Anda di halaman 1dari 9

e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SELF REGULATED


LEARNING BERBANTUAN MEDIA LINGKUNGAN
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA SD

Dewi Juniayanti1, Gede Sedanayasa2, I Gede Margunayasa3

Jurusan PGSD1, Jurusan BK2, Jurusan PGSD3, FIP


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: dewijunia57@gmail.com 1, gede_sedanayasa@yahoo.co.id2,


pakgun_pgsd@yahoo.com 3

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar IPA antara
siswa yang mengikuti pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) berbantuan media
lingkungan dan konvensional pada siswa kelas V di Gugus IV Kecamatan Selat
Kabupaten Karangasem. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas V SDN 4 Muncan
yang berjumlah 26 orang dan siswa kelas V SDN 2 Muncan yang berjumlah 22 orang.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data non-
test yaitu kuisioner motivasi. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis
statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian ini menemukan bahwa
terdapat perbedaan motivasi belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang
mengikuti pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) berbantuan media lingkungan
dan siswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran konvensional (ttabel =
1,675 > thitung = 35,6). Perbandingan hasil perhitungan rata-rata motivasi belajar IPA
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Self Regulated
Learning (SRL) berbantuan media lingkungan adalah 132,96 lebih besar dari rata-rata
motivasi belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran model konvensional adalah
96,4. Hal ini berarti penerapan model pembelajaran Self Regulated Learning (SRL)
berbantuan media lingkungan berpengaruh terhadap motivasi belajar IPA siswa kelas
V semester genap di Gugus IV Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem tahun
pelajaran 2015/2016.

Kata-kata kunci: Self Regulated Learning, media lingkungan, motivasi belajar

Abstract
This study aims to determine the differences between students' motivation to learn
science the following study Self-Regulated Learning (SRL) assisted and conventional
media environment at fifth grade students in Cluster IV Selat subdistrict. Samples of
this study are students of class V SDN 4 Muncan totaling 26 people, and fifth grade
students of SDN 2 Muncan amounting to 22 people. Collecting data in this study using
a non-test data collection is questionnaire motivation. Data collected were analyzed
using descriptive statistical analysis and inferential statistics (t-test). Our research
found that there are differences in motivation to learn science significantly between
groups of students who take the learning Self Regulated Learning (SRL) aided
environmental media and students following the conventional learning model study
(ttable= 1,675> tvalue= 35.6). Comparison of the results of the calculation of average
motivation to learn science students who take the learning to the learning model Self
Regulated Learning (SRL) aided 132.96 media environment is greater than the
average motivation to learn science students who take the conventional model study
was 96.4. This means learning model application Self-Regulated Learning (SRL)
aided the media environment affect motivation for fifth grade science students in the
second semester of Cluster IV District of Karangasem Selat subdistrict year
2015/2016.

