PENDAHULUAN
Saat ini kerusakan lingkungan dan polusi sudah sedemikian akut, bahkan terus
bertambah parah. Disimpulkan secara simplistis, bentuk kerusakan dan tingkat
pencemaran pada intinya disebabkan oleh kemajuan pembangunan industri dan
teknologi yang tidak sebanding dengan upaya pelestarian lingkungan. Peranan negar-
negara maju dalam menyumbang pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sangat
besar.
1|Page
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini berdasarkan
latar belakang di atas yaitu :
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini selain untuk memenuhi tugas matakuliah
Seminar Akuntansi yaitu agar kami selaku mahasiswa mampu untuk memahami dan
menjelaskan mengapa diperlukan pertanggungjawaban lingkungan.
2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
"... Tanggung jawab sosial adalah kewajiban dari kedua bisnis dan masyarakat
(stakeholders) untuk mengambil tindakan hukum, moral-etika, dan filantropis yang
tepat yang akan melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bisnis
sebagai keseluruhan; semua ini tentu saja harus dicapai dalam ekonomi struktur dan
kemampuan pihak yang terlibat“
Menurut Enderle & Tavis (1998: 1134) yang sekarang diterima secara luas
mengatakan bahwa standar kesehatan lingkungan adalah "keberlanjutan" didefinisikan
oleh Komisi Lingkungan dan Pembangunan Dunia (1987) sebagai "untuk memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri". Mereka menyatakan tanggung jawab perusahaan
dalam bidang lingkungan sebagai komitmen untuk pembangunan berkelanjutan oleh
sumber daya kurang alami yang memakan dan membebani lingkungan dengan limbah.
Dampak lingkungan dari proses manufaktur dan produk, lingkungan regulasi, dan
inisiatif yang dilakukan dalam pengelolaan lingkungan dan teknologi harus
3|Page
dipertimbangkan ketika menentukan strategi perusahaan terhadap lingkungan. Sebagai
salah satu elemen integratif dari strategi perusahaan, pengelolaan lingkungan
mempengaruhi kinerja lingkungan. (Klassen 1995: 1201.)
Publik kemarahan atas ini dan bencana lingkungan lainnya pembuat kebijakan
termotivasi untuk kerajinan undang-undang seperti Undang-Undang Perlindungan
Lingkungan pada tahun 1969 dan Amerika Serikat Keselamatan dan Undang-Undang
4|Page
Kesehatan tahun 1970 yang memaksa perusahaan untuk mengangkat isu lingkungan dan
keselamatan pekerja serius dan untuk menginternalisasi biaya apa yang telah
sebelumnya telah dianggap sebagai kekhawatiran eksternal.
5|Page
dibuang ke tempat pembuangan sampah, dialirkan ke dalam air sungai, dihembuskan
melalui cerobong-cerobong ke dalam atmosfer. Mengolah sampai racunnya hilang
sehingga dapat dipergunakan lagi hanya menambah biaya. Jadi, kalau proses produksi
dibiarkan berjalan menurut mekanisme ekonomisnya sendiri, alam dan lingkungan
hidup manusia semakin rusak (Franz Magnis Suseno, 1993: 198), makanya perlu ada
pertanggungjawaban terhadap lingkungan agar semua pihak sadar terhadap lingkungan.
6|Page
2.4 PERBEDAAN AKUNTANSI KONVENSIONAL DENGAN AKUNTANSI
LINGKUNGAN
7|Page
publik dan lembaga pemerintah tentang kepatuhan terhadap undang-undang lingkungan
dan bersifat subyektif, contoh : pelaporan biaya lingkungan secara sukarela oleh
perusahaan.
Dalam akuntansi lingkungan dipertimbangkan private cost dan societal cost
dalam membuat keputusan, sedangkan dalam akuntansi konvensional tidak
mempertimbangkan kedua biaya tersebut dalam pembuatan keputusan perusahaan.
Private cost merupakan biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan yang berpengaruh
langsung terhadap bottom line perusahaan. Societal cost menggambarkan dampak biaya
lingkungan dan sosial dalam suatu entitas dan merupakan biaya eksternal, contohnya
adalah biaya yang dikeluarkan sebagai dampak pencemaran lingkungan. Sedangkan
system akuntansi konvensional, biaya social lingkungan dialokasikan ke biaya overhead
dengan beberapa cara, antara lain dialokasikan ke produk tertentu (spesifik) atau
dikumpulkan menjadi biaya tertentu dan tidak dialokasikan ke produksecara spesifik.
Pengalokasian biaya lingkungan dalam sistem akuntansi yang berbasis lingkungan dapat
menggunakan dua pendekatan, yaitu: mengalokasikan biaya lingkungan secara langsung
ke dalam sistem akuntansi biaya, dan: mengalokasikan secara terpisah dari sistem
akuntansi biaya.
8|Page
Item social costs yang utama bagi perusahaan adalah sebagai berikut :
Biaya lingkungan dapat diartikan sebagai biaya yang muncul dalam usaha
untuk mencapai tujuan seperti pengurangan biaya lingkungan yang meningkatkan
pendapatan, meningkatkan kinerja lingkungan yang perlu dipertimbangkan saat ini dan
yang akan datang. Sedangkan biaya lingkungan adalah biaya yang dikeluarkan
perusahaan berhubungan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan
perlindungan yang dilakukan. Biaya lingkungan mencakup baik biaya internal
9|Page
(berhubungan dengan pengurangan proses produksi untuk mengurngi dampak
lingkungan) mauoun eksternal (berhubungan dengan perbaikan kerusakan akibat limbah
yang ditimbulkan). Sumber-sumber biaya lingkungan meliputi :
1. Biaya pemeliharaan dan penggantian dampak akibat limbah dan gas buangan
(waste and emission treatment), yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
memelihara, memperbaiki, mengganti kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh limbah perusahaan.
2. Biaya pencegahan dan pengelolaan lingkungan (prevention and environmental
management) adalah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah dan mengelola
limbah untuk menghindari kerusakan lingkungan.
3. Biaya pembelian bahan untuk bukan hasil produk (material purchase value of
non-product) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan yang
bukan hasil produksi dalam rangka pencegahan dan pengurangan dampak
limbah dari bahan baku produksi.
4. Biaya pengolahan untuk produk (processing cost of non-product output) ialah
biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengolahan bahan yang bukab hasil
produk.
5. Penghematan biaya lingkungan (environmental revenue) merupakan
penghematan biaya atau penambahan penghasilan perusahaan sebagai akibat
dari pengelolaan lingkungan.
Ada tiga macam biaya lingkungan yang timbul dari dampak pencemaran
terhadap lingkungan yang ditanggung oleh masyarakat :
a) Damage Cost, yaitu biaya akibat dampak langsung dan tak langsung dari
limbah, misalnya meningkatnya berbagai macam penyakit dan terganggunya
reproduksi makhluk hidup.
b) Avoidance Cost, biaya ekonomi dan sosial dalam kaitannya dengan berbagai
upaya untuk menghindari dampak pencemaran yang terjadi. Misalnya biaya
untuk penyaring udara.
c) Abatement Cost, yaitu biaya sumber daya yang digunakan untuk melakukan
penelitian, perencanaan, pengelolaan dan pemantauan pencemaran.
10 | P a g e
2.6 ENVIRONMENTAL MANAGEMENT ACCOUNTING (EMA)
EMA merupakan salah satu bidang disiplin ilmu akuntansi yang aktivitasnya
bertujuan memberikan informasi pada manajemen atas pengelolaan lingkungan dan
dampaknya terhadap biaya produksi. EMA diharapkan akan menjadi salah satu
rangkaian sistem yang bertujuan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Sehingga
tercapai model pengukuran kinerja yang seimbang antara ukuran financial profit dengan
kinerja pengelolaan lingkungan.
EMA dirumuskan berdasarkan dua pendekatan yaitu pertama prosedur aliran fisik
atas konsumsi dan pembuangan material dan energi (material flow balance procedure),
kedua prosedur pengukuran nilai atas biaya, penghematan dan pendapatan (monetary
procedure) yang berhubungan dengan kemungkinan dampak lingkungan. Kedua
pendekatan tersebut sebagai dasar dalam mengidentifikasi, mengukur dan
mengalokasikan biaya lingkungan. Bagi manajer hal ini penting sebab selain dapat
dihasilkan harga pokok produksi yang tepat atas lokasi biaya lingkungan, juga sebagai
dasar pengendalian biaya lingkungan dimasa yang akan datang. Sehingga dapat
dihasilkan produk yang ramah lingkungan. Terdapat dua pendekatan dalam
merumuskan EMA, yaitu :
1.1.1.2 Physical Accounting (berbasis pada material flow balance procedure) adalah
suatu pendekatan untuk mengidentifikasi berbagai perilaku sumber biaya
lingkungan. Hal ini akan berguna bagi manajemen untuk dasar alokasi biaya
lingkungan yang terjadi.
Dengan pendekatan gabungan ini dapat dihasilkan alokasi biaya produksi yang
tepat sehingga benar-benar mencerminkan harga pokok yang akurat setiap produk.
Selain itu manajemen dapat melakukan pengendalian terhadap aktivitas produksi yang
mengakibatkan munculnya berbagai biaya lingkungan.
11 | P a g e
biaya pembuangannya, tetapi karena terbuangnya nilai beli bahan. Sehingga limbah
merupakan pertanda inefisiensi produksi. Namun EMA mempunyai kelemahan, yaitu
kurang bakunya definisi atas biaya lingkungan dan tarikan kepentingan dari pihak
manajemen dalam melaporkan biaya lingkungan
12 | P a g e
The introduction of “green accounting”, however well thought out, will, under
the present phallogocentric system of accounting, do nothing to avert today’s
environmental crisis. In fact, it could make matters even worse (Cooper, 1992, p. 36).
Istilah lain yang terkait dengan green accounting adalah environmental accounting
sebagaimana yang ditegaskan oleh Yakhou dan Vernon (2004) yakni penyediaan
informasi pengelolaan lingkungan untuk membantu manajemen dalam memutuskan
harga, mengendalikan overhead dan pelaporan informasi lingkungan kepada publik.
McHugh (2008) menjelaskan kinerja lingkungan ini dengan istilah Sustainability
Accounting. Sementara Lindrianasari (2007) memberi istilah dengan Environmental
Accounting Disclosure. Selain itu, green accounting juga dikaitkan dengan Triple
Bottom Line Reporting (Raar, 2002). Istilah terakhir ini juga dikenal dengan Social and
Environmental Reporting dimana dalam pelaporannya keuangannya, perusahaan
melaporkan kinerja aktivitas operasional perusahaan, kinerja lingkungan, dan kinerja
sosialnya (Markus dan Ralph, 1999). Istilah lain bisa juga dipakai misalnya
Environmental Accounting, Social Responsibility Accounting, dan lain sebagainya
(Sofyan Syafri Harahap, 2002).
13 | P a g e
Kawasan yang seharusnya menjadi kawasan lindung dijadikan kawasan industri,
pertambangan dan kawasan komersial lain. Otonomi daerah telah mengubah
kewenangan bidang lingkungan menjadi semakin terbatas di tingkat kabupaten/kota.
Tanpa kontrol yang kuat dari pemerintah pusat atau provinsi, potensi kerusakan
lingkungan akan semakin besar.
14 | P a g e
akuntansi lingkungan (environmental accounting). Demikian pula waktu sebagian
industri mulai menunjukkan wajah sosialnya (capitalism with human face), yang
ditunjukkan dengan perhatian pada employees dan aktivitas-aktivitas community
development, serta perhatian pada stakeholders lain, akuntansi mengakomodasi
perubahan tersebut dengan memunculkan wacana akuntansi sosial (social responsibilty
accounting). Sejak memahami akuntansi sebagai bagian dari fungsi service baik sosial,
budaya, ekonomi bahkan politik, maka banyak faktor mempengaruhi akuntansi itu
sendiri. Belkoui dan Ronald (1991) menjelaskan bahwa budaya merupakan faktor utama
yang mempengaruhi perkembangan struktur bisnis dan lingkungan social, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi akuntansi.
Konsekuensi dari wacana akuntansi sosial dan lingkungan ini pada akhirnya
memunculkan konsep Socio Economic Environmental Accounting (SEEC) yang
sebenarnya merupakan penjelasan singkat pengertian Triple Bottom Line (Wiedmann
dan Manfred, 2006) dimana pelaporan akuntansi ke publik tidak saja mencakup kinerja
ekonomi tetapi juga kinerja lingkungan dan sosialnya. Triple-Bottom-Line (TBL)
accounting is a wide-spread concept for firms wishing to realise broader societal and
environmental objectives in addition to increasing shareholder value. TBL accounts
routinely cover social, economic and environmental indicators and enable decision-
makers to quantify trade-offs between different facets of sustainability (Wiedmann dan
Manfred, 2006, page 2).
SEEC ini merupakan perluasan wacana dari Corporate Social Responsibility. Jadi
tidak sekedar mengelola permasalahan-permasalahan sosial seperti sumber daya
manusia baik internal maupun eksternal seperti masyarakat, masalah sosial lain seperti
beasiswa pendidikan, kepedulian sosial lainnya tetapi juga mengelola permasalahan
lingkungan dan penyebab kerusakannya. Itulah sebabnya, dalam SEEC dikenal istilah
TBL, karena tidak saja melaporkan kinerja ekonomi dan sosial tetapi juga konservasi
lingkungan oleh perusahaan harus diungkapkan.
Akuntansi lingkungan kerap kali dikelompokkan dalam wacana akuntansi
sosial. Hal ini terjadi karena kedua diskursus tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu
menginternalisasi eksternalitas (lingkungan sosial dan lingkungan ekologis), baik positif
maupun negatif, ke dalam laporan keuangan perusahaan. Serupa dengan akuntansi
sosial, akuntansi lingkungan juga menemui kesulitan dalam pengukuran nilai cost and
15 | P a g e
benefit eksternalitas yang muncul dari proses industri. Bukan hal yang mudah untuk
mengukur kerugian yang diterima masyarakat sekitar dan lingkungan ekologis yang
ditimbulkan polusi udara, limbah cair, kebocoran tabung amoniak, kebocoran tabung
nuklir atau eksternalitas lain. Pelaporan baik kinerja sosial maupun kinerja lingkungan
ini tidak didapati dalam laporan keuangan yang konvensional, dimana dalam laporan
keuangan yang konvensional hanya dijumpai laporan kinerja ekonomi saja
Di tahun 1990, sebuah polling pendapat di Amerika Serikat (Bragdon dan
Donovan, 1990) dan beberapa negara (Choi, 1999) melaporkan bahwa kebanyakan
orang merasa bahwa wacana lingkungan merupakan hal yang penting dan persyaratan
dan standar untuk itu janganlah dipersulit, serta pengembangan lingkungan yang
berkelanjutan haruslah terus ditingkatkan dengan tentu saja mempertimbangkan kos-nya
(Bragdon dan Donovan, 1990). Hasil dari polling pendapat ini menyarankan bahwa
stakeholders fokus dalam hal perusahaan bertanggungjawab terhadap permasalahan
lingkungan hidup. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk
mengkomunikasikan perhatian mereka terhadap permasalahan lingkungan hidup ini,
meliputi surat kabar, publikasi bisnis, televisi dan atau radio, serta laporan keuangan
tahunan (Gamble, dkk., 1995).
Saat ini tidak ada standar yang baku mengenai item-item pengungkapan
lingkungan. Namun, beberapa institusi telah mengeluarkan rekomendasi pengungkapan
lingkungan, antara lain Dewan Ekonomi dan Sosial - Perserikatan Bangsa-Bangsa
(ECOSOC-PBB), Ernst and Ernst, Institute of Chartered Accountant in England and
Wales (ICAEW) dan Global Reporting Initiative (GRI). Motivasi yang
melatarbelakangi perusahaan untuk melaporkan permasalahan lingkungan lebih
didominasi oleh faktor kesukarelaan (Ball, 2005; Choi, 1999), kapitalisasi atau
pembiayaan dari permasalahan lingkungan serta adanya kewajiban bersyarat yang diatur
dalam standard akuntansi seperti FASB (Gamble, dkk., 1995), adanya teori keagenan
(Watts dan Zimmerman’s. 1978), teori legitimasi dan teori ekonomi politik (Gray, dkk.,
1995).
16 | P a g e
2.8 Peran Akuntan Dalam Mendeteksi bencana lingkungan melalui penerapan
green accounting (akuntansi hijau)
17 | P a g e
Pada kenyataannya, memang dapat kita lihat berbagai kasus pencemaran atau
kerusakaan lingkungan yang diakibatkan karena aktivitas perusahaan kurang
bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya dan konflik antara
perusahaan dengan masyrakat di sekitarnya, karena kurang memperhatikan keadaan
masyarakat tersebut. Beberapa kasus tersebut diantaranya adalah: kasus lumpur Lapindo
di Porong, pencemaran lingkungan oleh Newmont di Teluk Buyat, konflik antara
masyarakat Papua dengan PT. Freeport Indonesia, konflik masyarakat Aceh dengan
Exxon Mobile yang mengelola gas bumi di Arun. Berdasarkan atas munculnya berbagai
aktivitas perusahaan yang tidak bertanggung jawab, sehingga mengakibatkan kerusakan
lingkungan hidup dan terjadinya konflik dengan masyarakat sekitarnya, maka disinilah
peran akuntan untuk berpartisipasi aktif mencegah terjadinya bencana dan kerusakan
lingkungan.
Akuntansi sebagai disiplin ilmu dan profesi, aktivitasnya terkait dengan
penyediaan informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi. Informasi apa
yang disediakan? Hal ini tergantung pada kebutuhan para penggunanya. Pengambilan
keputusan ekonomi dalam arti sempit cukup hanya melihat kinerja keuangan suatu
entitas. Jika entitas menghasilkan laba besar, maka kondisi ini dijadikan tolak ukur oleh
para pengguna informasi untuk mengambil keputusan ekonomi. Calon investor
menanamkan modalnya, para kreditor memberikan pinjamannya dan sebagainya.
Apakah pemikiran seperti di atas masih relevan untuk saat ini? Tentu tidak cukup.
Simpulan baik atau buruknya kinerja suatu entitas tidak cukup hanya melihat dari
besarnya laba yang dihasilkan oleh entitas. Tidaklah baik entitas yang berlaba besar
namun operasinya merusak lingkungan atau tak mempedulikan aspek sosial di
sekitarnya. Sehingga, saat ini telah berkembang suatu kebutuhan atas adanya suatu
sarana yang dapat memberikan informasi mengenai aspek sosial, lingkungan dan
keuangan secara sekaligus. Sesungguhnya kebutuhan tersebut sudah mulai menjadi
pembahasan yang ramai dalam profesi akuntansi di sekitar tahun 1990-an. Laporan yang
memuat informasi sosial, lingkungan dan keuangan sekaligus disebut ”triple bottom line
reporting” yang di dalamnya sarat muatan diantaranya dengan isu ”akuntansi hijau”.
Jika laporan keuangan dengan kandungan tiga aspek tersebut dapat disediakan
oleh profesi akuntansi maka julukan bahwa ”laporan keuangan” merupakan sumber
informasi utama untuk pengambilan keputusan akan tetap dapat disandangnya. Namun,
18 | P a g e
jika tidak maka lambat laun para pengguna (users) akan beralih mencari sumber
informasi baru yang lebih komprehensif. Siapkah profesi akuntan untuk mengantisipasi
perkembangan kebutuhan informasi para stakeholder-nya? Bukanlah hal yang mudah
untuk menyajikan laporan tersebut. Sehingga hal ini, disatu sisi merupakan peluang,
namun di sisi lain merupakan ancaman bagi profesi akuntansi.
Penyempurnaan kandungan informasi dalam laporan keuangan yang ada saat ini
dapat dilakukan antara lain melalui pengaturan dalam akuntansi manajemen dan
akuntansi keuangan. Akuntan manajemen dapat memulainya dengan meningkatkan
perannya. Professional Accountants in Business (PAIB) Committee IFAC, Agustus
2006 menerbitkan tulisan yang berjudul “Why Sustainability Counts for Professional
Accountants in Business”. Tulisan tersebut mendorong agar akuntan manajemen
profesional dapat mengambil peran untuk memberikan pemahaman, melakukan
tindakan dan mencapai efisiensi entitas melalui praktik usaha yang ramah lingkungan.
Peran tersebut dapat dilakukan oleh akuntan manajemen dalam berbagai organisasi dan
berbagai posisi jabatanya dalam organisasi tersebut. Tiga di antara banyak peran yang
dapat dilakukan terkait dengan peningkatan kualitas informasi lingkungan dan sosial
perusahaan. Pertama, mengembangkan kebijakan yang terkait dengan masalah
sustainability. Selanjutnya, menerapkan dan memantau dan mengelola risiko yang
terkait dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. Kedua, mengidentifikasi secara sukarela
aspek lingkungan dan sosial yang sesuai dengan usaha atau operasi perusahaan dengan
sistem informasi manajemen yang ada. Ketiga, mempertahankan dan memperluas
pengetahuan dari peraturan perundang-undangan, pajak dan subsidi yang dapat
diterapkan dunia usaha termasuk ketentuan yang terkait dengan kewajiban penyediaan
informasi lingkungan dan sosial perusahaan yang relevan. Selain itu, International
Federation of Accountants (IFAC) juga telah menerbitkan Guide book for
Environmental Management Accounting (EMA). Akuntansi manajemen lingkungan
merupakan pengelolaan kinerja lingkungan dan ekonomi melalui pengembangan dan
penerapan praktik dan sistem akuntansi terkait lingkungan yang tepat. Selain itu, United
Nations Expert Working Group on EMA mendefinisikan “akuntansi manajemen
lingkungan” adalah seluruh kegiatan dalam rangka mengidentifikasi, mengumpulkan,
19 | P a g e
menganalisis dan menggunakan dua informasi utama untuk pengambilan keputusan
internal. Informasi pertama mengenai informasi fisik atas penggunaan, aliran dan tujuan
akhir dari energi, air dan bahan baku (termasuk limbah). Sedangkan informasi kedua
mengenai informasi moneter atas lingkungan, terkait dengan biaya, laba dan
penghematan.
Akuntansi manajemen lingkungan mengembangkan biaya-biaya yang harus
ditanggung perusahaan sebagai upaya untuk mengendalikan dan mencegah limbah dan
polusi yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Misalnya, biaya-biaya
yang terjadi untuk mencegah dihasilkannya limbah atau polusi; biaya pengendalian dan
daur ulang limbah yang dihasilkan; dan biaya untuk memulihkan wilayah yang terkena
polusi. Jenis biaya-biaya ini sering disebut sebagai environmental protection
expenditures (EPEs). Meskipun demikian biaya-biaya terkait dengan EMA bukanlah
hanya EPE, tetapi termasuk di dalamnya seluruh biaya yang secara efektif dikeluarkan
untuk mengelola kinerja lingkungan.
Akuntansi bahan fisik (physical material accounting) ditujukan untuk
menyediakan informasi fisik penggunaan bahan dan produk fisik yang dihasikan.
Pasokan bahan baku adalah energi, air atau bahan baku lainnya ke dalam entitas.
Keluarannya adalah produk, limbah atau bahan lainnya yang ditinggalkan entitas. Ada
keluaran yang bukan produk keluaran yang diistilahkan sebagai non-produk keluaran.
Entitas yang menggunakan energi dan bahan baku tetapi entitas tersebut bukan industri
manufaktur yang menghasilkan produk fisik, seperti transportasi dan sektor jasa lainnya,
semua energi, air dan bahan baku lainnya yang digunakan, seringkali, akan
meninggalkan non-produk keluaran.
Tabel 9-1 Informasi Fisik atas Penggunaan Bahan dan Produk Keluaran
20 | P a g e
Bahan Operasi Polusi udara
Air
Energi
21 | P a g e
1.1.1.8 Less tangible costs.
Biaya-biaya tersebut termasuk biaya-biaya, baik internal dan eksternal, terkait isu less
tangible. Misalnya, termasuk kewajiban, regulasi di masa depan, produktivitas, citra
perusahaan, hubungan dengan para stakeholder dan eksternalitas.
22 | P a g e
diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi. Biaya-biaya yang telah terjadi dapat
segera diakui dalam laporan laba rugi sebagai beban terkait pemeliharaan lingkungan.
Selain itu, PSAK 57 tentang Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi dan Aset
Kontinjensi, juga memungkinkan untuk mengakui beban sebelum dikeluarkannya biaya,
dalam rangka memenuhi ketentuan hukum atau aspek konstruktif lainnya.
Ketentuan akuntansi yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan yang ada
saat ini sudah memberikan pengaturan yang relatif jelas mengenai cara menyajikan
informasi kepedulian lingkungan dalam laporan keuangan. Tinggal kini bagaimana
penyusun laporan keuangan dan
manajemen entitas memiliki keinginan untuk melaporkan informasi tersebut dalam
laporan keuangan. Sebab, pengakuan beban terkait dengan lingkungan dalam laporan
laba rugi seringkali menimbulkan kekhawatiran manajemen. Mereka khawatir jika biaya
tersebut dikeluarkan akan berdampak pada membesarnya harga pokok pembuatan
produknya. Akibatnya harga jual produk akan menjadi lebih tinggi sehingga daya saing
perusahaan ditinjau dari penetapan harga jual produk tak dapat bersaing di pasaran.
Investasi Lingkungan dan Citra Perusahaan
Investasi untuk menjadi entitas ramah lingkungan perlu biaya besar. Hal ini yang
sering menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk nekad melaksanakan operasinya
tanpa mempedulikan dampak lingkungan yang diakibatkannya. Misalnya, perusahaan
dengan tanpa memasang peralatan penetral limbah dari produk-produk kimia akan
mengeluarkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang
memasang alat penetral limbah. Harga produk perusahaan tersebut lebih murah dengan
kualitas sama. Pelanggan akan memilih produk yang harganya murah dan berkualitas
jika dibanding produk yang sama dengan harga lebih mahal. Untuk sementara
waktu, kondisi seperti ini memang memiliki kesan lebih menguntungkan. Namun, jika
ditinjau secara makro sebetulnya kerugian yang besar telah terjadi. Kerugian
masyarakat akibat pencemaran yang terjadi karena produk menghasilkan limbah yang
mencemarkan lingkungan tidak diperhitungkan. Padahal dari usaha perusahaan yang tak
ramah lingkungan masyarakat menanggung kerugian yang lebih besar dari keuntungan
yang diraup oleh perusahaan tersebut. Sehingga, saat ini padangan masyarakat pun telah
berubah. Produk ramah lingkungan sudah mulai banyak dipilih oleh para pelanggan.
Keputusan pelanggan untuk membeli produk tidak hanya semata didasarkan hanya pada
23 | P a g e
murahnya harga produk tetapi informasi non-finansial juga menjadi penentu. Produk
dengan label ramah lingkungan, misalnya akan dipilih untuk dibeli. Investasi
yang besar dalam upaya untuk ramah lingkungan, dengan berubahnya pola pikir
pelanggan, dengan sendirinya akan ditutup dari hasil penjualan produk dan bahkan akan
meningkatkan keuntungan perusahaan. Banyak perusahaan besar di dunia (seperti
Microsoft, IBM, HSBC, Anglo American dan Roche) menggunakan sustainability
sebagai inti dari strategi usahanya.
Sustainable Development Manager, Paul Monaghan, mengatakan bahwa Co-op
Bank telah mendapatkan kelebihan keuntungan sebesar 40 juta poundsterling dari
manfaat etik dan ekologi yang dilaporkannya dalam sustinability reporting. Baxter
International, perusahaan Amerika yang bergerak di bidang kesehatan, menganalisis
bahwa biaya kepatuhan lingkungan dan program lainnya mendatangkan penghematan.
Baxter menghemat sebesar 69 juta dollar untuk biaya lingkungan yang dikeluarkan
sebesar 22 juta dollar. Produk ramah lingkungan semakin digemari oleh masyarakat.
Masyarakat tidak semata hanya mempertimbangkan harga murah untuk memutuskan
membeli produk. Ramah lingkungan mulai banyak digunakan oleh perusahaan besar
sebagai strategi pengembangan usahanya. Label perusahaan ramah lingkungan mulai
kini dan di masa depan menjadi pilihan.
Profesi akuntansi pada dasarnya telah siap untuk menghadapi perubahan
kebutuhan informasi para stakeholder-nya. Informasi sosial, lingkungan dan keuangan
(triple bottom line) memungkinkan untuk dikemas dalam sebuah laporan keuangan yang
komprehensif karena akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan telah menyediakan
fasilitas untuk menginformasikan hal tersebut.
Namun ironisnya, mengapa pemanasan global mulai terjadi. Logikanya jika
akuntansi efektif menjadi sarana informasi, antisipasi atas akan terjadinya pemanasan
global sudah dapat diperoleh sedini mungkin. Sehingga bencana ini sudah dapat
diantisipasi sebelumnya. Masih banyakkah pihak-pihak yang tega merusak alam demi
keuntungan sementara usahanya? Ternyata peran akuntansi saja tidak cukup untuk
menyadarkan mereka. Bersatu bersama-sama dari berbagai pihak pemerintah,
pengusaha, para ahli lingkungan, para profesional, pengusaha dan berbagai pihak
lainnya untuk mencegah terjadinya bencana yang akan menimpa bumi ini.
24 | P a g e
2.11 Bentuk Pertanggungjawaban Lingkungan
Kualitas lingkungan adalah kebaikan publik, dimana setiap orang menikmatinya
tanpa peduli siapa yang membayar untuknya. Jika suatu produk yang dihasilkan suatu
perusahaan tentunya membawa dampak negatif tehadap lingkungan (pencemaran
lingkungan) seperti, polusi udara, tanah dan air. Dapat dijelaskan sebagai berikut:
Polusi Udara
Polusi Tanah
Tanah telah terpolusi oleh limbah yang beracun yang dihasilkan dari beberapa
proses produksi. Akibatnya tanah akan rusak tidak subur dan akan berdampak buruk
bagi pertanian. Dengan begitu perusahaan harus mempunyai suatu strategi yang
mengarah pada pencegahan terhadap polusi tanah. Misalkan, perusahaan merevisi
produksi dan pengemasan guna mengurangi jumlah limbah. Perusahaan juga harus
menyimpan limbah beracunnya ditempat yang khusus untuk limbah beracun dan
perusahaan juga bias mendaur ulang membatasi penggunaan bahan baku yang pada
akhirnya akan menjadi limbah padat. Ada banyak perusahaan yang memiliki program
lingkungan yang didesain untuk mengurangi kerusakan lingkuperngan. Contoh,
25 | P a g e
perusahaan Homestake Mining Company mengakui bahwa operasi penambangannnya
merusak tanah, sehingga perusahaan tersebut mengelurkan uang untuk meminimalkan
dampak terhadap lingkungan.
Pencemaran air mengacu pada perubahan fisik, biologi, kimia dan kondisi badan
air yang akan mengganggu keseimbangan ekosistem.Seperti jenis polusi, hasil polusi air
bila jumlah besar limbah yang berasal dari berbagai sumber polutan tidak dapat lagi
ditampung oleh ekosistem alam.
Sebenarnya ada alasan tertentu yang berada di belakang apa yang menyebabkan
pencemaran air. Namun, penting untuk membiasakan diri dengan dua kategori utama
pencemaran air, polusi beberapa datang langsung dari lokasi tertentu seseorang. Jenis
polusi disebut pencemaran sumber titik seperti pipa air tercemar limbah yang mengalir
ke sungai dan lahan pertanian. Sementara itu, polusi sumber non-titik adalah polusi
yang berasal dari daerah-daerah besar seperti bensin dan kotoran lain dari jalan raya
yang masuk ke danau dan sungai. Salah satu penyebab utama pencemaran air yang telah
menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang serius dan merupakan polutan yang
berasal dari bahan kimia dan proses industri. Ketika pabrik-pabrik dan produsen
menuangkan bahan kimia dan limbah ternak langsung ke sungai dan sungai, air menjadi
beracun dan tingkat oksigen yang habis menyebabkan banyak organisme air mati.
Limbah ini termasuk pelarut dan zat-zat beracun. Sebagian besar limbah tidak
biodegradable. tanaman Power, pabrik kertas, kilang, pabrik-pabrik mobil membuang
sampah ke sungai. Jadi suatu perusahaan sangat berperan penting dalam menengani
masalah tersebut dengan melakukan penilitian dan strategi untuk mencegah terjadinya
polusi air. Jadi pad prinsipnya perusahaan harus melakukan ada dua cara untuk
menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan non-teknis dan secara teknis.
Penanggulangan secara non-teknis yaitu usaha untuk mengurangi pencemaran
lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundang-undangan yang dapat
merencanakan,mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan
teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya
dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan
dilaksanakan, misalnya AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan, serta
26 | P a g e
menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber
kepada industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses,
mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.
1. Etika Egosentris
Etika egosentris adalah etika yang berdasarkan ego (diri). Fokus etika ini adalah
suatu keharusan utuk melakukan tindakan yang baik bagi diri. Kebaikan
individu adalah kebaikan masyarakat yang merupakan klaim yang dianggap sah.
Orientasi etika egosentris didasarkan pada filsafat individualisme dengan
pandangan bahwa individu merupakan atom sosial yang berdiri sendiri (J.
Sudriyanto, 1992: 13).
27 | P a g e
Menurut Sony Karaf (1990: 31), etika egosentris mempercayai bahwa tindakan
setiap orang pada dasarnya bertujuan mengejar kepentingannya sendiri dan demi
keuntungan dna kemajuan pribadi.
c. Pandangan mekanistik menerima asumsi bahwa sebab yang datang dari luar
berlaku dalam bagian-bagian internal. Oleh karena itu, hukum dan aturan-
aturan yang datang dari penguasa-penguasa sebagai bagian eksternal akan
dipertimbangkan oleh masyarakat secara positif.
2. Etika homosentris
28 | P a g e
Etika homosentris bertolak belakang dengan etika egosentris dalam arti jika
egosentris lebih menekankan pada individu, maka etika homosentrisme lebih
menitikberatkan pada masyarakat. Model-model yang dijadikan dasarnya adalah
kepentingan sosial dengan memperhatikan hubungan antara pelaku dengan
lingkungan yang mampu melindungi sebagian besar hajat masyarakat. Sony
Keraf (1990: 34) mensinyalir adanya kesamaan antara etika egosentrisme, etika
homosentrime, dan etika utilitarianissme. Ketiganya sama-sama mendasarkan
diri pada tujuan. Penilaian baik buruk suatu tindakan tergantung pada tujuannya
dan akibat dari tindakan itu, inilah inti dari utulitarianisme.
Tujuan dan akibat tiindakan pada etika egosintrisme dialamatkan pada tujuan
dan manfaat pribadi individu. Tujuan dan akibat tindakan pada etika
homosentrisme diukur dengan sejauh mana tujuan dan akibat baik bagi sebanyak
mungkin masyarakat yang dapat dicapai. Akan tetapi homosentrisme lebih dekat
dengan utulitarinisme bahkan keduanya dapat dijadikan sebagai etika universal.
Asumsi yang digunakan oleh etika homosentrisme adalah sifat organis mekanis
dari alam. Setiap bagian merupakan bagian-bagian organ dari bagian lainnya.
Jika salah satu bagian hilang maka keseluruhan akan kurang bahkan tidak
berguna. Antarbagian dari suatu keseluruhan memiliki hubungan yang tidak
terpisahkan dan bersifat saling mempengaruhi. Sayangnya, menurut J.
Sudriyanto (1990: 16) dengan pandangan demikian sumber-sumber kekayaan
alam dikuras terus menerus dengan dalih demi kepentingan kemajuan
masyarakat.
3. Etika ekosentrisme
Etika ekosentrisme merupakan aliran etika yang ideal sebagai pendekatan dalam
mengatasi krisis ekologi dewasa ini. Hal ini disebabkan karena etika ekosentris
lebih berpihak pada lingkungan secara keseluruhan, baik biotic maupun abiotik.
Hal terpenting dalam pelestarian lingkungan menurut etika ekosentris adalah
tetap bertahannya segala yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen
ekosistem yang sehat. Benda-benda kosmis memiliki tanggung jawab moralnya
sendiri seperti halnya manusia. Oleh karena itu, diperkirakan memiliki haknya
sendiri juuga. Karena pandangan yang demikian, etika ini sering kali disebut
29 | P a g e
juga deep ecology (J. Sudriyanto, 1992:243). Deep ecology juga disebut etika
bumi. Bumi dianggap memperluas ikatan-ikatan komunitas secara kolektif yang
terdiri atas manusia, tanah, air, tanaman, binatang. Bumi mengubah peran homo
sapiens manusia menjadi bagian susunan warga dirinya. Sifat holistik ini
menjadikan adanya rasa hormat terhadap bagian yang lain. Etika ekosentris
mempercayai bahwa segala sesuatu selalu dalam hubungan dengan yang lain, di
samping keseluruhan bukanlah sekedar penjumlahan. Jika bagian berubah,
keseluruhan akan berubah pula. Tidak ada bagian dalam sesuatu ekosistem yang
dapat diubah tanpa mengubah bagian yang lain dan keseluruhan.
