Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN MATERI AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

“Cost based decision making”

Oleh:

Ika Haswati (A062211025)

Musyarrafah Aliyah (A062211027)

Muhammad Fernaldy Angghada N. Rachman (A062211030)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
A. Target Costing
Target costing adalah penentuan biaya yang diharapkan untuk suatu produk berdasarkan harga yang kompetitif,
sehingga produk tersebut akan dapat memperoleh laba yang diharapkan.
Target biaya = Harga kompetitif – Laba yang diharapkan
Perusahaan mempunyai dua pilihan untuk menurunkan biaya sampai pada level ‘target biaya/target cost’ :
1. Dengan cara mengintegrasikan teknologi pemanufakturan baru, menggunakan teknik-teknik manajemen biaya
yang canggih seperti Activity Based Costing dan mencari produktivitas yang lebih tinggi melalui perbaikan
organisasi dan hubungan tenaga kerja.
2. Dengan melakukan desain ulang terhadap produk atau jasa.
Banyak perusahaan menggunakan kedua metode, yaitu pengendalian operasional untuk meningkatkan
produktivitas dan target costing untuk merancang produk dengan biaya rendah. Target costing yang didasarkan
pada analisis tradeoff fungsionalitas/biaya, adalah merupakan alat manajemen yang cocok untuk perusahaan-
perusahaan seperti perusahaan mobil, produsen softwaredan produsen barang konsumen.
Banyak perusahaan menyadari bahwa merupakan hal yang sulit untuk bersaing secara sukses dalam hal cost
leadership atau diferensiasi, mereka harus bersaing dalam hal harga maupun fungsionalitas.Target
costing merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk mengelola kebutuhan terhadap trade off antara peningkatan
fungsionalitas dan semakin tingginya biaya.
Lima tahap pengimplementasian pendekatan target costing :
1. Menentukan harga pasar.
2. Menentukan laba yang diharapkan.
3. Menghitung target biaya (target cost) pada harga pasar dikurangi laba yang diharapkan.
4. Menggunakan rekayasa nilai (value) untuk mengidentifikasi cara yang dapat menurunkan biaya produk.
5. Menggunakan Kaizen Costing dan pengendalian operasional untuk terus menurunkan biaya.
B. Rekayasa Nilai (Value)
Rekayasa nilai digunakan dalam target costing untuk menurunkan biaya produk dengan cara menganalisis trade
off antara (1) jenis dan level yang berbeda dalam fungsionalitas produk dan (2) biaya produk total. Tahap pertama
yang penting dalam rekayasa nilai adalah melakukan analisis konsumen terhadap produk baru atau produk yang
telah direvisi selama tahap desain.
Jenis rekayasa nilai :
a. Analisis fungsional, adalah bentuk umum dan rekayasa nilai untuk pengkajian kinerja dan biaya dari masing-
masing fungsi atau ciri utama produk. Tampilan dan biaya pada setiap fungsi utama atau model produk diuji
secara cermat. Tujuan analisis ini adalah keseimbangan antara tampilan dan biaya. Benchmarking sering
digunakan pada tahap ini untuk menentukan tampilan yang seperti apa yang memberikan keunggulan
kompetitif bagi perusahaan.
b. Analisis desain, merupakan bentuk umum dari rekayasa nilai untuk kelompok produk-produk industri dan
produk khusus. Tim desain menyiapkan beberapa desain produk yang mungkin, masing-masing
keistimewaan yang serupa yang mempunyai tampilan dan biaya yang berbeda.
Pendekatan penurunan biaya meliputi tabel biaya (cost table) dan teknologi kelompok. Tabel biaya merupakan
database yang dibuat berdasarkan komputer yang memasukkan informasi yang komprehensif tentang cost
driver perusahaan. Cost driver tersebut meliputi, contohnya ukuran produk, bahan yang digunakan dalam
pembuatan produk, dan jumlah model. Teknologi kelompok merupakan metode untuk mengidentifikasi
menyamakan suku cadang untuk produk dalam perusahaan manufaktur, sehingga suku cadang yang sama dapat
digunakan untuk dua produk atau lebih, sehingga dapat menurunkan biaya. Perusahaan manufaktur yang besar
dengan lini produk yang berbeda-beda, seperti dalam industri mobil, menggunakan teknologi ini.
C. Keizen Costing
Kaizen dalam bahasa Jepangnya berarti change for the better. Konsep ini lebih jauh diartikan sebagai perbaikan
terus menerus melalui perubahan hal-hal kecil. Dalam perusahaan dapat diwujudkan dengan membuat suasana
kerja lebih efektif dan efisien dengan menciptakan atmosphire team, perbaikan prosedure setiap harinya,
memberikan keyakinan kepada karyawan akan kepuasan kerja dan membuat pekerjaan lebih menyenangkan. Kata
“zen” dalam Kaizen berarti belajar dengan melakukan (learn by doing) sebagai dampak dari proses yang sedang
berlangsung. Philosopy kaizen meliputi membuat perubahan dan memonitor hasil, kemudian menyesuaikan hasil
yang diaraih tersebut dengan perencanaan sebelumnya melalui experiment kecil. Dan jika berhasil, hasil tersebut
kemudian diterapkan. Jika setiap harinya setiap karyawan melakukan ekperiment kecil dan berhasil, betapa
banyaknya perbaikan yang diperoleh perusahaan.
Beberapa tujuan dari kaizen ini diantaranya adalah mengurangi waste dalam proses bisnis, quality control yang
akurat, Just in Time Delivery, standardisasi pekerjaan, dan menggunakan peralatan yang efisien. Kaizen hanya bisa
dijalankan dalam 3 prinsip: (1) concern pada proses dan hasil (tidak pada hasil saja), (2) Berpikir systematis seperti
berpikir global, tidak semata-mata terkatub pada pandangan yang sempit saja, dan (3) tidak menuduh atau
menyalahkan, karena tuduhan hanya dapat menyebabakan waste saja.. Agar Philosopy kaizen ini dapat berjalan
dengan baik sebaikanya diterapkan pada seluruh level organisasi, mulai dari CEO sampai kepada karyawan
terendah. Philosopi inilah yang membuat Jepang menjadi besar sekarang ini, dan tidak dipungkiri bahwa
Indonesiapun bisa menerapkannya.
D. Cost Reduction/ Keizen costing
Iklim bisnis yang semakin turbulen sekarang ini menghadapakan setiap business player pada suatu kompetisi
yang sangat ketat, baik kompetisi pemasaran, produk, distribusi, dan harga. Seperti halnya bisnis telekomunikasi
yang sepertinya telah berada dalam zona frontal war. Setiap operator menawarkan harga dan strategi pemasaran
dengan berbagai macam cara. Bahkan sampai membuat customer bingung dengan segala cara-cara marketing
tersebut. Ketika semua strategi tersebut telah dijalankan dan tidak memberikan hasil maksimal, perusahaan pasti
akan berpikir bagaimana agar produk atau jasa lebih digemari oleh customer.
Kaizen costing berfungsi sebagai system control budget. Berbeda dengan standard costing yang hanya
menganilis variance antara standard cost dengan actual cost per masing-masing periode/divisi, pada kaizen costing
lebih mengarah pada analisis seberapa besar biaya aktual terakhir yang harus dikurangkan agar mencapai target
laba periode yang akan datang.
1. Perhitungan Kaizen Costing
Secara matematis sederhana untuk meningkatkan laba dapat dilakukan dengan meningkatkan pendapatan atau
mengurangi biaya. Aplikasi kaizen costing ini dimulai dari rencana peningkatan target sales. Peningkatan target sales
ini tentu sangat diharapkan untuk mencapai profit contributin yang telah direncanakan sebelumnya. Peningkatan
penjualan dapat dilakukan dengan dua cara (1) menaikkan harga jual dan (2) menaikkan voume penjualan.
Tampaknya pilihan pertama sangat tidak disukai oleh calon pelanggan, apalagi dalam iklim kompetisi perusahaan
telekomunikasi sekarang ini yang lebih sensitif pada harga. Jika perusahaan memilih untuk meningkatkan volume
penjualan pasti variable cost juga akan berpengaruh. Disinilah perlu kecermatan manajemen dalam mengolah
pengaruh ini.
