Anda di halaman 1dari 9

BAB VIII

PENGOLAHAN LIMBAH

8.1 Limbah Proses Pembuatan Gula


Limbah merupakan bahan buangan yang berbentuk cair, gas, dan padat
yang mengandung bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya
sehingga air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak
membahayakan kesehatan lingkungan.
Limbah yang dihasilkan dari proses produksi gula SHS pada PG. Kebon
Agung dibagi menjadi empat jenis, yaitu limbah padat, limbah cair, limbah gas,
dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Setiap limbah tidak dapat
dibuang secara langsung ke lingkungan karena akan menimbulkan dampak buruk
bagi lingkungan. Limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu hingga
memenuhi baku mutu agar tidak mencemari lingkungan. Selain dengan
pengolahan, beberapa limbah juga dapat digunakan kembali dan dapat diolah
menjadi sesuatu yang bermanfaat.

8.1.1 Limbah Cair


Limbah cair berasal dari:
• Larutan gula dari pipa-pipa yang langsung masuk ke selokan.
• Terbawa minyak pelumas atau bahan bakar dari air buangan.
• Air cucian evaporator.
• Air injeksi kondensor.
• Air pembersihan ketel.
• Air pendingin ketel.
• Air pendingin mesin pabrik.
Limbah cair yang memasuki lingkungan sekitar pabrik diupayakan
memenuhi baku mutu air buangan industri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kadar polutan bahan organic yang diukur dengan menggunakan parameter BOD
dan COD dapat diturunkan hingga memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan.
Laporan Masa Orientasi

BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menstabilkan bahan


organic selama aktivitas bakteri aerob berlangsung. Bila nilai BOD rendah maka
pencemaran rendah, sehingga kebutuhan oksigen rendah.
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
bahan organic dalam air secara kimia. Apabila COD rendah maka pencemaran
limbah tersebut rendah.
Penanganan limbah cair dilakukan secara terpadu artinya dilakukan secara
eksternal dan internal.
1. Penanganan Internal
a. Minimalisasi limbah
b. Pemisahan air berpolutan
c. Pencegahan masuknya polutan padat ke dalam air
d. Daur ulang polutan yang bisa diproses
e. Mengganti penggunaan Pb asetat dengan Al sulfat pada analisis gula
2. Penanganan Eksternal
Melewatkan air berpolutan melalui UPLC, dengan menjaga agar jumlah
limbah sekecil mungkin dan kadar polutan sekecil mungkin diharapkan tidak akan
mencemari lingkungan. Sistem UPLC (Unit Pengolahan Limbah Cair)
UPLC bekerja secara biologis dengan aerasi lanjut (SAL/PSUL 93-3) pada
system ini bahan organic sebagai polutan akan didegradasi dan diurai oleh
mikroba menjadi CO 2 + H 2 O + energi dengan bantuan oksigen.

8.1.2 Limbah Padat


Limbah padat yang dihasilkan berupa ampas, blotong dan abu ketel.
1. Ampas
Ampas merupakan hasil akhir dari Stasiun Gilingan. Ampas yang
dihasilkan sekitar 35-45% dari berat tebu yang digiling. Ampas kaya serat
selulosa sekitar 50%, zat lilin, zat lignin dan pectin. Ampas yang dihasilkan
setelah mengalami pengeringan dimasukan ke dalam ketel sebagai bahan
bakar. Sebagai dijual untuk industri kerta dan medium penumbuh jamur.
2. Blotong

97
Laporan Masa Orientasi

Blotong dihasilkan dari Stasiun Pemurnian merupakan kotoran-kotoran nira


yang mengendap yang mengandung bahan organic dan anorganik. Blotong
dipergunakan oleh petani dan warga secara gratis dengan mengikuti
prosedur pengambilan. Blotong digunakan sebagai bahan batu bata dan dapat
diolah menjadi kompos.
3. Abu Ketel
Hasil pembakaran dari ketel menghasilkan abu. Abu tersebut perlu ditangani
agar tidak menggangu kesehatan terutama saluran pernapasan melalui
penyemprotan dengan air dan pembuangan ke daerah Karangwage. Abku
ketel dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pupuk kompos, bahan campuran
batu bata dan bahan bakaran batu bata.

8.1.3 Limbah Gas


Limbah gas adalah tercemarnya udara oleh berberapa partikulat zat
(limbah) yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur
dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), karbon monoksida, dan
timah. Limbah gas yang dihasilkan oleh limbah PG. Kebon Agung berasal dari
proses pembakaran ketel dan proses sulfitasi. Limbah gas berupa asap dari
pembakaran ketel mengandung gas CO 2 , NO x , CO, uap air, dan debu. Dari sisa
pembakaran ketel, partikel-partikel karbon akan dapat terbawa oleh gas sehingga
saat asap keluar dari cerobong asap akan membawa partikel padat yang kemudian
akan tertiup angin dan mencemari udara sekitar serta meningkatkan emisi gas
buang. Polusi udara dapat terjadi apabila terjadi pembakaran tidak sempurna
karena jumlah bahan bakar yang tidak seimbang dengan O 2 yang masuk.
Penanganan terhadap adanya partikel padat yang terbawa oleh asap
dilakukan dengan menggunakan alat penangkap debu (dust collector) sebelum gas
keluar ke lingkungan. Dust collector tersebut akan menangkap partikel yang
terikut pada asap yang melalui alat tersebut sehingga asap atau gas buang tidak
mencemari lingkungan sekitar. Dalam dust collector tersebut terdapat celah-celah
kecil sehingga gaya sentrifugal partikel-partikel debu yang mempunyai massa
yang lebih besar akan terlempar jauh dan membentur dinding yang kemudian
akan jatuh karena gaya gravitasi. Partikel-partikel yang tertangkap (abu ketel)

98
Laporan Masa Orientasi

tersebut kemudian ditampung untuk diolah menjadi biokompos. Pengukuran baku


mutu gas hasil pembakaran pada asap cerobong dilakukan secara periodik Balai
Hiperkes Surabaya, meliputi kadar gas NOx, CO, dan debu.

8.2 Kebijaksanaan Pelaksanaan Pengolahan Limbah


Dalam kaitannya dengan usaha pengelolaan lingkungan, dalam Bab VI
Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986, yaitu mengenai Ketentuan Peralihan
Pasal 39 disebutkan bahwa setiap proyek pembangunan yang sudah dalam tahap
operasional dan dapat mempunyai dampak penting diwajibkan untuk melakukan
suatu Penyajian Evaluasi Lingkungan atau PEL.
Beberapa kebijaksanaan pelaksanaan pengelolaan lingkungan secara
umum yang telah dilakukan, saat ini antara lain:
1. Melakukan proses pengendapan dan pengolahan terhadap limbah cair,
dimana setelah memenuhi persyaratan baru dialirkan ke sungai.
2. Menyediakan pompa-pompa cadangan untuk pompa-pompa yang beresiko
bocor dan bejana-bejana yang berkapasitas kecil untuk mencegah overflow.
3. Mempergunakan dust collector pada cerobong ketel uap, sebagai usaha
untuk menangkap sebagian debu atau abu yang keluar cerobong.
4. Melaksanakan secara seksama ketentuan-ketentuan lalu lintas yang
menyangkut pengangkutan tebu dengan menggunakan lori maupun truck.
5. Melakukan pengumpulan minyak pelumas bekas, sampah-sampah bengkel,
abu ketel, filter cake, produksi sampingan, seperti bagasse dan molasses
untuk penanggulangan kemungkinan pencemaran terhadap lingkungan
hidup di sekitarnya.
6. Membentuk satuan gugus tugas yang berfungsi mengelola lingkungan dan
memantau hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
serta keamanan perusahaan.
7. Melaksanakan penanganan secara khusus terhadap bahan kimia sebagai
penunjang proses produksi gula pada:
• Kegiatan pengangkutan, pembongkaran dan penyimpanan.
• Kegiatan proses produksi.
8. Memberikan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan bagi karyawan secara

99
Laporan Masa Orientasi

rutin.
9. Menjaga disiplin karyawan yang tinggi, terutama dalam menjaga
keamanan dan ketertiban.
10. Memberikan layanan dan pembinaan karyawan, melalui pendidikan/kursus
ketrampilan, penyediaan fasilitas umum (tempat ibadah, olahraga,
poliklinik, kesenian dan pendidikan).

8.3 Usaha-Usaha In House Keeping


Kerja unit pengolahan limbah akan ringan bila limbah yang akan diolah
dalam kuantitas di bawah kapasitasnya. Dengan dasar tersebut dilakukan usaha-
usaha untuk mengeliminir limbah yang dimulai dan stasiun dimana limbah
tersebut bermula.
Stasiun Gilingan
1. Usaha untuk mengurangi limbah pelumas dibuat bak penangkap
minyak/grease.
2. Usaha untuk mengurangi tumpahan nira dibuat parit dan kolam buffer
sehingga tumpahan nira akan terkumpul di kolam, nira tersebut kemudian
dipompa dengan jet steam ke DSM screen.
Stasiun Pemurnian
1. Untuk menampung tumpahan nira cair dibuat sekat-sekat pada lantai sehingga
nira cair yang tumpah bisa diselamatkan tidak masuk parit, ini dikenal dengan
tangki 13.
2. Mengusahakan agar filter cake tidak sampai tumpah.
3. Pemisahan nira kotor dengan nira bersih.
4. Usaha agar tidak terjadi polusi asap belerang dilakukan usaha-usaha
meniadakan bocoran-bocoran di tungku belerang, mengusahakan agar
percampuran gas belerang dengan nira dapat berlangsung dengan baik,
dengan cara waktu tinggal dibuat seideal mungkin hal ini bisa dilaksanakan
apabila tangki reaksi kapasitasnya mencukupi.
Stasiun Penguapan
1. Caustic soda cair bekas chemical cleaning evaporator disimpan,
dipergunakan lagi sampai pHnya mendekati 6-7. Caustic soda dengan pH 6-

100
Laporan Masa Orientasi

7 tersebut dimanfaatkan untuk menetralkan air injeksi. Dengan demikian


limbah caustic soda cair bisa dieliminir.
2. Ceceran nira ditampung, kemudian dipompa lagi (disiwar).
Stasiun Masakan
1. Ceceran cuite dikumpulkan, dimasukkan pompa rota dipompa kembali ke
leburan gula.
Stasiun Puteran
1. Ceceran cuite dikumpulkan, dipompa lagi ke mingler, leburan gula atau
palung pendingin tergantung mana yang terdekat.
Stasiun Ketel
1. Untuk mencegah polusi udara, sebelum masuk cerobong asap, gas asap
dilewatkan dust collector sehingga abu dan kotoran hasil pembakaran yang
tidak sempurna tertangkap dan tidak mencemari udara sekitar.
2. Mengusahakan agar abu tidak tercecer.
3. Emisi gas buang tiap akhir giling diukur oleh Hiperkes Depnaker dan
hasilnya didiskusikan dengan pihak PG. Dalam diskusi itu Depnaker
memberikan solusi-solusi yang sebaiknya dilakukan oieh PG.

8.4 Unit Pengolahan Limbah Cair


Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair (PP 82 thn 2001). Penanganan air limbah ini dilakukan hingga air
limbah tersebut dapat memenuhi baku mutu air limbah. Air limbah PG. Kebon
Agung ini mengandung ion logam, soda, oli, nira kotor, oksigen terlarut, serta
memiliki suhu yang tinggi sehingga harus diproses terlebih dahulu pada Unit
Pengolahan Limbah Cair (UPLC) menggunakan sistem aerasi lanjut dengan
kapasitas 120 m3/jam.
a. Tetes
Merupakan hasil akhir dari pembuatan gula, biasanya berwarna hitam dan
diperoleh dari puteran D1. Tetes merupakan hasil samping yang digunakan
industri lain sebagai bahan baku, misalnya pabrik kecap, pabrik alkohol, dan
bahan baku MSG.

101
Laporan Masa Orientasi

b. Air buangan pabrik


Setiap stasiun menghasilkan air buangan berupa limbah cair yang berasal
dari sisa pencucian mesin atau sisa kotoran pelumas, nira, ampas, dan bahan-
bahan lainnya di masing-masing stasiun. Sumber limbah cair buangan pabrik ini
didasarkan pada pembagian stasiun yang ada dalam pabrik. Limbah cair buangan
yang dihasilkan di stasiun gilingan berupa sisa pembersihan oli pelumas mesin
penggiling, sisa penyemprotan ampas, sisa nira yang terbuang atau bocor, dan sisa
bahan-bahan tambahan kimia (dewatering). Di stasiun pemurnian menghasilkan
limbah cair buangan berupa sisa pembersihan blotong, pembersihan ampas lembut
sisa penyaringan, dan nira yang berceceran. Limbah cair buangan dari stasiun
penguapan berupa sisa air pembersihan nira, kerak nira, dan caustic soda. Di
stasiun putaran dihasilkan limbah cair buangan berupa sisa tetes yang berlebih dan
gula ceceran yang telah dibersihkan dengan air.

R.P
INFLUEN

Keterangan :
KE
R.P : Rumah pompa
dan panel KA.
KP.1
KE : Kolam equalisasi
KS.
KA. KP.2
KA : Kolam aerasi KP.3
KA. KP.4
KS. KP.5
KA.
KP.6

KPd.1

KT
KPd.2
EFFLUEN

Gambar 8.1. Unit Pengolahan Limbah Cair (UPLC) di PG. Kebon Agung

102
Laporan Masa Orientasi

Berikut penjelasan dari proses pengolahan limbah cair :


• Inlet
Air limbah proses dialirkan menuju AML (Air Masuk Limbah), kemudian
ditambahkan dengan susu kapur hingga pH > 7,0 agar suasana air menjadi basa
sehingga kotoran yang ada dapat lebih mudah mengendap. Selain itu, penambahan
susu kapur tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi bau pada air limbah.
Setelah itu, air masuk ke dalam bak pengendapan lumpur dan minyak untuk
memisahkan air limbah dari minyak dan lumpur pada air limbah. Dalam bak
tersebut, minyak pada air limbah akan mengapung, sedangkan lumpurnya akan
mengendap. Melakukan analisa COD/BOD/TSS dan mengamati suhu, pH, warna
air, kandungan minyak. Selanjutnya air limbah dialirkan menuju bak equalisasi.

• Equalisasi
Berfungsi untuk kehidupan bakteri dan menjaga agar air yang masuk bak
equalisasi bebas dari kotoran, pH di atas 7, suhu di bawah 40 oC, dan tidak
mengandung minyak. Lalu air dipompa ke bak aerasi 1 dengan pengendalian tidak
melebihi kapasitas (120 m3/jam).

• Aerasi
Penanganan limbah cair menggunakan sistem aerasi lanjut dengan lumpur
aktif. Lalu dilakukan penambahan nutrisi untuk kehidupan bakteri dengan larutan
pupuk urea 4 kg/jam dan SP 0,8 kg/jam secara kontinyu. Mengamati perubahan
warna air agar tidak menjadi hitam dengan mengendalikan debit air masuk dan
penambahan waktu tunggu di masing-masing bak aerasi. Terjadi overflow bak
aerasi 1, masuk ke bak aerasi 2, dan seterusnya sampai bak aerasi 4. Lalu
overflow dari bak aerasi 4 masuk clarifier. Melakukan analisa endapan, suhu, pH,
serta warna air.

• Clarifier
Membersihkan kotoran yang mengapung pada clarifier dan menjaga air
agar tidak mengandung kotoran, daun, plastik, dan lain-lain. Lalu memompa balik
endapan yang berupa lumpur aktif ke bak aerasi 1 secara kontinyu (bila endapan

103
Laporan Masa Orientasi

lumpur aktif di atas 30%, maka dilakukan pemindahan ke bak stabilisasi).


Kemudian mengamati kelancaran air jernih yang mengalir pada talang clarifier.

• Stabilisasi dan Bak Pasir


Endapan lumpur aktif di atas 30% dipindahkan ke bak stabilisasi,
selanjutnya diumpankan ke bak pasir. Pada bak pasir dilakukan penyaringan, air
hasil tapisan dimasukkan ke bak filtrat dan selanjutnya dipompa ke bak equalisasi.
Endapan padat di atas pasir dikeringkan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk. Fungsi bak stabilisasi di awal proses adalah untuk
mengembangbiakkan bakteri.

• Outlet
Air jernih dari clarifier keluar sebagai outlet menuju sungai Metro. Air
limbah dianalisis berdasarkan pH, warna, suhu, bau, debit air, BOD, COD, dan
TSS (Total Soluble Solid). Analisis yang dilakukan pada pengolahan limbah
dilakukan untuk memastikan bahwa limbah yang akan dibuang ke lingkungan
sekitar telah aman bagi lingkungan tersebut, yaitu dengan nilai COD maksimal
100 ppm dan BOD maksimal 60 ppm. Setelah air limbah yang telah diproses
tersebut dinyatakan aman, maka air tersebut dialirkan menuju sungai.

Gambar 8.2. Kolam Aerasi

104

Anda mungkin juga menyukai