PROSES PRODUKSI
IV.1 Bahan Baku
Pabrik Gula Kanigoro menghasilkan produk utama gula SHS IA dan hasil
sampingnya adalah ampas, tetes dan blotong. Faktor utama yang menentukan mutu hasil
produksi adalah pada bahan dasar. Dalam hal ini tergantung pada bahan baku dan bahan-
bahan pembantu.
Proses produksi gula terbagi dalam beberapa proses, yaitu : penggilingan,
pemurnian, penguapan, pemasakan atau pengkristalan, putaran, pengeringan, pengemasan
dan penyimpanan. Pada PG Kanigoro proses tersebut terbagi dalam beberapa stasiun,
yaitu: stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan/Kristalisasi,
stasiun putaran/penyelesaian, stasiun ketel, stasiun pembangkit uap.
Dalam proses produksi gula, fungsi pabrik gula hanya mengambil nira yang
terkandung di dalam batang tebu untuk dikristalkan, bukan membuat gula. Bahan baku
yang digunakan oleh PG Kanigoro dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bahan baku
utama dan bahan baku penunjang.
12
3. Bahan baku yang masuk proses produksi gula harus memiliki kualitas baik, yaitu tebu
layak giling yang memenuhi standar “MSB”, yaitu:
Manis : Tebu di tebang harus benar-benar masak (Kemasakan tebu dalam analisa
pendahuluan FK = 25–40), brix minimal 17, bebas dari kotoran.
Segar : Tebu ditebang sampai di meja gilingan maximal 20 jam.
Bersih : bebas dari faktor yang mempengaruhi rendemen, yaitu daduk, pucuk,
tanah, akar, sogolan, tebu mati, maximal 5 %.
13
3. Sulfur
Sulfur (belerang) digunakan dalam pembuatan gas SO2, yang digunakan pada
proses pemurnian. Belerang ditambahkan dalam bentuk gas SO2 yang diperoleh
melalui pembakaran belerang padat dengan udara kering sebagai sumber oksigen dalam
furnace. Kegunaan gas SO2 adalah sebagai pemucat warna karena mereduksi senyawa-
senyawa berwarna menjadi tak berwarna, dan untuk mengurangi kelebihan kapur dari
proses sebelumnya dengan cara dinetralkan menggunakan hembusan gas SO2 sampai
diperoleh pH nira mentah tersulfitir ±7,2 - 7,4.
Proses pembuatan gas SO2 :
Belerang padat dimasukkan ke tobong belerang. Dalam tobong belerang ini
dilakukan pemanasan dengan menggunakan steam, hingga belerang mencair pada suhu
190ºC, kemudian belerang cair ini dibakar hingga suhu 300ºC. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut :
S(s) → S(l) + kalor
S(l) → S(g)
S(g) + O2(g) → SO2(g) + kalor
Reaksi diatas berlangsung secara eksotermis, sehingga suhu gas SO2 menjadi lebih
tinggi. Gas SO2 ini kemudian didinginkan dengan menggunakan air pendingin agar
tetap berada pada suhu 300ºC. Hal ini dilakukan untuk mencegah supaya tidak
terbentuk gas SO3 yang tidak diinginkan. Selanjutnya gas SO2 dialirkan ke sublimator.
yang berisi air sebagai pendingin. Dari sublimator, gas SO2 dimasukkan ke tangki
sulfitasi.
4. Flokulan
Penambahan flokulan dilakukan pada door clarifier. Tujuan ditambahkan flokulan yaitu
untuk mengikat endapan agar ukuran menjadi lebih besar sehingga dapat mempercepat
proses pengendapan. Jenis flokulan yang digunakan adalah Accufloc A110.
5. Pembersih Kerak
Pembersih kerak yang digunakan bermerek dagang Karman. Pembersih kerak ini dapat
melunakkan kerak yang ada. Jumlah pembersih kerak yang digunakan dapat berubah
tergantung pada kondisi kerak yang terbentuk dalam evaporator.
15
1. Emplasemen luar.
Emplasemen luar PG Kanigoro berada di sebelah selatan jalan raya, mulai dari
selektor 1, selektor 2, sampai menuju ke Kecamatan Dagangan. Emplasemen luar juga
memiliki 4 timbangan digital crane scale, namun hanya 2 timbangan yang dipakai,
yaitu timbangan nomer 1 dan timbangan nomer 3. Alat untuk memasukkan lori dari
emplasemen luar ke emplasemen dalam adalah loco diesel, dengan cara didorong.
2. Emplasemen dalam.
Emplasemen dalam PG Kanigoro meliputi dari sebelah utara jalan raya sampai
ke meja tebu dan selektor 3. Emplasemen dalam ini sendiri masih terbagi dalam dua
bagian, yaitu emplaseme dalam bagian barat yang terdapat di sebelah barat meja tebu
dan emplasemen dalam bagian timur yang berada di sebelah timur meja tebu.
Tebu yang diproses di PG Kanigoro Madiun berasal dari berbagai kategori
diantaranya, TS (Tebu Sendiri), TR (Tebu Rakyat), dan TLD (Tebu Luar Daerah).
Pengangkutan tebu dilakukan oleh truk dan lori. Di PG Kanigoro, tebu yang diangkut
dengan mengunakan truk tersebut ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke
dalam lori untuk selanjutnya dimasukkan ke meja tebu.
16
1. Tebu bersih secara visual bagian atas maupun bawah .
2. Setelah ditimbang disemprot dengan menggunakan bufferos. Bufferos merupakan
zat kimia yang berfungsi untuk menghambat laju inversi. Pada selektor kedua ini
biasanya tebu sendiri (TS) dapat langsung diloloskan karena tebu milik sendiri.
Sedangkan tebu rakyat harus diseleksi terlebih dahulu oleh ketiga selektor.
c. Selektor 3
Tebu yang masuk ke selektor 3 ini harus memenuhi tebu yang Manis Bersih Segar
(MBS), yaitu tebu bersih dari sogolan, pucukan, dan daduk.
Pada selektor 3 ini dibagi menjadi 3 kriteria tebu, yaitu :
1. Kriteria tebu A meliputi :
a) Umur 11 bulan - 13 bulan.
b) Bebas dan bersih dari daduk, sogolan, pucukan, dan momol.
c) Tebu dipotong 3 ruas dari atas.
d) Bebas dari akar tanah.
2. Kriteria tebu C : untuk tebu yang kotor
3. Kriteria tebu Q : untuk tebu terbakar, tebu yang terbakar ini akan langsung digiling.
Untuk mengurangi ataupun menekan kehilangan kandungan gula ini maka harus
diperhatikan sebagai berikut :
1. Penebangan tebu dilakukan saat ketuaan tebu (umur tebu masak) telah tercapai, dengan
indikator faktor kemasakan (FK) < 25.
2. Saat penebangan batang tebu yang tertinggal diupayakan sekecil mungkin.
3. Bebas dari trash (kotoran dasn daun kering).
4. Pelaksanaan tebang harus direncanakan dengan baik sehingga jumlah tebu yang
tersedia sesuai dengan kapasitas giling.
Petugas Selektor juga mencatat tebu tersebut berasal dari kebun mana, milik siapa
dan juga jam berapa masuk atau sampai di Selektor, agar tebu tersebut jelas identitasnya.
PG Kanigoro memiliki suatu Surat Perintah Tebang dan Angkut yang disebut Surat
Perintah Tebang Angkut (SPA). Sedangkan untuk membedakan tebu tersebut merupakan
tebu milik PG (TS) atau Tebu Rakyat Kemitraan (TRK) atau Tebu Rakyat Murni (TRM)
dapat dilihat dari warna SPA-nya. Untuk tebu milik PG (TS) SPA-nya berwarna Kuning,
Tebu Rakyat Kemitraan (TRK) SPA-nya berwarna Hijau dan Tebu Rakyat Murni (TRM)
SPA-nya berwarna Merah.
17
IV.2.1.2 Cara Mengatur Tebu Di Halaman Pabrik
Tebu yang digiling di PG Kanigoro menggunakan sistem FIFO (First In–First
Out), artinya tebu yang datang lebih awal maka harus digiling lebih dahulu. Tebu di
emplacement maximal 24 jam harus sudah di giling, hal ini bertujuan untuk menekan
kehilangan dan kerusakan sukrosa yang terkandung dalam tebu. Beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi pada halaman pabrik antara lain:
1. Halaman pabrik harus luas agar mampu menampung tebu sesuai dengan kapasitas
giling pabrik.
2. Halaman pabrik harus rindang agar tebu selama berada di halaman pabrik tidak terkena
langsung sinar matahari, yang dapat mengakibatkan turunnya kadar gula yang
terkandung dalam batang tebu.
3. Dilengkapi dengan alat penimbang tebu, untuk mengetahui berat tebu yang akan
digiling.
18
Jalannya proses pada stasiun ini adalah sebagai berikut. Setelah tebu ditimbang,
kemudian tebu dibongkar dari truk dan diangkut dengan crane preparation untuk
selanjutnya dimasukkan ke dalam meja tebu (cane table) untuk diatur dan diarahkan ke
proses penggilingan. Tebu-tebu tersebut diangkut menggunakan cane carrier Elevator
untuk diratakan dengan jarak tertentu, kemudian menuju ke cane cutter (CC) untuk
dicacah. Proses pencacahan ini ditujukan agar tebu mudah untuk diperah karena sifatnya
masih kasar. Pada unit gilingan ini terdapat dua buah cane cutter (CC) dengan CC
kecepatan putarnya 590 rpm Karena sifatnya masih kasar, maka perlu dihaluskan lagi
dengan menggunakan Unigrator yang sifatnya sama dengan penumbuk, karena pada setiap
sudutnya terdapat hammer. Unigator memiliki kecepatan 590 rpm. Penumbukan ini
berfungsi untuk memperlebar serat dan luas permukaan cacahan tebu yang akan digiling.
19
tebu. Air imbibisi ini berasal dari air kondensat evaporator serta air yang dipanaskan
dengan menggunakan steam baru dari ketel tekanan rendah. Air imbibisi bersuhu sekitar
70-80oC, bila suhunya terlalu tinggi, maka akan dapat merusak alat dan dapat melarutkan
getah lilin yang terkandung dalam tebu, sehingga terbentuk zat lilin (menjadi licin).
Namun, dengan suhu tinggi dapat melarutkan nira yang ada. Sedangkan pada suhu rendah
nira yang terkandung dalam ampas tidak larut. Umpan gilingan III (ampas gilingan II)
dibawa oleh intermediate cane carrier II menuju gilingan III dengan disemprot imbibisi
air. Proses pemerahan pada gilingan IV, umpan gilingan IV (ampas gilingan III) dibawa
oleh intermediate cane carrier III menuju gilingan IV tanpa imbibisi. Sehingga diperoleh
ampas kering yang kemudian diangkut dengan bagasse carrier menuju ketel bertekanan,
yang akan digunakan sebagai bahan bakar ketel.
Pada stasiun gilingan terdapat perlakuan penambahan phospat pada nira mentah
apabila kandungan phospatnya kurang dari standart yaitu 250-300 ppm. Dan melakukan
preliming untuk menaikkan pH dan mencegag munculnya bakteri leuconostoc. Serta
dilakukan pemberian steam untuk sanitasi nira.
Boulogne
Def. I
Def. II SO Flash
PP Def. PP. Tank
I III 2
ii Flocula
nt
Clarifier
Nira
Tapis
24
Gambar IV.7 Penguapan Nira
BP Jadwal Skrap
1-2-3 4-5-6 7-8-9 10-11-12 13-14-15 16-17-18 19-20-21 22-23-24 25-26-27 28-29-30
I
II
III
IV
V
Ket : dilakukan skrap
25
Pada saat operasi volume nira tehadap tromol harus dipehatikan. Maksimum
ketinggian nira adalah 1/3 dari tinggi tromol. Hal ini karena diperlukan ruang yang cukup
akibat adanya driving force yang terjadi saat penguapan nira berlangsung. Driving Force
adalah gaya untuk mengalirkan nira akibat adanya perbedaan suhu antara nira dan uap
yang masuk.
Stasiun Penguapan berjalan secara seri, dimana uap yang gunakan adalah uap bekas
yang bertekanan 0,5 ATO dan bersuhu 120oC masuk ke BP I. Uap hasil penguapan pada
BP I ini akan digunakan untuk proses penguapan pada BP II, dan begitu pula selanjutnya.
Sebelum nira masuk ke BP I, terlebih dahulu nira dipanaskan di PP III hingga
suhunya 110oC. hal ini dilakukan agar proses penguapan pada BP I cepat dan optimal.
sehingga dapat terjadi penguapan air sebesar 18 ton/jam. Pada saat proses penguapan
tekanan pada BP I sebesar 0,5 ATO dan suhunya 103,27oC. hasil dari BP I adalah nira
dengan brix yang diharapkan mencapai 17,5%.selain itu, uap nira I yang selanjutnya
digunakan untuk proses BP II juga dilakukan bleeding untuk uap pemanas PP I.
Setelah proses pada BP I, selanjutnya nira masuk ke BP II untuk mencapai
penguapan sebesar 12 ton/jam. Kondisi operasi pada BP II yaitu tekanan 0,25-0,3 ATO dan
suhu 93,65oC. hasil dari BP II adalah nira dengan brix yang diharapkan mencapai 22%.uap
nira yang dihasilkan, selanjutnya digunakan untuk proses BP III.
Selanjutnya adalah proses pada BP III. Kondisi operasi pada BP III yaitu suhunya
80oC dan tekanannya vacuum (25-30 cmHg) yang bertujuan untuk menurunkan titik didih
dari nira. Hasil dari BP III adalah nira dengan brix yang diharapkan mencapai 32%. Uap
nira yang dihasilkan, selanjutnya digunakan untuk proses BP IV.
Pada BP IV kondisi operasinya bersuhu 60 oC dan tekanannya vacuum (64-65
cmHg). Hasil dari BP III adalah nira dengan brix yang diharapkan mencapai 60%. Apabila
BP IV menjadi badan akhir penguapan, maka uap nira yang dihasilkan akan masuk ke
kondensor untuk mendapatkan air kondensat. Kondensor dilengkapi dengan selling veissel
yang bertujuan untuk mengondensasi uap yang bertekanan vacuum. Sebelum masuk
kondensor, uap terlebih dahulu masuk ke Verkliker. Alat ini digunakan untuk menangkap
nira yang terbawa oleh uap.
26
Gambar IV.8 Badan Penguapan
Pada BP III dan BP IV kondisi dibuat vacuum. Hal ini dapat mengurangi rusaknya
nira terhadap suhu tinggi. Proses pembuatan kondisi vacuum menggunakan jet condensor.
Air dipompa kedalam jet kondensor, kemudian air akan disemprotkan oleh sprayer. Uap
dari BP III dan BP IV akan menuju tempat bersuhu yang lebih rendah, sehingga pada
badan penguapan akan terjadi kondisi vacuum. Pada PG Kanigoro, proses pembuatan
vacuum BP III dan BP IV dilakukan secara compound yaitu dua badan pemanas ditarik
dengan satu jet kondensor. Sehingga BP IV atau badan akhir nilai vacuum akan tergantung
pada uap yang tertarik jet kondensor, namun pada BP III besar kondisi vacuum akan
tergantung dengan pipa amonia yang dibuka.
27
Gambar IV.9 Proses Pengeluaran Air Kondensat
Kondensat yang dihasilkan dari BP I dan II digunakan sebagai air pengisi ketel
karena pada BP 1 dan 2 dimungkinkan tidak adanya kontaminasi nira. Tetapi, untuk
kondensat BP 2 perlu dilakukan scram burm test, uji kandungan nira. Hal tersebut
dilakukan agar menghindari kontaminasi nira dalam air pengisi ketel. Jika dalam scram
burm test didapatkan hasil air kondensat terkontaminasi nira, maka air pengisi ketel akan
segera di-blowdown. Efek yang terjadi apabila air pengisi ketel mengandung nira adalah
turbin yang digerakkan oleh uap ketel akan mengalami masalah disudu-sudunya. Masalah
yang sering terjadi adalah sudu-sudu tidak berputar sesuai dengan kecepatan spesifikasinya
sehingga menurunkan efisiensi dari turbin itu sendiri.
Pengeluaran kondensat harus diatur seoptimal mungkin. Hal ini menghindari air
kondensat yang masih menggenangi ruang pemanas sehingga transfer panas berkurang.
Indikasi dari adanya air kondesat yang menggenang di ruang pemanas adalah sering
terjadinya water hammer, timbulnya bunyi akibat benturan antara uap dengan air
kondensat.
29
Gambar IV.11 Stasiun Masakan
Tahap pertama dalam stasiun ini adalah greening, proses memasak nira yang
dicampur dengan bibit fondant. Mula-mula pan C di vacuum-kan dengan tekanan 60 cmHg
kemudian uap bekas masuk dengan tekanan 0,5 ATO. Nira kental dari diksap dimasukkan
sebanyak 120 HL. Dimasakan hingga terbentuk benangan 2,5 cm tidak putus. Proses
selanjutnya adalah memasukkan bibit fondant sesuai kebutuhan. Penambahan bibit ini
bertujuan agar kristal gula cepat terbentuk. Bila kristal sudah rata masakan kemudian di
putar di stasiun puteran untuk mendapatkan gula C, gula C tersebut digunakan sebagai
bibit masakan A.
IV.2.5.2 Masakan C
Proses masakan C adalah dengan mencampurkan nira kental dari diksap dan stroop
A dengan total 150 HL. Nira dimasak kemudian ditambahkan bibit gula D lalu
ditambahkan lagi nira masakan penuh. Masakan kemudian diturunkan ke palung pendingin
jika mendapatkan HK >73. Lama pendinginan nira pada masakan C selama 8 jam. Proses
pendinginan ini bertujuan agar lapisan kristal semakin tipis.Kemudian masakan diputar di
puteran low grade sehingga diperoleh hasil stroop C dan gula C. Stroop C digunakan
untuk bahan masakan D sedangkan sebagian gula C untuk bibit masakan A dan sebagian
lainnya dilebur untuk bahan masakan A.
IV.2.5.3 Masakan D
Proses masakan C adalah dengan mencampurkan stroop C dan klare D. Nira
dimasak hingga mendapatkan HK 60. Setelah HK terpenuhi, masakan diturunkan ke
palung pendingin dengan lama pendinginannya selama 16 jam. Proses pendinginan
dilakukan dengan sistem overflow. Kemudian masakan diputar di puteran low grade D1
sehingga diperoleh hasil tetes dan gula D1. Gula D1 selanjutnya diputar di puteran low
grade D2 yang menghasilkan klare D2 dan gula D. Klare D2 digunakan untuk bahan
masakan D sedangkan sebagian gula D untuk bibit masakan C dan sebagian lainnya dilebur
untuk bahan masakan A.
Di masakan D, HK harus dijaga pada angka 59-60, hal ini dikarenakan untuk
menghindari kehilangan gula yang ikut dalam tetes. Jika HK terlalu tinggi maka bahan
masakan ini dapat diolah kembali sehingga mempengarhui neraca massa bahan. Dan jika
HK terlalu rendah maka saat proses di puteran, kristal gula akan ikut larut dengan tetes
akibat ukuran kristal yang terlalu kecil.
31
Hal yang harus diperhatikan dalam proses masakan adalah Pertama, ukuran kristal
di masing-masing masakan. Untuk masakan A ukuran kristal gula berkisar antara 0,9-1,1
mm, masakan C berukuran sekitar 0,5-0,6 mm, dan masakan D berukuran sekitar 0,3-0,4
mm. Ukuran di setiap masakan diusahakan harus seragam, agar tidak ada gula yang telarut
dalam stroop saat proses puteran. Kedua, kondisi operasi yang harus dicapai pada stasiun
ini adalah uap bekas bertekanan 0,5 ATO dan kondisi masakan yang vacuum. Ketiga,
mixer dalam palung pendingin harus dijaga agar tidak terjadi pengerasan nira sebelum
proses putaran.
32
XI.1 Puteran High Grade
33
XI.2 Puteran Low Grade
34
Gambar IV.16 Talang Goyang
IV.3 Utilitas
Utilitas adalah sarana yang digunakan untuk menunjang proses produksi. Utilitas yang
ada di PG. Kanigoro meliputi kebutuhan air, listrik dan udara.
IV.3.1 Air
Air merupakan bahan penunjang yang sangat penting dalam industri. Kualitas air yang
diperlukan berbeda-beda bergantung keperluannya, maka perlu dilakukan pengolahan air
untuk memenuhi kualitas air yang diperlukan. Kebutuhan air dibedakan menjadi lima
yaitu:
1. Air proses
2. Air pengisi ketel
3. Air pendingin dan air panas pada rapid cooler
4. Air sanitasi
5. Air injeksi pada kondensor
Berdasarkan sumbernya, air yang digunakan dalam operasional pabrik dapat
diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu :
Air kondensat yang berasal dari proses penguapan pada evaporator digunakan sebagai
air imbibisi pada stasiun gilingan dan sebagian ditambahkan pada air umpan boiler.
Air yang berasal dari sumur digunakan untuk pendingin peralatan, air injeksi pada
kondensor dan pengisi air boiler.
36
IV.3.1.2 Air Pengisi Ketel
Air pengisi ketel harus memenuhi syarat-syarat seperti :
Tidak mengandung gula
Adanya gula dalam air akan menimbulkan foaming/pembuihan, sehingga butir-butir
halus air akan terikut dalam uap sehingga uap menjadi basah. Hal ini berbahaya bagi
turbin mesin-mesin uap .
Kesadahan sama dengan nol
Air sadah mengandung garam-garam Ca dan Mg sebagai karbonat, sulfat, klorida dan
nitrat. Bahaya kesadahan air untuk pengisi ketel adalah pembentukan kerakpada
dinding badan ketel. Kerak ini akan menghambat pemanasan air, pemanasan akan
menjadi memusat sehingga menyebabkan ketel dapat meledak.
Air tidak bersifat asam
Air yang asam akan merusak badan ketel dan pipa-pipa karena bersifat korosif.
Pada umumnya selama masa giling, air yang digunakan untuk mengisi ketel adalah
air kondensat yang tidak mengandung gula. Tetapi untuk awal giling, air kondensat belum
tersedia sehingga digunakan air sungai yang telah dilakukan treatment dan telah memenuhi
syarat untuk mengisi ketel.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi :
1. Untuk Boiler Water
- pH 9 – 10,6
- hardness/kesadahan ( ̊d) max 2,0
- P-alkalinity 100 – 600 ppm
- M-alkalinity 100 – 800 ppm
- DO (dissolved of oxygen) <0,1 ppm
- P2O5 20 – 40 ppm
- SiO2 max 100 ppm
- TDS max 2000 ppm
Sistem pengolahan air untuk pengisi air ketel terdiri dari pretreatment, koagulasi,
sedimentasi, filtrasi dan pelunakan air.
Sistem pengolahan air sungai (Water Treatment Plant) di PG. Kanigoro terdiri dari:
1. Pasir Silika
2. Resin Kation
37
IV.3.1.3 Air Injeksi Kondensor
Air injeksi berasal dari air sumur bor yang terletak di dekat pabrik. Air injeksi
berfungsi untuk mem-vacuum-kan BP III dan BP IV serta pan masakan.
IV.3.2 Listrik
PG Kanigoro setiap harinya membutuhkan suplay listrik dengan sumber utama dari
hasil uap ketel. Pemakaian listrik di PG Kanigoro antara lain untuk :
1. Pemakaian tenaga mekanik pada proses (menggerakan alat-alat).
2. Perbaikan dan pemeliharaan peralatan pabrik.
3. Penerangan kantor, perumahan dan lingkungan.
Listrik di PG Kanigoro disuplai oleh :
1. PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)
Di PG Kanigoro tersedia sebuah turbin utama yang mampu menghasilkan listrik
sebesar :
Turbin Ebora (1500 kVA) dan Turbin Borsig (1500 kVA)
2. PLN (Pembangkit Listrik Negara)
Berkapasitas 864 KVA
Suplai utama listrik untuk operasi pabrik berasal dari PLTU. Untuk start PG
Kanigoro menjalankan ketel tekanan rendah dengan bahan bakar sabut kelapa. Sedangkan
ketel tekanan menengah menggunakan bahan bakar ampas tebu. Ketel Cheng-Chen
menggerakkan turbin Borsig dan ketel Man digunakan untuk menggerakkan turbin Ebora.
IV.3.3 Udara
Kebutuhan udara ini dibutuhkan untuk :
1. Pereaksi pembuatan SO2 pada tobong belerang. Unsur udara yang diambil adalah O2
yang sebelumnya dilewatkan dehumidifier untuk menghilangkan kandungan airnya.
2. Pembakaran pada ketel dengan cara penyemprotan udara ke ampas.
38
IV.4 Spesifikasi Alat
No STASIUN NAMA ALAT SPESIFIKASI TEKNIS TAHUN/NEGARA
ASAL (PEMBUAT)
I STASIUN KETEL
(BOILER)
1. Ketel Man Werk Nurnberk -LP. 1,205 m2 1964
-RB. 23 m3
-Kapasitas 14.5 ton/jam
-Tekanan kerja 18 atm
Ketel Cheng-Chen
3. -LP. 698 m2 1992/TAIWAN
-RB. 20 m3
-Kapasitas 20 ton/jam
-Tekanan kerja 20 atm
Ketel Stork & CO Hengelo
4. - Jumlah 5 buah 1911/1916/1928
-LP. 250 m2
-Kapasitas 4 ton/jam
Ketel G. De. Firma Hanschel -Tekanan Kerja 8 ato
EN Zoon
5 - Jumlah 2 buah 1926/1927
-LP. 304 m2
-Kapasitas 4 ton/jam
-Tekanan Kerja 8 ato
Merkspoor Amsterdam -LP. 304 m2
39
Geperf gegalv plaatyzer : 6'
x 3' x 1/8''
40
PP V -Merk : BRAAT
-Luas Pemanas: 86 m²
-Tekanan: 1 kg/cm2
PP X -Luas Pemanas: 98 m²
-Tekanan: 1 kg/cm2
- Merk : PG Kanigoro
- Dimensi: 1950x800x500
41
Peti Defekator I mm
-bahan : platyzer 16 mm
-Luas Pembakaran: 2,1 m²
- Buatan : Fletcher
Peti Defekator II - Diameter : 1800 mm
- Panjang : 2000 mm
- puteran : 150/menit
-Diameter : 2000 mm
-Tinggi bentuk Silinder =
Peti Sulfitier II 3700 mm
-Tinggi bentuk Kerucut =
470 mm
-Diameter : 2000 mm
-Tinggi bentuk Silinder =
Drum Vacuum Filter 3700 mm
-Tinggi bentuk Kerucut =
470 mm
Diameter : 3000 mm
Door Clarifier Panjang : 6000 mm
Screen : 60 lembar
Penggerak : Gearbox
Sambung rantai
42
3. Badan Penguapan III -Luas Pemanas : 900 m2 1983
-Tekanan : 2 kg/cm2
- Buatan : PT Gruno
Nasional SBY 1978
-Luas Pemanas : 158 m2
4. Masakan No. 4 -kapasitas : 300 HL
-Tekanan : 10 kg/cm2
43
.
44
2. Puteran Gula SHS -buatan : watson laidlan &
Co
-jumlah puteran : 9 buah
-putaran : 960 rpm
45
C -Kapasitas = 2.400 ton
D -Kapasitas = 6.308 ton
Jumlah 14.908 ton
46