ANTROPOSENTISME
30 | P a g e
Ditiduh salah satu penyebab bagi terjadinya krisis lingkungan hidup. Pandangan
inilah yang menyebabkan manusia berani melakukan tindakan eksploitatif terhadap
alam, dengan menguras demi kepentingannya walau banyak kritik yang dilontarkan,
namun sebenarnya argumen yang ada di dalamnya sebagi landasan yang kuat bagi
pengembangan sikap kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan
hidup yang lebih baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban
memelihara dan melestarikannya.
BIOSENTRIS
EKOSENTRIS
31 | P a g e
termasuk abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang ada di dalamnya. Udara,
walaupun tidak termasuk makhluk hidup, namau sangat menentukan bagi kelangsungan
seluruh makhluk hidup. Jadi ekosentris selain sejalan dengan beiosentrisme – dimana
keduanya sama-sama menetang pandangan antroposentrisme – juga mencakup
komunitas yang lebih luas, yakni komunitas ekologis seluruhnya. Jadi ekosentrisme
menurut tanggung jawab moral yang sama untuk seluruh realitas biologis.
Ekosentrisme disebut juga deep environmental ethics, perhatian teori ini bukan
hanya berpusat pada manusia melainkan pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan
dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Manusia bukan lagi pusat dari
dunia moral. Deep ecology memusatkan perhatian kepada semua makhluk hidup di
bumi, bukan hanya demi kepentingan jangka pendek, melainkan demi kepentingan
seluruh komunitas ekologi.
32 | P a g e
Hak ini disebabkan karena etika ekosentris lebih berpihak pada lingkungan secara
holistik. Cara demikian akan menjaga tetap bertahannya segala yang hidup dan yang
tidak hidup sebagai bagian yang saling terkait dan saling menguntungkan.
33 | P a g e
perubahan desain proses yang dibutuhksn untuk memperbaiki kinerja lingkungan. Jadi,
kerangka kerja balanced scorecard menyediakan tujuan dan ukuran terpadu untuk
mencapai keseluruhan tujuan dari perbaikan kinerja lingkungan.
Ada dua tema lingkungan yang terkait dengan bahan baku dan energi yaitu :
1. Tidak ada lagi energi atau bahan baku yang digunakan melebihi dari yang
dibutuhkan.
2. Harus dicari sarana untuk menghilangkan penggunaan bahan baku atau energi
yang merusak lingkungan (isu zat yang berbahaya).
Ukuran kinerja harus mencerminkan kedua tema ini. Jadi, ukuran-ukuran yang
memungkinkan adalah berapa jumlah kuantitas total dan perunit dari berbagai bahan
baku dan energi (misalnya, berat bahan kimia beracun yang digunakan), ukuran
produktivitas (output/bahan baku, output energi), dan biaya bahan (energi) berbahaya
yang dinyatakan sebagai persentase total biaya bahan baku.
Tujuan inti keempat dapat direalisasikan dalam salah satu dari dua cara berikut :
34 | P a g e
2. Menghindari produksi residu dengan mengidentifikasi penyebab dasar dan
mendesain ulang produk dan proses untuk menghilangkan penyebab-
penyebabnya.
Dari kedua metode tersebut, metode yang kedua lebih disukai. Metode pertama mirip
dengan pemerolehan kualitas produk melalui pemeriksaan dan pengerjaan ulang
(memeriksa kualitas).
Tujuan kelima menekankan konservasi sumber daya yang tidak dapat diperbarui
melalui penggunaan kembali. Daur ulang mengurangi permintaan untuk ekstraksi
tambahan bahan baku. Daur ulang juga mengurangi degradasi lingkungan dengan
mengurangi pembuangan sampah oleh pemakai akhir. Ukurannya mencakup berat
bahan baku yang di daur ulang, jumlah bahan baku yang berbeda-beda (semakin sedikit,
semakin banyak untuk daur ulang), persentase unit yang dibuat ulang, dan energi yang
diproduksi dari pembakaran.
35 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Alam yang indah dan lestari merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup
manusia dan segala lapisan kehidupan yang ada di dalamnya. Untuk menjamin
kelangsungan hidup manusia, diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan
dalam suasana yang menyenangkan. Banyak hal yang dilakukan untuk menjamin
kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam
memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber kekayaan
yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.
36 | P a g e
3.2 Saran
Merupakan pandangan yang keliru apabila mempertentangkan “hidup selaras
dengan alam” dan “menaklukannya”. Manusia dapat saja menggunakan alam ini demi
kegunaan bagi dirinya sambil tetap memperhatikan terpeliharanya kelestarian
lingkungan hidup. Keselarasan yang betul serta keseimbangan yang sehat antar
kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan menuntut juga penaklukan alam oleh
kemampuan teknik manusia.
37 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Mardana Moto (07 Juni 2011). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan – Corporate
Social Responsibility CSR. Diakses pada tanggal 28 April 2017 dari
http://notcupz.blogspot.co.id/2011/06/tanggung-jawab-sosial-perusahaan.html
Amaliah Rizky (04 Desember 2014). Manajemen Biaya Lingkungan. Diakses pada
tanggal 28 April 2017 dari http://irmajhe.blogspot.co.id/2014/12/manajemen-
biaya-lingkungan.html
Sully (17 November 2010). Manajemen Lingkungan. Diakses pada tanggal 28 April
2017 dari http://sullyhouse.blogspot.co.id/2010/11/manajemen-lingkungan.html
38 | P a g e