Secara matematis perhitungan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Target Kaizen Costing = Biaya aktual tahun lalu x target rasio pengurang biaya
Dalam menyusun budget, perusahaan terlebih dahulu menentukan seberapa besar persentase efisiensi biaya
tahun ini dibanding dengan periode lalu. Persentase inilah yang kita sebut dengan rasio pengurangan biaya. Ketika
budget telah berjalan – seperti yang dijelaskan diatas, kaizen berfungsi sebagai kontrol, bentuknya dapat berupa
seberapa besar toleransi rasio pengurangan biaya yang dapat diterima. Jika aplikasinya telah berjalan dengan baik,
dan setiap karyawan telah mengerti philosophi kaizen ini kita dapat melihat seberapa besar dampaknya dalam
penilaian kinerja divisi.
2. Kekuatan Dan Kelemahan Kaizen Costing
Kesuksesan Jepang dalam menerapkan kaizen costing memang layak diacungkan jempol, terlebih ketika produk
jepang seperti Toyota & Daihatsu telah bersaing menyingkirkan dominasi Amerika di pasaran dunia. Jepang
menerapkan Kaizen ini semenjak dalam fase perencanaan dan pengembangan produk, sehingga sukses dalam fase
– fase berikut. Namun Jepang berhasil menerapkan sistem ini setelah sekian lama proses produksi berlangsung.
Belajar dari pergerakan biaya setiap tahunnya sehingga Jepang dapat menyimpulkan bahwa mereka bisa melakukan
sesuatu dari pergerakan biaya tersebut.
E. Teori Kendala (Theory of Constraint).
Teori Kendala atau Theory Of Constraints (TOC) merupakan sebuah filosofi manajemen yang mula-mula
dikembangkan oleh Eliyahu M. Goldratt dan dikenalkan dalam bukunya, The Goal. Dapat diartikan bahwa TOC
adalah suatu pendekatan ke arah peningkatan proses yang berfokus pada elemen-elemen yang dibatasi untuk
meningkatkan output. Hal ini berdasarkan fakta bahwa, seperti sebuah rantai dengan link yang paling lemah, dalam
beberapa system yang kompleks pada waktu tertentu, sering terdapat satu aspek dalam system yang membatasi
kemampuannya untuk mencapai lebih banyak tujuannya. Usaha yang berfokus pada masalah dapat meningkatkan
atau memaksimumkan kembali inisiatif yang ada. agar system tersebut mencapai kemajuan yang signifikan,
hambatannya perlu untuk diidentifikasi dan keseluruhan system perlu diatur. Sesekali elemen proses yang dibatasi
diperbaiki, link paling lemah yang berikutnya dapat ditujukan dalam suatu pendekatan iterative.
TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan dalam meningkatkan keuntungan
dengan memaksimalkan produksinya dan meminimalisasi semua ongkos atau biaya yang relevan seperti biaya
simpan, biaya langsung, biaya tidak langsung, dan biaya modal.
Penerapan TOC lebih terfokus pada pengelolaan operasi yang berkendala sebagai kunci dalam meningkatkan
kinerja sistem produksi, nantinya dapat berpengaruh terhadap profitabilitas secara keseluruhan.
Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan asalnya
a. Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari
dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin. Kendala internal harus dimanfaatkan secara optimal
untuk meningkatkan throughput semaksimal mungkin tanpa meningkatkan persediaan dan biaya
operasional.
b. Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari
luar perusahaan, misalnya permintaan pasar atau kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok.
Kendala eksternal yang berupa volume produk yang dapat dijual, dapat diatasi dengan menemukan pasar,
meningkatkan permintaan pasar ataupun dengan mengembangkan produk baru.
2. Berdasar sifatnya
a. Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya yang telah
dimanfaatkan sepenuhnya.
b. Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang terdapat pada sumber daya
yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam tiga bagian yaitu:
1. Kendala sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa kemampuan factor input produksi seperti
bahan baku, tenaga kerja dan jam mesin.
2. Kendala pasar (market resource). Kendala yang merupakan tingkat minimal dan maksimal dari penjualan yang
mungkin selama dalam periode perencanaan.
3. Kendala keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai produksi dalam siklus produksi.
Theory of Constraint(TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang
kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan terus-menerus suatu
perusahaan (continious improvement). Teori ini memfokuskan diri pada tiga ukuran yaitu:
1. Throughput, adalah suatu ukuran dimana suatu perusahaan menghasilkan uang melalui penjualan.
2. Persediaan, adalah semua dana yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah bahan baku mentah melalui
throughput. Bahan persediaan dalam TOC merupakan semua aktiva yang dimiliki dan terrsedia secara potensial
untuk penjualan.
3. Biaya-biaya operasional, yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah persediaan menjadi throughput. Biaya
operasi ini terjadi untuk mendukung dan mengoptimalkan throughput dalam kendala.
TOC memiliki argumen bahwa penurunan persediaan akan meningkatkan daya saing perusahaan, karena
dengan menurunkan persediaan, akan diperoleh produk yang lebih baik, harga yang lebih rendah, dan tanggapan
yang lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan.
Penerapan TOC dapat membantu manajer dalam meningkatkan laba dan juga penjualan produk atau jasa yang
berkualitas serta pemenuhan permintaan yang tepat waktu sehingga perusahaan mampu beroperasi secara efisien
dan efektif.
5 (Lima) Langkah dalam TOC
Dalam mengimplementasikan ide-ide sebagai solusi dari suatu permasalahan, Goldratt mengembangkan 5 (lima)
langkah yang berurutan supaya proses perbaikan lebih fokus dan berakibat lebih baik bagi sistem. Langkah-langkah
tersebut adalah:
1. Identifikasi konstrain sistem (identifying the constraint). Mengidentifikasi bagian system manakah yang paling
lemah kemudian melihat kelemahanya apakah kelemahan fisik atau kebijakan.
2. Eksploitasi konstrain (exploiting the constraint). Menentukan cara menghilangkan atau mengelola constraint
dengan biaya yang paling rendah.
3. Subordinasi sumber lainnya (subordinating the remaining resources). Setelah menemukan konstrain dan telah
diputuskan bagaimana mengelola konstrain tersebut maka harus mengevaluasi apakah kostrain tersebut
masih menjadi kostrain pada performansi system atau tidak. Jika tidak maka akan menuju ke langkah kelima,
tetapi jika yam aka akan menuju ke langkah keempat.
4. Evaluasi konstrain (Elevating the constraint). Jika langkah ini dilakukan, maka langkah kedua dan ketiga tidak
berhasil menangani konstrain. Maka harus ada perubahan besar dalam sistem, seperti reorganisasi, perbaikan
modal, atau modifikasi substansi system.
5. Mengulangi proses keseluruhan (repeating the process). Jika langkah ketiga dan keempat telah berhasil
dilakukan maka akan mengulangi lagi dari langkah pertama. Proses ini akan berputar sebagai siklus. Tetap
waspada bahwa suatu solusi dapat menimbulkan konstrain baru perlu dilakukan.
Selain memperhatikan lima tahap penerapan TOC diatas, perlu diperhatikan pula sepuluh prinsip dasar TOC.
Kesepuluh prisnsip dasar tersebut adalah:
1. Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi. Diasumsikan perusahaan memiliki kapasitas tidak
seimbang dengan jumlah permintaan pasar (demand) karena keseimbangan kapasitas menghambat
pencapaian tujuan (goal) perusahaan.
2. Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi stasiun kerja tersebut tetapi oleh stasiun kerja
bottleneck atau sumber kritis lainnya. Hanya stasiun kerja yang mengalami bottleneck yang perlu dijalankan
dengan utilitas 100 %.
3. Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas. Menjalankan non bottleneck dapat mengakibatkan bertumpuknya
work in process (buffer) dalam jumlah yang berlebihan.
4. Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan sistem keseluruhan.
5. Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu fatamorgana.
6. Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory.
7. Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses.
8. Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).
9. Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan memperhatikan semua kendala (constraint) yang ada
secara simultan.
10. Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total). Pengukuran performansi dilihat sebagai
satu kesatuan berdasarkan pemasukan bahan baku dan hasil produk jadi.
Hubungan TOC dan JIT (Just In Time)
TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan dalam meningkatkan keuntungan
dengan memaksimalkan produksinya dan meminimalisasi semua ongkos atau biaya yang relevan seperti biaya
simpan, biaya langsung, biaya tidak langsung, dan biaya modal.