Key words: Self Regulated Learning, learning motivation

1
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

PENDAHULUAN belajar bagi siswa serta tidak memberikan


Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan belajar dalam pembelajaran
kebutuhan manusia. Pendidikan kepada siswa.
merupakan investasi jangka panjang Siswa seakan-akan menjadi objek
manusia yang memerlukan usaha dan seperti gelas yang diisi air sampai tumpah
biaya yang cukup besar. Jika tidak ada walau sudah penuh dan tidak mampu
pendidikan, maka seorang manusia tidak menampung lagi, artinya siswa dipaksa
akan mempunyai pengetahuan, sikap, dan menerima seluruh informasi tanpa
keterampilan. Perlunya pengetahuan, diberikan kesempatan untuk melakukan
sikap, dan keterampilan bagi seseorang pengendapan dan tidak diberi kesempatan
adalah untuk kelangsungan masa untuk merefleksi secara logis dan kritis.
depannya untuk dirinya sendiri dan juga Metode pembelajaran yang diterapkan
orang lain. Pendidikan dewasa ini guru belum dapat mengaktifkan siswa
dikembangkan menuntut lebih secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan
ditekankannya pada pengetahuan, sikap, kurang adanya inisiatif dari guru untuk
dan keterampilan seseorang. Pendidikan membangun proses pembelajaran agar
secara umum bertujuan menghasilkan lebih aktif, menarik, dan menyenangkan.
sumber daya manusia yang berkualitas, Guru juga jarang memberikan
cerdas, memiliki intelektual yang tinggi penghargaan dalam belajar, tentunya ini
sehingga dapat mengisi kemerdekaan juga dapat memengaruhi keaktifan siswa.
demi tercapainya tujuan pendidikan Komunikasi pembelajaran hanya satu
nasional. Perkembangan IPTEK yang arah, kurang adanya interaksi timbal balik
semakin modern menuntut adanya antara guru dengan siswa dan antara
perubahan di bidang pendidikan. Dalam siswa itu sendiri. Siswa cenderung hanya
arti integratif, pendidikan dikaji secara dianggap sebagai pendengar aktif, meliputi
historis, sosiologis, psikologis dan filosofis. (datang, duduk, diam dan mendengarkan)
Upaya pendidikan mencakup seluruh 3DM sehingga membuat siswa merasa
aktivitas pendidikan, sekaligus jenuh. Disinilah tugas guru sebagai
sistematikanya (Suwarno, 2006). fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar
Berdasarkan hasil wawancara harus mampu memberikan motivasi siswa
bersama salah satu guru IPA bernama I untuk mengikuti pembelajaran dengan baik
Ketut Suandi, S.Pd, di SDN 1 Muncan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
yang dilakukan pada tanggal 23 November Motivasi diartikan sebagai suatu
2015 mengatakan bahwa pendidikan IPA kondisi yang menggerakkan individu untuk
hingga saat ini masih menjadi momok bagi mencapai suatu tujuan atau beberapa
siswa, selain materinya kompleks juga tujuan dari tingkat tertentu atau dengan
banyak mengandung konsep abstrak. kata lain motivasi itu yang menyebabkan
Kelanjutan hasil wawancara bersama timbulnya semacam kekuatan agar individu
beliau disebutkan seperti di bawah ini. itu berbuat, bertindak, atau bertingkah
Kebanyakan siswa kurang termotivasi laku, (Effendi, 1984). Motivasi adalah
dalam mengikuti pembelajaran IPA. Ini keseluruhan daya penggerak di dalam diri
dikarenakan kurang adanya hasrat dan siswa yang menimbulkan, menjamin
keinginan berhasil dalam pembelajaran kelangsungan, dan memberikan arah
dan tidak adanya kegiatan yang menarik kegiatan belajar sehingga diharapkan
dalam belajar. Guru tidak menggunakan tujuan tercapai (Sardiman AM, 2006:102).
media benda nyata, padahal tahap berpikir Motivasi inilah yang mendorong seseorang
anak kelas V SD baru mencapai pada untuk melakukan suatu kegiatan atau
tahap operasional konkret sehingga pekerjaan. Dengan motivasi, pelajar dapat
mereka sulit untuk berpikir abstrak. mengembangkan aktivitas dan insiatif,
Guru tidak menggunakan media dapat mengarahkan dan memelihara
benda nyata dikarenakan tidak adanya ketekunan dalam melakukan kegiatan
keinginan dalam diri guru untuk belajar.
memberikan suatu pembelajaran yang Begitu banyak model pembelajaran
menarik bagi siswa dan tidak ada inisiatif yang bisa digunakan oleh guru untuk dapat
dari guru untuk memberikan motivasi meningkatkan motivasi siswa, namun

2
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

dalam penelitian ini untuk mengatasi sebenarnya di luar kelas dengan


rendahnya motivasi belajar siswa dalam menghadapkan para siswa kepada
pembelajaran IPA dipilihlah salah satu lingkungan yang aktual untuk dipelajari,
model pembelajaran, yaitu model diamati dalam hubungannya dengan
pembelajaran Self Regulated Learning proses belajar dan mengajar. Cara ini lebih
(SRL). Self Regulated Learning (SRL) atau bermakna disebabkan para siswa
pengelolaan diri dalam belajar dengan dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan
media lingkungan sebagai media yang sebenarnya secara alami, sehingga
pembelajarannya merupakan suatu lebih nyata, lebih faktual dan
strategi dalam belajar. Zimmerman dan kebenarannya lebih dapat
Martinez Pons, (dalam Bandura,1997) dipertanggungjawabkan. Membawa siswa
mengatakan bahwa Self Regulated atau keluar kelas dalam rangka kegiatan
Learning (SRL) adalah suatu model tidak terbatas oleh waktu. Artinya tidak
pembelajaran yang memberikan selalu memakan waktu yang lama, tapi
keleluasaan kepada pelajar untuk bisa saja dalam satu atau dua jam
mengelola secara efektif pembelajaran pelajaran bergantung kepada apa yang
sendiri dalam berbagai cara, sehingga akan dipelajarinya.
pencapai hasil belajar yang optimal. Beradasarkan faktor-faktor di atas,
Konstribusi model pembelajaran penerapan model pembelajaran Self
Self Regulated Learning (SRL) terhadap Regulated Learning (SRL) berbatuan
peningkatan motivasi belajar IPA menurut media lingkungan ditengarai dapat
McCombs dan Morzano (dalam Paris dan meningkatkan motivasi belajar IPA kelas V
Winograd, 2002) adalah ketika siswa SD. Untuk itulah perlu dilaksanakan
melaksanakan pengelolaan diri dalam penelitian dengan judul “Pengaruh Model
belajar mengambil tanggung jawab Pembelajaran Self Regulated Learning
terhadap kegiatan belajar mereka. Mereka (SRL) Berbantuan Media Lingkungan
mengambil alih otonomi untuk mengatur terhadap Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas
dirinya. Mereka mendefinisikan tujuan dan V SD Di Gugus IV Tahun Pelajaran
masalah-masalah yang mungkin akan 2015/2016 Kecamatan Selat, Kabupaten
dihadapinya dalam mencapai tujuan- Karangasem”. Tujuan penelitian ini adalah
tujuannya, mengembangkan standar untuk mengetahui perbedaan motivasi
tingkat kesempurnaan dalam pencapaian belajar IPA antara kelompok siswa yang
tujuan, dan mengevaluasi cara yang paling dibelajarkan dengan model pembelajaran
baik untuk mencapai tujuannya. Self Regulated Learning (SRL) berbantuan
Kemudian dijelaskan bahwa model media lingkungan dan kelompok siswa
Self Regulated Learning (SRL) ini dibantu yang dibelajarkan dengan model
dengan media lingkungan yang diharapkan pembelajaran konvensional pada Siswa
dapat membantu membangkitkan motivasi Kelas V SD di Gugus IV tahun pelajaran
siswa dalam belajar. Setiawan (2011:6.17) 2015/2016 Kecamatan Selat, Kabupaten
Lingkungan merupakan media yang sangat Karangasem.
penting bagi siswa yang sedang tumbuh
dan berkembang. Sudjana (2005:208) METODE
Lingkungan sebagai media pembelajaran Jenis peneilitian yang digunakan
pada dasarnya memvisualkan fakta, dalam penelitian ini adalah penelitian
gagasan, kejadian, pristiwa dalam bentuk eksperimen semu (Quasi Eksperiment).
tiruan dari keadaan sebenarnya untuk Desain penelitian ini menggunakan desain
dibahas di dalam kelas dalam membantu penelitian eksperimen Non Equivalent
proses pengajaran. Di lain pihak guru dan Post-test Only Control Group Design.
siswa bisa mempelajari keadaan Desain penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Non Equivalent Post-test Only Control Group Design


Kelas Treatment Post-test
Eksperimen X O1
Kontrol - O2
(sumber:Sugiyono, 2010)

3
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

Keterangan: E = kelompok eksperimen, K =kelompok kontrol, X = Perlakuan dengan


Model Pembelajaran Self Regulated Learning berbantuan media lingkungan, O1 = post–test
terhadap kelompok eksperimen, O2 = post–test terhadap kelompok kontrol.

Dalam penelitian ini, terdapat satu eksperimen yang meliputi pemberian


variabel independent (bebas) dan satu perlakuan pada masing-masing kelompok
variabel dependent (terikat). Variabel dan melaksanakan posttest, dan (3) tahap
independent tersebut adalah model akhir eksperimen yang meliputi analisis
pembelajaran Self Regulated Learning data dan penyusunan laporan.
(SRL) berbantuan media lingkungan dan Pelaksanaan eksperimen dilaksanakan
variabel dependent adalah motivasi belajar mulai tanggal 1 Maret sampai 4 April.
IPA siswa. Penelitian ini adalah penelitian Pertemuan dilaksanakan sebanyak 8 kali
populasi dengan jumlah sampel 48 siswa. pada masing-masing kelompok dengan
Dari populasi yang ada, ditentukan sampel materi pelajaran yang sama. Data motivasi
dengan tehnik random sampling untuk belajar IPA dikumpulkan dengan
menentukan kelas eksperimen dan kelas mengunakan kuisioner. Kuisioner yang
kontrol. Sebelum menentukan kelompok digunakan divalidasi terlebih dahulu untuk
eksperimen dan kelompok kontrol, terlebih diketahui validitas dan reliabilitas. Hasil
dahulu melakukan uji kesetaraan kelas penelitian dianalisis dengan statistik
dengan menggunakan ANAVA 1 jalur. deskriptif dan statistik inferensial. Uji
Setelah diperoleh pasangan kelas yang prasyarat yang dilakukan adalah uji
setara, selanjutnya dilakukan random normalitas sebaran data dan uji
sampling dengan hasil kelas V SDN 4 homoenitas varians. Analisis statistik yang
Muncan sebagai kelas eksperimen dan digunakan untuk menguji hipotesis adalah
kelas V SDN 2 Muncan sebagai kelas perhitungan uji-t.
kontrol. Kelas eksperimen diberikan
perlakuan model pembelajaran self HASIL PENELITIAN
refulated learning berbantuan media Data penelitian ini adalah skor
lingkungan, sedangkan kelas kontrol motivasi belajar IPA siswa sebagai akibat
diberikan perlakuan model pembelajaran dari penerapan model pembelajaran Self
konvensional. Prosedur eksperimen dalam Regulated Learning (SRL) berbantuan
penelitian ini terdiri dari (1) pra eksperimen media lingkungan pada kelompok
yang meliputi penentuan populasi dan eksperimen dan model pembelajaran
sampel, menyiapkan materi yang akan konvensional pada kelompok kontrol.
diajarkan, menyiapkan instrumen Rekapitulasi perhitungan data hasil
penelitian, dan validasi seluruh instrumen penelitian tentang pemahaman konsep IPA
yang digunakan, (2) pelaksanaan siswa dapat dilihat pada Tabel 2.

Data Motivasi Belajar IPA


Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Mean 132,96 96,4
Median 133,64 96
Modus 134,06 95,79

Berdasarkan Tabel 2, diketahui 15


Frekuensi

bahwa mean data motivasi belajar IPA


10
kelompok eksperimen = 132,96 lebih besar
daripada kelompok kontrol = 96,4. 5
Kemudian data pemahaman konsep IPA 0
kelompok eksperimen tersebut dapat 125 128 131 134 137
disajikan ke dalam bentuk poligon seperti
Titik Tengah M = 132,96
pada Gambar 1. Md = 133,64
Mo = 134,06

Gambar 1 Grafik Poligon Data Motivasi


Belajar IPA Kelompok Ekperimen

4
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

Berdasarkan poligon diatas, Berdasarkan poligon di atas,


diketahui modus lebih besar dari median diketahui mean lebih besar dari median
dan median lebih besar dari mean dan median lebih besar dari modus
(Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di (M>Md>Mo). Dengan demikian kurva di
atas adalah kurva juling negatif yang atas adalah kurva juling positif yang berarti
berarti sebagian besar skor cenderung sebagian besar skor cenderung rendah.
tinggi. Sedangkan Data pemahaman Kemudian dilakukan uji hipotesis
konsep IPA kelompok kontrol dapat untuk mengetahui pangaruh dari model
disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pembelajaran yang diterapkan. Namun
pada Gambar 2. sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih
dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data
15 yaitu normalitas dan homogenitas.
Frekuensi

Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis


10
diperoleh bahwa data motivasi belajar IPA
5 kelompok eksperimen dan kontrol adalah
0 normal dan varians kedua kelompok tidak
homogen. Untuk itu, pengujian hipotesis
93 96 99 102 105 dilakukan menggunakan uji-t dengan
Titik Tengah
Mo = 95,79 M = 96,4 rumus separated varians. Rangkuman
Md = 96
hasil perhitungan uji-t antar kelompok
eksperimen dan kontrol disajikan pada
Gambar 2 Grafik Poligon Data Motivasi Tabel 3.
Belajar IPA Kelompok Kontrol

