and auditor’s professionalism variables on detection risk variable. The method of
analysis is based on data from 80 respondents or internal auditors of BPKP
Representative of South Sulawei Province who have completed all the
statements in questionnaires. The results of this research indicate that
experience, expertise, training and auditor’s professionalism partially and
simultaneously affect internal auditors of BPKP the Representative of South
Sulawesi Province to do Detection risk.

Key words: Auditor’s experience, auditor’s expertise, auditor’s training, auditor’s


professionalism, detection risk
PENDAHULUAN

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) melalui Standar Audit (SA) 200
(2013:9) mengungkapkan bahwa dalam memperoleh keyakinan yang memadai,
auditor harus memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menurunkan
risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, sehingga memungkinkan
auditor untuk menarik kesimpulan wajar yang mendasari opini auditor.
Kecukupan perolehan bukti dalam suatu proses audit sangat bergantung kepada
penilaian risiko, materialitas, jumlah populasi audit dan pertimbangan atas
banyaknya transaksi yang diperiksa serta biaya dan manfaat bukti yang
diperoleh. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perolehan sebuah bukti
yaitu menilai risiko yang ada pada saat proses audit.
Pendekatan audit yang sekarang ini digunakan di seluruh dunia adalah
pendekatan audit berbasis risiko (risk-based audit) yang merupakan sebuah
metodologi yang digunakan oleh auditor untuk memberikan jaminan bahwa risiko
telah dikelola dalam batasan risiko yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan
tujuan auditor saat ini yaitu untuk menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang
dapat diterima (menekan risiko audit), auditor harus menilai risiko salah saji yang
material dan menekan risiko pendeteksian (Tuanakotta, 2013:89).
Risiko salah saji material dalam laporan keuangan berada di luar kendali
auditor. Auditor harus melakukan penilaian risiko (risk assessment) untuk
menentukan risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Langkah
berikutnya, auditor merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat
sebagai tanggapan terhadap risiko yang diniliainya, dengan kata lain menekan
risiko pendeteksian (Tuanakotta, 2013).
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor gagal mendeteksi suatu salah
saji dalam suatu asersi yang bisa berdampak material secara individu atau
tergabung dengan salah saji lainnya. Dengat kata lain, prosedur audit yang
dilakukan oleh auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material dalam laporan
keuangan. Peran individu atau auditor sangat penting dalam menekan risiko
audit sampai ke tingkat rendah yang dapat diterima. Seperti yang diketahui
bersama bahwa detection risk tidak pernah dapat diturunkan sampai keangka
nol, karena adanya kendala bawaan (inherent limitations) dalam prosedur audit,
masih diperlukannya profesional judgement auditor yang secara alamiah bisa
berbuat salah, dan sifat dari bukti yang diperiksa.
Berkaitan dengan detection risk (risiko deteksi), auditor internal memiliki
peran penting dalam mengelola risiko-risiko dan meminimalisir risiko sampai
ketingkat rendah yang dapat diterima. Hal ini dikarenakan aktivitas audit internal
dapat memberikan jaminan bahwa pengendalian internal yang dijalankan oleh
organisasi telah cukup memadai untuk memperkecil terjadinya risiko, menjamin
bahwa kegiatan operasional yang dijalankan suatu organisasi telah berjalan
secara efektif dan efisien, serta memastikan bahwa sasaran dan tujuan
organisasi telah tercapai (Hery, 2010:38).
3

Salah satu lembaga auditor internal pemerintah Indonesia adalah Badan


Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang diharapkan dapat
memperbaiki kualitas tata kelola pemerintahan yang baik (good corporate
governance) dengan mengawasi pemerintah dari dalam. Masyarakat berharap
hasil pemeriksaan dan pengawasan BPKP lebih berkualitas dan memberikan
nilai tambah yang positif bagi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Sehingga akan berdampak pada kualitas tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance).
Namun banyaknya permasalahan dalam pengelolaan keuangan di sektor
publik membuat auditor harus bekerja lebih teliti dalam melihat dan menilai risiko-
risiko yang ada di internal pemerintahan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dalam hal ini auditor eksternal mengungkap banyaknya permasalahan yang
terjadi dalam pemerintahan khususnya terhadap Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD), yang terkait dengan pengelolaan kas, persediaan, investasi
permanen dan non permanen, serta secara mayoritas disebabkan karena
pengelolaan aset yang belum akuntabel. Permasalahan aset tetap pemerintah
pada umumnya terkait dengan adanya Barang Milik Daerah (BMD) yang tidak di
catat, BMD yang tidak ada justru masih dicatat, dan BMD yang dicatat tapi tidak
didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah (www.bpkp.go.id)
Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pengendalian internal pemerintah
dianggap masih sangat kurang dalam pengelolaan aset negara dalam hal ini
auditor internal belum sepenuhnya menjalankan tugas dan wewenangnya
sebagai lembaga pengawasan keuangan dan pembangunan, serta tidak sejalan
dengan tujuan menyeluruh dilakukannya audit seperti yang terdapat dalam
Standar Audit (SA) 200 (2013:5), yaitu untuk (1) memperoleh asurans yang layak
mengenai apakah laporan keuangan secara menyeluruh bebas dari salah saji
yang material, yang disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan, untuk
memungkinkan auditor memberikan pendapat mengenai apakah laporan
keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka
pelaporan keuangan yang berlaku, dan (2) melaporkan mengenai laporan
keuangan, dan mengkomunikasikan segala sesuatunya seperti yang diwajibkan
oleh ISAs, sesuai dengan temuan auditor. Akibatnya auditor gagal menekan
risiko deteksi atau dengan kata lain prosedur audit yang di jalankan oleh auditor
gagal mendeteksi salah saji material terhadap suatu asersi.
Dalam penentuan detection risk, auditor mempertimbangkan
kemungkinan melakukan kesalahan seperti kesalahan penerapan prosedur audit
atau salah melakukan interpretasi terhadap bukti-bukti audit yang telah dihimpun.
Berkaitan dengan hal tersebut, auditor harus memiliki kompetensi yang cukup
dalam mempertimbangkan dan mendeteksi risiko-risiko yang ada pada entitas
ataupun pemerintahan. Menurut SA 200 (2013:13) bahwa prinsip-prinsip dasar
yang harus dipatuhi oleh auditor menurut kode etik salah satunya adalah
kompetensi dan kecermatan profesional. Salah satu faktor yang dapat mengukur
kompetensi seorang auditor yaitu dengan melihat pengalaman yang dimiliki oleh
auditor. Semakin berpengalaman seorang auditor dalam melakukan audit maka
akan semakin berkompeten seorang auditor tersebut atau dapat dikatakan
4

memiliki kompetensi yang cukup sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan


yang telah ditetapkan. Herliansyah (2006) menemukan bahwa pengalaman
mengurangi dampak dari informasi yang tidak relevan terhadap judgement
auditor.
Keahlian dan pelatihan auditor juga dapat berpengaruh terhadap
kelancaran dan kemampuan auditor dalam mendeteksi salah saji sehingga
diharapkan dapat menekan detection risk. Auditor dituntut untuk memiliki
keahlian dan pelatihan yang memadai sebagaimana yang diatur dalam SA 220
(2013:11) bahwa auditor dapat mempertimbangkan keahlian teknis yaitu keahlian
dalam bidang akuntansi dan audit dalam mempertimbangkan kompetensi dan
kemampuan yang tepat yang diharapkan ada pada tim audit secara keseluruhan,
dan SA 220 (2013:12) mengungkapkan bahwa kerja sama tim dan pelatihan
yang tepat bagi auditor dapat membantu tim audit yang kurang berpengalaman
memahami secara jelas tujuan pekerjaan yang ditugaskan. Dengan keahlian dan
pelatihan auditor yang memadai diharapkan mampu mencapai tujuan
dilakukannya audit yaitu untuk meminimalisir risiko-risiko yang ada pada entitas
atau pemerintahan sehingga tata kelola pemerintahan menjadi lebih baik (good
corporate governance).
Selain itu, auditor juga harus memiliki sifat profesional. Profesionalisme
dibutuhkan oleh auditor dalam mengidentifikasi dan meminimalisir risiko-risiko
tersebut. Profesionalisme auditor dipertegas dalam SA 200 (2013:9) bahwa
auditor harus menggunakan pertimbangan profesional dalam merencanakan dan
melaksanakan audit atas laporan keuangan. Dengan menggunakan
pertimbangan profesional yang dimiliki, mendorong auditor untuk melaksanakan
skeptisme profesional seperti sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Supardi
(2012) mengemukakan bahwa auditor harus melaksanakan audit untuk
meminimalisir risiko audit sampai pada tingkat yang cukup rendah berdasarkan
pertimbangan profesional yang dimiliki oleh auditor. Sehinga penentuan risiko
memerlukan pertimbangan profesional auditor.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang
menjadi perumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Apakah pengalaman auditor berpengaruh terhadap detection risk?
2. Apakah keahlian auditor berpengaruh terhadap detection risk?
3. Apakah pelatihan auditor berpengaruh terhadap detection risk?
4. Apakah profesionalisme auditor berpengaruh terhadap detection risk?
5. Apakah pengalaman, keahlian, pelatihan dan profesionalisme auditor
berpengaruh terhadap detection risk ?

Goal setting theory. Teori ini dikemukakan oleh Locke pada tahun 1978. Teori
ini menjelaskan bahwa individu atau karyawan yang memahami tujuan yang
diharapkan organisasi terhadapnya maka akan berpengaruh terhadap perilaku
kerjanya. Locke and Latham (1990) menegaskan bahwa kinerja tugas (task
performance) diatur secara langsung oleh tujuan yang berusaha dilaksanakan
oleh individu. Usaha untuk mencapai sebuah tujuan merupakan sumber motivasi
5

kerja yang utama. Tujuan akan memberi tahu individu apa yang seharusnya
dilakukan dan seberapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. Locke (1990)
menjelaskan bahwa tujuan yang sulit menghasilkan prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tujuan yang mudah. Demikian halnya dengan tujuan
yang spesifik (jelas) dan menantang akan menghasilkan prestasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tujuan yang bersifat abstrak. Teori ini
mengasumsikan bahwa terdapat hubungan langsung antara tujuan dan kinerja.
Jika individu mengetahui tujuan yang sebenarnya ingin dicapai
oleh suatu organisasi, maka mereka akan lebih termotivasi untuk
mengarahkan usaha yang dapat meningkatkan kinerja mereka. Teori ini
menunjukkan bahwa auditor harus memahami tujuan dan apa yang
diharapkan atas hasil kinerjanya. Ketika auditor memahami tujuannya,
auditor diharapkan akan berkomitmen dan berusaha dalam mencapai
tujuan tersebut dengan dukungan pengalaman, keahlian, dan
profesionalisme yang dimiliki dan pelatihan yang telah diikuti oleh auditor
semakin membuat auditor termotivasi mencapai tujuan, yaitu
meminimalisir risiko sampai ke tingkat rendah yang dapat diterima
sehingga membuat kinerja audit yang dilakukan menjadi berkualitas.

Detection Risk. SA 200 (2013:7) mengungkapkan bahwa risiko deteksi


(detection risk) adalah risiko bahwa prosedur audit yang dilaksanakan oleh
auditor tidak akan dapat mendeteksi suatu kesalahan penyajian material dalam
menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, baik secara
individu maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian
lainnya. Risiko deteksi sepenuhnya merupakan hasil dari keputusan pengujian
yang dilakukan oleh auditor, yang mengindikasikan kemampuan auditor dalam
mendeteksi risiko atau salah saji terhadap suatu asersi. semakin besar nilai DR
(Detection Risk) maka semakin besar kemungkinan audit tidak dapat mendeteksi
adanya salah saji.
Menurut Jusup (2014:326) mengungkapkan bahwa risiko deteksi adalah
risiko yang timbul karena bukti audit tidak berhasil mendeteksi kesalahan
penyajian yang melebihi kesalahan yang dapat ditoleransi. Hal ini
mengindikasikan bahwa risiko deteksi merupakan fungsi dari efektivitas suatu
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul karena
ketidakpastian yang ada pada saat auditor memilih suatu prosedur audit yang
tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau
menafsirkan secara keliru hasil audit. ketidakpastian seperti ini harus dapat
diperkecil sampai pada tingkat yang dapat diterima.
SA 200 (2013:18) mengungkapkan bahwa hal-hal seperti, perencanaan
memadai, penugasan personel yang tepat ke dalam tim perikatan, penerapan
skeptitisme profesional dan supervisi dan reviu atas pekerjaan audit yang telah
dilaksanakan membantu meningkatkan efektivitas prosedur audit dan
penerapannya, serta mengurangi kemungkinan bahwa auditor memilih prosedur
audit yang tidak tepat atau salah menginterpretasikan hasil audit.
6

Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi.


Risiko bawaan dan risiko pengendalian tetap ada, terlepas dari dilakukan atau
tidaknya audit atas laporan keuangan. Sedangkan risiko deteksi berhubungan
dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri.
Seperti yang ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Unsur Risiko Audit


Risiko Sifat Sumber
Inherent Risk Laporan keuangan Tujuan/operasi entitas dan
(Risiko Bawaan) dan mungkin/berpotensi rancangan/implementasi
Control Risk (Risiko mengandung salah pengendalian internal oleh
Pengendalian saji yang material. manajemen
Detection Risk Auditor mungkin gagal Sifat dan luasnya prosedur
(Risiko mendeteksi salah saji audit yang dilaksanakan
Pendeteksian) yang material dalam auditor.
laporan keuangan.
Sumber : Tuanakotta (2013:89)

Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan
risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang
diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima.
Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang
diyakini oleh auditor, maka semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima.

Pengalaman Auditor. Dalam mengelolah risiko, auditor harus memiliki


pengalaman yang memadai seperti yang diungkapkan dalam SA 300 (2013:7)
poin pertama, dalam penerapan strategi audit secara keseluruhan membantu
auditor untuk menentukan sumber daya yang dialokasikan untuk area audit
tertentu, seperti penggunaan anggota tim audit dengan pengalaman yang tepat
untuk area yang berisiko tinggi atau keterlibatan pakar dalam hal-hal yang
kompleks. Hal ini menegaskan bahwa tim audit yang memeriksa area yang
berisiko tinggi adalah auditor yang memiliki pengalaman yang memadai. Dalam
hal ini, auditor diwajibkan memiliki pengalaman yang cukup dalam mendeteksi
risiko-risiko dalam suatu laporan keuangan. Pengalaman merupakan faktor
penting yang harus dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan tanggung
jawabnya. Pengalaman kerja tersebut dapat memperdalam dan memperluas
kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama,
maka semakin terampil dan semakin cepat dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Teori penetapan tujuan (goal setting theory) mengungkapkan bahwa
kinerja tugas (task performance) diatur secara langsung oleh tujuan yang
berusaha dilaksanakan oleh individu (Locke and Latham, 1990). Tujuan tersebut
akan memberi tahu individu apa yang seharusnya dilakukan dan seberapa
banyak usaha yang harus dikeluarkan. Erez and Zidon (1984) dalam Locke and
Latham (1990) mengungkapkan bahwa agar tujuan mempengaruhi kinerja, maka
harus ada komitmen terhadap suatu tujuan, yaitu individu harus berusaha
7

mencapainya. Locke (1990) juga menjelaskan bahwa tujuan yang sulit


menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan yang
mudah.
Begitu pula auditor internal dalam melaksanakan kegiatan audit dengan
tujuan untuk menekan atau meminimalisir risiko sampai ketingkat rendah yang
dapat diterima agar kinerja (prestasi) auditor semakin tinggi . Dalam mencapai
tujuan tersebut tentunya tidak mudah, auditor harus mampu mendeteksi salah
saji yang terdapat pada asersi-asersi dalam laporan keuangan, baik material
maupun tidak. Oleh karena itu, auditor membutuhkan dukungan kompetensi
seperti pengalaman yang dimiliki oleh auditor dalam mendeteksi risiko-risiko
tersebut sehingga tujuan auditor untuk menekan risiko deteksi sampai ketingkat
rendah dapat diterima. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berkut:

H1 : Pengalaman auditor berpengaruh terhadap detection risk

Keahlian Auditor. Sesuai dengan landasan teori yang telah dipaparkan, teori
penetapan tujuan (goal setting theory) menjelaskan bahwa bagaimana
seseorang mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya agar
mendapatkan prestasi (kinerja) yang tinggi. Pada penelitian ini, teori penetapan
tujuan digunakan untuk menjelaskan bagaimana seorang auditor dalam
mencapai kinerja atau tujuannya dalam melakukan tugas audit yaitu mendeteksi
dan meminimalisir risikoi-risiko (detection risk). Untuk mencapai tujuan tersebut,
diperlukan keahlian yang cukup di bidang audit agar dapat mendeteksi risiko-
risiko yang ada dalam laporan keuangan, baik material maupun tidak. Sehingga
auditor akan mencapai tujuannya yaitu meminimalisir risiko sampai ketingkat
rendah yang dapat diterima.
Keahlian audit yaitu mencakup seluruh pengetahuan auditor dalam dunia
audit, hal ini memiliki tolak ukur, diantaranya adalah tingkat sertifikasi pendidikan
dan jenjang pendidikan sarjana formal. Auditor yang memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi akan berperilaku pantas sesuai dengan ekspektasi
auditor dan lingkungan tempat auditor bekerja (Kushasyandita, 2012). Oleh
karena itu, auditor yang memiliki keahlian yang memadai akan mampu
mendeteksi dan meminimalisir risiko-risiko dalam proses audit. Hal ini juga
dipertegas dalam SA 220 (2013:11) bahwa ketika mempertimbangkan
kompetensi dan kemampuan yang tepat yang diharapkan ada pada tim audit
secara keseluruhan, auditor dapat mempertimbangkan keahlian teknis yaitu
keahlian dalam bidang akuntansi dan audit. SA 220 ini mengungkapkan dengan
jelas bahwa keahlian teknis yang memadai harus dimiliki oleh auditor dalam
mengaudit dan meminimalisir risiko dengan baik. Berdasarkan penjelasan diatas,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Keahlian auditor berpengaruh terhadap detection risk


8

Pelatihan Auditor. Gaffar (2015) mengatakan bahwa salah satu faktor penentu
kualitas audit adalah karakteristik pemahaman auditor yang disebabkan oleh
suatu faktor internal yang mendorong seseorang untuk mengetahui, memahami
dan mempelajari sesuatu. Keberhasilan auditor dalam menilai risiko berdampak
pada kualitas audit. Dalam menilai dan meminimalisir risiko-risiko yang ada,
auditor harus memiliki pelatihan yang memadai. Sebagaimana yang diungkapkan
dalam SA 220 (2013:12) bahwa kerja sama tim dan pelatihan yang tepat bagi
auditor dapat membantu tim audit yang kurang berpengalaman memahami
secara jelas tujuan pekerjaan yang ditugaskan.
Locke (1990), mengungkapkan dalam teori penetapan tujuan (goal setting
theory) bahwa tujuan-tujuan yang sifatnya spesifik atau sulit cenderung
menghasilkan kinerja yang lebih tinggi di bandingkan dengan tujuan yang
mudah. Individu harus memegang komitmen yang kuat untuk mencapai
tujuannya. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan kinerja yang baik auditor harus
mendapatkan pelatihan yang cukup untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini
dikarenakan bahwa pelatihan auditor dapat membentuk kompetensi seorang
auditor menjadi lebih tinggi sehingga dapat mempengaruhi kinerja (prestasi)
seorang auditor.
Kinerja auditor ditentukan dengan pencapaian auditor dalam mendeteksi
risiko-risiko yang ada atau salah saji material dalam laporan keuangan. Oleh
karena itu, pelatihan yang cukup dapat membentuk kemampuan auditor dalam
mendeteksi risiko yang ada. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Pelatihan auditor berpengaruh terhadap detection risk

Profesionalisme Auditor. Menurut Agustia (2005), “profesionalisme berarti


menjalankan suatu profesi dengan kesungguhan dan integritas tinggi guna
mencapai hasil yang sempurna”. Auditor harus memiliki profesionalisme dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang yang profesional dalam
bidang profesinya. Hal ini dipertegas dalam SA 200 (2013:16) bahwa auditor
harus menggunakan pertimbangan profesional dalam merencanakan dan
melaksanakan audit atas laporan keuangan. Pertimbangan profesional tersebut
merupakan hal penting untuk melaksanakan audit secara tepat. Hal ini
dikarenakan interpretasi ketentuan etika dan SA yang relevan, serta keputusan
yang telah diinformasikan yang diharuskan selama audit tidak dapat dibuat tanpa
penerapan pengetahuan dan pengalaman yang relevan pada fakta dan kondisi
terkait. Pertimbangan profesional tersebut diperlukan terutama dalam membuat
keputusan tentang materialitas dan risiko. Keahlian dan pelatihan merupakan
unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor untuk menjadi profesional.
Menurut Makuraga (2017), dalam melaksanakan tugas audit sampai pada
pernyataan pendapat, auditor harus bersikap profesional dalam bidang akuntansi
dan auditing.
Dalam penelitian ini variabel profesionalisme auditor dihubungkan dengan
detection risk yang berlandaskan pada teori penetapan tujuan (goal setting
9

theory). Teori tersebut mampu menjelaskan bahwa auditor harus memiliki


pengetahuan yang cukup untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Teori penetapan tujuan menjelaskan bahwa ketercapaian suatu tujuan
seseorang ditentukan dengan motivasi seseorang dalam mencapai suatu tujuan.
Teori ini mengungkapkan bahwa tujuan yang sulit dapat membuat seseorang
lebih termotivasi dalam mencapai tujuan tersebut dan mendapatkan kinerja
(prestasi) yang tinggi.
Hal ini dapat dikaitkan dengan tujuan seorang auditor yaitu untuk
meminimalisir risiko-risiko yang ada dengan mengidentifikasi risiko-risiko yang
terdapat pada suatu asersi. Auditor akan mampu mencapai tujuan tersebut
dengan memiliki sifat profesional (profesionalisme) dalam mengidentifikasi salah
saji yang terdapat pada suatu asersi guna menghasilkan audit yang berkualitas
dan berdampak pada kinerja (prestasi) yang diperoleh oleh auditor. Berdasarkan
berbagai penjelasan diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Profesionalisme auditor berpengaruh terhadap detection risk.

Menurut teori penetapan tujuan (goal setting theory), menegaskan bahwa


kinerja tugas (task performance) diatur secara langsung oleh tujuan yang
berusaha dilaksanakan oleh individu. Usaha untuk mencapai sebuah tujuan
merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Tujuan akan memberi tahu
individu apa yang seharusnya dilakukan dan seberapa banyak usaha yang harus
dikeluarkan. Begitupun juga dengan tujuan seorang auditor dalam
melaksanakan tugas untuk mencapai suatu kualitas kerja yang baik yaitu laporan
keuangan yang dapat diandalkan, diperlukan kinerja yang baik dan tepat dalam
melakukan audit yaitu mengidentifikasi dan mendeteksi risiko atau salah saji
yang terdapat pada suatu asersi. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut.

H5 : Pengalaman, keahlian, pelatihan dan profesionalisme auditor


berpengaruh terhadap detection risk.

METODE PENELETIAN

Rancangan Penelitian. Penelitian ini menggunakan desain korelasional, yakni


terdapat pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif. Data diperoleh dari BPKP
Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data primer. Data tersebut berupa kuisioner yang akan
diisi atau dijawab oleh responden auditor pada kantor BPKP Perwakilan Provinsi
Sulawesi Selatan. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh pengalaman,
keahlian, pelatihan dan profesionalisme auditor terhadap detection risk.

Populasi dan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang
bekerja pada Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
10

Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 115 orang


(www.bpkp.go.id/sulsel). Karena populasi dalam penelitian ini memiliki
homogenitas tinggi (auditor internal), maka tidak semua auditor tersebut menjadi
objek dalam penelitian ini. Oleh karena itu, dilakukan pengambilan sampel.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode slovin. Berdasarkan rumus slovin yang telah dijabarkan, maka sampel
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 90 sampel (pembulatan
dari 89,32). Jumlah tersebut ditetapkan dengan asumsi tingkat pengembalian
kuisioner minimal 80%.

Operasionalisasi Variabel. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian


ini adalah detection risk, yaitu risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh
auditor untuk menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima
tidak akan mendeteksi suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin
material, baik secara individual maupun secara kolektif, yang diukur
menggunakan indikator Efektivitas prosedur audit yang meliputi, (1) Perencanaan
yang memadai, (2) Supervisi dan review atas pekerjaan audit yang dilaksanakan,
yang bersumber pada SA 200.A43, yang dikembangkan oleh ibrahim (2015) dan
Arifiyanto (2009).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari (1)
pengalaman yang dikembangkan oleh Afifah (2015), yaitu pengalaman yang
dimiliki auditor dalam melakukan audit yang dilihat dari segi lamanya bekerja
sebagai auditor dan banyaknya tugas yang telah dilakukan, (2) Keahlian yang
dikembangkan oleh Hasyim (2013), yaitu keterampilan dari seorang ahli yang
diukur dari segi pendidikan formal, keikutsertaan dalam pelatihan teknis atau
seminar, dan pendidikan profesional yang berkelanjutan, (3) Pelatihan yang
dikembangkan oleh Afifah (2015), yaitu suatu progarm pendidikan jangka pendek
yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas,
yang diukur dengan pernyataan mengenai kesadaran pengembangan
profesionalisme melalui pelatihan, pernah mengikuti pelatihan atau tidak, dan
kesadaran pentingnya arahan dari auditor senior terhadap auditor pemula
sebagai sarana pelatihan, (4) Profesionalisme auditor dikembangkan oleh Afifah
(2015), yaitu seseorang auditor dalam menjalankan tugas-tugasnya dengan
kecermatan yang dilihat dari segi pengabdian pada profesi, kewajiban sosial,
kemandirian, hubungan sesama profesi dan keyakinan terhadap peraturan
profesi.

Instrumen Penelitian. Penelitian ini menggunakan kuisioner sebagai instrumen


peneltian untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini yang diukur dengan
menggunakan skala likert. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur
pengalaman, pelatihan dan profesionalisme auditor adalah kuisioner dari
penelitian Afifah (2015), keahlian auditor dari kuisioner Hasyim (2013) dan
detection risk dari penelitian Ibrahim (2015). Kuisioner akan diisi atau dijawab
11

oleh auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)


Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.

Analisis Data. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan alat analisis statis
SPSS. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
regresi linear berganda (multiple Regression Analysis).
Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan uji kualitas data dengan uji
validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas digunakan untuk mengetahui sejauh
mana ketepatan dan ketelitian instrumen penelitian (kuisioner) dalam melakukan
fungsi ukurnya (Setiawan, 2015:133). Data akan dinyatakan valid jika tingkat
signifikansi di bawah 0,05 dengan menggunakan korelasi bivariate. Data yang
signifikan ditandai dengan tanda bintang yang terdapat pada angka pearson
Correlation tiap indikator. Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, pengujian ini
dilakukan dengan menghitung koefisien Cronbach’s Alpha (α) dari masing-
masing instrumen dalam satu variabel. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau
handal jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha di atas 0,6 begitu pula
sebaliknya.
Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dengan tujuan agar data
yang dihasilkan tidak menghasilkan hasil yang bias dalam pengujian. Adapun
pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolineeritas dan uji
heteroskedastisitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel dependen dan independen keduanya menguji distribusi normal
atau tidak. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya
hubungan linear antara satu variabel independen dengan variabel independen
yang lain (Ghozali, 2016:103). Sedangkan uji heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2016:134).
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi linear
berganda yang dilakukan dengan tiga cara, pertama secara parsial (uji t) taraf
nyata atau level of significant yang digunakan adalah 5 persen (0,05), kedua
secara simultan (uji f) dan yang ketiga adalah koefisien determinasi (R2) yang
digunakan untuk mengukur kemampuan model dalam menjelaskan variasi
variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016:95).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Validitas. Kriteria yang digunakan untuk menyatakan suatu instrumen


dianggap valid atau layak digunakan dalam pengujian hipotesis apabila Pearson
Correlation lebih besar dari 0,05 dengan menggunakan perangkat SPSS. Hasil
uji pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel.

Tabel Hasil Uji Validitas

Variabel Item Pearson Correlation Ket

Keahlian (X1) X1.1 0,362 Valid


12

X1.2 0,532
X1.3 0,299
X1.4 0,623
X1.5 0,731
X1.6 0,658
X1.7 0,515
X1. 8 0,412
X1.9 0,409
X1.10 0,496
X1.11 0,379
Keahlian (X2) X2.1 0,733
X2.2 0,891
X2.3 0,757
X2.4 0,624
Valid
X2.5 0,357
X2.6 0,568
Pelatihan (X.3) X3.1 0,784
X3.2 0,848
X3.3 0,879
X3.4 0,424
X3.5 0,543
Valid
X3.6 0,407
X3.7 0,760
X3.8 0,708
X3.9 0,867
Profesionalisme X4.1 0,683
X4.2 0,643
Auditor (X4) X4.3 0,440
X4.4 0,451
X4.5 0,648
X4.6 0,631
X4.7 0,727 Valid
X4.8 0,462
X4.9 0,503
X410 0,706
X4.11 0,605
Detection Risk (Y) Y1 0,685
Y2 0,738
Y3 0,697
Valid
Y4 0,578
Y5 0,784
Y6 0,523
Y7 0,727
Sumber: Data primer diolah (2018)

Uji Reliabilitas. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki
Cronbach’s Alpha yang lebih besar dari 0,60. Hasil uji reliabilitas pada penelitian
ini dapat dilihat pada table.
Tabel Hasil Uji Realibitas
Variabel Cronbach’sAlpha Batas Reliabilitas Ket
X1 0,640 0.6 Reliable
X2 0,717 0.6 Reliable
X3 0,835 0.6 Reliable
X4 0,793 0.6 Reliable
Y 0,786 0.6 Reliable
Sumber: Data primer diolah (2018)
13

Uji Normalitas. Metode yang dipakai untuk mengetahui kenormalan model


regresi adalah Normal P-Plot. Distribusi data dinyatakan normal apabila data
menyebar disekitar garis diagonal atau mengikuti garis diagonal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas. Hasil uji normalitas pada penelitian ini
dapat dilihat pada gambar.

Gambar 4.1 Uji Normalitas

Sumber: Data primer diolah (2018)

Uji Multikolinieritas. . Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinieritas,


maka dapat dilihat dari nilai Varians Inflation Factor (VIF). Bila angka VIF ada
yang melebihi 10, berarti terjadi multikolinieritas

Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinieritas

Collinearity Statistics

Model Tolerance VIF


1 (Constant)

Pengalaman
,472 2,116
Keahlian
,349 2,869
Pelatihan
,329 3,039
Profesionalisme
,322 3,103

Sumber: Data primer diolah (2018)


14

Berdasarkan tabel 4.9 tentang hasil uji multikolinieritas, dimana ke empat


variabel independen tersebut memiliki nilai VIF kurang dari 10 dan nilai
tolerancenya lebih dari 0,1. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam
model regresi pada penelitian ini tidak terdapat masalah multikolinieritas dan
analisis model regresi ini dapat digunakan.

Uji Heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas menampilkan titik-titik hasil


pengolahan data tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas
dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur.
Sehingga dapat dikatakan model regresi bersifat homoskedastisitas.

Uji Hipotesis.

Tabel Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.


1 (Constant)
-12,269 2,536 -4,838 ,000
Pengalaman
,230 ,081 ,225 2,861 ,005
Keahlian
,345 ,150 ,210 2,292 ,025
Pelatihan
,268 ,106 ,237 2,524 ,014
Profesionalisme
,276 ,078 ,338 3,552 ,001
15

Sumber: Data primer diolah (2018)

Dari tabel tersebut dapat dilihat model persamaan regresi linear


berganda dengan menggunakan SPSS yaitu Unstandardized Coefficients
sebagai berikut.
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e
Dimana.
Y= -12,269 + 0,225 X1 + 0,210 X2 + 0,237 X3 + 0,338 X4 + e
Hasil dari analisis regresi linear berganda ini menunjukkan
bahwa pengalaman, keahlian, pelatihan dan profesionalisme auditor
memiliki pengaruh terhadap detection risk

Uji Statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen


secara individual menjelaskan variabel dependen dengan tingkat signifikansi
0,05. Jika nilai signifikansi <0.05 maka hipotesis yang diajukan diterima atau
signifikan, sedangkan jika nilai signifikansi > 0.05 maka hipotesis yang diajukan
ditolak atau tidak signifikan. Adapun metode dalam penentuan t tabel
menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan df= n-k-1 (dalam penelitian ini
df=80-5-1=74) sehingga didapat nilai t-tabel sebesar 1,665. Berikut merupakan
hasil uji signifikansi parameter individual (uji t).
Hasil pengujian hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa keahlian
bepengaruh positif terhadap detection risk. Terlihat pada tabel 4.10 nilai
koefisien regresi variabel keahlian (X2) sebesar 0,210. Nilai koefisien regresi
pada tingkat signifikansi 0,05 dengan p value sebesar 0,025 (0,025 < 0,05).
Nilai t hitung sebesar 2,292 sedangkan t tabel sebesar 1,665. Dengan
demikian, nilai t hitung >t tabel, maka H2 diterima. Hal in mengindikasikan
bahwa auditor wajib memiliki keahlian yang memadai dalam melakukan tugas
audit agar dapat menyelesaikan kompleksitas tugas dalam proses audit.
Keahlian tersebut merupakan suatu unsur penting yang harus dimiliki oleh
semua atau setiap auditor yang bekerja sebagai tenaga profesional agar dapat
menyelesaikan tugas audit.
16

Semua organisasi pemeriksa atau organisasi yang melaksanakan tugas


audit bertanggung jawab untuk memastikan setiap pemeriksaan dilaksanakan
oleh para pemeriksa yang memiliki keahlian untuk melaksanakan tugas
tersebut (SA 220, 2013). Dengan keahlian auditor yang memadai dapat
membantu auditor dalam mendeteksi risiko-risiko sehingga dapat meminimalisir
risiko tersebut. Teori penetapan tujuan (goal setting theory) menjelaskan bahwa
tujuan akan memberi tahu individu apa yang harus dilakukan dan berapa
banyak usaha yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, pengalaman
merupakan faktor yang mendukung individu atau auditor dalam mencapai suatu
tujuannya yaitu untuk mendeteksi risiko sehingga dapat meminimalisir risiko
sampai ketingkat rendah yang dapat diterima. Semakin ahli seorang auditor
maka akan semakin mudah auditor dalam mendeteksi risiko-risiko yang ada.
Hasil pengujian hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa pelatihan
berpengaruh positif terhadap detection risk. Terlihat pada tabel 4.10 nilai
koefisien regresi variabel keahlian (X3) sebesar 0,237. Nilai koefisien regresi
pada tingkat signifikansi 0,05 dengan p value sebesar 0,014 (0,014 < 0,05).
Nilai t hitung sebesar 2,524 sedangkan t tabel sebesar 1,665. Dengan
demikian, nilai t hitung >t tabel, maka H3 diterima. Berdasarkan hasil tersebut,
menunjukkan bahwa semakin banyak pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh
auditor maka semakin berkompeten seorang auditor dalam menjalankan tugas
audit sehingga membuat auditor mampu dalam mendeteksi risiko atau salah
saji yang terdapat dalam laporan keuangan dan dapat meminimalisir risiko-
risiko tersebut. Seperti yang diungkapkan pada teori penetapan tujan, pelatihan
auditor dapat mendukung individu atau auditor dalam mencapai tujuannya
sehingga dapat membuat auditor semakin termotivasi dalam mencapai tujuan
tersebut dalam hal ini mendeteksi risiko-risiko sehingga dapat meminimalisir
risiko-risiko yang ada.
Hasil pengujian hipotesis keempat (H4) yang menyatakan bahwa
profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap detection risk. Terlihat
pada tabel 4.10 nilai koefisien regresi variabel profesionalisme auditor (X4)
sebesar 0,338. Nilai koefisien regresi pada tingkat signifikansi 0,05 dengan p
value sebesar 0,001 (0,001 < 0,05). Nilai t hitung sebesar 3,552 sedangkan t
tabel sebesar 1,665. Dengan demikian, nilai t hitung > t tabel, maka H4
diterima. . Hal ini mengindikasikan bahwa profesionalisme auditor merupakan
faktor penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam melakukan tugas
audit yang memiliki banyak persoalan kompleks. Seperti yang diungkapkan
dalam SA 200 (2013:16) bahwa auditor harus menggunakan pertimbangan
profesional dalam merencanakan dan melaksanakan audit. Pertimbangan
profesional tersebut diperlukan terutama dalam membuat keputusan tentang
materialitas dan risiko. Oleh karena itu, semakin tinggi atau semakin baik
profesionalisme auditor dalam menjalankan tugasnya, akan membuat auditor
dapat mengidentifikasi dan mendeteksi risiko-risiko atau kesalahan penyajian
yang berdampak material dalam laporan keuangan sehingga dapat
meminimalisir risiko tersebut sampai ketingkat rendah yang dapat diterima.
Teori penetapan tujuan (goal setting theory) menunjukkan bahwa auditor
mampu memahami tujuan dan apa yang dia harapkan atas hasil kinerjanya.
17

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan mengenai pengaruh


pengalaman, keahlian, pelatihan dan profesionalisme auditor terhadap detection
risk (studi kasus pada Kantor BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan), maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini berhasil mendukung semua hipotesis yang
diajukan, adapun penjelasan rinciannya yaitu sebagai berikut.
1. Pengalaman auditor berpengaruh terhadap detection risk.
2. Keahlian auditor berpengaruh terhadap detection risk.
3. Pelatihan auditor berpengaruh terhadap detection risk.
4. Profesionalisme auditor berpengaruh terhadap detection risk.
5. Pengalaman, keahlian, pelatihan dan profesionalisme auditor
berpengaruh terhadap detection risk

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Binti. 2015. Pengaruh Pengalaman, Pelatihan Profesional, dan Tindakan


Supervisi Terhadap Profesionalisme Auditor Pemula. UNY, Yogyakarta:
Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri
Yogyakarta.

Arifiyanto, Yogy. 2009. Pengerauh Risiko Audit dan Independensi Auditor


terhadap Opini Audit (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di
Jakarta). Skripsi. Jakarta: Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Agrah, Febreilah. 2017. Pengaruh Pendidikan, Pengalaman dan Peranan


Supervisor terhadap Kualitas Audit Internal Pemerintah. Skripsi. Makassar:
Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Agustia, Dian. 2005. Pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Kepuasan


Kerja, Komitmen Organisasi dan Prestasi Kerja serta Turnover Inventions
di Jawa Bali. Disertasi. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas
Airlangga.

Arens, Alvin A. Elder, Randal J. Beasley, Mark S. 2012. Auditing and Assurance
Service. NewYork: Pearson Prentice Hall.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Badan


Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta: Tim Penyusun SPKN.

Dematriou, Andreas, Michael Syahrir dan Anastasia Efklides. 2005. Neo-


Piagetian Theories of Cognitive Development. Taylor: Routledge.
18

Gaffar, Muh. Ichsan. 2015. Pengaruh Tingkat Pemahaman Pengendalian Internal


terhadap Kualitas Audit. Skripsi. Makassar: Program Sarjana Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Univeristas Hasanuddin.

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS
23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Griffiths, Phil. 2005. Risk Based Auditng. Burlington: Gower

Hall, Richard. 1968. Profesionalism and Bureacratization. American Sociological


Review, (Online), Vol. 33, No. 1, pp. 92-104, (http://www.jstor.org/stable/,
diakses 24 Februari 2018).

Hamzah. 2010. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi
Aksara

Hasyim, Wahid. 2013. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Auditor dalam


Memberikan Opini Audit atas Laporan Keuangan (Studi pada BPK RI
Perwakilan Sulawesi Selatan). Skripsi. Makassar: Program Sarjana
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Heider, Fritz. 1958. The Psychology of Interpersonal Relations. Kansas: John


Wiley.

Herliansyah, Yudhi. 2006. Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Penggunaan


Bukti tidak Relevan dalam Auditor Judgment. Universitas Mercu Buana.
Bulletin Penelitian No. 10.
Hery. 2010. Potret Profesi Audit Internal di Perusahaan Swasta & BUMN
Terkemuka. Jakarta: Alfabeta

Hudayati, Ataina. 2002. Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan


Berbagai Teori dan Pendekatan yang Melandasi. JAAI Volume 6 No. 2.

Ibrahim, Khairurrijal. 2015. Pengaruh Tekanan Waktu, Risiko Audit, Tindakan


Supervisi, dan Materialitas terhadap Penghentian Prematur atas Prosedur
Audit (Studi Empiris pada BPK RI Perwakilan Sulawesi Selatan). Skripsi.
Makassar: Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnin Universitas
Hasanuddin.

Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Professional Akuntan Publik.


Jakarta: Salemba Empat.

. 2013a. Standar Audit (SA) 200: Tujuan Keseluruhan Auditor


--------------------------
Independen dan Pelaksanaan Audit Berdasarkan Standar Audit. Jakarta:
Salemba Empat.

. 2013b. Standar Audit (SA) 220: Pengendalian Mutu untuk Audit Atas
--------------------------
Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
19

. 2013c. Standar Audit (SA) 300: Perencanaan Suatu Audit atas


--------------------------
Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

. 2013d. Standar Audit (SA) 315: Pengindentifikasian dan Penilaian


--------------------------
Risiko Kesalahan Penyajian Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan
Lingkungannya. Jakarta: Salemba Empat.

Jusup, Al. Haryono.2014. Auditing Pengauditan Berbasis ISA. Ed. 2. Yogyakarta:


STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi).

Kushasyandita, RR. Sabhrina. 2012. Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi


Audit, Etika dan Gender terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
melalui Skeptitisme Profesional Auditor. Skripsi. Semarang: Program
Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro.

Latham, Gary P, dan E.A. Locke. 1990. A Theory of Goal Setting and Task
Performance. (online). The Academy of Management Review. Accesed Mei
2018
www.jstor.org.stable/258875?seq=1#page_scan_tab_contents

Maengkom, Michael Chornelis. 2016. Pengaruh Keahlian Audit,Kompleksitas


Tugas dan Locus Of Control Eksternal terhadap Audit Judgment. Skripsi.
Makassar: Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin.

Markuraga, Hiraz Ghibran Firdaus. 2017. Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan


Auditor terhadap Audit Risk dengan Profesionalisme Auditor sebagai
Variabel Mediasi pada BPKP Perwakilan Sulawesi Selatan. Skripsi.
Makassar: Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin.

Moeller, Robert R. 2009. Brink’s Modern Internal Auditing A Common Body of


Knowledge. Hoboken: Wiley Corporate F & A.

Nadhiroh, Siti.Asih. 2010. Pengaruh Kompleksitas Tugas, Orientasi Tujuan, dan


Self-Efficacy terhadap Kinerja Auditor Internal dalam Pembuatan Audit
Judgement (Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Semarang). Skripsi tidak
diterbitkan. Semarang : Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 192 Tahun 2014 Tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2014. Jakarta: Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Pratiwi, Ristha. 2013. Pengaruh Pengalaman dan Keahliaan Auditor Terhadap


Audit Risk. Skripsi tidak diterbitkan. UMI, Makassar
20

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Online). Jakarta:


Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/).

Robbins, Stephen P, dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 12,
diterjemahkan oleh: Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat.

. 2015. Perilaku Organisasi, Edisi 16, diterjemahkan oleh: Diana


--------------------------
Angelica. Jakarta: Salemba Empat.

Safitri, Devi. 2014. Pengaruh Independensi Auditor dan Gaya Kepemimpinan


terhadap Kinerja Auditor dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel
Intervening. Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis, 11 (2).

Sanusi, Anwar. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Setiawan, Budi. 2015. Teknik Praktis Analisis Data Penelitian Sosial & Bisnis
dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset.

Sunyoto, Danang. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Yogyakarta: CAPS.

-------------------------- . 2013. Metodologi Penelitian Akuntansi. Bandung: Refika Aditama

Supardi, Deddy. 2012. Pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Risiko Audit.


Jurnal Akuntansi/Volume XVI, No. 01.

Suraida, Ida. 2005. Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko
Audit terhadap Skeptisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian
Opini Akuntan Publik. Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 3: 186-202.

Tuanakotta, T. M. 2013. Audit Berbasis ISA (International Standards on


Auditing). Jakarta: Salemba Empat.

Wibowo. 2015. Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

www.bpkp.go.id/sulsel (Diakses pada tanggal 26 Desember 2017)

Anda mungkin juga menyukai