Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

PEMBAHASAN

PENUTUP

肆、添加标
Peradilan HAM

PENDAHULUAN

Perbedaan Peradilan
Peradilan HAM dengan Pengadilan
PEMBAHASAN
Pengaturan tentang pengadilan HAM : UU No. 26
Tahun 2000

❑ Konsideran dari UU No. 26 Tahun 2000 ini


menyatakan bahwa untuk ikut serta
内 memelihara perdamaian dunia dan
menjamin pelaksanaan hak asasi manusia
容 serta memberi perlindungan, kepastian,
keadilan, dan perasaan aman kepada
perorangan ataupun masyarakat, perlu
segera dibentuk suatu Pengadilan Hak Asasi
Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran
hak asasi manusia yang berat sesuai
dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1)
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia
PEMBAHASAN

Pengaturan tentang pengadilan HAM sesuai dengan UU No. 26


Tahun 2000 adalah sebagai berikut

Kedudukan dalam pengadilan HAM mengikuti pengadilan


Kedudukan umum atau pengadilan negeri termasuk dukungan
administrasinya

a) Kejahatan Genosida
Jenis Kejahatan yang Dapat Di
Adili b) Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
PEMBAHASAN Hukum acara yang digunakan & Due Process of Law

Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa hukum acara yang digunakan adalah hukum acara yang berdasarkan hukum
acara pidana kecuali ditentukan lain dalam undangundang ini. Hal ini berarti hukum acara yang akan digunakan untuk proses
pemeriksaan dipengadilan menggunakan hukum acara dengan mekanisme sesuai dengan Kitab Undang - Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).

Adapun Kekhususan dalam penanganan pelanggaran HAM yang berat dalam UU No. 26 Tahun 2000 ialah sebagai berikut;

❖ Penangkapan tanpa surat perintah


❖ Lama penangkapan paling lama 1 hari dan masa penagkapan ini dapat dikurangkan dari pidana yang
Penangkapan dijatuhkan
❖ Perbedaan pelaksanaan tugas penangkapan

❖ Penahanan lanjutan = Jaksa Agung (Proses Penyidikan & Penuntutan


❖ Penahanan di Pengadilan = Hakim
Penahanan

❖ Penyelidikan hanya dilakukan oleh Komnas HAM karena bersifat khusus


Penyelidikan ❖ Komnas HAM juga mempunyai kewenangan untuk meminta keterangan secara tertulis
kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara
pelanggaran HAM yang berat
PEMBAHASAN Hukum acara yang digunakan & Due Process of Law

❖ Pihak yang berwenang melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat adalah Jaksa
Penyidikan Agung

❖ UU No. 26 Tahun 2000 mengatur tentang ketentuan penuntutan dalam pasal 23 dan 24.
❖ Pasal 23 menyatakan Penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan
dalam melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat menganggat jaksa penuntut umum ad hoc. Untuk dapat
Penuntutan diangkat menjadi penuntut umum ad hoc harus memenuhi syarat tertentu.
❖ Pasal 24 mengatur tentang jangka waktu penuntuan yaitu selama 70 hari terhitung sejak tanggal hasil
penyelidikan diterima. Ketentuan mengenai jangka waktu ini berbeda dengan ketentuan dalam KUHAP
dimana tidak diatur mengenai adanya jangka waktu penuntutan.
PEMBAHASAN

[Pemeriksaaan di Sidang Pengadilan ] • Komposisi Hakim dan Hakim Ad Hoc: Pasal 27 UU No. 26

Tahun 2000 menyatakan bahwa kasus pelanggaran HAM yang berat diperiksa oleh
majelis hakim yang jumlahnya 5 orang yang terdiri dari 2 orang hakim pengadilan HAM
yang bersangkutan dan 3 orang hakim HAM ad hoc. Majelis hakim tersebut diketuai
oleh hakim dari pengadilan HAM yang bersangkutan. Pada tingkat banding majelis
hakimnya berjumlah 5 orang yang terdiri dari 2 orang hakim dari pengadilan setempat
dan 3 orang hakim ad hoc. Demikian juga komposisi mengenai majelis hakim dalam
tingkat kasasi.

• Prosedur Pembuktian: Prosedur pembuktian dalam pengadilan HAM

tidak diatur tersendiri yang berarti bahwa mekanisme pembuktian di sidang


pengadilan HAM menggunakan mekanisme yang diatur dalam KUHAP. Pengecualian
terhadap mekanisme KUHAP untuk prosedur pembuktian adalah mengenai proses
kesaksian di pengadilan. Dalam rangka melindungi saksi dan korban pelanggaran HAM
yang berat proses pemeriksaan saksi dapat dilakukan dengan tanpa hadirnya
terdakwa.31 Ketentuan ini terdapat dalam PP No. 2 Tahun 2002 tentang perlindungan
terhadap korban dan saksi pelanggaran HAM yang berat.
PEMBAHASAN

Delik tanggung jawab komando ini diatur


dalam pasal 42 UU No. 26 Tahun 2000
Delik yang membagi dalam 2 kategori pihak
Ketentuan Tanggung yang dapat terkena delik tanggung jawab
Pemidanaan Jawab komando yaitu :
Komando a. Unsur Militer
b. Unsur Polisi

Ketentuan pidana diatur dalam Bab VII dari pasal 36 sampai dengan pasal 42 UU No. 26 Tahun 2000 . Ketentuan pidana dalam UU No. 26 Tahun
2000 ini menggunakan ketentuan pidana minimal yang dianggap sebagai ketentuan yang sangat progresif untuk menjamin bahwa pelaku
pelanggaran HAM yang berat ini tidak akan mendapatkan hukuman yang ringan.

Pasal 36 mengatur tentang ketentuan pidana untuk kejahatan genosida yakni dengan ancaman hukuman mati atau pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling lama 25 tahun dan pidana paling singkat 10 tahun. Ketentuan pidana ini sama dengan kejahatan yang diatur
dalam pasal 9 (tentang kejahatan terhadap kemanusiaan) huruf a (pembunuhan), b (pemusnahan), d (pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa), atau j (kejahatan apartheid).
PEMBAHASAN Pengadilan HAM Ad Hoc

Pengadilan HAM ad hoc adalah pengadilan yang dibentuk khusus untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang
berat yang dilakukan sebelum adanya UU No. 26 Tahun 2000. Hal inilah yang membedakan dengan pengadilan HAM permanen yang
dapat memutus dan mengadili perkara pelanggaran HAM yang berat yang terjadi setelah diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000.

Kasus pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di Indonesia misalnya untuk kasus pelanggaran
HAM di Tanjung Priok dan Timur-timur dapat diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc ini.

Ketentuan tentang adanya bebarapa tahap untuk diadakannya pengadilan HAM ad hoc terhadap kasus
pelanggaran HAM yang berat yang berbeda dengan pengadilan HAM biasa. Hal-hal yang merupakan
syarat adanya pengadilan HAM ad hoc yaitu :
1. Adanya dugaan pelanggaran HAM yang berat atas hasil penyelidikan Komnas HAM.
2. Adanya hasil penyidikan dari Kejaksaan Agung.
3. Adanya rekomendasi DPR kepada pemerintah untuk mengusulkan pengadilan HAM ad hoc
dengan tempus dan locus delicti tertentu.
4. Adanya keputusan presiden (keppres) untuk berdirinya pengadilan HAM ad hoc.
PENUTUP

SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai