SINDROM NEFROTIK
A. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan
protein karena kerusakan glomerulus yang difus.
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal.
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan klinik udema, proteinuria, hipoalbunemia,
hiperkolesteromia dan berhubungan dengan kelainan glomerulus akibat penyakit-penyakit
tertentu yang tidak diketahui.
Kejadian penyakit sindrom nefrotik terbanyak pada anak berumur antara 3-4 tahun
dengan perbandingan wanita: pria = 1:2.
Ginjal berbentuk seperti biji kacang, jumlah ada dua buah di sebelah kiri dan
kanan.
Ginjal terletak di daerah abdomen,retroperitoneal antara vertebra lumbal I dan IV ,
pada orang dewasa ginjal panjangnya 12 – 13 cm, berat 120 gram – 150 gram.
2. STRUKTUR GINJAL
Ginjal terdiri dari kortek dan medulla. Tiap ginjal terdiri atas 8 – 12 lobus yang
berbentuk piramid.Dasar piramid terletak pada korteks dan puncaknya disebut papila
bermuara di kaliks minor.Pada daerah kortek terdapat glomerulus, tubulus kontortus
proksimal dan distal.Sedangkan daerah medula penuh dengan percabangan pembuluh darah
arteri dan vena renalis, ansa henle dan duktus koligens.
Satuan terkecil dari ginjal disebut nefron.Tiap Ginjal mempunyai kira – kira 1 juta
nefron.Nefron terdiri atas gloimerulus, kapsuila bowman, tubulus kontortus proksimal,
ansa henle dan tubulus kontortus distal.Ujung dari nefron yaitu tubulus kontortus distal
bermuara di duktus koligens.Nefron yang terletak di daerah korteks disebut nefron kortikal,
sedangkan yang terletak diperbatasan dengan medula disebut nefron juksta medular
mempunyai ansa henle yang lebih panjang yang berguna terutama pada ekresi air dan
2
garam. Sebagian besar dari tubulus distal akan bersinggungan dengan arteriol aferen dan
eferen pada tempat masuknya kapsula bowman.Pada tempat ini sel tubulus distal menjadi
lebih rapat dari intinya lebih tegas disebut makula densa. Dinding arteriol aferen yang
bersinggungan mengalami perubahan dan mengandung granula yang disebut renin.
Daerah segitiga dengan batas-batas pembuluh aferen, eferen dan makula densa ini
disebut aparat juksta glomerular.
3. FISIOLOGI GINJAL
Fungsi ginjal terutama untuk membersihkan plasma darah dari zat – zat yang
tidak diperlukan tubuh terutama hasil – hasil metabolisme protein:
Filtrasi plasma di glomerulus
Reabsorbsi terhadap zat – zat yang masih diperlukan tubuh di tubulus.
Sekresi zat – zat tertentu di tubulus.
Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalaM 2 golongan :
1. Fungsi Eksresi
Eksresi sisa metabolismedn protein.
Regulasi volume cairan tubuh.
Menjaga keseimbangan asam basa.
2. Funsi Endokrin
Memproduksi renin (pengaturan tekanan darah) erytropoetin(merangsang sumsum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah.).
Metabolisme vitamin D
Degradasi sistem perkemihan biasa ditemui insulin pada sel – sel tubular.
C. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini
dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten
terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan
biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
3
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila
dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi
yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian
dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, yang disebabkan oleh karena
terjadinya hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng.
G. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini
5
A. EVALUASI DIAGNOSTIK
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin.
b. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan
dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
Albumin < 2,5 g / dl, kolesterol dan trigliserid meningkst.
2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
I. MANAGEMENT TERAPEUTIK
1. Mengurangi eksresi protein dalam urine dan mempertahankan urine terbatas dari protein
2. Mencegah infeksi akut
3. Mengontrol udem
4. Meningkatkan nutrisi
5. Mengembalikan penyesuaian dari gangguan proses metabolic
J. Penatalaksanan
1. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak
berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan
tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
2. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari
dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan
edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein
yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang
7
persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus
mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
3. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma
terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,
menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus
dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak
menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
4. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan
untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
5. Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai
efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan
sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan
cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat
cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik
( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis
dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.
6. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
7. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami
infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
8. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan
harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
9. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan
penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit
ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi
8
dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan
frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan
di rumahn sakit.
K. Protokol Pengobatan
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan
sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4
minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.
1. Sindrom nefrotik serangan pertama
a. Perbaiki keadaan umum penderita :
1) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke
bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal.
2) Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
3) Berantas infeksi.
4) Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
5) Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika
ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
b. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi
spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau
kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu
waktu 14 hari.
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4
kali dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien
tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat
indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
L. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
10
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya
akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan
steroid.
11
A. Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan
berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema,
bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi ,
berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi
pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum,
urin berbusa ).
Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah
merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol )
jumlah darah, serum sodium.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L,
2004 : 550)
2. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
4. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
5. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
6. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
7. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
8. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
C. Perencanaan Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L,
2004 : 550)
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan
intake dan output.
12
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan,
tidak terjadi edema.
Intervensi:
1. Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
2. Observasi perubahan edema
3. Batasi intake garam
4. Ukur lingkar perut
5. timbang berat badan setiap hari
6. kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat,
mempertahankan berat badan
Intervensi:
1. tanyakan makanan kesukaan pasien
2. anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
3. pantau adanya mual dan muntah
4. bantu pasien untuk makan
5. berikan makanan sedikit tapi sering
6. berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit
dalam batas normal.
Intervensi:
1. cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2. pantau adanya tanda-tanda infeksi
3. lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
4. anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
5. kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
15
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih
bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines
for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih
bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester.
Jakarta: EGC.