Tabel 3 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t

Data Kelompok N 𝑿̅ s2 thitung ttabel


Motivasi Eksperimen 26 132 13,32
35,6 1,675
Belajar Kontrol 22 96,4 10,65
kelompok siswa yang mengikuti
Berdasarkan tabel hasil pembelajaran dengan model pembelajaran
perhitungan uji-t di atas, diperoleh nilai konvensional. Tinjauan ini didasarkan pada
thitung sebesar 35,6. Sedangkan nilai ttabel rata-rata skor motivasi belajar siswa. Rata-
adalah 1,675. Hal ini berarti nilai thitung lebih rata skor motivasi belajar yang mengikuti
besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel), sehingga pembelajaran dengan model pembelajaran
H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan Sel Regulated Learning (SRL) berbantuan
demikian, dapat diinterpretasikan bahwa media lingkungan adalah 132 dan rata-rata
terdapat perbedaan motivasi belajar IPA skor motivasi belajar siswa yang mengikuti
yang signifikan antara siswa yang pembelajaran dengan model pembelajaran
mengikuti pembelajaran dengan model konvensional adalah 96,4.
pembelajaran self regulated learning Berdasakan pengujian hipotesis,
berbantuan median lingkungan dan siswa diketahui nilai thitung = 34,2 dan nilai ttabel
yang mengikuti pembelajaran dengan dengan taraf signifikansi 5% = 1,675. Hasil
model pembelajaran konvensional pada perhitngan tersebut menunjukkan bahawa
siswa kelas V di Gugus IV Kecamatan nilai thitung lebih besar dari nilai t tabel (thitung >
Selat Kabupaten Buleleng. ttabel) sehingga hasi penelitian adalah
signifikan. Hal ini berarti, terdapat
PEMBAHASAN perbedaan motivasi belajar IPA yang
Berdasarkan deskripsi data hasil signifikan antara siswa yang mengikuti
penelitian, kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran
pembelajaran dengan model pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) berbantuan
Self Regulated Learning (SRL) berbantuan media lingkungan dan siswa yang
media lingkungan memiliki motivasi belajar mengikuti pembelajaran dengan model
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Keberhasilan
model pembelajaran Self Regulated

5
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

Learning (SRL) berbantuan media kegiatan untuk dirinya sendiri sehingga


lingkungan mempengaruhi motivasi belajar mereka bisa memahami bagaimana belajar
IPA siswa disebabkan oleh beberapa hal dan bekerja untuk dirinya sendiri. Sejalan
berikut. dengan pendapat Dewey, Gagne dan
Pertama, model pembelajaran Self Marzano (dalam Santyasa, 2012)
Regulated Learning (SRL) berbantuan berpendapat bahwa model pembelajaran
media lingkungan mengkondisikan siswa Self Regulated Learning (SRL) dilandasi
untuk belajar menemukan kebenaran oleh paham konstruktivisme, bahwa
suatu konsep melalui pemecahan pembelajaran dirancang dan dikelola
masalah, pengamatan, dan praktikum sedemikian rupa, sehingga mampu
dengan bantuan media lingkungan yang mendorong siswa untuk mengorganisasi
siswa rancang dan dilakukan secara pengalamannya sendiri menjadi suatu
mandiri. Model pembelajaran Self pengetahuan baru yang bermakna, sebab
Regulated Learning (SRL) berbantuan pengetahuan adalah suatu kontruksi dari
media lingkungan sangat tepat digunakan kegiatan atau tindakan seseorang Peaget
untuk meningkatkan motivasi peserta didik. (dalam Santyasa, 2012). Dalam penelitian
Dikatakan demikian karena langkah- ini rangsangan terhadap keinginan belajar
langkah pembelajaran dari model yang kuat diawali dengan menerima
pembelajaran ini memberikan keleluasaan stimulus berupa LKS yang berisi masalah
kepada pebelajar untuk mengelola secara atau persoalan yang wajib dipecahkan
efektif pembelajarannya sendiri dalam siswa secara individu maupun kelompok.
berbagai cara. (Santyasa, 2012:200). Hal Saat belajar siswa diberi keleluasaan untuk
ini sejalan dengan penelitian yang memecahkan masalahnya melalui kegiatan
dilakukan oleh Sudiastana (2015) yang pengamatan atau praktikum. Guru hanya
menunjukkan bahwa, model pembelajaran memberikan pengarahan terkait
Self Regulated Learning (SRL) mampu perencanaan kegiatan atau cara kerja
meningkatkatkan hasil belajar siswa siswa diawal agar proses pembelajaran
karena model pebelajaran Self Regulated sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
Learning (SRL) ini memberikan hendak dicapai.
kesempatan (autonomi) kepada siswa Siswa merasa senang belajar
untuk melakukan dan mengelola sendiri karena diberikan keleluasaan mengatur
pembelajarannya. Begitu pula menurut belajarnya sendiri dalam memecahkan
Kunandar (2007), menyatakan masalah. Selain itu siswa juga merasa
pembelajaran dengan berbantuan tertantang untuk membuat pribadinya lebih
lingkungan sebagai sumber belajar pada baik lagi dengan adanya evaluasi terhadap
hakikatnya mendekatkan dan memadukan diri sendiri. Siswa juga terlihat
peserta didik dengan lingkungan agar bersemangat karena difasilitasi kegiatan
mereka memiliki rasa cinta, peduli dan pengamatan atau praktikum. Siswa
tanggung jawab terhadap lingkungan. Hal menjadi lebih aktif dan berani
inilah yang disebut life skill, karena mengemukakan pendapatnya berkaitan
pembelajaran membekali peserta didik dengan temuannya maupun perbedaan
dengan berbagai keterampilan untuk bisa pendapat dengan kelompok lain.
hidup dan mempertahankan lingkungannya Model pembelajaran Self Regulated
dan mengembangkannya secara optimal. Learning (SRL) berbantuan media
Kedua, model pembelajaran Self lingkungan tepat diterapkan pada siswa
Regulated Learning (SRL) berbantuan yang memiliki kesulitan dalam memahami
media lingkungan memberikan materi yang sedang dipelajari. Dikatakan
kesempatan bagi siswa untuk mengatur demikian sebab model ini mengkondisikan
pola belajarnya sendiri. Dewey (dalam peserta didik untuk mengatur cara
Santyasa, 2012) menganjurkan dalam belajarnya sendiri berdasarkan
proses pembelajaran, siswa harus permasalahan yang diberikan dan
mempelajari kemampuan memecahkan memanfaatkan media lingkungan sebagai
masalah dari fakta-fakta yang sudah ada sumber belajarnya. Hal ini dapat memacu
(learn by doing). Pada proses motivasinya dalam belajar sehingga
pembelajaran, siswa melakukan suatu

6
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

motivasi belajar yang diperoleh akan pengetahuan awalnya terkait materi yang
maksimal. akan dipelajari kemudian menerima LKS
Ketiga, Menurut Santyasa yang berisi permasalahan atau persoalan.
(2012:212) Model pembelajaran Self LKS juga dapat berupa panduan dalam
Regulated Learning (SRL) berbantuan melakukan percobaan. Pada tahap ini
media lingkungan berdampak sangat siswa akan menstimulus pikirannya,
positif terhadap pembentukan dan sehingga akan menimbulkan hipotesis-
pengembangan motivasi belajar siswa, hipotesis dalam dirinya yang merupakan
sebab dalam implementasinya, model awal yang baik dalam membentuk
pembelajaran ini menekankan pada proses pemahaman terkait materi yang sedang
pembelajaran yang berpusat kepada dipelajari.
siswa. Menghindari cara-cara belajar yang Tahap selanjutnya adalaha Plan.
tradisional seperti dengan menghafal, Pada tahap ini siswa mulai menuangkan
sehingga tidak dapat memberikan kreatifitasnya dalam bentuk perencanaan
kesempatan kepada siswa untuk kerja dan pembagian tugas dengan
mengakomodasi dan mengonstruksi kelompoknya. Perencanaan yang
informasi. Model pembelajaran Self dimaksud meliputi kegiatan diskusi terkait
Regulated Learning (SRL) dengan media LKS yang diberikan, merumuskan
lingkungan sebagai bantuan dalam belajar hipotesis tentang permasalahan yang
maka memberikan proses belajar yang diterimanya, merencanakan sumber-
bermakna bagi siswa sekaligus sumber yang digunakan guna menunjang
memberikan mereka pengalaman. Proses kegiatan belajarnya, hingga merumuskan
pembelajaran yang bermakna akan teori-teori yang sedang dipelajari
tercermin dari penguasaan konsep atau berdasarkan hasil eksplorasi dan diskusi
bahan ajar yang mereka pelajari. Dengan bersama kelompoknya.
kata lain, hal tersebut berimplikasi pada Setelah merencanakan, siswa
motvasil belajar siswa. Hal ini sejalan menuju ke tahapan selanjutnya yaitu
dengan penelitian yang dilakukan oleh implement. Pada tahap ini siswa
Yusup dan Didin (2010) yang melaksanakan segala hal yang telah
menyebutkan terdapat perbedaan yang mereka rencanakan dalam pengerjaan
signifikan motivasi belajar antara siswa LKS. Pelaksanaan yang dimaksud adalah
yang diterapkan model Self Regulated siswa melakukan kegiatan yang telah
Learning (SRL) dengan siswa yang tanpa mereka rancang baik berupa pengamatan
pendekatan model Self Regulated terhadap sumber maupun kegiatan
Learning (SRL). praktikum yang berupa percobaan. Perlu
Keempat, perbedaan yang diketahui, kegiatan praktikum tidak hanya
signifikan antara siswa yang mengikuti berupa kegiatan eksperimen yang
pembelajaran dengan model pembelajaran menuntut manipulasi media atau
Self Regulated Learning (SRL) berbantuan percobaan. Kegiatan praktikum dalam
media lingkungan dan siswa yang model ini bisa saja berupa pengumpulan
mengikuti pembelajaran dengan model informasi dari sumber-sumber yang
pembelajaran konvensional juga relevan dengan cara yang mereka rancang
disebabkan oleh perbedaan perlakuan sendiri. Sebab dalam implementasinya,
pada langkah-langkah pembelajaran dan tidak semua indikator pembelajaran dapat
proses penyampaian materi. Langkah- diadakan kegiatan percobaan. Pada tahap
langkah model pembelajaran Self ini siswa secara mandiri akan melakukan
Regulated Learning (SRL), yaitu: analyse, kegiatan praktikum pengumpulan data
plan, implement, comprehend, problem untuk menjawab hipotesis yang telah
solving, evaluate, modify (Santyasa, 2012). mereka rancang. Tahapan ini akan
Pembelajaran dengan model menumbuhkan semangat siswa dalam
pembelajaran Self Regulated Learning belajar, selain itu kemandirian dan rasa
(SRL) menekankan pada aktivitas siswa tanggung jawabnya terhadap pekerjaan
dan peran guru hanya sebagai fasilitator juga akan dapat dikembangkan.
dan kawan belajar. Pada tahap pertama Tahapan selanjutnya adalah
yaitu analyse, siswa dipancing comprehend. Pada tahap ini siswa

