Anda di halaman 1dari 35

BAB IV

PROSES PRODUKSI
IV.1 Bahan Baku
Pabrik Gula Kanigoro menghasilkan produk utama gula SHS IA dan hasil
sampingnya adalah ampas, tetes dan blotong. Faktor utama yang menentukan mutu hasil
produksi adalah pada bahan dasar. Dalam hal ini tergantung pada bahan baku dan bahan-
bahan pembantu.
Proses produksi gula terbagi dalam beberapa proses, yaitu : penggilingan,
pemurnian, penguapan, pemasakan atau pengkristalan, putaran, pengeringan, pengemasan
dan penyimpanan. Pada PG Kanigoro proses tersebut terbagi dalam beberapa stasiun,
yaitu: stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan/Kristalisasi,
stasiun putaran/penyelesaian, stasiun ketel, stasiun pembangkit uap.
Dalam proses produksi gula, fungsi pabrik gula hanya mengambil nira yang
terkandung di dalam batang tebu untuk dikristalkan, bukan membuat gula. Bahan baku
yang digunakan oleh PG Kanigoro dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bahan baku
utama dan bahan baku penunjang.

IV.1.1 Bahan Baku Utama


PG. Kanigoro menggunakan tebu (Saccharum offisinarum) sebanyak 1800 TCD
sebagai bahan baku utama. Bahan baku yang digunakan berasal dari petani atau disebut
tebu rakyat (TR) dan tebu sendiri (TS) yaitu hasil dari area tanam milik PG Kanigoro.
Tebu Rakyat dibagi menjadi dua, yaitu Tebu Rakyat Mandiri dan Tebu Rakyat Binaan.
Tebu tersebut diproses sampai menghasilkan kristal gula. Gula yang dihasilkan oleh Pabrik
Gula Kanigoro menggunakan sistem bagi hasil bersama para petani. Yang dimaksud
dengan sistem bagi hasil produksi yaitu dari gula yang telah diproduksi, gula tersebut
dibagi menjadi 66% milik petani dan 34% milik pabrik. Pembelian tebu oleh pihak pabrik
dilakukan di beberapa lokasi, antara lain dari daerah Madiun, Ponorogo serta Magetan.
Ada 3 (tiga) faktor utama agar diperoleh rendemen tebu yang setinggi-tingginya
yaitu : penyediaan bahan baku (mutu tebu), pemerahan di gilingan (efisiensi gilingan) dan
proses pengolahan (efisiensi proses).
Persyaratan mutu tebu yang diterapkan pada PG Kanigoro adalah sebagai berikut :
1. Umur Tebu minimal 12 bulan.
2. Berdasarkan tipe kemasakan tebu (masa awal, tengah dan akhir).

12
3. Bahan baku yang masuk proses produksi gula harus memiliki kualitas baik, yaitu tebu
layak giling yang memenuhi standar “MSB”, yaitu:
 Manis : Tebu di tebang harus benar-benar masak (Kemasakan tebu dalam analisa
pendahuluan FK = 25–40), brix minimal 17, bebas dari kotoran.
 Segar : Tebu ditebang sampai di meja gilingan maximal 20 jam.
 Bersih : bebas dari faktor yang mempengaruhi rendemen, yaitu daduk, pucuk,
tanah, akar, sogolan, tebu mati, maximal 5 %.

IV.1.2 Bahan Baku Penunjang


Bahan baku penunjang merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk
meningkatkan mutu gula. Beberapa bahan penunjang yang digunakan adalah :
1. Asam Phospat (H3PO4)
Larutan Asam Phosfat, diencerkan kemudian ditambahkan pada nira mentah agar
mencapai standart (250-300 ppm). Saat di defekator, phospat berekasi dengan susu
kapur menghasilkan kalsium phospat yang berfungsi sebagai penangkap kotoran.
2. Kapur Tohor (CaO)
Kapur tohor yang dibuat menjadi larutan susu kapur yang ditambahkan kedalam
nira mentah, dengan tujuan :
- menaikkan pH nira
- mencegah terjadinya inversi
- membantu menjernihkan nira
Kapur Tohor (CaO) digunakan untuk memproduksi Ca(OH)2, yang akan digunakan
pada stasiun pemurnian.
Proses Pembuatan Ca(OH)2 :
Kapur tohor dicampur dengan air panas, kemudian dimasukkan ke dalam kalk blus
tromol sehingga terbentuk hidroksida kuat dengan reaksi sebagai berikut :
CaO + H2O → Ca(OH)2 + kalor
Tromol akan terus berputar sehingga terbentuk larutan susu kapur yang masih kotor
dan kasar pada posisi 6 oBe. Larutan ini kemudian disaring, untuk memisahkan bagian
yang kasar dan yang halus. Larutan yang halus masuk ke bak pengendap pasir dan
ditampung di bak pengaduk agar larutan homogen. Dari sini, larutan kemudian
dipompa ke tangki buffer susu kapur, kemudian dialirkan menuju splitter box.

13
3. Sulfur
Sulfur (belerang) digunakan dalam pembuatan gas SO2, yang digunakan pada
proses pemurnian. Belerang ditambahkan dalam bentuk gas SO2 yang diperoleh
melalui pembakaran belerang padat dengan udara kering sebagai sumber oksigen dalam
furnace. Kegunaan gas SO2 adalah sebagai pemucat warna karena mereduksi senyawa-
senyawa berwarna menjadi tak berwarna, dan untuk mengurangi kelebihan kapur dari
proses sebelumnya dengan cara dinetralkan menggunakan hembusan gas SO2 sampai
diperoleh pH nira mentah tersulfitir ±7,2 - 7,4.
Proses pembuatan gas SO2 :
Belerang padat dimasukkan ke tobong belerang. Dalam tobong belerang ini
dilakukan pemanasan dengan menggunakan steam, hingga belerang mencair pada suhu
190ºC, kemudian belerang cair ini dibakar hingga suhu 300ºC. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
S(s) → S(l) + kalor
S(l) → S(g)
S(g) + O2(g) → SO2(g) + kalor
Reaksi diatas berlangsung secara eksotermis, sehingga suhu gas SO2 menjadi lebih
tinggi. Gas SO2 ini kemudian didinginkan dengan menggunakan air pendingin agar
tetap berada pada suhu 300ºC. Hal ini dilakukan untuk mencegah supaya tidak
terbentuk gas SO3 yang tidak diinginkan. Selanjutnya gas SO2 dialirkan ke sublimator.
yang berisi air sebagai pendingin. Dari sublimator, gas SO2 dimasukkan ke tangki
sulfitasi.
4. Flokulan
Penambahan flokulan dilakukan pada door clarifier. Tujuan ditambahkan flokulan yaitu
untuk mengikat endapan agar ukuran menjadi lebih besar sehingga dapat mempercepat
proses pengendapan. Jenis flokulan yang digunakan adalah Accufloc A110.
5. Pembersih Kerak
Pembersih kerak yang digunakan bermerek dagang Karman. Pembersih kerak ini dapat
melunakkan kerak yang ada. Jumlah pembersih kerak yang digunakan dapat berubah
tergantung pada kondisi kerak yang terbentuk dalam evaporator.

IV.2 Uraian Proses Produksi


IV.2.1 Stasiun Persiapan
Pada stasiun persiapan bertujuan untuk melakukan analisa awal (% Brix) sampel
14
tebu yang masuk dengan menggunakan Hand Refraktometer. Mencatat keterangan truk
tebu yang masuk di portal brix (nomer polisi truk, SPTA, kode register, varietas tebu,
diameter tebu, dan hasil analisa awal % brix tebu).

Gambar IV.1 Stasiun Persiapan


Setelah tebu ditebang dengan mutu baik maka diberi SPTA (Surat Perintah Tebang
Angkut) dimuat dan diangkut ke Pabrik Gula Kanigoro. Pemasukan tebu dari emplacement
menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dimana jadwal masuknya tebu untuk
ditimbang dan digiling sesuai dengan masuknya tebu ke emplacement. Tebu yang terlebih
dahulu masuk dalam emplacement akan lebih dahulu masuk ke penimbangan dan
penggilingan. Diberlakukannya sistem FIFO ini bertujuan untuk menjaga rendemen tebu
agar tetap baik. Selain itu, juga untuk menjaga tebu dari pengaruh sinar matahari yang
dapat menyebabkan inversi sakarosa pada tebu dan air hujan yang dapat menyebabkan
timbulnya tunas tebu sehingga dapat menurunkan kadar sakarosa dalam tebu.
Halaman pabrik atau emplacement di PG Kanigoro difungsikan untuk menampung
tebu tertimbang yang akan digiling. Selain itu, emplacement juga digunakan untuk tempat
penyimpanan lori kosong yang merupakan alat angkut tebu. Luas halaman (emplacement)
suatu pabrik minimum harus mampu menampung tebu sebanyak 125 - 130 % dari
kapasitas giling. Emplacement pada pabrik gula harus dalam kondisi yang teduh dengan
penanaman pohon besar yang rindang, tujuannya adalah untuk mengurangi kerusakan
sukrosa dalam batang tebu yang di akibatkan oleh sinar matahari. Luas halaman PG
Kanigoro mencapai 225.487 m2. Secara garis besar, halaman/emplasemen PG Kanigoro
terdiri dari dua bagian sebagai berikut:

15
1. Emplasemen luar.
Emplasemen luar PG Kanigoro berada di sebelah selatan jalan raya, mulai dari
selektor 1, selektor 2, sampai menuju ke Kecamatan Dagangan. Emplasemen luar juga
memiliki 4 timbangan digital crane scale, namun hanya 2 timbangan yang dipakai,
yaitu timbangan nomer 1 dan timbangan nomer 3. Alat untuk memasukkan lori dari
emplasemen luar ke emplasemen dalam adalah loco diesel, dengan cara didorong.
2. Emplasemen dalam.
Emplasemen dalam PG Kanigoro meliputi dari sebelah utara jalan raya sampai
ke meja tebu dan selektor 3. Emplasemen dalam ini sendiri masih terbagi dalam dua
bagian, yaitu emplaseme dalam bagian barat yang terdapat di sebelah barat meja tebu
dan emplasemen dalam bagian timur yang berada di sebelah timur meja tebu.
Tebu yang diproses di PG Kanigoro Madiun berasal dari berbagai kategori
diantaranya, TS (Tebu Sendiri), TR (Tebu Rakyat), dan TLD (Tebu Luar Daerah).
Pengangkutan tebu dilakukan oleh truk dan lori. Di PG Kanigoro, tebu yang diangkut
dengan mengunakan truk tersebut ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke
dalam lori untuk selanjutnya dimasukkan ke meja tebu.

IV.2.1.1 Pengawasan Mutu Tebu


Untuk mengetahui apakah tebu yang akan digiling tebu bersih atau tidak, PG
Kanigoro melakukan pengawasan mutu tebu dengan menggunakan pos yang disebut
dengan selektor yang bertugas untuk menyeleksi tebu yang akan digiling. Agar seleksi
yang dilakukan dapat berjalan baik, maka di PG Kanigoro menggunakan 3 selektor,
diantaranya sebagai berikut :
a. Selektor 1
Syarat-syarat tebu di selektor 1 adalah sebagai berikut :
1. Tebu harus sudah masak atau tua.
2. Bersih dari daduk, sogolan, pucukan, dan momol.
3. Brix minimal 17.
4. Tenggang waktu tebang sampai giling maksimal 24 jam.
Tebu yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka tebu akan ditolak.
b. Selektor 2
Tebu yang masuk ke selektor 2 ini harus memenuhi tebu yang Manis Bersih Segar
(MBS) sebagai berikut :

16
1. Tebu bersih secara visual bagian atas maupun bawah .
2. Setelah ditimbang disemprot dengan menggunakan bufferos. Bufferos merupakan
zat kimia yang berfungsi untuk menghambat laju inversi. Pada selektor kedua ini
biasanya tebu sendiri (TS) dapat langsung diloloskan karena tebu milik sendiri.
Sedangkan tebu rakyat harus diseleksi terlebih dahulu oleh ketiga selektor.
c. Selektor 3
Tebu yang masuk ke selektor 3 ini harus memenuhi tebu yang Manis Bersih Segar
(MBS), yaitu tebu bersih dari sogolan, pucukan, dan daduk.
Pada selektor 3 ini dibagi menjadi 3 kriteria tebu, yaitu :
1. Kriteria tebu A meliputi :
a) Umur 11 bulan - 13 bulan.
b) Bebas dan bersih dari daduk, sogolan, pucukan, dan momol.
c) Tebu dipotong 3 ruas dari atas.
d) Bebas dari akar tanah.
2. Kriteria tebu C : untuk tebu yang kotor
3. Kriteria tebu Q : untuk tebu terbakar, tebu yang terbakar ini akan langsung digiling.
Untuk mengurangi ataupun menekan kehilangan kandungan gula ini maka harus
diperhatikan sebagai berikut :
1. Penebangan tebu dilakukan saat ketuaan tebu (umur tebu masak) telah tercapai, dengan
indikator faktor kemasakan (FK) < 25.
2. Saat penebangan batang tebu yang tertinggal diupayakan sekecil mungkin.
3. Bebas dari trash (kotoran dasn daun kering).
4. Pelaksanaan tebang harus direncanakan dengan baik sehingga jumlah tebu yang
tersedia sesuai dengan kapasitas giling.
Petugas Selektor juga mencatat tebu tersebut berasal dari kebun mana, milik siapa
dan juga jam berapa masuk atau sampai di Selektor, agar tebu tersebut jelas identitasnya.
PG Kanigoro memiliki suatu Surat Perintah Tebang dan Angkut yang disebut Surat
Perintah Tebang Angkut (SPA). Sedangkan untuk membedakan tebu tersebut merupakan
tebu milik PG (TS) atau Tebu Rakyat Kemitraan (TRK) atau Tebu Rakyat Murni (TRM)
dapat dilihat dari warna SPA-nya. Untuk tebu milik PG (TS) SPA-nya berwarna Kuning,
Tebu Rakyat Kemitraan (TRK) SPA-nya berwarna Hijau dan Tebu Rakyat Murni (TRM)
SPA-nya berwarna Merah.

17
IV.2.1.2 Cara Mengatur Tebu Di Halaman Pabrik
Tebu yang digiling di PG Kanigoro menggunakan sistem FIFO (First In–First
Out), artinya tebu yang datang lebih awal maka harus digiling lebih dahulu. Tebu di
emplacement maximal 24 jam harus sudah di giling, hal ini bertujuan untuk menekan
kehilangan dan kerusakan sukrosa yang terkandung dalam tebu. Beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi pada halaman pabrik antara lain:
1. Halaman pabrik harus luas agar mampu menampung tebu sesuai dengan kapasitas
giling pabrik.
2. Halaman pabrik harus rindang agar tebu selama berada di halaman pabrik tidak terkena
langsung sinar matahari, yang dapat mengakibatkan turunnya kadar gula yang
terkandung dalam batang tebu.
3. Dilengkapi dengan alat penimbang tebu, untuk mengetahui berat tebu yang akan
digiling.

IV.2.2 Stasiun Gilingan


Pada stasiun gilingan berfungsi untuk memerah nira sebanyak mungkin yang
terdapat didalam tebu dan mengusahakan agar kandungan nira dalam ampas sangat kecil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemerahan nira di stasiun penggilingan antara lain
sebagai berikut :
 Kualitas dan kuantitas tebu
 Persiapan tebu sebelum masuk gilingan
 Air imbibisi 100-105 m3
 Analisa Nira dan penambahan zat kimia (preliming dan phospat)

Gambar IV.2 Diagram Alir Nira di Stasiun Gilingan

18
Jalannya proses pada stasiun ini adalah sebagai berikut. Setelah tebu ditimbang,
kemudian tebu dibongkar dari truk dan diangkut dengan crane preparation untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam meja tebu (cane table) untuk diatur dan diarahkan ke
proses penggilingan. Tebu-tebu tersebut diangkut menggunakan cane carrier Elevator
untuk diratakan dengan jarak tertentu, kemudian menuju ke cane cutter (CC) untuk
dicacah. Proses pencacahan ini ditujukan agar tebu mudah untuk diperah karena sifatnya
masih kasar. Pada unit gilingan ini terdapat dua buah cane cutter (CC) dengan CC
kecepatan putarnya 590 rpm Karena sifatnya masih kasar, maka perlu dihaluskan lagi
dengan menggunakan Unigrator yang sifatnya sama dengan penumbuk, karena pada setiap
sudutnya terdapat hammer. Unigator memiliki kecepatan 590 rpm. Penumbukan ini
berfungsi untuk memperlebar serat dan luas permukaan cacahan tebu yang akan digiling.

Gambar IV.3 Stasiun Gilingan


Cacahan tebu yang keluar diumpan masuk ke gilingan satu. Pemerahan pertama
terjadi antara roll depan dengan roll atas yang menghasilkan nira yang keluar melalui plate
menghasilkan Nira Perasan Pertama (NPP) dan ampas I. Pada proses pemerahan gilingan I
tersebut mendapat penambahan imbibisi oleh nira hasil gilingan 3.
Nira adalah cairan hasil ekstraksi tebu yang mengandung gula, sedangkan ampas
adalah padatan sisa gilingan tebu yang telah kehilangan gula. Selanjutnya ampas I tersebut
dengan menggunakan intermediate carrier menuju gilingan 2 dan ditambahkan imbibisi
nira hasil gilingan 4 dengan menggunakan pompa. Nira mentah hasil dari gilingan
dilewatkan ke saringan DSM dan dialirkan ke tangki nira mentah yang selanjutnya dibawa
ke stasiun pemurnian untuk proses selanjutnya.
Pemerahan pada gilingan II dan III sama dengan proses pemerahan pada gilingan I
yang mendapatkan imbibisi nira, tetapi pada pemerahan gilingan III selain mendapatkan
imbibisi nira, juga mendapatkan imbibisi air. Air imbibisi yang ditambahkan bertujuan
untuk menyempurnakan proses pemerasan nira dan menekan kehilangan gula dalam ampas

19
tebu. Air imbibisi ini berasal dari air kondensat evaporator serta air yang dipanaskan
dengan menggunakan steam baru dari ketel tekanan rendah. Air imbibisi bersuhu sekitar
70-80oC, bila suhunya terlalu tinggi, maka akan dapat merusak alat dan dapat melarutkan
getah lilin yang terkandung dalam tebu, sehingga terbentuk zat lilin (menjadi licin).
Namun, dengan suhu tinggi dapat melarutkan nira yang ada. Sedangkan pada suhu rendah
nira yang terkandung dalam ampas tidak larut. Umpan gilingan III (ampas gilingan II)
dibawa oleh intermediate cane carrier II menuju gilingan III dengan disemprot imbibisi
air. Proses pemerahan pada gilingan IV, umpan gilingan IV (ampas gilingan III) dibawa
oleh intermediate cane carrier III menuju gilingan IV tanpa imbibisi. Sehingga diperoleh
ampas kering yang kemudian diangkut dengan bagasse carrier menuju ketel bertekanan,
yang akan digunakan sebagai bahan bakar ketel.
Pada stasiun gilingan terdapat perlakuan penambahan phospat pada nira mentah
apabila kandungan phospatnya kurang dari standart yaitu 250-300 ppm. Dan melakukan
preliming untuk menaikkan pH dan mencegag munculnya bakteri leuconostoc. Serta
dilakukan pemberian steam untuk sanitasi nira.

IV.2.3 Stasiun Pemurnian


Pada stasiun pemurnian bertujuan untuk membuang bukan gula sebanyak-
banyaknya dan menekan kehilangan Pol dalam blotong. Dalam stasiun pemurnian ini yang
perlu diperhatikan dalam prosesnya adalah suhu, pH dan waktu tinggal.
Jalannya proses pemurnian adalah sebagai berikut:

Boulogne
Def. I
Def. II SO Flash
PP Def. PP. Tank
I III 2
ii Flocula
nt
Clarifier

Ph. Bagasill DSM PP.II


Nira o
70 6.5 Ph. o Screen I
7.5 Ph
Menta C 9,5 Ph. 7,2
105O C
Nira
Encer
BP. I
Peti Nira
Kompreso Tersulfitir 110O C
r Tobong
Sublimator Bloton
Belerang g

Nira
Tapis

Gambar IV.4 Diagram Alir Nira di Stasiun Pemurnian


20
Nira yang telah disaring di DSM Screen kemudian dialirkan ke tangki nira mentah,
kemudian ditambahkan asam phospat dan susu kapur. Nira kemudian di alirkan ke tangki
nira mentah untuk menjalani proses pengadukan agar pencampuran dapat maksimal. Hasil
pencampuran ini kemudian ditampung dalam bak penampung. Tujuan penambahan asam
phospat (H3PO4) adalah membentuk inti endapan.
Dari bak penampung tersebut, nira dipompa menuju DSM screen yang selanjutnya
turun menuju timbangan boulogne yang memiliki kapasitas 2000 kg atau 2 ton tiap 1 jam.
Timbangan boulogne berfungsi untuk mengetahui berat nira mentah yang didapat dari tebu
yang digiling dan untuk menentukan jumlah zat-zat yang ditambahkan pada proses
selanjutnya.
Dari timbangan boulogne, nira kemudian dipompa masuk tangki nira mentah
tertimbang kemudian di pompa ke ke Juice Heater yaitu PP I untuk dipanaskan hingga
suhu mencapai 75-80ºC. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan steam yang berasal
dari uap bekas turbin. Pemanasan ini bertujuan untuk membunuh bakteri juga menjaga
jangan sampai keasaman nira rusak, mempercepat pengendapan kalsium phospat.
Setelah dari PP I, nira masuk ke dalam tangki penampung (contact tank). Di dalam
tangki ini terjadi pencampuran nira dengan susu kapur. Pengaturan jumlah susu kapur yang
dimasukkan dapat menggunakan splitter box. Kemudian nira yang bercampur dengan susu
kapur masuk ke dalam defekator I. Dalam defekator I, terjadi penambahan susu kapur
dengan kekentalan 6 ̊Be, pengadukan dan waktu tinggal selama 3 menit dan diharapkan
pH antara 6-6,5. Tujuan penambahan susu kapur pada defekator I antara lain :
- Kapur dapat bereaksi dengan komponen bukan gula dalam nira mentah yang bersifat
asam, terutama phospat menghasilkan endapan kalsium phospat.
- Menaikkan pH nira sampai netral agar sukrosa tidak mengalami kerusakan.
Reaksi :
I. CaO + H2O Ca(OH)2
Ca(OH)2 Ca2+ + 2 OH-
II. P2O5 + 3 H2O 2 H3PO4
2 H3PO4 6 H+ + 2 PO43-
III. 3 Ca2+ + 2 PO43- Ca3(PO4)2 ↓
Endapan kalsium fosfat yang tebentuk dapat menyerap dan mengikat koloid yang ada
di sekitarnya.
Penambahan susu kapur dilakukan pada defekator I, pada tangki defekator II
dengan pH antara 7,5-8 berguna untuk menyempurnakan reaksi nira dengan susu kapur
21
saat dilakukan penambahan susu kapur pada defekator I. Pengendapan kotoran dapat lebih
efektif, karena terjadi reaksi antara susu kapur dengan phospat membentuk Ca3(PO4)2 yang
mengikat kotoran serta mempersiapkan reaksi dengan SO2. Setelah itu nira masuk ke
defekator III agar mencapai pH antara 9-9,5.
Nira dari defekator III masuk ke dalam sulfitator yaitu sulfitasi nira mentah. Dalam
tangki ini ditambahkan gas SO2 yang nantinya akan bereaksi dengan Ca(OH)2 membentuk
CaSO3, yang akan mengabsorb kotoran-kotoran. Gas SO2 ini juga memiliki beberapa
fungsi lainnya, antara lain untuk mengikat unsur-unsur yang belum bereaksi di defekator,
mengurangi viskositas larutan (kotoran yang terendapkan akan mengurangi kekentalan
nira). Pengontrolan pH dilakukan sama seperti defekator. Dalam tangki ini pH nira berkisar
7-7,2.
Di dalam sulfitator ini terjadi reaksi antara gas SO2 dengan sisa susu kapur, dengan
mekanisme sebagai berikut :
I. CaO + H2O Ca(OH)2
II. C12H22O11 + Ca(OH)2 C12H20O11Ca + 2H2O
III. SO2 + H2O H2SO3
IV. C12H20O11Ca + H2SO3 3C12H22O11 + CaSO3
Nira dari tangki sulfitator dipompa ke Juice Heater yaitu PP II. Pada PP II
dipanaskan hingga suhu mencapai 105ºC. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan reaksi
antara nira mentah, susu kapur dan gas SO2, mempercepat pengendapan, meningkatkan
suhu nira untuk memudahkan proses pengeluaran gelembung gas dan udara dalam nira di
Flash tank. Jumlah Juice Heater pada Stasiun Pemurnian adalah 8 buah dengan jumlah
masing – m0asing adalah PP I ada 4 buah, PP II ada 4 buah.
Dari Juice Heater II, nira dibawa ke Flash Tank melepaskan gas–gas sisa reaksi
yang tidak diperlukan yang terdapat dalam nira, agar gas-gas tersebut tidak menghalangi
pada proses pengendapan. Kemudian nira dialirkan masuk ke single tray clarifier untuk
ditambahkan flokulan, setelah di tambahkan dengan flokulan yang berupa accufloc A110.
Penambahan kuriflok ini bertujuan agar molekul-molekul yang terbentuk pada proses
defekasi dan sulfitasi dapat saling melekat membentuk partikel yang lebih besar sehingga
lebih mudah terendapkan, dan diperoleh nira jernih yang mengalir dari bagian atas secara
overflow ke Tangki Nira Jernih (Clear Juice Tank) dengan waktu tinggal 5-10 menit. Nira
kotor akan mengendap di bawah, sedangkan nira jernih berada di atas. Sekali waktu,
operator mengambil nira jernih dalam Teleskop overflow yang ada 4 untuk diamati tingkat
kejernihannya.
22
Nira jernih yang didapat dari single tray clarifier disaring dengan menggunakan
DSM Screen untuk menyaring ampas atau kotoran-kotoran yang tidak dapat di endapkan,
DSM screen ini memiliki ukuran sebesar 200 mesh, yang kemudian ditampung ke Juice
Tank nira jernih kemudian dipompa masuk ke dalam PP III yang bersuhu 110 oC. Adapun
untuk nira kotor yang mengendap pada door clarifier kemudian di alirkan ke rotary
vacuum filter. Hasil penyaringan vacuum filter adalah blotong dan filtrat. Filtrat tersebut
kemudian disebut nira tapis. Nira tapis ini akan dialirkan kembali menuju Timbangan
Boulogne. Sedangkan blotong dapat digunakan sebagai pupuk.

IV.2.3.1 Unit Proses Penapisan (Rotary Vacuum Filter)


Alat untuk unit proses penapisan yaitu Rotary Vacuum Filter dilengkapi dengan
peralatan pembuat hampa yaitu kondensor, pompa injeksi, dan pompa vacuum. Proses ini
bertujuan untuk memisahkan antara nira tapis dengan blotong. Nira tapis akan dialirkan
kembali ke tangki penampung nira mentah untuk dimurnikan lagi. Sedangkan, blotong
dijadikan bahan utama kompos yang terlebih dahulu dibuang di TPA. Bagian utama alat
Rotary Vacuum Filter adalah silinder yang berputar.
Dalam alat ini terdapat 3 tahapan yaitu low vacuum, high vacuum dan no
vacuum. Untuk drum low vacuum tercelup nira kotor ¼ bagian, drum high vacuum 5/8
bagian dan no vacuum 1/8 bagian. Dengan adanya hampa maka larutan akan tersedot,
sedangkan kotoran/blotong akan tertahan di permukaan saringan. Sedangkan drum no
vacuum dapat disebut tempat pelepasan blotong.

Gambar IV.5 Geometri Rotary Vacuum Filter


Keterangan :
1. Bak nira kotor
2. Low vacuum
3. High Vacuum
4. No Vacuum
23
5. Pipa siraman
6. Skrap
7. Drum

IV.2.4 Stasiun Penguapan


Tujuan dari stasiun penguapan adalah menguapkan air yang masih terkandung di
dalam nira encer, air yang terkandung di dalam nira encer sekitar 80-90% (zat kering
terlarut 10-20%). Pada stasiun penguapan kekentalan nira mendekati 32oBe, apabila
kekentalannya lebih dari angka yang ditetapkan akan berakibat larutan menjadi jenuh dan
akan terbentuk kristal, hal ini akan mengganggu proses kristalisasi yang menyebabkan
ketidakseragaman kristal yang diperoleh. Uap yang lebih besar, dapat menyumbat pipa dan
merusak pompa.

Gambar IV.6 Stasiun Penguapan


Dalam proses penguapan terdapat tiga hal yang harus diperhatikan yaitu:
1. Kecepatan penguapan setinggi mungkin. Hal ini dimaksudkan agar proses
penguapan dapat menguapkan sekitar 70% air dari nira encer.
2. Proses penguapan tidak merusak sukrosa. Untuk mencegah kerusakan sukrosa uap
bekas masuk dijaga pada suhu 117-120oC.
3. Kekentalan nira dijaga agar tidak menggangu proses pengkristalan stasiun
masakan.

24
Gambar IV.7 Penguapan Nira

Di PG. Kanigoro terdapat 5 badan penguapan dimana 4 badan difungsikan secara


quadruple effect dan 1 badan sebagai cadangan saat pembersihan berlangsung. Proses
pembersihan digunakan pelunak kerak dengan merk dagang “Karman”.
Pembersihan pada Badan Penguapan dilakukan berdasarkan kecepatan kerak
menempel, Pada BP 1 pembersihan dilakukan sebulan sekali karena kotoran yang
dihasilkan di BP 1 masih merupakan kotoran lunak. Pada badan penguapan 2 dilakukan
pembersihan 4 kali sebulan . Sedangkan untuk BP 3,4 dan 5 dilakukan pembersihan 6 kali
dalam sebulan. Kerak di BP 4 dan 5 lebih keras sehingga pembersihannya lebih sering.
Untuk penanganan BP 4 dan 5, yang memiliki kerak paling keras, dilakukan penambahan
pelunak keras lebih banyak dari badan sebelumnya.

Tabel VII.1 Jadwal Skrap Evaporator Selama Satu Bulan

BP Jadwal Skrap
1-2-3 4-5-6 7-8-9 10-11-12 13-14-15 16-17-18 19-20-21 22-23-24 25-26-27 28-29-30
I
II
III
IV
V
Ket : dilakukan skrap

25
Pada saat operasi volume nira tehadap tromol harus dipehatikan. Maksimum
ketinggian nira adalah 1/3 dari tinggi tromol. Hal ini karena diperlukan ruang yang cukup
akibat adanya driving force yang terjadi saat penguapan nira berlangsung. Driving Force
adalah gaya untuk mengalirkan nira akibat adanya perbedaan suhu antara nira dan uap
yang masuk.
Stasiun Penguapan berjalan secara seri, dimana uap yang gunakan adalah uap bekas
yang bertekanan 0,5 ATO dan bersuhu 120oC masuk ke BP I. Uap hasil penguapan pada
BP I ini akan digunakan untuk proses penguapan pada BP II, dan begitu pula selanjutnya.
Sebelum nira masuk ke BP I, terlebih dahulu nira dipanaskan di PP III hingga
suhunya 110oC. hal ini dilakukan agar proses penguapan pada BP I cepat dan optimal.
sehingga dapat terjadi penguapan air sebesar 18 ton/jam. Pada saat proses penguapan
tekanan pada BP I sebesar 0,5 ATO dan suhunya 103,27oC. hasil dari BP I adalah nira
dengan brix yang diharapkan mencapai 17,5%.selain itu, uap nira I yang selanjutnya
digunakan untuk proses BP II juga dilakukan bleeding untuk uap pemanas PP I.
Setelah proses pada BP I, selanjutnya nira masuk ke BP II untuk mencapai
penguapan sebesar 12 ton/jam. Kondisi operasi pada BP II yaitu tekanan 0,25-0,3 ATO dan
suhu 93,65oC. hasil dari BP II adalah nira dengan brix yang diharapkan mencapai 22%.uap
nira yang dihasilkan, selanjutnya digunakan untuk proses BP III.
Selanjutnya adalah proses pada BP III. Kondisi operasi pada BP III yaitu suhunya
80oC dan tekanannya vacuum (25-30 cmHg) yang bertujuan untuk menurunkan titik didih
dari nira. Hasil dari BP III adalah nira dengan brix yang diharapkan mencapai 32%. Uap
nira yang dihasilkan, selanjutnya digunakan untuk proses BP IV.
Pada BP IV kondisi operasinya bersuhu 60 oC dan tekanannya vacuum (64-65
cmHg). Hasil dari BP III adalah nira dengan brix yang diharapkan mencapai 60%. Apabila
BP IV menjadi badan akhir penguapan, maka uap nira yang dihasilkan akan masuk ke
kondensor untuk mendapatkan air kondensat. Kondensor dilengkapi dengan selling veissel
yang bertujuan untuk mengondensasi uap yang bertekanan vacuum. Sebelum masuk
kondensor, uap terlebih dahulu masuk ke Verkliker. Alat ini digunakan untuk menangkap
nira yang terbawa oleh uap.

26
Gambar IV.8 Badan Penguapan
Pada BP III dan BP IV kondisi dibuat vacuum. Hal ini dapat mengurangi rusaknya
nira terhadap suhu tinggi. Proses pembuatan kondisi vacuum menggunakan jet condensor.
Air dipompa kedalam jet kondensor, kemudian air akan disemprotkan oleh sprayer. Uap
dari BP III dan BP IV akan menuju tempat bersuhu yang lebih rendah, sehingga pada
badan penguapan akan terjadi kondisi vacuum. Pada PG Kanigoro, proses pembuatan
vacuum BP III dan BP IV dilakukan secara compound yaitu dua badan pemanas ditarik
dengan satu jet kondensor. Sehingga BP IV atau badan akhir nilai vacuum akan tergantung
pada uap yang tertarik jet kondensor, namun pada BP III besar kondisi vacuum akan
tergantung dengan pipa amonia yang dibuka.

27
Gambar IV.9 Proses Pengeluaran Air Kondensat
Kondensat yang dihasilkan dari BP I dan II digunakan sebagai air pengisi ketel
karena pada BP 1 dan 2 dimungkinkan tidak adanya kontaminasi nira. Tetapi, untuk
kondensat BP 2 perlu dilakukan scram burm test, uji kandungan nira. Hal tersebut
dilakukan agar menghindari kontaminasi nira dalam air pengisi ketel. Jika dalam scram
burm test didapatkan hasil air kondensat terkontaminasi nira, maka air pengisi ketel akan
segera di-blowdown. Efek yang terjadi apabila air pengisi ketel mengandung nira adalah
turbin yang digerakkan oleh uap ketel akan mengalami masalah disudu-sudunya. Masalah
yang sering terjadi adalah sudu-sudu tidak berputar sesuai dengan kecepatan spesifikasinya
sehingga menurunkan efisiensi dari turbin itu sendiri.
Pengeluaran kondensat harus diatur seoptimal mungkin. Hal ini menghindari air
kondensat yang masih menggenangi ruang pemanas sehingga transfer panas berkurang.
Indikasi dari adanya air kondesat yang menggenang di ruang pemanas adalah sering
terjadinya water hammer, timbulnya bunyi akibat benturan antara uap dengan air
kondensat.

IV.2.5 Stasiun Masakan


Pada stasiun masakan terjadi proses kristalisasi yang bertujuan untuk mengambil
dan mengkristalkan gula sukrosa sebanyak-banyaknya dan menekan kehilangan gula
sekecil-kecilnya melalui proses penguapan lebih lanjut. Proses kristalisasi diharapkan
dapat tercapai kristal gula yang memenuhi syarat baik dari butir, warna, serta
kemurniannya dengan waktu kristalisasi seefisien mungkin.
Kelarutan gula dalam air dipengaruhi oleh suhu larutan dimana semakin tinggi suhu
larutan jumlah gula yang larut semakin besar. Pada kristalisasi, untuk dapat menguapkan
nira maka harus diberi panas serta harus ada gaya dorong perpindahan panas yang berupa
28
selisih suhu antara nira dan uap bekas. Semakin tinggi ∆t maka semakin banyak panas
yang berpindah.
Pada proses kristalisasi kondisi masakan dibuat vacuum, hal ini agar titik didih nira
menjadi lebih rendah dan mengurangi karamelisasi. Dalam suasana vacuum kecepatan
penguapan akan menjadi lebih besar. Kondisi vacuum juga meningkatkan efisiensi
penggunaan uap yang diperoleh dengan cara bleeding/penyadapan dari BP I.

Gambar IV.10 Diagram Alir Proses Masakan


Di PG. Kanigoro menggunakan sistem masakan ACD. Terdapat 7 vacuum pan
yang 3 diataranya digunakan untuk masakan A, 1 vacuum pan digunakan untuk masakan A
atau C, 1 vacuum pan digunakan untuk masakan C dan 2 vacuum pan digunakan untuk
masakan D. Selain itu terdapat palung yang berfungsi sebagai pendingin nira setelah
dimasak di vacuum pan. Empat palung pertama digunakan untuk masakan A, palung
nomor 5 sampai 8 untuk masakan C dan palung nomor 9 sampai 16 untuk masakan D.

29
Gambar IV.11 Stasiun Masakan
Tahap pertama dalam stasiun ini adalah greening, proses memasak nira yang
dicampur dengan bibit fondant. Mula-mula pan C di vacuum-kan dengan tekanan 60 cmHg
kemudian uap bekas masuk dengan tekanan 0,5 ATO. Nira kental dari diksap dimasukkan
sebanyak 120 HL. Dimasakan hingga terbentuk benangan 2,5 cm tidak putus. Proses
selanjutnya adalah memasukkan bibit fondant sesuai kebutuhan. Penambahan bibit ini
bertujuan agar kristal gula cepat terbentuk. Bila kristal sudah rata masakan kemudian di
putar di stasiun puteran untuk mendapatkan gula C, gula C tersebut digunakan sebagai
bibit masakan A.

Gambar IV.12 Pan Masakan


30
IV.2.5.1 Masakan A
Proses masakan A adalah dengan mencampurkan nira kental dari diksap, leburan
gula C dan D, serta klare SHS dengan total 150 HL. Nira dimasak kemudian ditambahkan
bibit gula C lalu ditambahkan lagi nira masakan penuh. Masakan kemudian diturunkan ke
palung pendingin jika mendapatkan HK >81. Lama pendinginan nira pada masakan A
selama 1,5 jam. Proses pendinginan ini bertujuan agar lapisan kristal semakin tipis.
Kemudian masakan diputar di puteran high grade sehingga diperoleh hasil stroop A, klare
SHS, dan gula produk. Stroop A digunakan untuk bahan masakan C sedangkan klare SHS
digunakan kembali untuk bahan masakan A.

IV.2.5.2 Masakan C
Proses masakan C adalah dengan mencampurkan nira kental dari diksap dan stroop
A dengan total 150 HL. Nira dimasak kemudian ditambahkan bibit gula D lalu
ditambahkan lagi nira masakan penuh. Masakan kemudian diturunkan ke palung pendingin
jika mendapatkan HK >73. Lama pendinginan nira pada masakan C selama 8 jam. Proses
pendinginan ini bertujuan agar lapisan kristal semakin tipis.Kemudian masakan diputar di
puteran low grade sehingga diperoleh hasil stroop C dan gula C. Stroop C digunakan
untuk bahan masakan D sedangkan sebagian gula C untuk bibit masakan A dan sebagian
lainnya dilebur untuk bahan masakan A.

IV.2.5.3 Masakan D
Proses masakan C adalah dengan mencampurkan stroop C dan klare D. Nira
dimasak hingga mendapatkan HK 60. Setelah HK terpenuhi, masakan diturunkan ke
palung pendingin dengan lama pendinginannya selama 16 jam. Proses pendinginan
dilakukan dengan sistem overflow. Kemudian masakan diputar di puteran low grade D1
sehingga diperoleh hasil tetes dan gula D1. Gula D1 selanjutnya diputar di puteran low
grade D2 yang menghasilkan klare D2 dan gula D. Klare D2 digunakan untuk bahan
masakan D sedangkan sebagian gula D untuk bibit masakan C dan sebagian lainnya dilebur
untuk bahan masakan A.
Di masakan D, HK harus dijaga pada angka 59-60, hal ini dikarenakan untuk
menghindari kehilangan gula yang ikut dalam tetes. Jika HK terlalu tinggi maka bahan
masakan ini dapat diolah kembali sehingga mempengarhui neraca massa bahan. Dan jika
HK terlalu rendah maka saat proses di puteran, kristal gula akan ikut larut dengan tetes
akibat ukuran kristal yang terlalu kecil.
31
Hal yang harus diperhatikan dalam proses masakan adalah Pertama, ukuran kristal
di masing-masing masakan. Untuk masakan A ukuran kristal gula berkisar antara 0,9-1,1
mm, masakan C berukuran sekitar 0,5-0,6 mm, dan masakan D berukuran sekitar 0,3-0,4
mm. Ukuran di setiap masakan diusahakan harus seragam, agar tidak ada gula yang telarut
dalam stroop saat proses puteran. Kedua, kondisi operasi yang harus dicapai pada stasiun
ini adalah uap bekas bertekanan 0,5 ATO dan kondisi masakan yang vacuum. Ketiga,
mixer dalam palung pendingin harus dijaga agar tidak terjadi pengerasan nira sebelum
proses putaran.

IV.2.6 Stasiun Puteran


Pada stasiun ini terjadi proses kristalisasi lanjutan yaitu memisahkan kristal gula
dari stroop dengan menggunakan gaya sentrifugal, gaya yang meninggalkan pusat
lingkarannya. Karena gaya setrifugal, kristal gula tertahan oleh saringan sedangkan stroop
dipaksa dengan kecepatan putaran yang tinggi menerobos dinding saringan dan
terperangkap dibalik saringan selanjutnya mengalir melalui lubang-lubang pada tromol dan
jatuh pada ruang stroop dan keluar melalui lubang pengeluaran.
Kapasitas putaran ditentukan oleh viskositas masakan dan ukuran kristal gula.
Semakin besar ukuran kristal maka pori-pori antar kristal semakin besar sehingga
pemisahan stroop lebih mudah.

Gambar IV.13 Stasiun Puteran


Proses pemisahan kristal dari larutan induknya ada tiga tahap. Pertama, pemisahan
kristal pada stroop yang terletak diluar kristal akan keluar terlebih dahulu karena gaya
sentrfugal. Kedua, pemisahan kristal dengan stroop yang terletak didalam ruang kristal
akan melewati sela-sela kristal dan lubang saringan. Ketiga, pemisahan kristal dengan
stroop yang melapisi kristal (film), untuk memudahkan pemisahan stroop ini memerlukan
pengenceran.

32
XI.1 Puteran High Grade

Gambar IV.14 Puteran High Grade


Dari palung pendingin masakan A, nira di pompa menuju puteran high grade untuk
memisalkan stroop, klare,dan gula A (SHS). Di PG.Kanigoro memiliki puteran high grade
sebanyak 2 buah, dengan kecepatan putar 1000 rpm. Puteran high grade bekerja secara
batch dan memiliki sistem single turning yaitu dalam sekali putar, puteran high grade
mampu memisahkan stroop dan klare sekaligus mendapatkan gula produk (SHS). Proses
pemisahan stroop dan klare berdasarkan waktu putar. Pada waktu pembilasan pertama,
katup stroop akan terbuka dan katup klare akan tertutup, sehingga stroop dapat keluar.
Sedangkan pada waktu pembilasan kedua, katup stroop tertutup dan katup klare akan
terbuka, sehingga klare akan keluar.
Kelebihan single turning dengan putaran high grade dua tahap adalah
meminimalisir sirkulasi nira sehingga kristal gula yang terikut dalam klare lebih sedikit.
Penggunaan air bilasan dan power untuk putaran juga lebih sedikit. Namun, kekurangan
dari single turning adalah memerlukan waktu putar yang lebih lama karena proses
pemisahannya dua tahap yaitu stroop dan klare.

33
XI.2 Puteran Low Grade

Gambar IV.15 Puteran Low Grade


Di PG.Kanigoro memiliki puteran low grade sebanyak 9 buah, dengan kecepatan
putar 2000 rpm. Puteran low grade digunakan untuk memutar hasil masakan C dan D. Alat
ini beroperasi secara kontinyu baik pengisian, pembilasan, dan pengeluaran dilakukan
secara terus menerus. Pada puteran low grade D1, air pembilasan menggunakan air dingin.
Hal tersebut dilakukan agar bagian yang terpisah hanya stroopnya saja. Stroop yang
terpisah di D1 akan menjadi tetes, sehingga kehilangan gula ditekan semaksimal mungkin.
Untuk puteran low grade lainnya menggunakan air panas yang dimaksudkan agar seluruh
stroop dan klare mudah terlepas.

IV.2.7 Stasiun Penyelesaian


Proses penyelesaian adalah menyiapkan kristal gula dari proses puteran agar
mempunyai mutu yang baik sesuai dengan permintaan pasar. Proses penyelesaian
bertujuan agar gula mempunyai berat jenis butir dan faktor tahan yang baik. Proses
penyelesaian meliputi pengeringan gula dilanjutkan dengan pendinginan gula dan
penyaringan gula untuk mendapatkan besar jenis butir yang rata, sehingga saat gula
dikemas sudah memenuhi syarat untuk disimpan dan besar jenis butir yang diharapkan.
Syarat ruang penyimpanan agar gula dapat bertahan dengan baik sampai 8-10 bulan
meliputi konstruksi gudang dan suhu didalamnya. Di gudang PG Kanigoro terdapat
beberapa lapis lantau dengn urutan balok, gedeg/kepek dan alas dari karung goni.
Kelembaban dijaga pada 65-70 % dan suhu ruang 40oC.

34
Gambar IV.16 Talang Goyang

Gambar IV.17 Proses Pengeringan


Gula yang dihasilkan dari puteran high grade masih mengandung kadar air yang
tinggi sehingga untuk menghilangkan air yang terkandung dalam gula harus melalui proses
pengeringan. Proses pengeringan gula dengan menghembuskan udara kering yang bersuhu
80-100oC diatas talang goyang pertama. Selanjutnya gula masuk ke dalam tangga yacob
dan diturunkan melalui elevator. Pada elevator ini gula dihembuskan udara kering dari
bawah, diharapkan semua permukaan kristal gula dapat bersentuhan dengan udara kering
sehingga dengan adanya selisih temperature kandungan air akan menguap. Untuk segera
mendinginkan suhu gula maka uap dari proses penguapan dihisap dengan blower dan gula
tebu yang terikut ditampung dalam peti penampung gula tebu. Gula kemudian dikemas
dalam kemasan 50 kg. Untuk raw sugar dan gula kerikil ditampung di tempat
35
penampungan gula untuk dilebur pada musim giling tahun depan.

IV.3 Utilitas
Utilitas adalah sarana yang digunakan untuk menunjang proses produksi. Utilitas yang
ada di PG. Kanigoro meliputi kebutuhan air, listrik dan udara.
IV.3.1 Air
Air merupakan bahan penunjang yang sangat penting dalam industri. Kualitas air yang
diperlukan berbeda-beda bergantung keperluannya, maka perlu dilakukan pengolahan air
untuk memenuhi kualitas air yang diperlukan. Kebutuhan air dibedakan menjadi lima
yaitu:
1. Air proses
2. Air pengisi ketel
3. Air pendingin dan air panas pada rapid cooler
4. Air sanitasi
5. Air injeksi pada kondensor
Berdasarkan sumbernya, air yang digunakan dalam operasional pabrik dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :
 Air kondensat yang berasal dari proses penguapan pada evaporator digunakan sebagai
air imbibisi pada stasiun gilingan dan sebagian ditambahkan pada air umpan boiler.
 Air yang berasal dari sumur digunakan untuk pendingin peralatan, air injeksi pada
kondensor dan pengisi air boiler.

IV.3.1.1 Air Proses


Air proses adalah air yang digunakan secara langsung untuk proses produksi. Air
proses ini mengandung gula yang diperoleh dari pemanasan nira. Air proses digunakan
pada :
 Rotary vacuum filter, untuk menyaring kotoran dari nira kotor (pencuci blotong).
 Putaran LGF dan HGF untuk membersihkan kristal gula, dari kotoran.
 Pan masakan, untuk melarutkan kembali kristal gula palsu.
 Gilingan, sebagai air imbibisi.
Air proses yang tidak mengandung gula digunakan sebagai pemanas dan pendingin
pada rapid cooler.

36
IV.3.1.2 Air Pengisi Ketel
Air pengisi ketel harus memenuhi syarat-syarat seperti :
 Tidak mengandung gula
Adanya gula dalam air akan menimbulkan foaming/pembuihan, sehingga butir-butir
halus air akan terikut dalam uap sehingga uap menjadi basah. Hal ini berbahaya bagi
turbin mesin-mesin uap .
 Kesadahan sama dengan nol
Air sadah mengandung garam-garam Ca dan Mg sebagai karbonat, sulfat, klorida dan
nitrat. Bahaya kesadahan air untuk pengisi ketel adalah pembentukan kerakpada
dinding badan ketel. Kerak ini akan menghambat pemanasan air, pemanasan akan
menjadi memusat sehingga menyebabkan ketel dapat meledak.
 Air tidak bersifat asam
Air yang asam akan merusak badan ketel dan pipa-pipa karena bersifat korosif.
Pada umumnya selama masa giling, air yang digunakan untuk mengisi ketel adalah
air kondensat yang tidak mengandung gula. Tetapi untuk awal giling, air kondensat belum
tersedia sehingga digunakan air sungai yang telah dilakukan treatment dan telah memenuhi
syarat untuk mengisi ketel.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi :
1. Untuk Boiler Water
- pH 9 – 10,6
- hardness/kesadahan ( ̊d) max 2,0
- P-alkalinity 100 – 600 ppm
- M-alkalinity 100 – 800 ppm
- DO (dissolved of oxygen) <0,1 ppm
- P2O5 20 – 40 ppm
- SiO2 max 100 ppm
- TDS max 2000 ppm
Sistem pengolahan air untuk pengisi air ketel terdiri dari pretreatment, koagulasi,
sedimentasi, filtrasi dan pelunakan air.

Sistem pengolahan air sungai (Water Treatment Plant) di PG. Kanigoro terdiri dari:
1. Pasir Silika
2. Resin Kation

37
IV.3.1.3 Air Injeksi Kondensor
Air injeksi berasal dari air sumur bor yang terletak di dekat pabrik. Air injeksi
berfungsi untuk mem-vacuum-kan BP III dan BP IV serta pan masakan.

IV.3.1.4 Air Sanitasi


Untuk kebutuhan masak, minum, cuci, mandi, dan lain-lain diambil dari pompa air
sumur adapun syarat-syarat air sanitasi adalah :
1. Suhu di bawah suhu udara
2. Tidak berwarna, tidak berasa dan tidak bau.
3. Tidak mengandung zat beracun, bakteri dan kuman bakteri patogen.

IV.3.2 Listrik
PG Kanigoro setiap harinya membutuhkan suplay listrik dengan sumber utama dari
hasil uap ketel. Pemakaian listrik di PG Kanigoro antara lain untuk :
1. Pemakaian tenaga mekanik pada proses (menggerakan alat-alat).
2. Perbaikan dan pemeliharaan peralatan pabrik.
3. Penerangan kantor, perumahan dan lingkungan.
Listrik di PG Kanigoro disuplai oleh :
1. PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
Di PG Kanigoro tersedia sebuah turbin utama yang mampu menghasilkan listrik
sebesar :
Turbin Ebora (1500 kVA) dan Turbin Borsig (1500 kVA)
2. PLN (Pembangkit Listrik Negara)
Berkapasitas 864 KVA
Suplai utama listrik untuk operasi pabrik berasal dari PLTU. Untuk start PG
Kanigoro menjalankan ketel tekanan rendah dengan bahan bakar sabut kelapa. Sedangkan
ketel tekanan menengah menggunakan bahan bakar ampas tebu. Ketel Cheng-Chen
menggerakkan turbin Borsig dan ketel Man digunakan untuk menggerakkan turbin Ebora.

IV.3.3 Udara
Kebutuhan udara ini dibutuhkan untuk :
1. Pereaksi pembuatan SO2 pada tobong belerang. Unsur udara yang diambil adalah O2
yang sebelumnya dilewatkan dehumidifier untuk menghilangkan kandungan airnya.
2. Pembakaran pada ketel dengan cara penyemprotan udara ke ampas.
38
IV.4 Spesifikasi Alat
No STASIUN NAMA ALAT SPESIFIKASI TEKNIS TAHUN/NEGARA
ASAL (PEMBUAT)
I STASIUN KETEL
(BOILER)
1. Ketel Man Werk Nurnberk -LP. 1,205 m2 1964
-RB. 23 m3
-Kapasitas 14.5 ton/jam
-Tekanan kerja 18 atm
Ketel Cheng-Chen
3. -LP. 698 m2 1992/TAIWAN
-RB. 20 m3
-Kapasitas 20 ton/jam
-Tekanan kerja 20 atm
Ketel Stork & CO Hengelo
4. - Jumlah 5 buah 1911/1916/1928
-LP. 250 m2
-Kapasitas 4 ton/jam
Ketel G. De. Firma Hanschel -Tekanan Kerja 8 ato
EN Zoon
5 - Jumlah 2 buah 1926/1927
-LP. 304 m2
-Kapasitas 4 ton/jam
-Tekanan Kerja 8 ato
Merkspoor Amsterdam -LP. 304 m2

6 -LP. 283 m2 1978


-Kapasitas 4 ton/jam
-Tekanan Kerja 8 ato
-LP. 304 m2
II STATIUN GILINGAN
1. Rol gilingan I - Diameter x P 34'' x 78'' STORK
-3 rpm
-Jumlah rol 3 buah

2. Rol gilingan II/III/IV - Diameter x P 34'' x 78'' H. WATSON /


-3 rpm HANIEL &LUEG
-Jumlah rol 3 buah

3. Hydrolik -Type : Elektromotor


-1430 rpm
- Tegangan : 220/240 V

4. Saringan Nira Mentah -P x L : 0.87 m x 2.15 m


- Bahan saringan :
Ewarts ketting oors Chain
K1 no. 88
Stanlles plaat : 2 x1 mtr x
1/32'' Ø mm

39
Geperf gegalv plaatyzer : 6'
x 3' x 1/8''

5. Talang Nira Mentah -P x L x T


2.95 m x 2.51 m x 0.25 m
-Bahan
Bocht stur dan T stuk dari
besi tuang
Talang lurus dari
Roodkoperplaat

6. Intermediete Carrier -Merk : TECO 1993


-Tenaga : 20 HP
-Tegangan : 220/380 V

7. Cane Cutter -Jumlah pisau : 48 buah 1992


-Tenaga :140 kW/590 rpm
-Tegangan : 220/380 V

8. Unigator -Merk: Unigrator Uncle


Machine Company
-Jumlah pisau : 48 buah
-Motor unigator :
450 kW/380 V/590 rpm

9. Pancingan Tebu I -Merk : Stork 1912


-Type : EE Ctrisch
-Kekuatan angkat : 6 ton

10. Pancingan Tebu II -Merk :Demag cranes &


companes ds
-Type :Hoisting crane
unloading
-Kekuatan angkat : 10 ton
II STASIUN PEMURNIAN

1. PP I -Merk : Boma Stork 1981


-Luas Pemanas: 120 m²
-Tekanan: 1 kg/cm2

2. PP II -Merk : Karpindo 1983


-Luas Pemanas: 120 m²

PP III -Merk : Gebrs Stork 1911


-Luas Pemanas: 110 m²
-Tekanan: 1 kg/cm2

PP IV -Luas Pemanas: 120 m² 1911


-Tekanan: 1 kg/cm2

40
PP V -Merk : BRAAT
-Luas Pemanas: 86 m²
-Tekanan: 1 kg/cm2

PP VI -Merk : BRAAT 1912


-Luas Pemanas: 86 m²
-Tekanan: 1 kg/cm2

PP VII -Merk : Gebrs Stork 1911


-Luas Pemanas: 110 m²
-Tekanan: 1 kg/cm2

PP VIII -Merk : Ducroo & Brauns 1925


-Luas Pemanas: 110 m²
-Tekanan: 2 kg/cm2

PP IX -Merk : Ducroo & Brauns 1925


-Luas Pemanas: 110m²
-Tekanan: 2 kg/cm2

PP X -Luas Pemanas: 98 m²
-Tekanan: 1 kg/cm2

-Merk : PT Tekika Utama 2012


PP XI Sentosa Surabaya
-Luas Pemanas: 200 m²
-Tekanan: 2 kg/cm2

Dapur Belerang untuk Nira - Merk : PG Kanigoro


Mentah No.1 - Dimensi: 2660x970x500
mm
-bahan : platyzer 16 mm
-Luas Pembakaran: 2 m²
Dapur Belerang untuk Nira
Mentah No.2 - Merk : PG Kanigoro
- Dimensi: 2660x970x500
mm
-bahan : platyzer 16 mm
Dapur Belerang U/. Nira -Luas Pembakaran: 2,1 m²
Kental No.3
- Merk : PG Kanigoro
- Dimensi: 1950x800x500
mm
Dapur Belerang U/. Nira -bahan : platyzer 16 mm
Kental No.4 -Luas Pembakaran: 2,1 m²

- Merk : PG Kanigoro
- Dimensi: 1950x800x500

41
Peti Defekator I mm
-bahan : platyzer 16 mm
-Luas Pembakaran: 2,1 m²

- Buatan : Fletcher
Peti Defekator II - Diameter : 1800 mm
- Panjang : 2000 mm
- puteran : 150/menit

- Buatan : PG. Kanigoro


Peti Defekator III - Diameter : 700 mm
- Panjang : 2500 mm
- puteran : 150/menit

- Buatan : PG. Kanigoro


Peti Sulfitier I - Diameter : 600 mm
- Panjang : 2500 mm
- puteran : 150/menit

-Diameter : 2000 mm
-Tinggi bentuk Silinder =
Peti Sulfitier II 3700 mm
-Tinggi bentuk Kerucut =
470 mm

-Diameter : 2000 mm
-Tinggi bentuk Silinder =
Drum Vacuum Filter 3700 mm
-Tinggi bentuk Kerucut =
470 mm

Diameter : 3000 mm
Door Clarifier Panjang : 6000 mm
Screen : 60 lembar
Penggerak : Gearbox
Sambung rantai

Diameter : 6300 mm 1989


Belt Conveyor Tinggi : 5230 mm

Kapasitas : 3,65 Ton 2013


Rotary Vaccum Filter
1V STASIUN PENGUAPAN

1. Badan Penguapan I -Luas Pemanas : 1400 m2 1993


-Tekanan : 2 kg/cm2

2. Badan Penguapan II -Luas Pemanas : 900 m2 1983


-Tekanan : 2 kg/cm2

42
3. Badan Penguapan III -Luas Pemanas : 900 m2 1983
-Tekanan : 2 kg/cm2

4. Badan Penguapan IV -Luas Pemanas : 900 m2 1983


-Tekanan : 2 kg/cm2

5. Badan Penguapan IV -Luas Pemanas : 900 m2 1983


-Tekanan : 2 kg/cm2

V. STASIUN MASAKAN -Buatan : Encoxim SBY 1988


-Luas Pemanas : 180 m2
1. Masakan No.1 -kapasitas : 300 HL

-Buatan : PT Gruno Nasional 1976


SBY
2. Masakan No. 2 -Luas Pemanas : 158 m2
-kapasitas : 300 HL
-Tekanan : 10 kg/cm2

-Buatan : Boma Stork SBY 1985


-Luas Pemanas : 158 m2
3. Masakan No. 3 -kapasitas : 300 HL

- Buatan : PT Gruno
Nasional SBY 1978
-Luas Pemanas : 158 m2
4. Masakan No. 4 -kapasitas : 300 HL
-Tekanan : 10 kg/cm2

- Buatan : Ponco Lumajang


-Luas Pemanas : 190 m2 1986
-kapasitas : 300 HL
5. Masakan No. 5
- Buatan : Fabcon Indonesia
SBY
-Luas Pemanas : 180 m2 2007
-kapasitas : 300 HL
6. Masakan No. 6
- Buatan : Karpindo
-Luas Pemanas : 170 m2
-kapasitas : 300 HL 1983

7. Masakan No. 7 -Buatan : PG Kanigoro


-Dimensi : 1300x900x1000
mm 1966
-Tebal : 12 mm
8. Peti Leburan Gula

43
.

VI. STASIUN PENDINGIN

1. Palung Pendingin No.1 s/d 3 -Buatan : Kalimas 1912


-Panjang : 8400 mm
-Diameter : 2070 mm
-Kapasitas : 282,7 HL

2. Palung Pendingin No.4 s/d 5 -Buatan : PG Kanigoro 1988


-Panjang : 8400 mm
-Diameter : 2070 mm
-Kapasitas : 282,7 HL

3. Palung Pendingin No.6 s/d 7 -Buatan : Bromo 1926


-Panjang : 8400 mm
-Diameter : 2070 mm
-Kapasitas : 282,7 HL

4. Palung Pendingin No.8 -Buatan : Bromo 1987


-Panjang : 8015 mm
-Diameter : 2400 mm
-Kapasitas : 362,7 HL

5. Palung Pendingin No.9 s/d -Buatan : Bromo 1925


10 -Panjang : 7940 mm
-Diameter : 2300 mm
-Kapasitas : 330 HL

6. Palung Pendingin No.11 s/d -Buatan : Bromo 1927


12 -Panjang : 7600 mm
-Diameter : 2400 mm
-Kapasitas : 344,1 HL

7. Palung Pendingin No.13 s/d -Buatan : PG Kanigoro 1985


14 -Panjang : 7600 mm
-Diameter : 2400 mm
-Kapasitas : 344,1 HL

8. Palung Pendingin No.15 s/d -Buatan : Polandia 1993


16 -Kapasitas : 250 HL

VII STASIUN PUTERAN

1. Puteran Gula AB/B -buatan : watson laidlan &


Co
-jumlah puteran : 5 buah
-putaran : 960 rpm

44
2. Puteran Gula SHS -buatan : watson laidlan &
Co
-jumlah puteran : 9 buah
-putaran : 960 rpm

3. Talang Goyang Gula B/SHS -Dimensi : 200mm x 760mm


Basah/SHS kering x 15000mm
-Jumlah pegas : 62 buah

4. Puteran Low Grade (C/D) Type : Centrifuge Continue 1978


Jumlah : 7 buah

5. Puteran Low Grade Merk : Western State


(C1/D1/D2) Machine
Kecepatan : 2175 rpm
Kapasitas : 4-8 ton/jam
Tenaga : 50 hp
Jumlah 5 buah

6. Puteran Low Grade (C2/D2) Merk : Robert Western


State
Kecepatan : 2175 rpm
Kapasitas : 4-8 ton/jam
Tenaga : 50 hp
Jumlah : 1 buah

7. Puteran Low Grade (C2/D2) Merk : B.M.A Branschweig


Kecepatan : 2400 rpm
Kapasitas : 4-8 ton/jam
Jumlah : 1 buah

8. Puteran High Grade (A/B) Merk :The Western (HEC : 1982


Hitachizosen Engineering
and Construction)

VII STASIUN LISTRIK


Diesel -Diesel Mitsubishi
Output = 650 kW
-Diesel Deutz
Output = 650 kW

PLN -Daya : 864 KVA

X GUDANG GULA DAN


TANGKI TETES
1. Gudang Gula A -Kapasitas = 2.100 ton
B -Kapasitas = 4.100 ton

45
C -Kapasitas = 2.400 ton
D -Kapasitas = 6.308 ton
Jumlah 14.908 ton

2. Tangki Tetes I -Kapasitas = 2.500 ton


II -Kapasitas = 2.500 ton
III -Kapasitas = 2.500 ton
IV -Kapasitas = 2.500 ton

46

Anda mungkin juga menyukai