Anda di halaman 1dari 4

RMK 1

FILSAFAT AKUNTANSI, PENDEKATAN ILMIAH, DAN PENDEKATAN


ALTERNATIF DALAM PENELITIAN

Filsafat Akuntansi

Pengetahuan diproduksi oleh manusia, untuk manusia, serta tentang manusia dengan
lingkungan sosial dan fisiknya. Akuntansi pun demikian, seperti wacana berbasis empiris
lainnya, ia berusaha untuk memediasi hubungan antara manusia, kebutuhan mereka, dan
lingkungan mereka. Dan dalam hubungan timbal balik, pemikiran akuntansi itu sendiri
berubah ketika manusia, lingkungan, dan persepsi mereka tentang kebutuhan mereka
berubah.

Secara kolektif, terdapat tiga rangkaian yang menggambarkan sebuah cara melihat dan
meneliti dunia.

Rangkaian yang pertama berkaitan dengan gagasan pengetahuan. Kepercayaan ini dapat
dibagi menjadi dua rangkaian yang berhubungan yaitu epistemologi dan metodologi.
Epistemologi menentukan apa yang dianggap sebagai kebenaran yang dapat diterima dengan
menentukan kriteria dan proses penilaian klaim kebenaran. Metodologi mengindikasikan
metode penelitian yang sesuai untuk mengumpulkan bukti valid. Jelas bahwa kedua asumsi
ini sangat berhubungan. Metode penelitian yang tepat akan bergantung pada bagaimana
kebenaran didefinisikan. Asumsi kedua mengenai objek studi. Asumsi ketiga mengenai
hubungan antara pengetahuan dan dunia empiris. Apa tujuan pengetahuan di dalam dunia
praktik?

Pendekatan Ilmiah

Penelitian ilmiah berfokus pada penyelesaian masalah dan mengacu pada langkah-langkah
logis, terorganisir, dan metode yang akurat untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan
data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan yang valid dari penelitian. Penelitian ini
tidak didasarkan pada firasat, pengelaman, maupun intuisi, tetapi cenderung pada hal-hal
yang lebih objektif daripada subjektif.

Terdapat sejumlah keunggulan dari penelitian ilmiah, diantaranya :

1. Penelitian dimulai dengan penetapan target/tujuan (purposiveness)


2. Penuh kehati-hatian, ketelitian, dan ketepatan (rigor)
3. Dapat diuji (testability)
4. Dapat direplikasi (replicability)
5. Presisi dan akurat (precision and confidence)
6. Objektif (objectivity)
7. Kemampuan generalisasi (generalizability)
8. Bersifat hemat / ekonomis (parsimony)

Salah satu jenis metode ilmiah adalah metode hypothetico-deductive yang dipopulerkan oleh
Karl Popper seorang filsuf Austria yang memberikan pendekatan sistematis dalam
menghasilkan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dasar dan manajerial. Berikut tujuh
langkah dari metode hypothetico-deductive :

1. Mengidentifikasi area masalah yang luas


2. Menetapkan pernyataan masalah
3. Mengembangkan hipotesis
4. Menentukan pengukuran
5. Mengumpulkan data
6. Menganalisis data
7. Menginterpretasi data

Pendekatan Alternatif

a. Positivisme
Menurut pandangan positivis, ilmu dan penelitian ilmiah dipandang sebagai cara
untuk memperoleh kebenaran. Positivis meyakini bahwa terdapat kebenaran objektif
di luar sana, untuk memahami dunia dengan cukup baik sehingga kita dapat
memprediksi dan mengendalikannya. Bagi positivis, dunia beroperasi dengan hukum
sebab akibat yang dapat kita lihat jika menggunakan pendekatan ilmiah dalam
penelitian. Beberapa positivis meyakini bahwa tujuan penelitian hanya untuk
mendeskripsikan fenomena yang secara langsung dapat diamati dan diukur secara
objektif. Bagi mereka, pengetahuan diluar itu, seperti emosi, perasaan, dan pikiran,
adalah hal yang tidak mungkin.
b. Konstruksionisme
Konstruksionisme mengkritik kepercayaan positivis yang menyatakan bahwa terdapat
kebenaran yang objektif. Konstruksionisme menganut pandangan yang berlawanan,
yaitu bahwa dunia (sebagaimana yang kita ketahui) pada dasarnya adalah mental atau
dibangun secara mental. Oleh karena itu, konstruksionis tidak mencari kebenaran
yang objektif. Sebagai gantinya, mereka bertujuan untuk memahami aturan yang
digunakan manusia untuk memahami dunia dengan menyelidiki apa yang terjadi
dalam pikiran manusia. Konstruksionis secara khusus tertarik kepada bagaimana cara
manusia melihat dunia sebagai hasil interaksi dengan sesamanya dan konteks dimana
mereka terjadi. Metode penelitiannya seringkali bersifat kualitatif. Konstruksionis
lebih sering berfokus dengan pemahaman spesifik tentang sebuah kasus daripada
mengeneralisasi temuannya. Maka sangat masuk akal jika dalam pandangan
konstruksionisme tidak ada realitas objektif yang digeneralisasikan.
c. Realisme Kritis
Realisme kritis merupakan pandangan yang berada di antara pandangan positivisme
dan konstruksionisme. Realisme kritis adalah sebuah kombinasi kepercayaan akan
realitas eksternal (kebenaran objektif) dengan menolak bahwa realitas eksternal dapat
diukur secara objektif; observasi akan selalu tunduk pada interpretasi. Realis kritis
dengan demikian kritis terhadap kemampuan untuk memahami dunia dengan pasti.
Dimana positivis percaya bahwa tujuan penelitian adalah untuk mengungkapkan
kebenaran, realis kritis percaya bahwa tujuan penelitian adalah untuk maju ke arah
tujuan ini, meskipun tidak mungkin untuk menjangkaunya. Berdasarkan pandangan
kritis realis, mengukur fenomena seperti emosi, perasaan, dan sikap seringkali bersifat
subjektif. Realis kritis juga percaya bahwa peneliti pada dasarnya bias.
d. Pragmatisme
Fokus pragmatisme adalah pada praktik, penelitian terapan sudut pandangnya berbeda
dengan penelitian dan subjek yang sedang dipelajari bermanfaat untuk menyelesaikan
masalah. Pragmatisme mendeskripsikan penelitian sebagai sebuah proses dimana
konsep dan arti (teori) mengeneralisasikan tindakan dan pengalaman kita di masa lalu,
dan juga interaksi yang kita alami dengan lingkungan. Dengan demikian, para
pragmatis menekankan sifat penelitian yang dibangun secara sosial. Peneliti yang
berbeda memiliki ide yang berbeda, dan penjelasannya, apa yang sedang terjadi
disekitar kita. Bagi para pragmatis, perbedaan perspektif, ide, dan teori membantu
untuk menambah pemahaman tentang dunia. Dengan demikian, para pragmatis
mendukung elektisisme dan pluarisme. Ciri penting lain dari pragmatisme adalah ia
memandang kebenaran saat ini sebagai tentatif dan berubah seiring waktu. Dengan
kata lain, hasil penelitian harus selalu dilihat sebagai kebenaran sementara. Para
pragmatis menekankan hubungan antara teori dan praktik. Bagi para pragmatis, teori
diturunkan dari praktik dan kemudian diterapkan kembali ke praktik untuk
memperoleh praktik cerdas. Sepanjang garis ini, para pragmatis melihat teori dan
konsep sebagai alat yang penting untuk menemukan jalan di dunia yang mengelilingi
kita. Bagi para pragmatis, nilai penelitian terletak pada relevansi praktiknya; tujuan
dari teori adalah untuk menginformasikan praktik.

Anda mungkin juga menyukai