Penerapan TOC lebih terfokus pada pengelolaan operasi yang berkendala sebagai kunci dalam meningkatkan
kinerja sistem produksi, nantinya dapat berpengaruh terhadap profitabilitas secara keseluruhan.Sedangkan,
Tujuan utama seorang manajer menggunakan JIT dalam perusahaan yaitu untuk mengurangi waktu yang
digunakan produk dalam pabrik. Jika total produksi turun, maka akan terjadi penurunan pula pada biaya, hal ini
dikarenakan lebih sedikitnya persediaan yang harus dibiayai, disimpan, dikelola, dan diamankan. Dengan JIT, waktu
dapat diminimalisasi terhadap throughput produk yaitu total produksi sampai pada saat barang dikirim. Oleh karena
itu, waktu throughput (throughput time) merupakan jumlah dari waktu proses, waktu tunggu, waktu pemindahan,
waktu inspeksi. Yang merupakan waktu throughput yang mencakup penurunan persediaan dalam proses, akan
mengarahkan pada hal-hal berikut ini:
 Menurunkan biaya modal dalam persediaan.
 Mengurangi biaya overhead untuk pemindahan bahan.
 Mengurangi resiko keusangan.
 Meningkatkan daya tanggap bagi pelanggan dan mengurangi waktu pengiriman.
Theory of Constraints (TOC) dan Activity Based Costing (ABC)
Pendekatan TOC beranggapan bahwa biaya operasional sulit untuk diubah dalam jangka pendek, sehingga
TOC tidak mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan penggerak biaya. Oleh karena itu, TOC kurang
berguna untuk mengelola biaya dalam jangka panjang. Di lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai
perspektif jangka panjang yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan mengeliminasi aktivitas-aktivitas
yang tidak bernilai tambah dan mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh aktivitas yang bernilai tambah. Oleh
karena itu, ABC lebih berguna untuk perencanaan profit, pengendalian biaya dan penetapan harga jangka panjang
ABC dan TOC sama-sama digunakan untuk menetapkan profitabilitas produk. Namun keduanya juga memiliki
perbedaan yaitu ABC mengembangkan suatu analisis jangka panjang yang meliputi semua biaya produk.
Sedangkan TOC mengambil pendekatan jangka pendek untuk analisis profitabilitas karena teori ini hanya
berdasarkan pada biaya-biaya yag berkaitan pada bahan.
F. The Cost Life Cycle
Siklus hidup produk (bahasa Inggris: Product life cycle) adalah siklus hidup suatu produk/organisasi dengan
tahapan-tahapan proses perjalanan hidupnya mulai dari peluncuran awal (soft launching), peluncuran resmi (grand
launching), perubahan dari target awal, lalu mulai berjuang dan berkompetisi dengan produk-produk yang sejenis,
hingga melewati persaingan dan kompetisi produk memiliki tingkat penerimaan/ penjualan/ distribusi yang luas dan
tersebar.
Sepanjang umur suatu produk, perusahaan biasanya memformulasikan kembali strategi pemasarannya
beberapa kali. Tidak hanya kondisi ekonomi berubah, dan pesaing melancarkan serangan baru namun, tambahan
lagi produk itu melewati tahap baru dari minat dan persyaratan pembeli. Kosekuensinya, perusahaan harus
merencanakan strategi pengganti yang tepat untuk tiap tahap dalam siklus hidup produk tersebut. Perusahaan
berharap memperpanjang umur dan profitabilitas produk walaupun tahu bahwa produk tersebut tidak akan bertahan
selamanya. PLC (Product life Cycle) atau siklus hidup produk merupakan konsep penting dalam pemasaran yang
memberikan pemahaman tentang dinamika suatu produk yang kompetitif. Tahap-tahap ini berhubungan dengan
kesempatan dan masalah yang berbeda mengenai strategi pemasaran dan laba potensial.
Dengan mengidentifikasi tahap-tahap yang berbeda dengan tantangan yang berbeda tahap suatu produk
berada, atau tahap yang akan dicapai , perusahaan dapat memformulasikan rencana pemasaran dengan lebih baik.
Mengatakan suatu produk memiliki siklus hidup adalah menegaskan empat hal :
1. Produk memiliki umur terbatas
2. Penjualan produk melewati tahap-tahap yang berbeda, dengan tantangan yang berbeda bagi penjual.
3. Laba naik turun pada tahap yang berbeda dalam siklus hidup produk
4. Produk membutuhkan strategi pemasaran, keuangan, produksi, pembelian dan personel yang berbeda dalam
tiap tahap siklus hidup mereka.
Menurut Basu Swastha (1984:127-132), daur hidup produk itu di bagi menjadi empat tahap, yaitu :
1. Tahap perkenalan (introduction).
Pada tahap ini, barang mulai dipasarkan dalam jumlah yang besar walaupun volume penjualannya belum tinggi.
Barang yang di jual umumnya barang baru (betul-betul baru) Karena masih berada pada tahap permulaan, biasanya
ongkos yang dikeluarkan tinggi terutama biaya periklanan. Promosi yang dilakukan memang harus agfesif dan
menitikberatkan pada merek penjual. Di samping itu distribusi barang tersebut masih terbatas dan laba yang
diperoleh masih rendah.
2. Tahap pertumbuhan (growth).
Dalam tahap pertumbuhan ini, penjualan dan laba akan meningkat dengan cepat. Karena permintaan sudah
sangat meningkat dan masyarakat sudah mengenal barang bersangkutan, maka usaha promosi yang dilakukan oleh
perusahaan tidak seagresif tahap sebelumnya. Di sini pesaing sudah mulai memasuki pasar sehingga persaingan
menjadi lebih ketat. Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperluas dan meningkatkan distribusinya adalah
dengan menurunkan harga jualnya.
3. Tahap kedewasaan (maturity)
Pada tahap kedewasaan ini kita dapat melihat bahwa penjualan masih meningkat dan pada tahap berikutnya
tetap. Dalam tahap ini, laba produsen maupun laba pengecer mulai turun. Persaingan harga menjadi sangat tajam
sehingga perusahaan perlu memperkenalkan produknya dengan model yang baru. Pada tahap kedewasaan ini,
usaha periklanan biasanya mulai ditingkatkan lagi untuk menghadapi persaingan.
4. Tahap kemunduran (decline)
Hampir semua jenis barang yang dihasilkan oleh perusahaan selalu mengalami kekunoan atau keusangan dan
harus di ganti dengan barang yang baru. Dalam tahap ini, barang baru harus sudah dipasarkan untuk menggantikan
barang lama yang sudah kuno. Meskipun jumlah pesaing sudah berkurang tetapi pengawasan biaya menjadi sangat
penting karena permintaan sudah jauh menurun.Apabila barang yang lama tidak segera ditinggalkan tanpa
mengganti dengan barang baru, maka perusahaan hanya dapat beroperasi pada pasar tertentu yang sangat
terbatas' Altematif-alternatif yang dapat dilakukan oleh manajemen pada saat penjualan menurun antara lain:
a. Memperbarui barang (dalam arti fungsinya).
b. Meninjau kembali dan memperbaiki program pemasaran serta program produksinya agar lebih efisien.
c. Menghilangkan ukuran, warna, dan model yang kurang baik.
d. Menghilangkan sebagian jenis barang untuk mencapai laba optimum pada barang yang sudah ada.
e. Meninggalkan sama sekali barang tersebut.
Untuk memperpanjang siklus hidup produk dapat dilakukan upaya-upaya seperti: mendidik pasar, beriklan,
menjaganya dengan penjualan dsb. Ada juga istilah daur ulang siklus produk yang diterapkan untuk menarik proyek
dari penurunan dengan memperbaiki atau dengan perubahan lainnya, seperti pengemasan ulang dan pemotongan
harga.
a. Strategi Pengenalan Dan Pengembangan Produk Baru
Hampir tidak ada perusahaan yang dapat luput dari pengaruh kemajuan teknologi dan munculnya produk-produk
baru. Cepat atau lambat, hampir semua produk yang ada sekarang akan hilang dari pasar dan digantikan dengan
produk-produk lain sehingga pertumbuhan dan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang akan tergantung dari
kebijaksanaan produk yang didefinisikannya. Dalam kondisi saat ini, dimana perkembangan pasar sangat dinamis
dan penuh persaingan, perusahaan akan sulit mempertahankan eksistensinya jika hanya bertahan pada produknya
yang sekarang. Oleh karena itu, pengembangan produk baru merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan.
Pengembangan tersebut meliputi pembuatan produk yang baru atau penyempurnaan dari produk yang sudah ada.
b. Transformasi dari Invention menuju Innovation
Pengembangan produk atau jasa akan melalui suatu tahap yang dikenal dengan Invention. Inventionadalah
proses menemukan suatu teknologi dari tidak ada menjadi ada. Sedangkan Innovation adalah proses pembaharuan
dari invention. Innovation melibatkan peluang yang ada di pasar dengan penemuan teknologi dan pengetahuan
tentang teknologi baru. Sebagai contoh, temuan teknologi bluetooth, yang memungkinkan pertukaran data melalui
koneksi wireless dengan daerah jangkauan sekitar 150 meter, saat ini telah diintegrasikan dalam media telepon
selular (handphone), sehingga para pengguna handphone dapat lebih mudah saling bertukar data.
c. Peran Unit R & D
Hasil inovasi yang lahir dari suatu perusahaan akan ditindaklanjuti dengan proses pengembangan produk atau
jasa baru. Untuk itu perlu unit khusus yang menangani proses ini yaitu Unit R&D,Research&Development. Unit ini
akan melakukan riset penelitian dari hasil inovasi untuk kemudian dikembangkan menjadi suatu produk atau jasa
baru yang akan dilempar ke pasaran. Perusahaan yang sudah mapan biasanya mengalokasikan resourcesnya
sekitar 5-10 % dari sales pada aktivitas R&D.Basic Research menuju kepada terciptanya invention, sedangkan
Product Development danengineering menuju kepada terciptanya Innovation. Ada tiga faktor yang harus
dipertimbangkan bagi unit R&D dalam usahanya menerapkan formulasi strategi, yaitu :
1) Kompetensi Teknis
2) Kebutuhan Pasar
3) Corporate Interest
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa kompetensi teknis dari researcher diperlukan untuk melahirkan produk
jasa yang berkualitas. Di lain pihak produk jasa yang dikembangkan juga harus memperhatikan kebutuhan pasar
(memiliki commertial value) maupun kepentingan perusahaan, keduanya harus sejalan. Untuk itu diperlukan upaya
untuk mencari apa yang dibutuhkan oleh pasar dan mencari invent-to-order bagi produk atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
d. Inovasi Technology Push VS Need Pull
Pada tahap eksplorasi ada 3 pola proses pengenalan dan pengembangan produk/jasa baru yaitu :
1) Menarik Pasar
Menurut pandangan ini, Anda harus membuat apa yang dapat dijual. Produk baru ditentukan oleh pasar
berdasarkan kebutuhan pelanggan. Jenis produk baru ditentukan melalui penelitian pasar & umpan balik
pelanggan, dgn sedikit perhatian terhadap teknologi. Need Pull akan menuju pada terbentuknya incremental
innovation.
2) Mendorong Teknologi (Technology Push)
Pandangan ini menyarankan Anda harus menjual apa yang dapat anda buat. Produk baru diperoleh dari
teknologi produksi, penggunaan teknologi yang canggih dan kemudahan operasi, dengan sedikit perhatian
terhadap pasar. Dengan kata lain suatu produk atau teknologi baru didorong atau dijual ke pasar (potential
customer) yang tidak meminta atau mengetahui perihal produk atau teknologi baru tersebut. Technolgy Push
akan menuju kepada radical innovation.
3) Antar fungsional (Interfunctional)
Produk baru memerlukan kerjasama diantara pemasaran, operasi, keterampilan teknik, dan fungsi lainnya
sehingga menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan penggunaan teknologi yang
memberikan manfaat terbaik. Untuk kesuksesan inovasi produk atau jasa baru diperlukan kombinasi dari
kedua model pertama yaitu proses technical-linking dan need-linking. Selain itu ada tiga elemen yang menjadi
konsideran dalam menciptakan peluang bisnis baru yaitu : relevant problem, technology sources dan market
demand.

Anda mungkin juga menyukai