Anda di halaman 1dari 9

Teori belajar jerome bruner

Jerome Bruner lahir pada 1 oktober 1915, ia adalah seorang psikolog terbaik abad kedua
puluh. Dia adalah salah satu tokoh kunci dalam yang disebut revolusi kognitifisme,
eksistensinya bidang pendidikan yang telah memiliki pengaruh besar dalam proses
pembelajaran. Jerome S. Bruner (1966) mengakui balajar adalah untuk mempertahankan dan
mentransformasikan informasi secara aktif.
. Empat tema pendidikan yang selalu Jerome S. Bruner sorot demi pengembangan peserta
didik sebagai berikut:
1. Struktur pengetahuan
Struktur pengetahuan dipandang penting bagi peserta didik karena akan memberi dorongan
untuk melihat fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan dapat dihubungkan antara
satu dengan yang lainnya dan pada informasi yang telah dimilikinya.
2. Kesiapan (readiness) untuk belajar
Kesiapan belajar juga sangat urgen dalam pendidikan, kesiapan belajar terdiri dari
penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi lagi.
3. Nilai Intuisi dalam Belajar
Nilai intuisi diharapkan akan dapat merumuskan teknik-teknik intelektual (belajar) untuk
sampai pada formulasi-formulasi tentative tanpa melalui langkahlangkah analisis untuk
mengetahui apakah fomulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang benar.
4. Motivasi atau keinginan untuk Belajar
Dengan adanya motivasi belajar diharapkan akan tertanamkan pada pengalaman-pengalaman
pendidikan yang secara langsung mau berpatisifasi secara aktif dalam menghadapai proses
belajar mengajar.
a. Pengertian teori belajar discovery menurut Jerome Bruner.
Teori belajar penemuan menurut Bruner merupakan belajar untuk pengembangan kognitif
peserta didik. Jika Piaget mengatakan pengembangan kognitif menyebabkan perkembangan
bahasa peserta didik, sebaliknya menurut Bruner perkembangan bahasa peserta didik besar
pengaruhnya terhadap perkembangan konitif. Ini sangat beralasan kerena behasa adalah alat
untuk membuka cakrawala pengetahuan dunia.
Menurut Bruner perkembangan konitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan
oleh caranya melihat kondisi lingkungan. Yang pertama tahap enaktif, yaitu tahap dimana
seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam usahanya memahami lingkungan, tahap ini
lebih didominani pada usia anak 5 s.d 7 tahun misalkan seorang anak secara enaktif
mengetahui bagaimana mengendarai sepeda motor, yang kedua tahap ikonik yaitu tahap
dimana seseorang melihat dunia melalui gambar-gambar dari visualisasi verbal, misalkan
pada pengenalan konsep pira mida dll, dan yang ketiga tahap simbolik yaitu dahap dimana
gagasan-gagasan abstrak banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika, misalkan pada
pengenalan timbangan melalui permainan jungkak-jungkik. Menurut Bruner untuk
mengembangkan kognitif siswa perlu proses transformasi informasi yang benar secara
bertahap, tahapan-tahapan tersebut menurutnya ada tiga yaitu sebagai berikut:
1. Perolehan informasi, yaitu tahap permulaan, dimana infromasi diterima dari luar, informasi
secara sederhana diartikan adalah sebagai ilmu pengetahuan.
2. Pengolahan informasi, yaitu penyesuaian informasi-informasi yang telah diperoleh berupa
pengklasifikasian secara objeltif.
3. Checking atau mengadakan “test kecukupan” atau kebenaran terhadap informasi yang telah
diolahnya tersebut.
b. Percobaan yang dilakukan oleh Jerome Bruner dalam mengembangkan teori belajar
discovery.
Perkembangan teori ini diawali oleh percobaan yang dilakukan oleh kohler terhadap seekor
simpanzee (sejenis kera berwara hitam) disebuah lembaga konservasi satwa di pulau
Tenerive ke pulau Canaries. Simpanzee yang lebih dahulu dilaparkan di tempat dalam
sangkar berjeruji besi dan diluarnya diletakkan pisang. Di dekat pisang tersebut diletakkan
sepotong tongkat dan dengan tongkat itu ia bisa meraih pisang.
Experiment ini bertujuan untuk menyelidiki apakah hewan itu mampu melihat hubungan arti
antara tongkat dan pisang itu. Tanpa melalui proses trail and error. Secara tiba-tiba hewan
tersebut. Melihat hubungan arti tongkat-pisang dan langsung pisang diraih dengan tongkat
tersebut. Dipercobaan lain keadaanya semakin dipersulit namun masih tetap berhasil, kecuali
beberapa di antaranya yang situasinya lebih rumit. Percobaan itu Kohler berkesimpulan
bahwa proses belajar terjadi bukan hasil trail and error atau pengaturan stimulus-stimulus,
tetapi belajar berlangsung dari hasil kemampuan menganalisis situasi yang dihadapi berujud
suatu kebulatan yang penuh arti hingga mengetahui serta memahami. Semakin jelas makna
atau arti dalam situasi semakin mudah dan cepat berlangsungnya proses belajar. Dari
percobaan inilah disimpulkan bahwa belajar adalah hasil kemampuan kognitif (kecerdasan,
pemahaman, pengertian dll), dan bukan hasil mekanisme dari respon atau stimulus, lalau teori
kognitif ini mencapai puncaknya pada Bruner.
Yang pada konsep ini lebih dikenal dengan sebutan Instrumental Conceptualisme yang
dipelopori oleh Jerome S. Bruner yang awal mulanya belajar adalah bukan terjadi karena
rangsangan luar, tatapi situasi yang dihadapi mengandung pengertian/konsep, prinsip dan
kaidah yang khas dan padat. Situasi yang demikian biasanya cenderung seseorang untuk
memahami, menemukan prinsip, menyimpulkan serta mencobanya. Percobaan di atas terlihat
bahwa Bruner hanya kognitivisme yang mengambil hasil percobaan orang lain untuk
memperkuat teori yang ada. Walau ia hanya sekedar memperkuat atau mengambil hasil orang
lain namun ia berhasil memberikan pemahaman yang mendalam tentang belajar kognitif
melalaui teorinya yang lebih dikenal sebagai belajar discovery (belajar penemuan).
c. Prinsisp teori belajar discovery menurut Jerome Bruner.
Sebagai psikolog Bruner lebih memperhatikan perkembangan kemampuan mental. Berkaitan
masalah pengajaran, ia mengemukakan dalil tentang intruksi. Ada dua sifat dalam teori
intruksi yaitu preskriptif dan normative. Preskriptif berhubungan dengan mekanisme
penguasaan pengetahuan, keterampilan dan tekhnik pengukuran atau evaluasi hasil.
Sedangkan normative berhubungan dengan penguasaan penentuan dan kondisi tujuan. Untuk
itu dalam proses belajar discovery memiliki prisnsip-psinsip sebagai berikut:
1. Semakain tinggi tingkat perkembangan intelektual seseorang, makin meningkat pula
ketidak tergantungan individu terhadap stimulus yang diberikan.
2. Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan internal untuk
menyimpan dan memproses informasi. Data yang diterima orang dari luar perlu diolah secara
mental.
3. Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk mengutarakan pendapat
dan gagasan melalui simbol.
4. Untuk mengembangkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang sistematik antara
pengajar dan yang peserta didik.
5. Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang untuk memikirkan beberapa
alternative secara serentak, memberikan perhatian kepada beberapa stimulus dan situasi serta
melakukan kegiatan-kegiatan. Prinsip-prinsip di atas dapat terlihat jelas bahwa teori
discovery atau belajar penemuan sangat memberi perhatian tinggi terhadap perkembangan
kognitif peserta didik. Baik secara teori mupun apilikasi yang hendak dikerjakan di dalam
kelas atau lingkungan.
d. Kelebihan dan kelemahan teori belajar discovery dalam pembelajaran
Berikut kelebihan atau keunggulan pengetahuan yang diperoleh dengan belajar discovery
atau penemuan yaitu sebagai berikut:
- Pengetahuan itu akan bertahan lebih lama atau lama dapat diingat, mudah diingat, bila
dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara- cara yang lain.
- Memiliki hasil belajar yang mempunyai efek transfer yang lebih baik dari hasil belajar
lainnya.
- Disisi lainnya secara menyeluruh belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran belajar
suatu topik, meningkatkan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan sistimatis.
Sedangkan untuk kekurangan yaitu sebagai berikut:
- Tidak semua peserta didik mampu diajak kerja sama melakukan proses berpikir
sebagaimana yang diharapkan.
- Teori ini relative sulit karena akan memakan waktu yang relative lama, dikarenakan siswa
kurang terbiasa untuk melakukan proses berpikir individu juga kelompok.
e. Implikasi teori belajar discovery dalam proses pembelajaran
Teori belajar discovery yang dihasilkan oleh Bruner dapat memberikan masukan yang sangat
besar bagi perkembangan ranah kognitif siswa. Ranah kognitif siswa memiliki
ketergantungan terhadap informasi yang diperoleh melalui proses yang dijalaninya, semakin
banyak informasi yang diserap lalu mampu dianalisa dengan baik, maka semakin besar pula
ranah kognitif yang ditemukan, sebaliknya semakin kecil ruang lingkup informasi yang
ditemukan maka sungguh semakin kecil kemungkinan ranah kognitif ini berproses pada diri
seseorang (peserta didik). Secara garis besar proses pengembangan ranah kognitif seseorang
dapat diperoleh melalui banyak strategi, baik secara drill, pemecahan masalah, penugasan
sampai pada strategi inkuiri.
Walau straregi inkuiri dikatakan berbeda pada inti tujuannya, namun menurut penulis strategi
inkuiri adalah salah satu cara untuk memperkaya dan memenuhi perkembangan kognitif
seseorang. Zaman yang semakin canggih dewasa ini memberikan peluang yang luas untuk
pengembangan ranah kognitif tersebut, selain alat teknologi yang telah mendunia, dari
wilayah ibu kota, masyarakat menengah hingga masyarakat pesisir telah dapat diakses
kapanpun mereka inginkan. Tinggal lagi kemampuan, motivasi serta pemberdayaan alat
tersebut mampu atau tidak digunakan sesuai dengan tujuan dan manfaat dari yang
sesungguhnya.
Bagai teori Bruner misalkan, jika siswa ingin lebih terbuka untuk mencari melalui dunia
maya sah-sah saja, atau melalui bertanya kepada siapa yang lebih tahu, dan dapat pula dicari
melalui buku-buku klasik (pustaka) untuk memperkaya pengetahuannya dahulu hingga
perkembangan dunia sekarang. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bruner
tentang pembelajaran sains misalkan, kita bukan akan menghasilkan
perpustakaanperpustakaan hidup kecil tentang sains, malainkan kita ingin membuat anak-
anak kita berpikir secara matematika bagi dirinya sindiri, berperan serta dalam proses
perolehan pengetahuan. Pengetahuan itu adalah proses bukan suatu produk yang lahir begitu
saja dari diri seseorang. Ungkapan di atas bertujuan untuk menjelaskan tujuan-tujuan
mengajar hanya dapat diuraikan secar garis besar, dan dapat dicapai dengan cara-cara yang
tidak perlu sama oleh para siswa yang mengikuti pelajaran yang sama.
Terlihat jelas dari proses belajar discovery Bruner memberikan kebebasan sampai batas-batas
tertentu untuk menyelidiki, secara perorangan atau kelompok, dalam suatu Tanya jawab
dengan guru, atau oleh guru, atau oleh siswa-siswa lain untuk memecahkan masalah yang
diberikan oleh guru. Dengan demikian proses belajar discovery jelas, bahwa peranan guru
lain sekali bila dibandingkan dengan peranan guru yang mengajar secara klasikal dengan
metode ceramah.
Teori belajar robert gagne
A.  Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne 
Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan,
namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Bagi Gagne,
belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam
pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada
seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai
pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus,
dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi
B.  Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
1.   Tipe belajar tanda (Signal learning)
Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh Pavlov.
Semua jawaban/respons menurut kepada tanda/sinyal.
2.   Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning)
Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons juga karena
adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan sehingga seseorang mau
melakukan sesuatu secara berulang-ulang.
3.   Tipe belajar berangkai (Chaining Learning)
Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah bahwa
suatu respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan selanjutnya akan menimbulkan
respons baru.
4.   Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu memberikan
reaksi verbal pada stimulus/perangsang.
5.   Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-objek
yang terdapat dalam lingkungan fisik.
6.   Tipe belajar konsep (Concept Learning)
Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau pengertian
tentang suatu yang mendasar.
7.   Tipe belajar kaidah (RuleLearning)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep.
8.   Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu
permasalahan.
C.  Sistematika “Lima Jenis Belajar”
Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika delapan tipe belajar, dimana isinya
merupakan bentuk penyederhanaan dari sistematika delapan tipe belajar.
Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi verbal, kemahiran intelektual,
pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.
1.    Informasi verbal (Verbal information)
Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk
bahasa, lisan, dan tertulis.
2.    Kemahiran intelektual (Intellectual skill)
Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya
sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol
(huruf, angka, kata, dan gambar).
3.    Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive strategy)
Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri,
sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama.
4.    Keterampilan motorik (Motor skill)
Adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam
urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan
secara terpadu.
5.    Sikap (Attitude)
Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali dalam mengambil tindakan,
apakah baik atau buruk bagi dirinya sendiri.
D.  Fase-Fase Belajar
Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam
proses belajar, yaitu:
1.      Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah.
2.      Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum
3.      Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan
bila diperlukan.
4.      Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk
digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan.
E.  Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran
1.   Mengontrol perhatian siswa.
2.   Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3.   Merangsang dan mengingatkan kembali  kemampuan-kemampuan siswa.
4.   Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5.   Memberikan bimbingan belajar.
6.   Memberikan umpan balik.
7.   Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah
dicapainya.
8.   Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9.   Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang
baru diberikan.
Contoh; prakarsa OSIS akan siselelnggarakan malam kesenian. Sekelompok orang diberi
tugas mencari dana tambahan untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut. Panitia pencri dana
ini akan mengadakan rapat untuk menentukan bagaimana cara bagaimana dana tambahan itu
dapat dicari. Dengan demikian kelompok siswa itu mengatur dan mengarahkan kegiatan
kognitifnya sendiri dalam menghadapai problem pencarian dana.
2.      Motor Skills (keterampilan motorik)
Ialah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmaniah secara mulus. Termasuk
disini ialah ketrampilan-ketrampilan sederhana yang dipelajari orang pada awal usianya,
seperti memakai baju dan mengeluarkan suara tutur yang disampaikan. Ditahun-tahun
permulaan sekolah, ketrampilan motor yang paling penting, misalnya menulis huruf-huruf
dan mengambar lambang-lambang, bermain lompat tali, mengatur keseimbangan badan
ketika bermain jalan di palang. Di kemudian hari ketrampilan gerak meliputi contoh belajar
mengusai ketrampilan-ketrampialan yang berpisah-pisah dalam kegiatan seperti bermain
tennis, bola basket dan olah raga lainnya.
Ciri umum dari semua ketrampilan ini adalah adanya persyaratan untuk mengembangkan
kemulusan bertindak, presisi dan pengaturan waktu. Untuk perbuatan orang yang baru bisa
dan ahli berbeda dalam hal cirri-ciri itu.

Sifat istimewa dari ketrampilan motorik ialah bahwa ketrampilan ini bisa bertambah
sempurna melalui praktek atau dilatihkan. Syaratnya ialah pengulangan-pengulangan gerak
dasar disertai balikan dari lingkungan. Dengan cara ini si belajar mengenal pengisyarat
kinestetik yang memberi tanda-tanda isyarat untuk membedakan performansi yang tidak tepat
dari yang tidak mengandung kesalahan.

3.      Attitude (sikap-sikap)
Ialah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang diambil, akan
tetapi ciri-ciri yang penting adalah bahwa sikap tidak menentukan apa tindakan khusus
tertentu yang akan diambil. Alih-alih, sikap hanya menentukan lebih kurang adanya
kemungkinan suatu kelas tindakan tertentu akan dilakukan. Misalnya, siswa mengembangkan
sikap baca buku atau pembuatan benda-benda seni. Belajar memperoleh sikap didasarkan atas
informasi tentang tindakan-tindakan apa yang mungkin dilakukan dan apa akibatanya.
Orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolah suatu obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak. Bila obyek dinilai ”baik
untuk saya” di mempunyai sikap positif, bila obyek dinilai ”jelek untuk saya” dia mempunyai
sikap negatif. Misalnya, siswa yang memandang belajar dsi sekolah sebagai sesuatu yang
bermanfaat baginya, memiliki sikap yang posifif terhadap belajar di sekolah, dan sebaliknya
kalau siswa memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang tidak berguna. 
3.    Kondisi atau Tipe Pembelajaran
Ada delapan kondisi atau tipe pembelajaran:
1.      Signal learning (belajar isyarat)
Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui pengalaman-pengalaman menerima suatu
isyarat tertentu untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya ada “Aba-aba siap” merupakan
isyarat untuk mengambil sikap tertentu, tersenyum merupakan isyarat perasaan senang.
2.      Stimulus-response learning (belajar melalui stimulus-respon)
Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar atau respon tertentu yang diakibatkan oleh
suatu stimulus tertentu. Melalui pengalaman yang berulang-ulang dengan stimulus tertentu
sesorang akan memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.
3.      Chaining (rantai atau rangkaian)
Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi
segera setelah yang satu lagi. Misalnya : Pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.
4.      Verbal association (asosiasi verbal)
Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal
tertentu. Misalnya : seseorang mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang,
bola dlsbnya. Lalu merangkai itu menajdi suatu pengetahuan geometris, sehingga seseorang
dapat mengenal bola yang bulat, kotak yang bujur sangkar.
5.      Discrimination learning (belajar diskriminasi)
Belajar diskriminasi adalah dapat membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, dapat
membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya walaupun bentuk manusia
hampir sama, dapat membedakan merk sepeda motor satu dengan yang lainnya walaupun
bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari jaringan, kadang-kadang
jika jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan interferensi atau tidak mampu
membedakan.
6.      Concept learning (belajar konsep)
Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi
internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang bisa
melakukan tetapi sangat terbatas, manusia dapat melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan
kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia
sekitarnya menurut konsep itu misalnya : warna, bentuk, jumlah dllnya
7.      Rule learning (belajar aturan)
Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah, banyak aturan yang perlu diketahui oleh
setiap orang yang telah mengenyam pendidikan. Misalnya : angin berembus dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah, 1 + 1 = 2 dan lainnya. Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh
yang konkrit.
8.      Problem solving (memecahkan masalah)
Memecahkan masalah merupakan suatu pekerjaan yang biasa yang dilakukan manusia. Setiap
hari dia melakukan problem solving bayak sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus
memiliki aturan-aturan atau pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan
inilah dia dapat melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus
memiliki konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki “sets” untuk memecahkannya dan suatu
strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar ia produktif.
4.    Peristiwa-peristiwa Pembelajaran
Apakah yang terjadi dalam mengajar? Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha
mengontrol kondisi ekstern. Kondisi ekstern merupakan satu bagian dari proses belajar,
namun termasuk tugas guru yang utama dalam mengajar.

Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal
dengan “Nine instructional events” atau Sembilan kondisi intruksional yang dapat diuraikan
sebagai berikut :

1.    Gain attention (memelihara perhatian)


Dengan stimulus ekster kita berusaha membangkitkan perhatian dan motivasi siswa untuk
belajar.
2.    Inform learners of objectives (penjelasan tujuan pembelajaran)
Menjelaskan kepada murid tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar. Ini
dilakukan dengan komunikasi verbal.
3.    Stimulate recall of prior learning (merangsang murid)
Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan dan keterampilan yang
merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.
4.    Present the content (menyajikan stimulus)
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga murid menjadi lebih
siap menerima pelajaran.
5.    Provide "learning guidance" (memberikan bimbingan)
Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses belajar
6.    Elicit performance /practice (pemantapan apa yang dipelajari)
Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa
yang telah dipelajari itu.
7.    Provide feedback (memberikan feedback)
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil
belajarnya benar atau tidak.
8.    Assess performance (menilai hasil belajar)
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui
apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.
9.    Enhance retention and transfer to the job (mengusahakan transfer)
Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk
menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam
situasi-situasi lain.
Dalam mengajar hal di atas dapat terjadi sebagian atau semuanya, Proses belajar sendiri
terjadi antara peristiwa nomor 5 dan 6. Peristiwa-peristiwa itu digerakkan dan diatur dengan
perantaraan komunikasi verbal yakni guru mengatakan kepada murid apa yang harus
dilakukannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halamid, Teori Belajar dan Pembelajaran (Buku, Program Pascasarjana Universitas
Negeri Medan, 2007), hal. 23.
Nurhalayati, Teori Belar dan Pembelajaran (Diktat: STAIN malikussalehal Lhalokseumawe,
2009), hal. 31.
Ramly Mahala, Psikologi Pendidikan (Banda Acehal: Selamat Sejahaltera, 2002), hal. 21.
Ratna Wilis Dahalar, Teori-teori Belajar (Jakarta: Erlangga, 1989), hal. 97.

Anda mungkin juga menyukai