7
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

mencatatat hasil pengamatannya dan model pembelajaran konvensional


mengatur dirinya dalam memperoleh memusatkan pembelajaran kepada guru.
pencapaian yang telah direncanakan. Menurut Santyasa (2005) pembelajaran
Tahapan ini akan melatih siswa untuk konvensional adalah pembelajaran yang
mulai berpikir secara kritis menanggapi umum diterapkan seperti kegiatan rutinitas
peristiwa yang mereka alami. Selain itu sehari-hari. Pembelajaran konvensional
siswa juga dibiasakan untuk mencatat hal- didasari atas asumsi kekuasaan di dalam
hal yang belum bisa ia pecahkan untuk kelas sepenuhnya berada ditangan
diselesesaikan dalam pembahasan atau pengajar. Model pembelajaran
diskusi selanjutnya. konvensional yaitu model pembelajaran
Kemudian masuk ke tahap problem yang didasarkan pada proses “meaningful
solving. Pada tahap ini siswa memecahkan reception learning” sebagaimana yang
masalah yang dimiliki berdasarkan diteorikan oleh Ausubel (Dahar, 1998).
pengalaman yang mereka peroleh dari Model pembelajaran ini cenderung
hasil pengamatan maupun praktikum. menekankan pada pemberian informasi
Pada tahap ini siswa dilatih untuk yang bersumber pada buku teks, referensi
bekerjasama dalam menyelesaikan atau pengalaman pribadi, menggunakan
masalah. Siswa berdiskusi menanggapi metode ceramah, demonstrasi, diskkusi,
permasalahan yang ada bersama dan laporan studi (Baharuddin, 2007).
temannya. Siswa juga dapat menanyakan Pembelajaran konvensional pada
permasalahan yang dialami kepada guru. umumnya berisi penyampaian prinsip,
Tahapan ini dapat mengembangkan rasa konsep, fakta, dan prosedur untuk diingat
ingin tahu siswa, sebab segala peristiwa atau digunakan. Diasumsikan bahwa siswa
yang mereka alami akan memberikan memiliki kemampuan rata-rata untuk
pemahaman baru bagi dirinya sendiri. memahami sesuatu (Mudjiman, 2006).
Setelah mendapatkan konsep yang Kegiatan pembelajaran seperti ini
benar berdasarkan hasil diskusi dan membuat siswa merasa jenuh, sebab
penambahan dari guru, siswa akan mereka dituntut belajar dengan cara
merenungkan kesulitan yang mereka alami menyimak kemudian menghafal tanpa
kemudian melakukan penambahan- memperoleh pengalaman langsung. Siswa
penambahan terhadap konsep-konsep tidak dilbatkan secara penuh dalam
yang masih kurang. Tahap ini disebut kegiatan pembelajaran sehingga motivasi
evaluate. Pada tahapan ini, siswa dilatih belajarnya sangat rendah. Guru menjadi
untuk merefleksi kekurangan dan kesulitan pusat pembelajaran dengan informasi yang
yang ia temui saat belajar, kemudian diperoleh siswa didasarkan pada
memberikan tindak lanjut berupa penjelasan guru semata. Hal ini
penambahan konsep-konsep mereka yang menyebabkan siswa tidak dapat
masih kurang atau keliru. Pada tahapan membangun pemahaman tentang suatu
ini, guru harus memposisikan diri sebagai konsep atau materi dengan caranya
penguat. Guru hendaknya memberikan sendiri.
penguatan positif terhadap hasil kerja Siswa sulit menemukan
siswa, tanpa memandang jawaban pemahamannya karena tidak ada
tersebut sempurna ataupun cacat. Apabila pengalaman yang cukup bagi mereka
tahapan ini berjalan lancar, siswa akan untuk menyimpulkan konsep atau materi
bangkit motivasinya untuk menjadi lebih yang sedang dipelajari. Hal ini berdampak
baik lagi di kemudian hari. Tahap yang pada rendahnya motivasi belajar yang
terakhir adalah modify. Pada tahap ini dimiliki siswa. Berdasarkan temuan-
siswa menyimpulkan segala kegiatan temuan dalam penelitian ini, maka model
pembelajaran yang telah mereka alami, pembelajaran Regulated Learning (SRL)
mulai dari pengerjaan LKS, praktikum berbabntuan media lingkungan memiliki
hingga menyimpulkan konsep atau materi keunggulan dibandingkan dengan model
yang telah mereka pelajari. pembelajaran konvensional dalam hal
Berbanding terbalik dengan model meningkatkan motivasi belajar siswa
pembelajaran Self Regulated Learning dalam pembelajaran IPA.
(SRL) berbantuan media lingkungan,

8
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PGSD Vol: 4 No: 1 Tahun: 2016

PENUTUP Mudjiman, Haris. 2006. Belajar Mandiri.


Berdasarkan hasil pengujian Surakarta: Lembaga Pengembangan
hipotesis dan pembahasan, maka dapat Pendidikan (LPP) UNS.
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
motivasi belajar IPA yang signifikan antara Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran
siswa yang mengikuti pembalajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.
dengan model pembelajaran Self Jakarta: Prestasi Pustaka.
Regulated Learning (SRL) berbantuan
media lingkungan dan siswa yang Santyasa, I.W. 2012. Pembelajaran
mengikuti pembelajaran konvensional. Inovatif Seri Buku Ajar Perguruan
Kualifikasi motivasi belajar siswa yang Tinggi. Singaraja: Universitas
mengikuti pemeblajaran dengan model Pendidikan Ganesha.
pembelajaran Self Regulated Learning
(SRL) berbantuan media lingkungan Santyasa. 2005. Buku Ajar Belajar dan
berada pada kategori sangat tinggi Pembelajaran. Singaraja: IKIP Negeri
sedangkan motivasi belajar siswa yang Singaraja.
mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran konvensional berada pada Sardiman AM. 2006. Interaksi dan Motivasi
kategori sedang. Perbandingan hasil Belajar Mengajar. Jakarta:PT.
perhitungan rata-rata motivasi belajar IPA RajaGrafindo Persada.
dengan model pembelajaran Self
Regulated Learning (SRL) berbantuan Sudiastana. Nym. 2015. Pengaruh Model
media lingkungan adalah 132,96 lebih Self Regulated Learning (SRL)
besar dari rata-rata motivasi belajar IPA Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa
model pembelajaran konvensional sebesar Kelas V Semester Genap. Skripsi
96,4. Oleh karena itu, dapat disimpukan (diterbitkan). Universitas Pendidikan
bahwa model pembelajaran Self Regulated Indonesia.
Learning (SRL) berbantuan media
lingkungan berpengaruh terhadap motivasi Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil
belajar IPA siswa kelas V di gugus IV Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Kecamatan Selat Kabupaten Karangasem PT. Remaja Rosdikarya.
Tahun Pelajaran 2015/2016.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
DAFTAR PUSTAKA Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Baharuddin, H. 2007. Teori belajar & Bandung: Alfabeta.
Pembelajaran. Jogjakarta: ArRuzz
Media. Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Bandura, A. 1997. Self Efficacy. The Undang-Undang Republik Indonesia
Exercise of Control. New York: W.H. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Freeman and Company. Pendidikan.

Effendi, Utsman. 1984. Pengantar Yusup, dkk. 2010. Pengaruh Penerapan


Psikologi. Bandung: Angkasa. Pendekatan Model Self-Regulated
Learning Terhadap Motivasi Belajar
Dahar, R.W. 1998. Teori-eori Belajar. Siswa Dalam Pembelajaran Penjas
Jakarta. PT. Erlangga. di Sekolah Dasar. Tesis (diterbitkan).
Universitas Pendidikan Indonesia.
Kunandar. 2007. Guru professional
implementasi kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) dan
persiapan menghadapi sertifikasi
guru. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai