Anda di halaman 1dari 5

Muhammad Fadil Asri

A062211040

RMK 1

FILSAFAT AKUNTANSI, PENDEKATAN ILMIAH, DAN PENDEKATAN


ALTERNATIF DALAM PENELITIAN

Filsafat Akuntansi

Pengetahuan diproduksi oleh manusia, untuk manusia, serta tentang manusia


dengan lingkungan sosial dan fisiknya. Akuntansi pun demikian, seperti wacana
berbasis empiris lainnya, ia berusaha untuk memediasi hubungan antara manusia,
kebutuhan mereka, dan lingkungan mereka. Dan dalam hubungan timbal balik,
pemikiran akuntansi itu sendiri berubah ketika manusia, lingkungan, dan persepsi
mereka tentang kebutuhan mereka berubah.

Secara kolektif, terdapat tiga rangkaian yang menggambarkan sebuah cara pandang
dan penyelusuran dunia.

Rangkaian yang pertama mengenai objek studi (ontologi). Ontologi adalah asumsi
terhadap sifat dasar dari “sesuatu” yang sedang dipelajari; Rangkaian kedua
berkaitan dengan gagasan pengetahuan (epistemologi). Epistemologi menentukan
apa yang dianggap sebagai kebenaran yang dapat diterima dengan menetapkan
kriteria dan proses penilaian atas klaim kebenaran; Rangkaian ketiga mengenai
hubungan antara pengetahuan dan dunia empiris (aksiologi). Aksiologi mencoba
menjawab pertanyaan seperti “apa tujuan pengetahuan di dalam dunia praktik?”.
Dengan demikian aksiologi bertujuan untuk menggapai kemaslahatan manusia.

Perbedaan cara pandang terhadap ontologi, epistemologi, dan aksiologi akan


membentuk pemikiran atau paradigma akuntansi yang berbeda-beda serta akan
mempengaruhi pendekatan riset suatu penelitian. Oleh karena itu, setidaknya
menurut Chua (1986) terdapat 3 jenis pemikiran akuntansi yang muncul.

1. Pemikiran akuntansi mainstream


- Ontologi : realitas empiris itu objektif dan eksternal terhadap subjek.
- Epistemologi : teori dipisahkan dari observasi yang mana dapat digunakan
untuk memverifikasi dan meniru sebuah teori.
- Aksiologi : akuntansi menentukan cara, bukan tujuan.
Muhammad Fadil Asri
A062211040

2. Alternatif interpretatif
- Ontologi : realitas sosial itu muncul, dibuat secara subjektif, dan
diobjektifkan melalui interaksi manusia.
- Epistemologi : mencari penjelasan ilmiah dari intensi manusia.
- Aksiologi : teori hanya digunakan untuk menjelaskan tindakan dan untuk
memahami bagaimana tatanan sosial diproduksi dan direproduksi.
3. Alternatif kritis
- Ontologi : manusa memiliki potensi batin yang teralienasi melalui
mekanisme restriktif.
- Epistemologi : kriteria untuk menilai teori hanyalah sementara dan terikat
konteks.
- Aksiologi : teori memiliki interpretatif kritis (identifikasi dan penghapusan
dominasi dan praktik ideologis)

Pendekatan Ilmiah

Penelitian ilmiah berfokus pada penyelesaian masalah dan mengacu pada langkah-
langkah logis, terorganisir, dan metode yang akurat untuk mengidentifikasi masalah,
mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan yang valid dari
penelitian. Penelitian ini tidak didasarkan pada firasat, pengelaman, maupun intuisi,
tetapi cenderung pada hal-hal yang lebih objektif daripada subjektif.

Terdapat sejumlah keunggulan dari penelitian ilmiah, diantaranya :

1. Penelitian dimulai dengan penetapan target/tujuan (purposiveness)


2. Penuh kehati-hatian, ketelitian, dan ketepatan (rigor)
3. Dapat diuji (testability)
4. Dapat direplikasi (replicability)
5. Presisi dan akurat (precision and confidence)
6. Objektif (objectivity)
7. Kemampuan generalisasi (generalizability)
8. Bersifat hemat / ekonomis (parsimony)

Salah satu jenis metode ilmiah adalah metode hypothetico-deductive yang


dipopulerkan oleh Karl Popper seorang filsuf Austria yang memberikan pendekatan
Muhammad Fadil Asri
A062211040

sistematis dalam menghasilkan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dasar


dan manajerial. Berikut tujuh langkah dari metode hypothetico-deductive :

1. Mengidentifikasi area masalah yang luas


2. Menetapkan pernyataan masalah
3. Mengembangkan hipotesis
4. Menentukan pengukuran
5. Mengumpulkan data
6. Menganalisis data
7. Menginterpretasi data

Pendekatan Alternatif

a. Positivisme
Menurut pandangan positivis, ilmu dan penelitian ilmiah dipandang sebagai
cara untuk memperoleh kebenaran. Positivis meyakini bahwa terdapat
kebenaran objektif di luar sana, untuk memahami dunia dengan cukup baik
sehingga kita dapat memprediksi dan mengendalikannya. Bagi positivis,
dunia beroperasi dengan hukum sebab akibat yang dapat kita lihat jika
menggunakan pendekatan ilmiah dalam penelitian. Beberapa positivis
meyakini bahwa tujuan penelitian hanya untuk mendeskripsikan fenomena
yang secara langsung dapat diamati dan diukur secara objektif. Bagi mereka,
pengetahuan diluar itu, seperti emosi, perasaan, dan pikiran, adalah hal yang
tidak mungkin.
b. Konstruksionisme
Konstruksionisme mengkritik kepercayaan positivis yang menyatakan bahwa
terdapat kebenaran yang objektif. Konstruksionisme menganut pandangan
yang berlawanan, yaitu bahwa dunia (sebagaimana yang kita ketahui) pada
dasarnya adalah mental atau dibangun secara mental. Oleh karena itu,
konstruksionis tidak mencari kebenaran yang objektif. Sebagai gantinya,
mereka bertujuan untuk memahami aturan yang digunakan manusia untuk
memahami dunia dengan menyelidiki apa yang terjadi dalam pikiran manusia.
Konstruksionis secara khusus tertarik kepada bagaimana cara manusia
melihat dunia sebagai hasil interaksi dengan sesamanya dan konteks dimana
mereka terjadi. Metode penelitiannya seringkali bersifat kualitatif.
Muhammad Fadil Asri
A062211040

Konstruksionis lebih sering berfokus dengan pemahaman spesifik tentang


sebuah kasus daripada mengeneralisasi temuannya. Maka sangat masuk
akal jika dalam pandangan konstruksionisme tidak ada realitas objektif yang
digeneralisasikan.
c. Realisme Kritis
Realisme kritis merupakan pandangan yang berada di antara pandangan
positivisme dan konstruksionisme. Realisme kritis adalah sebuah kombinasi
kepercayaan akan realitas eksternal (kebenaran objektif) dengan menolak
bahwa realitas eksternal dapat diukur secara objektif; observasi akan selalu
tunduk pada interpretasi. Realis kritis dengan demikian kritis terhadap
kemampuan untuk memahami dunia dengan pasti. Dimana positivis percaya
bahwa tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan kebenaran, realis kritis
percaya bahwa tujuan penelitian adalah untuk maju ke arah tujuan ini,
meskipun tidak mungkin untuk menjangkaunya. Berdasarkan pandangan
kritis realis, mengukur fenomena seperti emosi, perasaan, dan sikap
seringkali bersifat subjektif. Realis kritis juga percaya bahwa peneliti pada
dasarnya bias.
d. Pragmatisme
Fokus pragmatisme adalah pada praktik, penelitian terapan sudut
pandangnya berbeda dengan penelitian dan subjek yang sedang dipelajari
bermanfaat untuk menyelesaikan masalah. Pragmatisme mendeskripsikan
penelitian sebagai sebuah proses dimana konsep dan arti (teori)
mengeneralisasikan tindakan dan pengalaman kita di masa lalu, dan juga
interaksi yang kita alami dengan lingkungan. Dengan demikian, para
pragmatis menekankan sifat penelitian yang dibangun secara sosial. Peneliti
yang berbeda memiliki ide yang berbeda, dan penjelasannya, apa yang
sedang terjadi disekitar kita. Bagi para pragmatis, perbedaan perspektif, ide,
dan teori membantu untuk menambah pemahaman tentang dunia. Dengan
demikian, para pragmatis mendukung elektisisme dan pluarisme. Ciri penting
lain dari pragmatisme adalah ia memandang kebenaran saat ini sebagai
tentatif dan berubah seiring waktu. Dengan kata lain, hasil penelitian harus
selalu dilihat sebagai kebenaran sementara. Para pragmatis menekankan
hubungan antara teori dan praktik. Bagi para pragmatis, teori diturunkan dari
praktik dan kemudian diterapkan kembali ke praktik untuk memperoleh praktik
Muhammad Fadil Asri
A062211040

cerdas. Sepanjang garis ini, para pragmatis melihat teori dan konsep sebagai
alat yang penting untuk menemukan jalan di dunia yang mengelilingi kita.
Bagi para pragmatis, nilai penelitian terletak pada relevansi praktiknya; tujuan
dari teori adalah untuk menginformasikan praktik.

Anda mungkin juga menyukai