Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

TRAUMA KAPITIS

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

 AAT KUSMAYANTI
 IGAMAWARNI
 ISRAWATI
 PATRININGSI
 SARI YANA MIATI
 SRI HASTUTI

PRODI S1 KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS
ST. FATIMAH MAMUJU
2021 – 2022

I
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat
Rahmat-Nya lah kami di berikan nikmat dan kesehatan, sehingga dapat menyelesaikan
Asuhan Keperawatan pasien kritis dengan gangguan sisten persyarafan kasus “Cidera
kepala”.
Dalam penulisan dan penyusunan kalimat dalam tugas ini mungkin masih banyak
kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pembaca demi terwujudnya kesempurnaan Asuhan Keperawatan kami di masa
yang akan datang, untuk itu lah pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada dosen kami atas bimbingan yang telah diberikan kepada kami, semoga
Asuhan Keperawatan ini bermanfaat bagi kami dan pembaca.

Mamuju , 07 November 2021

Penyusun

II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................II
DAFTAR ISI............................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan Umum..............................................................................................1
BAB II KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian....................................................................................................2
B. Etiologi.........................................................................................................2
C. Patofisiologi.................................................................................................3
D. Gejala Klinis Trauma Kapitis.......................................................................4
E. Komplikasi Trauma Kapitis.........................................................................5
F. Manifestasi Klinis........................................................................................5
G. Penatalaksanaan Medis.................................................................................5
H. Pemeriksaan Penunjang................................................................................7
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................8
B. Saran............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA

III
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma Kapitis masih merupakan permasalah kesehatan global sebagai
penyebab kematian, disabilitas, dan deficit mental. Cedera kepala menjadi salah satu
penyebab kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala sering
mengalami edema cerebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau
ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan
meningkatnya tekanan intra kranial (Kumar, dkk, 2013). Sedangkan menurut
Smelter & Bare, (2013). Trauma Kapitis atau Cedera kepala merupakan kerusakan
otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat dari trauma atau benturan sehingga
darah yang mengalir berhenti walaupun hanya beberapa menit saja, sedangkan
kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Menurut Smeltzer & Bare (2013), pertimbangan paling penting pada cedera
kepala adalah apakah otak telah atau tidak mengalami cedera. Kejadian cedera
minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan
oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Sementara sel-sel serebral
membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk kebutuhan metabolisme yang
mengandung oksigen, nutrien dan mineral. Cedera kepala dapat diklasifikasikan
berdasarkan keparahan cedera dan menurut jenis cedera. Berdasarkan keparahannya
cedera kepala dibagi menjadi 3, yaitu Cedera Kepala Ringan (CKR), Cedera Kepala
Sedang (CKS), dan Cedera Kepala Berat (CKB). Sedangkan menurut jenis cedera
dibagi 2, yaitu cedera kepala terbuka dan cedera kepala tertutup (Wijaya & Yessi.
2013).

B. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Cedera Kepala di RS.

1
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian
a. Trauma kapitis merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktis dan Sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000 ; 3).
b. Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma, baik trauma tumpul maupun
trauma tajam (Batticaca, 2008 ; 96).
c. Trauma Kapitis adalah cedera pada kepala mengenai kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering
terjadi dan mengakibatkan kelainan neurologis yang serius serta telah
proporsi epidemik sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan
("Baughman, 2000 ; 65).
d. Pada umumnya cedera kepala merupakan akibat salah satu kombinasi
dari dua mekanisme dasar yaitu kontak bentur dan guncangan lanjut
(satyanegara, 2010 ; 193)
Adapun klasifikasi cedera kepala berdasarkan mekanisme, keparahan, dan
morfologi cedera menurut mansjoer (2000 ; 3) yaitu :
1. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi durameter.
a. Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan mobil) dan
kecepatan rendah (terjatuh atau dippukul).
b. Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus
lainnya).
2. Keparahan cedera
a. Ringan : skala koma Glasgow (glasglow coma scale, GCS) 14-
15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS 3-8

B. Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya
cedera kepala atau trauma kapitis adalah sebagai berikut:
1. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor
bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di
gerakkan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain
(secara paksa).
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah seperti
translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala
bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat

2
searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi)
pada arah tersebut.
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2 macam
cedera kepala yaitu:
1. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat
dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral,
hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa
lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk:
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada
hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
Menurut NANDA (2013) mekanisme cidera kepala meliputi Cedera
Akselerasi, Deselerasi, Akselerasi-Deselerasi, Coup-Countre Coup, dan Cedera
Rotasional.
1. Cedera Akselerasi
Terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak,
misal alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan ke
kepala.
2. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam, seperti pada kasus
jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
kekerasan fisik.
4. Cedera Coup-Countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam
ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh
pasien dipukul dibagian belakang kepala.
5. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar di dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron
dalam substansi alba serta robeknya pembuluh darah yang menfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.

C. Patofisiologi
Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan
jaringan otak. Ini bisa sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa keadaan yang
dapat mempengaruhi luasnya cedera kepala pada kepala yaitu:
1. Lokasi dari tempat benturan lansung
2. Kecepatan dan energi yang dipindahkan
3. Daerah permukaan energi yang dipindahkan
4. Keadaan kepala saat benturan (Wahyu Widagdo, dkk, 2007)
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah untuk
mengalami cedera dan kerusakan. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka

3
besar bagi seseorang. Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu
jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap
kekuatan trauma eksternal diantara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan
lapisan membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek
pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari
arteri, perdarahan arteri yang diakibatkan tertimbun dalam ruang epidural bisa
mengakibatkan fatal. Kerusakan neurologik disebabkan oleh suatu benda atau
serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak oleh pengaruh
kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan oleh efek akselerasi-deselerasi
pada otak. Derajat kerusakan yang disebabkan bergantung pada kekuatan yang
menimpa, makin besar kekuatan maka makin parah kerusakan yang terjadi.
Kerusakan yang tejadi karena benda tajam berkecepatan rendah dengan
sedikit tenaga. Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat tertentu dan
disebabkan oleh benda atau fragmen tulang yang menembus duramater pada
tempat serangan. Cedera menyeluruh sering dijumpai pada trauma tumpul kepala.
Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan diteruskan ke otak. Banyak energi
yang diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala dan tengkorak,
tetapi pada trauma hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Bila
kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar (pada kecelakaan)
kerusakan tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja tetapi juga
akibat akselerasi dan deselerasi.
Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan bergeraknya isi dalam
tengkorak sehingga memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada
tempat yang berlawanan dengan benturan. Apabila bagian otak yang kasar
bergerak melewati daerah krista sfenoidalis, bagian ini akan dirobek dan
mengoyak jaringan. Kerusakan akan diperparah lagi bila trauma juga menyebabkan
rotasi tengkorak. Bagian otak yang akan mengalami cedera yaitu bagian anterior
lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior lobus oksipitalis, dan bagian atas
mesonfalon. Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus
pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade yang
berakibat merusak otak. (Price & Wilson. 2012)
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan
aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
serebral (Bararah & Jauhar. 2013 ).

D. Gejala Klinis Trauma kapitis


Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan
1. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun untuk beberapa saat kemudian
sembuh
2. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
3. Mual atau muntah
4. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun

4
5. Perubahan kepribadian diri
6. Letargik
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat
3. Gejala atau tanda-tanda kardinal yang menunjukkan peningkatan di otak
menurun atau meningkat
4. Perubahan ukuran pupil (anisokoria)
5. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan)
6. Apabila meningkatnya tekanan intracranial terdapat pergerakan atau posisi
abnormal ekstermitas

E. Komplikasi trauma kapitis


1. Fraktur tengkorak
Menunjukkan tingkat keparahan cedera. Tidak diperlukan terapi khusus kecuali
terjadi trauma campuran, tekanan, atau berhubungan dengan kehilangan LCS
kronis (misalnya fraktur fosa kranialis anterior dasar tengkorak).
2. Perdarahan intracranial
a. Perdarahan ekstradural : robekan pada arteri meningea media. Hematoma
di antara tengkorak dan dura. Seringkali terdapat interval lucid sebelum
terbukti tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (TIK).
b. Perdarahan subdural akut : robekan pada vena di antara araknoid dan
durameter. Biasanya terjadi pada orang lanjut usia. Terdapat perburukan
neurologis yang progresif.
c. Hematoma subdural kronis : robekan pada vena yang menyebabkan
hematoma subdural yang akan membesar secara perlahan akibat
penyerapan LCS. Sderingkali yang menjadi penyebab adalah cedera
ringan. Mengantuk dan kebingungan, sakit kepala, hemiplegia. Terapi
dengan evakuasi bekuan darah.
d. Perdarahan intraserebral : perdarahan kedalam substansi otak yang
menyebabkan kerusakan ireversibel. Usaha dilakukan untuk mencegah
cedera nutrisi yang adekuat (grace, 2006 ; 93).

F. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang di timbulkan
1. Nyeri menetap / setempat biasanya menunjukkan fraktur.
2. Fraktur pada kubah sentral menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.
3. Fraktiuir pada basal tulang tengkorak, seringkali menyebabkan
hemoralgi darihidung, faring, dan darah mungkinakan terlihat pada
kongjungtiva.
4. Ekimosis mungkin terlihat di atas mastoid (battle sign).
5. Drainase cairan cerebrospinal dari telinga dan hidung menandakan
fraktur basaltulang tengkorak.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien dengan Trauma Kapitis meliputi sebagai berikut :
1. Survei primer (primary survey)
a. Jalan napas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi.
b. Pernapasan. Pernapasan dinilai dengan menghitung laju pernapasan, dan
memperhatikan kesimetrisan gerak dinding dada.

5
c. Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isitonik, seperti ringer
laktat.
d. Deficit neurologis.status neurologis dinilai dengan menilaai tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tingkat kesadaran dapat di
klasifikasikan dengan mengukur GCS.
e. Control pemaparan / lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga
semua luka dapat terlihat.

2. Survey sekunder
Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera.
Bila telah dipastikan penderita tidak memiliki masalah dengan jalan napas,
dan sirkulasi darah maka Tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang
dialami akibat cedera disertai observasi tanda vital dan devisit neurologis.
Selain itu, pemakaian penyangga leher diindikasikan jika :
 Trauma kapitis berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas dileher.
 Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher.
 Gangguan keseimbangan atau berjalan.
 Kelemahan umum.
Bila setelah 24 jam tidak di temukan kelainan neurologis berupa :
 Penurunan kesadran
 Gangguan daya ingat
 Nyeri kepala hebat
 Mual dan muntah
 Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor, refleks patologis)
 Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan
 Abnormalitas anatomi otak berdasarkan CT scan
Penderita dapat meninggalkan rumah sakitdan melanjutkan
perawatannya di rumah. Namun jika tanda-tanda di atas ditemukan pada
observasi 24 jam pertama, penderita harus dirawat di rumah sakit dan observasi
ketat. Status trauma kapitis yang di alami menjadi trauma kapitis sedang atau
berat dengan penanganan yang berbeda.
Bila pada CT scan kepala ditemukan hematoma epidural (EDH) atau
hematoma subdural (SDH), maka indikasi bedah adalah :
1) Indikasi bedah pada hematoma epidural (EDH)
 EDH simptomatik
 EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal > 1 cm
 EDH pada pasien pediatri
2) Indikasi bedah pada hematoma subdural (SDH)
 SDH simptomatik
 SDH dengan ketebalan > 1 cm pada dewasa atau > 5 mm pada
pediatri (Dewanto, 2009 ; 17-18).

6
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos kepala
Foto polos kepala / otak memiliki sensivitas dan spesifitas yang rendah
dalam mendeteksi perdarahan intracranial. Pada era CT scan foto polos
kepala mulai mulai di tinggalkan.
2. CT Scan kepela
CT scan kepala merupakan standard baku untuk mendeteksi perdarahan
intracranial. Semua pasien dengan GCS <15 sebaiknya menjalani
pemeriksaan CT scan sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan
dilakukan hanya dengan indikasi tertentu seperti : nyeri kepala hebat,
adanya tanda-tanda fraktur basis kranii, adanya Riwayat cedera yang
berat, muntah lebih dari 1 kali, penderita lansia (Usia > 65 tahun)
dengan penurunan kesadaran atau amnesia, kejamg, Riwayat gangguan
vaskuler, gangguan keseimbangan atau berjalan.
3. MRI Kepala
MRI kepala adalah Teknik pencitraan yang lebih sensitive dibandingkan
dengan CT sca, kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat
oleh MRI. Namun dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama di
bandingkan dengan CT scan sehingga tidak sesuai dalamsituasi gawat
darurat.
4. PET atau SPECT
Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission
Computer Tomography (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan
abnormalitas pada fase akut dan kronis meskipunCT scan atau MRI dan
pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan kerusakan. Namun,
spesifisitas penemuan abnormalitas tersebut masi dipertanyakan. Saat
ini, penggunaan PET atau SPECT pada fase awal kasus CKR masi
belum direkomendasikan (Dewanto, 2009 ; 16).

7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Trauma kapitis merupakan permasalahan kesehatan global sebagai


penyebab kematian, disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi
penyebab utama kematian disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala
seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di
intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial. Cedera kepala merupakan
cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton,2012).

B. Saran

Diharapkan kepada pendidikan kesehatan harus melakukan pengembangan


dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang, agar bisa memberikan
asuhan keperawatan yang professional untuk klien, khususnya asuhan keperawatan
dengan cedera kepala.

8
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon Committee on Trauma . 2008. Cedera Kepala dalam
Advanced Trauma Life Support for Doctors.Ikatan Ahli Bedah Indonesia.
Komisi trauma IKABI.
Defense Center of Exellence. 2010. Assessment and Management of Dizziness
Associated with Mild TBI.
Ganong, 2002 . Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. (Alih Bahasa Oleh : 1 Made
Kariasa, Dkk). Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaplus.
Mansjoer, Arief. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaplus.
Morton, Gallo, Hudak. 2012. Keperawatan Kritis Volume 1 & 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Nursalam. 2001, Pengantar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai