Anda di halaman 1dari 7

BUKU PANDUAN SKILL LAB

Keterampilan Pengukuran Tanda-tanda Vital

Agus Supinganto

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
MATARAM
2020
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL

PENGERTIAN

Segera setelah anamnesis selesai, pemeriksaan fisik biasanya diawali dengan obyektif tentang hal- hal
yang terukur yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran.hal ini yang
biasa disebut sebagai tanda –tanda vital (vital sign).

TUJUAN

Mampu memeriksa tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan dengan
menggunakan alat-alat yang sesuai secara benar.
a. Memeriksa tekanan darah dengan tensimeter dengan cara yang berurutan dan benar sejak persiapan
sampai selesai.
b. Memeriksa suhu badan dengan termometer dengan cara yang tepat dan benar.
c. Memeriksa pernafasan dengan cara yang benar.
d. Memeriksa frekuensi nadi dengan benar.

Media dan alat Bantu Pembelajaran

1. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan tanda vital.


2. Stetoskop, termometer, tensimeter, manikin.
3. Status penderita, pulpen, pensil

Metode Pembelajaran :

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.


2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH, NADI, PERNAPASAN DAN SUHU

NO LANGKAH KASUS
KLINIK
A. PENGUKURAN TEKANAN DARAH
1. Siapkan tensimeter dan stetoskop
2. Pemeriksa meminta izin kepada pasien/ keluarga untuk diperiksa
3. Pemeriksa disebelah kanan pasien.
4. Memberikan penjelasan sehubungan dengan pemeriksaan yang akan
dilakukan
5. Penderita dapat dalam keadaan duduk atau berbaring
6. Lengan dalam keadaan bebas dan relaks, bebaskan dari tekanan oleh
karena
Pakaian
7. Pasang manset sedemikian rupa sehingga melingkari lengan atas secara
rapi
dan tidak terlalu ketat, kira-kira 2,5 – 5 cm di atas siku.
8. Carilah arteri brachialis, biasanya terletak di sebelah medial tendo biseps.
9. Dengan tiga jari meraba a. brachialis, pompa manset dengan cepat sampai
kira-kira 30 mmhg di atas tekanan ketika pulsasi a. brachialis menghilang.
10. Turunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai denyutan a. brachialis
teraba kembali. Inilah tekanan sistolik palpatoir.
11. Sekarang ambillah stetoskop, pasangkan corong bel stetoskop pada a.
Brachialis
12 Pompa manset kembali, sampai kurang lebih 30 mmHg di atas tekanan
sistolik palpatoir
13 Secara perlahan turunkan tekanan manset dengan kecepatan kira-kira 2-3
mmHg perdetik. Perhatikan saat dimana denyutan A. brachialis
terdengar. Inilah tekanan sistolik. Lanjutkanlah penurunan tekanan
manset sampai suara denyutan melemah dan kemudian menghilang.
Tekanan pada saat itu
adalah tekanan diastolik
14. Apabila menggunakan tensimeter air raksa, usahakan agar posisi
manometer selalu vertikal, dan pada waktu membaca hasilnya, mata
harus berada segaris
horisontal dengan level air raksa.
15. Dapat melaporkan tekanan darah sistolis dan diastolis
16. Melepas manset dan mengembalikannya dan disimpan selalu dalam
keadaan
Tertutup
B. PEMERIKSAAN NADI
1. Penderita dapat dalam posisi duduk ataupun berbaring.
2. Lengan dalam posisi bebas (relaks), perhiasan dan jam tangan di lepas
3. Periksalah denyut nadi pergelangan tangan (a. radialis) dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan anda pada sisi
fleksor
bagian lateral dari tangan penderita.
4. Hitunglah berapa denyutan dalam satu menit dengan cara menghitung
denyutan dalam 30 detik, kemudian hasilnya dikalikan dengan dua
5. Perhatikan pula irama dan kualitas denyutannya.
6. Catatlah hasil pemeriksaan tersebut.

C. PEMERIKSAAN PERNAFASAN
1. Penderita diminta melepaskan baju
2. Secara inspeksi, perhatikan secara menyeluruh gerakan pernafasan
penderita,
kadang diperlukan cara palpasi, untuk sekalian mendapatkan perbandingan
antara kanan dan kiri
3. Pada inspirasi, perhatikanlah: gerakan ke samping iga, pelebaran sudut
epigastrium dan penambahan besarnya ukuran anteroposterior dada.
4. Pada ekspirasi, perhatikanlah: masuknya kembali iga, penyempitan sudut
epigastrium dan penurunan besarnya ukuran anteroposterior dada.
5. Perhatikan pula adanya penggunaan otot bantu pernafasan
6. Menghitung gerakan pernafasan minimal selama satu menit
7. Catatlah irama, frekuensi dan adanya kelainan gerakan

D. PEMERIKSAAN SUHU
1. Pastikan permukaan air raksa menunjuk di bawah 35,5˚C.
2. Tempatkan ujung termometer yang berisi air raksa pada apex fossa axillaris
kiri dengan sendi bahu adduksi maksimal.
3. Tunggu 3 – 5 menit, kemudian dilakukan pembacaan.
4. Catat dan laporkan hasil pembacaan tersebut

Pemeriksaan Vital Sign


Vital sign terdiri dari tekanan darah, pulsus, laju respirasi, dan suhu tubuh. Terdapat dua
keuntungan dari pengukuran vital sign selama pemeriksaan awal.
Pertama, penentuan nilai dasar normal dapat memastikan perbandingan standar saat
kegawatdaruratan terjadi selama perawatan. Jika kegawatdaruratan terjadi, pengetahuan
pasien tentang nilai normal penting untuk menentukan keparahan masalah.
Sebagai contoh, jika pasien hilang kesadaran secara tidak terduga dan tekanan
darahnya 90/50 mmHg, perhatiaannya tentu akan berbeda pada pasien yang memiliki
tekanan darah normalnya 115/65 mmHg dibanding dengan pasien dengan hipertensi
yang memiliki tekanan darah normalnya 180/110 mmHg.
Contoh kedua, pasien yang berada pada keadaan shock mungkin akan baik-baik saja.
Manfaat kedua adalah untuk mengidentifikasi abnormalitas baik yang sudah
terdiagnosis maupun yang belum terdiagnosis.
Sebagai contoh, pasien dengan hipertensi parah yang tidak terkontrol yang tidak
teridentifikasi dan tidak mendapat manajemen yang baik akan sangat berbahaya. Tujuan
dari pemeriksaan ini hanya untuk mendeteksi buat untuk mendiagnosis. Jika terdapat
temuan abnormalitas yang signifikan, pasien harus dirujuk ke dokter untuk evaluasi
lebih lanjut
1. Tekanan darah.
Tujuan dari pemeriksaan tekanan darah adalah untuk menentukan adanya
normotensi, hipertensi atau hipotensi.
Tekanan darah diukur dengan pemeriksaan indirek pada ekstremitas atas dengan maset
tekanan darah dan stetoskop. Maset harus memiliki lebar yang tepat untuk mendapatkan
pengukuran yang akurat. Idealnya, kantong dalam manset harus mencakup 80% dari
keliling lengan, dengan pusat kantong diatas arteri brakialis. Standar lebar manset untuk
rata-rata lengan dewasa yaitu 12-14 cm. manset yang terlalu kecil memberikan hasil
lebih tinggi,sedangkan manset yang terlalu besar menghasilkan nilai yang lebih kecil
dari nilai yang sebenarnya. Manset yang lebih sempit tersedia untuk digunakan pada
anak-anak, dan manset yang lebih lebar atay manset paha digunakan untuk pasien
obesitas atau pasien dengan tubuh yang besar. Untuk alternatif pasien obesitas, manset
ukuran standar dapat diletakkan pada lengan bawah dibawah fossa antecubital, dan
arteri radialis dapat dipalpasisehingga hanya hanya nilai sistolik rata-rata yang dapat
terukur. Instrumen yang mengukur tekanan darah pada pergelangan tangan atau jari
mulai populer, namun, penggunaannya kurang disarankan karena potensi
ketidakakuratannya. Stetoskop harus yang memiliki standar yang baik. Bell end
(cup)  lebih digunakan untuk auskultasi pada arteri brakialis; namun, penggunaan
diafragma (datar) lebih sering digunakan dan dapat diterima.

Metode auskultasi pada pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan American


Heart Association adalah sebagai berikut:
1. pasien harus didudukan dengan nyaman dengan tidak menyilangkan kaki. Kemudian
manset segera dipasangkan pada lokasi arteri brakialis. Manset diletakkan ketat pada
lengan atas dengan lengan baju yang sudah disingkap, dengan batas bawah kira-kira
satu inchi diatas fossa antecubital. Manset standar memiliki tanda panah yang
didesain menunjukkan titik tengah manset, yang berpusat diatas arteri brakialis yang
sebelumnya telah dipalpasi (pada aspek medial pada tendon bisep).
2. Selanjutnya, saat pulsus radialis dipalpasi, manset dikembangkan hingga pulsus
radial menghilang; dikembangkan hingga ditambahkan 20-30 mmHg (tekanan
sistolik palpatoir).
3. Stetoskop diletakkan diatas arteri brakialis yang sebelumnya telah dipalpasi yang
membelok pada siku dalam fossa antecubital (tidak menyentuh manset), dan
seharusnya tidak ada suara yang terdengar.
4. Katup tekanan perlahan dilepaskan, jarum menurun 2-3 mmHg perdetik. Seiring
jarum menurun, titik yang dicatat yaitu suara denyut pertama (suara Korotkoff) yang
terdengar. Pada titik ini dicatat sebagai tekanan sistolik.
5. Selanjutnya jarum masih berlanjut turun, suara denyut menjadi lebih kencang,
sehingga berkurang hingga detak yang terdengar melemah untuk beberapa saat dan
menghilang seketika. Indeks tekanan diastolik yang paling tepat saat suara hilang
sempurna. Kadang, suara redaman dapat terdengar berlanjut jauh dibawah tekanan
diastolik sesungguhnya. Jika hal ini terjadi, suara meredam pertama digunakan
sebagai tekanan diastolic.
6. Pada pasien usia lanjut dengan tekanan pulsus yang lebar, bunyi Korotkoff mungkin
tidak dapat terdengar antara tekanan sistolik dan diastolic, dan mungkin muncul
kembali jika pengempisan manset dilanjutkan. Fenomena ini disebut auscultatory
gap.

Pada dewasa normal sehat, tekanan sistolik normal berkisar 90-140 mmHg dan
umumnya meningkat seiring usia. Nilai normal tekanan diastole berkisar 60-90 mmHg.
Tekanan pulsus bervariasi diantara tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi pada orang
dewasa ditandai dengan tekanan darah sama atau lebih besar dari 140/100 mmHg.
Sangat dianjurkan untuk mengukur tekanan darah dua kali selama perawatan, diberi
jeda beberapa menit, dan pengukuran akhir diambil dari rata-rata dua pengukuran.
2. Nadi/Pulsus
Prosedur standar untuk memeriksa pulsus adalah

a. Palpasi arteri karotis pada tepi trakea atau arteri radial pada sisi ibu jari lengan.
Penggunakaan arteri karotis untuk pengukuran pulsus memiliki beberapa
keuntungan. Pertama, arteri karotis cukup familiar karena umumnya dokter gigi
mendapatkan pelatihan resusitasi jantung paru (RJP). Kedua, arteri ini cukup
menggambarkan karena merupakan arteri utama yang mensuplai otak; terlebih
pada situasi kegawatdaruratan, arteri ini dapat dipalpasi ketika arteri perifer
lainnya tidak dapat dipalpasi. Terakhir, arteri ini letaknya mudah ditemukan dan
mudah dipalpasi karena ukurannya. Untuk pemeriksaan terbaik sebaiknya
dilakukan selama satu menit penuh untuk mendeteksi adanya ritme irregular.
b. Meraba dengan tiga jari tangan (digiti Ii, ii, iv manus) tepat di atas arteri radialis.
Digiti II dan IV digunakan untuk fiksasi dan digiti II untuk deteksi denyutan.
Setelah denyut nadi teraba jari-jari dipertahankan pada posisinya kemudian
dilakukan pengukuran frekuensi dan irama nadi.

Pulsus harus dipalpasi selama 1 menit sehingga ritme abnormal dapat terdeteksi.
Sebagai alternative, dapat dipalpasi selama 30 detik dan dikalikan 2. Untuk denyut
teratur hitung frekuensi nadi selama 15 detik dikalikan 4 (atau Alecs count hitung cepat
selama  6 detik dikalikan 10).
Rata-rata pulsus orang dewasa normal adalah 60-80 kali permenit. Jika pulsus lebih dari
100 kali permenit disebut takikardia, sedangkan juka pulsus kurang dari 60 kali
permenit disebut bradikardia. Nilai pulsus abnormal dapat menjadi tanda dari kelainan
kardiovaskulat namun dapat dipengaruhi oleh latihan fisik, keadaan pasien, kecemasan,
obat, atau demam. Pulsus normal merupakan serial dari ritme detak jantung yang terjadi
pada interval yang regular. Ketika detak terjadi pada interval yang ireguler, pulsus
disebut ireguler, disritmia atau aritmia.
3. Pernafasan
Tujuan : untuk menilai frekuensi pernafasan
Teknik : Operator berdiri di belakang dan tanpa sepengetahuan pasien kemudian
dilakukan observasi sangkar dada. dihitung jumlah gerakan sangkar dada
(siklus fase inspirasi dan ekspirasi) dalam 1 menit.
Intepretasi : kecepatan respirasi normal
a. Bayi adalah 24-30 siklus per menit
b. Anak-anak adalah 20-24 siklus per menit
c. Remaja dan dewasa muda adalah 12-18 siklus per menit
d. Dewasa adalah 8-12 siklus per menit

4. Suhu Tubuh
Tujuan : untuk menentukan suhu tubuh penderita
Teknik : menggunakan berbagai alat tera suhu tubuh , disesuaikan alat tera yang
digunakan
Intepretasi :
a. suhu tubuh orang dewasa normal 36,1 C sampai dengan 37,5 C
b. sub febris 37,5 C sampai dengan 38,5 C
c. Febris di atas 38,5 C

 Sumber :
Little, JW., Falace, DA., Miller CS., Rhodus, NL., , Dental Management of the
Medically Compromised Patient, 7th ed., Mosby elsevier

Anda mungkin juga menyukai