Anda di halaman 1dari 39

Kelompok 1: Tebu

Proses pembuatan gula ada beberapa tahapan dari penerimaan tebu hingga sampai proses
pengepakan. Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu,
proses ekstraksi, pembersihan kotoran, penguapan, kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan
warna, dan sampai proses pengepakan sehingga sampai ketangan konsumen. Pada umumnya
proses pembuatan gula di Pabrik Gula menggunakan sistem double sulfitasi dan menggunakan
bahan dasar tebu. Produksi yang dapat dihasilkan SHS (Super High Sugar) yang berwarna putih.
Hasil sampingan pabrik gula ini adalah ampas sebagai bahan bakar ketel uap dan tetes dapat
digunakan sebagai bahan bakar pembuatan alkohol dan lain-lain.

Proses pembuatan gula dapat dilakukan dalam beberapa tahapan yang terbagi atas stasiun-
stasiun. Stasiunnya antara lain :

1. Stasiun Penerimaan tebu


2. Stasiun Gilingan
3. Stasiun Pemurnian
4. Stasiun Penguapan / Evaporasi
5. Stasiun Masakan / Kristalisasi
6. Stasiun Puteran
7. Stasiun Penyelesaian

1. Stasiun Penerimaan Tebu


Tahap pertama didalam pembuatan gula pasir adalah tebu dihancurkan dalam penggiling tebu
yang berukuran besar. Sebelum tebu diolah lebih lanjut hingga menjadi gula pasir, awalnya tebu
mengalami perlakuan pendahuluan yaitu tebu diterima pada stasiun penerimaan. Stasiun ini
berperan penting karena sebagai control kualitas tebu yang akan digunakan dalam proses
pengolahan.

Pada stasiun penerimaan tebu ini melalui beberapa tahapan-tahapan, seperti yang dijelaskan pada
gambar dibawah ini;

Fungsi alat-alat diatas adalah:

1. Overhead crane / Cane crane


Alat ini digunakan untuk mengangkut tebu dari lori atau truck dan meletakkannya di
meja tebu. Overhead crane dijalankan oleh operator untuk diletakkan di meja tebu.
2. Cane Table atau Meja Tebu
Alat ini digunakan sebagai penampung umpan tebu serta mengatur banyaknya jumlah
tebu yang akan digiling secara kontinu karena alat ini dilengkapi dengan laveler berupa
rol bergerigi yang akan mengatur permukaan atau ketebalan tebu agar dapat jatuh dengan
tepat dalam cane carrier. Meja tebu memiliki panjang berkisar antara 2 – 3 meter.
3. Cane carrier
Alat ini berfungsi untuk membawa tebu yang telah diatur dalam meja tebu ke dalam cane
cutter.
4. Cane cutter
Alat ini berfungsi untuk memotong dan menyayat tebu agar menjadi potongan tebu kasar
agar lebih memudahkan saat dicacah dalam unigrator.
5. Unigrator
Alat ini berfungsi untuk memukul dan mencacah potongan tebu kasar agar menjadi
serpihan halus sehingga memmudahkan dan mempercepat ekstraksi pada saat
penggilingan.

Untuk pemenuhan kualitas gula yang baik, bahan baku tebu yang diterima harus memenuhi pola
MBS yaitu Manis, Bersih dan Segar. Proses penilaian bahan baku pola MBS ini dilakukan oleh
petugas lapangan pabrik gula (PLPG) setiap kali tebu akan dikirim ke pabrik sehingga tebu yang
masuk dapat terjamin kualitasnya.

Sistem pemasukan tebu menuju stasiun penggilingan menggunakan prinsip FIFO (first in first
out) dimana tebu yang pertama kali masuk dalam stasiun penerimaan adalah tebu yang pertama
kali akan digiling, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan rendemen dalam
tebu. Penurunan rendemen terjadi karena tebu mengalami proses respirasi terus menerus yang
dapat mengakibatkan menurunnya kandungan gula. Pada stasiun penerimaan ini juga terdapat
proses penimbangan tebu guna untuk mengetahui bobot tebu yang akan digiling seperti alur yang
dijelaskan pada gambar berikut ini;
Besarnya persentasi rendemen secara riil dapat diketahui dengan menghitung perbandingan
antara gula yang dihasilkan dengan sejumlah tebu yang digiling di pabrik, kemudian nilai
tersebut dikalikan 100%, oleh karena itu kita memerlukan penimbangan tebu ini supaya dapat
mempermudah dalam menghitung rendemen tebu yang digiling selama penggilingan
berlangsung.

Penimbang tebu ini terdiri dari:timbangan brutto, timbangan tarra dan timbangan lori. Pada
masing-masing timbangan memiliki kegunaan yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan pada
pengertian dibawah ini:
1. Timbangan brutto ; Untuk menimbang truk yang bermuatan tebu sehingga diketahui berat
kotor (brutto) dari truk dan tebu.
2. Timbangan tarra ; untuk menimbang truk yang tebunya telah di giling sehingga dapat di
ketahui berat bersih tebu yang di di giling.
3. Timbangan lori ; Untuk menimbang berat tebu yang di angkut dengan lori, lori yang ada
di beri kode dan telah di ketahuim beratnya sehingga tebu yang di angkut dengan lori
langsung dapat di ketahui beratnya, lori biasanya di gunakan untuk mengangkut daerah –
daerah histories yang berada di sekitar pabrik. tebu masuk ke dalam pabrik untuk
diproses lebih lanjut, tebu harus ditimbang terlebih dahulu.
Tujuan dari penimbangan ini adalah :

1. Mengetahui bobot tebu yang masuk ke pabrik dari kebun tebu


2. Menghitung biaya upah tebang yang harus dibayarkan
3. Menghitung pengawasan proses lainnya
4. Mempermudah dalam pengambilan keputusan di dalam pabrik.

2. Stasiun Gilingan
Tahap selanjutnya dalam pembuatan gula tebu adalah ekstraksi. Caranya dengan menghancurkan
tebu dengan mesin penggiling untuk memisahkan ampas tebu dengan cairannya. Setelah tebu
menjadi serpihan halus selanjutnya diolah dalam stasiun gilingan yang bertujuan untuk memerah
nira dari batang tebu sebanyak mungkin dengan kehilangan nira seminimal mungkin, diharapkan
nira yang dapat diperah adalah 90%. Pada stasiun ini terjadi pemisahan antara bagian tebu yang
mengandung cairan dengan kotoran dan ampas yang berupa padat.

1. Gilingan I
Pada gilingan pertama hanya terdiri dari serpihan – serpihan tebu sari unigrator yang setelah
digiling akan menghasilkan nira perahan pertama (NPP) dan ampas. NPP selanjutnya
dipompa menuju DSM Screen untuk dilakukan penyaringan agar terpisah nira dengan ampas.
Dari DSM Screen nira dipompa ke Door Clone untuk dilakukan pemisahan dengan pasir
yang masih terikut. Nira yang telah dipisahkan pasirnya dialirkan ke bak penampungan nira
mentah, sedangkan ampasnya diangkut dengan Intermediet Carrier (IMC) menuju gilingan
kedua.
2. Gilingan II
Pada gilingan kedua terdiri dari ampas gilingan pertama dan ampas dari DSM Screen, yang
kemudian ditambahkan nira imbibisi (N3) atau nira dari hasil perahan gilingan ketiga,
banyak air imbibisi yang diperlukan sebanyak 20 – 30% dari berat batang tebu yang digiling.
Tujuan dari penambahan nira imbibisi adalah untuk melarutkan gula yang masih terkandung
dalam ampas dan kemudian mengeluarkannya dengan pemerasan pada gilingan berikutnya.
3. Gilingan III
Pada gilingan ketiga, ampas dari gilingan kedua ditambahkan ampas dari DSM screen dan
ditambahkan nira imbibisi (N4) atau nira yang berasal dari gilingan keempat, kemudian
diperah menghasilkan ampas dan nira perahan ketiga (N3). N3 akan digunakan untuk nira
imbibisi gilingan kedua dan ampasnya dibawa oleh IMC menuju gilingan keempat.
4. Gilingan IV
Pada gilingan keempat, ampas gilingan ketiga yang digunakan sebagai umpan ditambahkan
dengan air imbibisi dan nira imbibisi (N5) atau nira perahan gilingan kelima. Air imbibisi
yaitu air panas dengan suhu 60 – 70°C yang berasal dari air condesat. Suhu air berkisar 60 –
70°C jika suhunya terlalu tinggi akan melarutkan zat lilin (peptin) dalam tebu sehingga akan
mengganggu proses pemurnian dan pengendapan, selain itu juga akan menyebabkan selip
dalam gilingan, namun jika suhunya terlalu rendah akan menyebabkan pelarutan yang kurang
sempurna dan kemungkinan masih ada bakteri yang belum mati dalam nira. Dari gilingan ini
akan menghasilkan ampas dan nira perahan keempat (N4), N4 akan digunakan sebagai nira
imbibisi gilingan ketiga, sedangkan ampas dibawa IMC menuju gilingan kelima.
5. Gilingan V
Pada gilingan kelima, umpan dari gilingan keempat ditambahkan air imbibisi sebagai air
pencuci ampas terakhir dan diharapkan mampu melarutkan nira sebanyak – banyaknya
sehingga nira yang terbawa oleh ampas terakhir sedikit. Dari gilingan kelima ini akan
menghasilkan ampas (baggase) dan nira perahan kelima (N5). N5 digunakan sebagai nira
imbibisi gilingan keempat, sedangkan ampasnya diangkut dengan baggase carrier menuju
dapur pembakaran ketel dan digunakan sebagai bahan bakar ketel.

3. Stasiun Pemurnian
Pada stasiun pemurnian ini nira mentah yang dihasilkan dari penggilingan merupakan cairan
berwarna coklat kehikauan yang terdiri dari 77 – 88% air, 8 – 21% sukrosa, 0,3 – 3% gula
pereduksi, 0,5 – 1% senyawa organic dan 0,2 – 0,6% senyawa anorganik.

Stasiun pemurnian bertujuan untuk menghilangkan kotoran – kotoran atau zat bukan gula yang
sebanyak mungkin yang terdapat dalam nira mentah dengan cara kimia dan fisik sehingga akan
diperoleh kadar sukrosa yang maksimal dari nira tersebut serta menghilangkan kekeruhan
dengan pengendapan. Proses pemurnian dapat dilakukan melalui beberapa proses di antaranya
yaitu proses defekasi, sulfitasi dan karbonatasi.

Pemurnian berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi bukan gula dari nira mentah
seoptimal mungkin. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun kimiawi. Secara
fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui pemanasan, pemberian bahan
pengendap serta penggunaan unit peralatan berupa pemanas pendahuluan (heat
exchanger), defekator, sulfitator, expandeur, clarifier, rotary vacuum filter. Proses pemurnian
nira dapat dilihat pada gambar berikut:

Terdapat tiga metode dalam proses pemurnian nira, yaitu :

1. Proses Defekasi
Dalam proses defekasi pemurnian nira dilakukan dengan penambahan susu kapur sebagai reagen.
Reaktor untuk proses defekasi ini dinamakan defekator dan didalamnya terdapat pengaduk
sehingga larutan yang bereaksi dalam defekator menjadi homogen. Pemurnian nira dengan cara
defekasi dibagi menjadi :
 Defekasi Dingin. Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 – 7.4.
Setelah itu baru nira dipanaskan lalu menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin
reaksi antara CaO dengan Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena
suhu dingin maka absorbsi bahan bukan gula oleh endapan yang terbentuk lebih jelek
dibandingkan defekasi panas.
 Defekasi Panas. Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan
dengan susu kapur.
 Defekasi Bertingkat. Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga
pH 6.5, kemudian nira dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 – 7.4.
 Defekasi sachharat. Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang
lain dipanaskan, kemudian dicampur.
2. Proses Sulfitasi
Prinsip proses pemurnian ini adalah memproses nira mentah dengan menambahkan susu kapur
dan gas SO2. Susu kapur ditambahkan berlebih kemudian dinetralkan oleh gas SO2. Dengan
adanya penambahan reagen tersebut akan timbul endapan yang berfungsi sebagai pengadsorbsi
bahan bukan gula. Beberapa modifikasi dalam proses sulfitasi antara lain :
 Sulfitasi asam. Pada proses ini nira yang sudah dipanasi ditambahkan gas SO2 hingga
pH 4.0 selanjutnya ditambahkan susu kapur hingga pH 8.5 dan dinetralkan kembali
dengan gas SO2 hingga pH 7.2 – 7.4.
 Sulfitasi alkalis. Pada proses ini nira ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5 kemudian
dinetralkan dengan gas SO2. Pertimbangan penggunaan sulfitasi alkalis karena tingginya
kadar P2O5.
 Sulfitasi netral. Pada proses sulfitasi ini pH nira dalam defekator sekitar 8.5.
Pertimbangan melakukan sulfitasi netral adalah seimbangnya kadar P2O5, Fe2O3 dan
Al2O3.
3. Proses Karbonatasi
Proses karbonatasi adalah pemurnian dengan menambahkan susu kapur berlebihan dan
dinetralkan menggunakan gas CO2. Endapan yang terbentuk adalah endapan CaCO3. Ada dua
macam modifikasi dalam proses karbonatasi, yaitu :
 Karbonatasi tunggal. Pada proses ini proses pencampuran dilakukan dalam satu reaktor.
Nira ditambahkan susu kapur berlebih kemudian dinetralkan menggunakan gas CO2.
Alkalinitas dijaga antara pH 9 – 10.
 Karbonatasi rangkap. Pada dasarnya prosesnya adalah sama dengan karbonatasi
tunggal. Tetapi pemberian gas CO2 terbagi, yaitu apabila susu kapur habis alkalinitas
dijaga tetap pada pH 10.5 kemudian nira ditapis. Hasil tapisan ini dialiri gas CO2 lagi.
Proses defekasi dimana pemurnian dilakukan dengan cara pemberian kapur (air kapur) dan
pemanasan pendahuluan. Prinsip kerja defekasi yaitu nira mentah diberi susu kapur sampai
tercapai pH agak alkalis yaitu pH 7,3 – 7,8, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan
diendapkan dalam tangki pengendap.

Proses sulfitasi adalah pemurnian nira dengan menggunakan susu kapur dan SO2 sebagai
pembersih. Dari ketiga proses pemurnian tersebut, proses sulfitasi adalah proses yang paling
banyak yang digunakan di Indonesia. Proses ini membutuhkan biaya yang lebih murah dan gula
yang dihasilkan sudah dapat diterima konsumen sebagai gula putih.

4. Stasiun Penguapan / Evaporasi


Stasiun penguapan ini bertujuan untuk memekatkan nira encer dengan jalan menguapkan kadar
air yang terdapat dalam nira sehingga diperoleh nira kental. Nira encer pertama kali masuk
dalam evaporator memiliki kekentalan 13% Brix, yang selanjutnya mengalami proses penguapan
hingga akan didapatkan nira dengan kekentalan 60 – 64°Brix. Dibawah ini adalah contoh pabrik
gula yang menggunakan Quadrupple Effect (lima buah evaporator yang disusun secara seri).
Seperti yang dijelaskan pada gambar dibawah ini.

Proses penguapan dimulai dengan memanaskan nira pada pemanas pendahuluan dengan
temperature 110°C, pemanasan ini bertujuan sebagai pemanasan awal sehingga dapat
mengurangi beban pada evaporator selanjutnya. Kemudian nira dialirkan ke badan III, IV dan V.
Suhu nira pada badan I dan II di atas 100°C, oleh karena itu pada evaporator badan IV dan V
dikondisikan vaccum sehingga dapat menurunkan titik didih larutan dan air didalam larutan
dapat terurapkan dengan cepat, selain itu juga untuk menjaga aliran tetap kontinyu dan menjaga
nira agar tidak rusak pada suhu tinggi.

Dari badan V nira keluar sebagai nira kental atau diskap dengan kekentalan 64% Brix atau
32°Be. Nira kental (diksap) yang keluar dari badan IV selanjutnya dipompa ke bejana sulfitir
nira kental dan di dalam bejana sulfitir ditambahkan gas belerang sampai pH 6,5. Tujuan
penambahan gas belerang adalah untuk memucatkan nira agar nantinya diperoleh gula reduksi
yang bermutu bagus dan putih.

Nira kental tersulfutasi ini kemudian ditampung dalam tangki diksap tersulfitasi sebagai tangki
tunggu sebelum digunakan sebagai umpan masakan dalam proses kristalisasi. Uap pemanas dari
masing – masing badan evaporator dan pemanas pendahuluan akan mengembun sebagai
kondesat. Jika kondesat tidak mengandung gula, digunakan untuk air imbibisi pada stasiun
penggilingan, air semprotan pada vaccum filter dan sebagai pencuci gula pada stasiun puteran.
Untuk evaporator badan I atau pemanasan pendahuluan, uap nira hasil penguapannya digunakan
sebagai bleeding, yaitu uap untuk pemanas pada juice heater. Peralatan yang digunakan dalam
stasiun penguapan ini yaitu evaporator yang terdiri dari evaporator badan I, II, III, IV.

Pembuatan vakum pada badan evaporator dilakukan dengan cara menginjeksikan air dari spray
pond ke dalam jet kondensor, disini air yang diinjeksikan sebaiknya sedini mungkin. Adanya
perbedaan suhu yang makin tinggi antara injeksi dengan uap air nira dari badan terakhir akan
mengakibatkan vakum yang semakin tinggi. Dengan adanya perbedaan suhu akan
mengakibatkan perbedaan tekanan, sehingga akan menarik uap nira dalam badan evaporator.
Pada temperatur ini air injeksi yang masuk sebesar 34 – 37°C sedangkan uap nira yang keluar
sebesar 60 – 62°C.

Tekanan vakum harus diperhatikan, karena jika tekanan terlalu tinggi maka kandungan air di
dalam nira menjadi lebih sedikit karena banyak yang teruapkan. Hal tersebut akan menyebabkan
larutan menjadi jenuh dan dapat terjadi pengkristalan sedangkan jika terlalu rendah maka
kandungan nira akan semakin banyak karena air yang teruapkan sedikit, hal ini mengakibatkan
larutan menjadi encer dan akan memberatkan kerja pan masakan.

5. Stasiun Masakan (Kristalisasi)


Umumnya Pabrik Gula menggunakan proses pemasakan ACD karena nira yang dihasilkan
mempunyai harga kemurnian sekitar 79. Tujuan adanya stasiun ini adalah untuk mengubah
bentuk gula atau sukrosa dari zat terlarut dalam nira menjadi zat padat dalam bentuk Kristal.

Proses kristalisasi dilakukan secara bertahap atau bertingkat, agar didapat kristal gula sebanyak
mungkin. Tahap – tahapnya yaitu:

1. Tahap pembuatan inti Kristal


Nira kental ditarik ke pan masakan, kemudian dikentalkan lagi sampai masakan menjadi tua
kemudian ditambahkan fondan hingga terbentuk inti Kristal
2. Tahap pembesaran Kristal
Pembesaran inti Kristal yang telah terbentuk dengan cara pelapisan molekul – molekul sukrosa
pada inti Kristal. Pelapisan molekul terjadi karena adanya gaya adhesi antara permukaan inti
Kristal dengan molekul sukrosa.

Proses masakan pertama nira kental tersulfitasi dimasukan kedalam pan masakan untuk proses
kristalisasi pada keadaan vaccum. Tujuan dari kondisi masakan vakum supaya sukrosa tidak
mengalami karamelisasi. Gula yang dihasilkan pada pan masakan ini terdiri dari 3 tingkatan
yaitu:
1. Gula A sebagai gula produk
2. Gula C (babonan C) sebagai bibitan untuk pembuatan gula A
3. Gula D (babonan D) sebagai bibitan untuk gula C
Masakan A
Pada awal musim giling bahan yang digunakan untuk masakan A adalah nira kental tersulfitasi
dan fondan yang berfungsi sebagai bibitan. Namun setelah proses berjalan, bahan masakan A
yaitu nira kental tersulfitasi,gula C sebagai bibitan dan klare I. Untuk membuat masakan A, pan
masakan harus disiapkan pada kondisi vakum 60 cmHg, kemudian dimasukkan nira kental
tersulfitasi dan klare I, campuran tersebut kemudian dituakan (diuapkan airnya) hingga timbul
benang – benang, setelah itu dimasukan babonan sebagai bibit.

Apabila ada Kristal palsu maka dicuci dengan air agar Kristal yang terbentuk larut kembali.
Kemudian proses pemasakan dilanjutkan sampai masakan telah tua dan Kristal gula mencapai
ukuran diameter sekitar 1 – 1,2 cm, selanjutnya masakan A dimasukkan ke dalam palung
pendingin. Pada masakan A diharapkan nira kental mempunyai HK sebesar 79 – 82.

Masakan C
Pada awal giling bahan baku masakan C yaitu nira kental, stroop A dan fondan, selanjutnya
setelah proses berjalan bahan baku masakan C adalah stroop A dan bibit D. Prinsip masakan C
sama dengan masakan A, dimana stroop A dimasak sampai kental setelah itu dimasukan nira
babonan gula D2 diuapkan hingga tua dan trbentuk benang – benang, agar diameter Kristal
terbentuk rata dilakukan penambahan air dan dituakan kembaki hingga tercapai standart brix.
Pada masakan c diharapkan nira kental mempunyai sukrosa dalam air. Untuk mencapai HK
tersebut maka pada awal masakan harus ditambahkan nira kental. Selanjutnya masakan C
dimasukkan dalam palung pendingin.

Masakan D
Bahan untuk masakan D adalah stroop C, klare III, nira kental tersulfitir dan fondan. Sebelum
membuat masakan D terlebih dahulu membuat masakan D2. Proses masakan D2 diperlukan
bahan diksap dan stroop A. Pada kekentalan tertentu ditambahkan fondan yang berfungsi
merangsang terbentuknya Kristal, kemudian dimasak kembali dan ditambahkan stroop A.
Setelah itu masakan dibagi menjadi 2 dimana keduanya menjadi masakan D. Kedua masakan D
ditambahkan klare III dan stroop C sehingga hasil kemurnian masakan D turun. Pada masakan D
diharapkan nira kental mempunyai HK 58 – 60. Setelah masakan sudah cukup tua kemudian
diturunkan ke palung pendingin untuk didinginkan di Rapid Cooler yang diperlukan untuk
pembentukan Kristal lebih lanjut sehingga diarahkan hasil tetes akhir dengan kandungan gula
sekecil mungkin.
Hasil masakan yang diturunkan ke palung pendingin sesuai dengan jenisnya A, C, dan D untuk
ditampung dan diaduk sampai batas volume tertentu dan selanjutnya dibawa ke stasiun puteran.

6. Stasiun Puteran
Pada stasiun ini bertujuan untuk memisahkan Kristal gula dari stroopnya. Pemisahan ini
dilakukan dalam putaran dengan menggunakan gaya centrifugal atau gaya pemusing sehingga
diperoleh gula yang bersih. Putaran mula – mula digerakan pelan – pelan setelah itu diputar
dengan kecepatan penuh, karena pengaruh gaya putaran Kristal gula akan terlempar ke dinding
tromol kemudian stroopnya menerobos keluar melalui saringan yng terdapat dalam tromol
sedangkan Kristal gulanya tertahan di dinding tromol.

Untuk mempermudah pemisahan antara stroop dan Kristal gula dilakukan berbagai cara, antara
lain:

1. Pemutaran dua kali


Pemutaran dua kali bertujuan untuk menyempurnakan penghilangan kotoran. Tahapannya yaitu
Kristal yang dihasilkan oleh putaran pertama dikirim ke mixer dan ditambahkan klare lalu
diputar dua kali. Putaran dua kali ini untuk gula A dan D.

2. Dengan penyiraman air


Pemisahan Kristal dengan stroopnya dipermudah melalui penyiraman memakai air panas suhu
80oC, karena dengan air akan mencuci kotoran dan melautkan film stroop yang masih menempel
pada Kristal gula.

3. Pembersihan dengan steam


Pembersihan dengan menggunakan steam selain untuk memisahkan film stroop melapisi Kristal
yang masih ada dan juga untuk mengeringkan gula setelah disiram dengan air. Penyiraman steam
ini dilakukan pada putaran SHS saja.

Proses didalam stasiun puteran ini ada beberapa puteran yaitu puteran gula A, puteran gula C dan
puteran gula D, masing-masing puteran tersebut dapat dilihat skema proses pada.

Proses didalam stasiun puteran yaitu:

Puteran Gula A
Mascuite dari palung pendingin A masuk ke dalam continous crystallizer untuk dilakukan
rekristalisasi sukrosa, selanjutnya masuk ke mixer dan secara batch gula A diputar di putaran A,
di spray dengan menggunakan air panas dengan suhu 80 – 90°C. Dari putaran A ini memisahkan
gula A dan stroop A. Dalam stroop A yang dihasilkan dalam stasiun putaran ini mengandung
sukrosa, air, glukosa, fruktosa, bahan organic dan anorganik lainnya, namun mempunyai HK
yang masih tinggi yaitu berkisar antara 60 – 55 sehingga stroop A masih dapat diolah kembali
untuk diubah menjadi Kristal.

Stroop A yang telah terpisah ditampung dalam tangki yang nantinya akan digunakan untuk
bahan masakan gula C, sedangkan gula A dimasukkan pada putaran SHS. Putaran A bekerja
dengan kecepatan 900 – 1200 rpm.

Putaran Gula C
Mascuite dari palung pendingin C dipompa ke putaran C untuk memisahan stroop C dan gula C.
Dalam stroop C yang dihasilkan dalam stasiun puteran ini mengandung sukrosa, air, glukosa,
fruktosa, bahan organik dan anorganik lainnya, dan memiliki HK yang lebih rendah
dibandingkan dengan stroop A yaitu kurang dari 50, namun stroop C masih dapat diolah kembali
menjadi Kristal dengan cara digunakan sebagai bahan masakan gula D. Sedangkan gula C masuk
ke peti babonan C yang selanjutnya digunakan sebagai bahan masakan gula A. Putaran C bekerja
dengan kecepatan 2000 – 2200 rpm yang beroprasi secara continue dan dicuci dengan air panas.

Putaran Gula D dan D2


Mascuite D dari palung pendingin D dipompa pada putaran D. Putaran gula D terdiri dari dua
bagian yaitu putaran D dan putaran D2, seluruh puteran ini bekerja secara continue dengan
kecepatan putar 1800 – 2000 rpm. Pada putaran D dan D2 ditambahkan air panas berfungsi
untuk mencuci Kristal. Putaran D akan menghasilkan gula D dan tetes, dimana tetes akan
dipompa ke dalam peti penampungan tetes, sedangkan gula D dipompa pada puteran D2
menghasilkan gula D2 dan klare III. Klare III akan dipompa menuju peti penampung klare dan
digunakan sebagai bahan masakan gula D. Gula D2 masuk ke peti babonan D sebagai bahan
masakan gula C.

Tetes yang dihasilkan dalam stasiun ini mengandung sukrosa, gula invert, garam–garam dan
bahan non gula. Tetes bersifat asam dan mempunyai pH 5,5–5,6 yang disebabkan oleh adanya
asam–asam organic bebas dan mempunyai HK yang sangat rendah sebesar 31 sehingga sukrosa
dalam tetes merupakan komponen yang sudah tidak dapat dikristalkan dalam proses pemasakan,
karena jika dimasak akan menyebabkan kristalisasi yang lambat dengan hasil yang lembek.

Puteran SHS
Gula A hasil dari puteran A dipompa menuju ke puteran SHS. Puteran SHS adalah puteran ke
dua dari gula A, pada puteran ini akan menghasilkan Kristal gula. Kristal gula yang melekat pada
saringan dicuci dengan menggunakan air panas dan dikeringkan dengan steam sehingga air yang
ada di antara Kristal benar–benar bersih dari air maupun stroop dan klristal akan menjadi kering.
Gula SHS yang dihasilkan turun ke talang goyang untuk didinginkan, selanjutnya masuk ke
dalam silo yang dipindahkan dengan bantuan alat bucket elevator.

7. Stasiun Penyelesaian
Stasiun penyelesaian ini adalah tahap akhir untuk menyelesaikan hasil dari stasiun putaran
sehingga menghasilkan gula produk yang siap untuk dipasarkan. Selain itu juga untuk
menurunkan temperature gula menjadi 50°C. Proses didalam stasiun penyelesaian ini diawali
dengan kristal gula di alirkan kedalam talang goyang yang digetarkan oleh gaya elektrik motor
yang dilengkapi dengan vibrating screen yang berfungsi untuk membantu penyaringan dan
sebagai alat transportasi yang mengangkut gula ke rotary dryer sugar dan selanjutnya oleh
elevator dibawa menuju hummer screen untuk memisahkan ukuran gula. Contoh gambar talang
goyang dapat dilihat pada Gambar.

Hummer screen yang terdapat pada talang goyang terdiri dari tiga saringan yang tersusun
bertingkat dengan susunan sebagai berikut:

1. Saringan I, untuk menahan Kristal agak kasar dengan ukuran 8 mesh


2. Saringan II, untuk menahan ukuran normal dengan ukuran 16 mesh
3. Saringan III, untuk menahan Kristal yang halus dengan ukuran 24 mesh.
Tahap selanjutnya adalah kristal gula dari saringan II dibawa ke sugar storage bin yang
dilengkapi dengan timbangan untuk mengatur agar gula yang jatuh beratnya 50 kg, gula
kemudian dikemas dalam karung. Setelah gula dikemas dalam karung, maupun dikemas kedalam
plastik kemasan yang kemudian dimasukkan kedalam kardus. Gula yang sudah dikemas
kemudian dimasukkan kedalam gudang gula seperti pada Gambar berikut.

Agar mutu gula dapat terjaga dengan baik, gudang penyimpanan gula harus kering dengan
kelembaban tidak lebih 75%. Gula yang disimpan ditempat yang lembab akan mudah
mendapatkan gangguan dari mikroorganisme terutama Penicillium glaucum, Aspergillus niger
dan Monila nigra serta Monila fusca yang akan menyebabkan terjadinya inverse sukrosa.
Kelompok 2: SUSU
PERTANYAAN:
1. Apakah pengolahan susu kental manis (SKM) sama dengan proses pengolahan susu
evaporasi?
Jawab : Dalam dunia pangan dikenal dua jenis susu evaporasi yaitu sweetened dan
unsweetened. Susu evaporasi sweetened dikenal sebagai kental manis karena dalam
pengolahannya ditambahkan pemanis, sedangkan susu evaporasi unsweetened merupakan
susu evaporasi sesungguhnya yang memiliki cita rasa lebih gurih. Jadi untuk proses
pengolahan kental manis melalui proses evaporasi, namun bukan merupakan produk dari
susu evaporasi atau tidak bisa dinamakan susu evaporasi, karena kental manis perlu proses
lanjutan dengan menambahkan gula dan penambahan kristal laktosa. Sehingga didapat
kesimpulan bahwa pada susu evaporasi tidak adanya penambahan gula atau zat pemanis,
melainkan hanya menguapkan kandungan air atau udara pada susu sapi segar sehingga
diperoleh rasa yang asin pada susu evaporasi.

2. Pada pengolahan susu tahap evaporasi, kenapa menggunakan single effect evaporator type
falling film ?
Jawab : Campuran susu di evaporasi menggunakan single effect evaporator tipe falling film
dikarenakan beberapa hal berikut :
 Luas permukaan lebih luas sehingga memudahkan penguapan (laju penguapan cepat) dan
koefisien perpindahan panasnya baik.
 Penguapan yang terjadi di bawah titik didih air sehingga kalor lebih sedikit. Sebagaimana
pada proses evaporasi susu digunakan temperatur pada 85 0C (di bawah titik didih air).
 Digunakan pada cairan dengan kandungan padatan rendah sehingga cocok untuk susu
 Pada evaporator tipe falling film diinginkan umpan mengalir ke bagian bawah sebagai
lapisan filmn pada bagian tube yang dipanasi. Sedangkan tipe raising film dialirkan dari
bawah ke atas Sehingga falling film lebih cocok untuk larutan yang kental atau viskositas
tinggi seperti susu.
 Evaporator falling film digunakan dalam industry susu untuk memekatkan susu dari 13 %
total padatan menjadi 52 %
Adapun prinsip – prinsip penting evaporator tipe falling film yang sesuai dengan pengolahan
susu adalah :
 Larutan lewat panas harus cukup rendah untuk membatasi terbentuknya nucleate boiling,
yang akan menyebabkan deteriorasi.
 Dibutuhkan perbedaan yang cukup antara suhu permukaan yang dipanasi dengan suhu
jenuh sesuai dengan tekanan uap parsialnya.
 Sistem distribusi larutan pada bagian permukaan larutan memungkinkan untuk
menghasilkan ketebalan film yang seragam.
 Film larutan tipis dengan koefisien perpindahan panas yang memadai

3. Bagaimana cara mengurangi limbah cair susu ?


Jawab : Limbah cair susu merupakan produk yang hilang selama operasi pencucian yang
dilakukan secara intensif selama proses produksi. Untuk mengurangi limbah cair susu dengan
cara mengefektifkan proses pengolahan susu, mulai dari alat proses menggunakan alat-alat
yang efektif dan efisien, kebersihan alat selalu dijaga, bahan baku dan bahan tambahan yang
digunakan adalah bahan yang tidak menghasilkan produk samping, sehingga akan
mengurangi produk yang hilang selama proses dan akan mengurangi limbah cair susu.
Karena limbah cair susu ini memiliki karakteristik khusus yaitu rentan terhadap bakteri, yang
akan menyebabkan pencemaran lingkungan, maka limbah tersebut harus di olah terlebih
dahulu. Dalam hal ini konsep minmimasi waste harus dilakukan misalnya dengan melakukan
perawatan terhadap peralatan secara berkala agar tidak terjadi leakage (kebocoran) dan
pemanfaatan air yang efisien.

Kelompok 3: AROMATIK

PERTANYAAN:
1. Feed yang digunakan adalah mixed feed, bagaimana cara mengontrol operasi mixed feed itu
bagaimana ya? Pada bagian sulfonate ada alat kontak di atas stripper, itu alat apa ya?
Pada di ccr, reaksi cracking akan terjadi apabila tekanan tinggi, sehingga dilakukan pada
tekanan rendah. Alat tersebut adalah airgoon cooler bisa seperti fan, alat berfungsi mengubah
fase uap menjadi cair. Dilakukan control umpan di DCS.

2. Apakah ada penanganan lebih lanjut untuk mengatasi polusi udara yang dihasilkan dari flare?
Agar tidak terjadi polusi udara ialah dengan meninggikan flare, sekitar 8,3 m sehingga polusi
udara yang dihasilkan dapat diminimalisasi. Peralatan tersebut diperlukan penambahan alat
seperti penangkap partikulat berupa fabric filter, scrubber, ESP, dan lainnya.

3. Apakah terdapat proses pemurnian lanjut untuk produk yang dihasilkan?


Apabila kemurnian BTX tersebut telah mencapai spesifikasi kemurnian, maka kemungkinan
tidak dilakukan pemurnian lanjutan.
Kelompok 4: OLEFIN

Olefin dalam kimia organik adalah hidrokarbon tak jenuh dengan sebuah ikatan rangkap dua
antara atom karbon.

Sifat fisika
• Tidak berwarna
• Nonpolar
• Mudah terbakar
• Hampir tidak berbau

POHON INDUSTRI PET

Surfactant Detergen

Polyethylene Plastic
Terephtalate Packaging
Ethylene Ethylene
Ethylene
Oxyde Glycol
Syntetic
Textile
Natural Gas Fiber
Condensate Olefin
Propylene
Naphta Center Ethynol
Residue Paint
Amine

C4

PROSES PENGOLAHAN PET


Polyethylene Terepthalate (PET) dapat diperoleh dengan 2 cara, yaitu melalui reaksi ester
exchange antara dimethylterepthalate (DMT) dengan ethylene glycol (EG) dan melalui reaksi
esterifikasi langsung antara terepthalate acid (TPA) dan ethylene glycol (EG).

Pada dasarnya pembuatan PET dengan reaksi transesterifikasi anatara DMT dengan etilen glikol
dibandingkan dengan reaksi esterifikasi langsung antara terephthalate acid dan etilen glikol,
prinsip kerjanya sama saja. Yang berbeda adalah produk samping yang dihasilkan. Jika pada
reaksi esterifikasi langsung, produk samping yang terbentuk adalah air sedangkan pada reaksi
transesterifikasi, produk samping yang terbentuk adalah methanol.
Untuk menghasilkan PET, terdapat 3 tahapan reaksi, yaitu
1. Persiapan monomer Bis-HIDROEKSIL Terephthalate (BHET)
2. reaksi prepolimerisasi
3. reaksi polikondensasi yang akhirnya akan membentuk PET

Perbandingan Proses
Proses
Parameter
Ester exchange Esterifikasi langsung

Bahan baku DMT dan EG TPA dan EG

Konversi 90 - 95 % 95 - 99 %

Waktu reaksi 4 - 6 Jam 4 - 8 Jam

block diagram pembuatan pet dengan proses esterifikasi langsung:


H2O by product
Kecepatan 50-60 rpm Fresh EG
P = 1 atm x = 97,5%
t = 1,5 jam t = 4 – 8 jam
T = 40 – 65 C T = 250 C
Kolom Distilasi

EG
Slurry Reaktor Excess EG
TGA Mix Tank Mix Tank
Esterifikasi
Rasio
1,4 mol%
Sb2O3
BHE T

Reaktor
T = 260 – 300 C
Polimerisasi

Molten PET

Extruder

PET Chips to Finishing


-Semua bahan baku dari TPA hoper dan EG dicampur sedikit demi sedikit dalam Tangki
Pencampuran dengan kecepatan 50-60 rpm. Kemudian slurry dimasukan kedalam slurry tank
yang dilengkapi jacket pendingin. Rasio perbandingan Etilen Glikol dengan TPA adalah 1.4 mol
%.

-Semua bahan baku yang sudah berbentuk slurry dimasukan ke dalam reaktor esterifikasi.
Selanjutnya katalis antimony trioxide (sb2O3) diumpankan ke dalam reaktor esterifikasi. Dengan
kondisi Temperatur 250 C, Tekanan 1 Kg/cm2G , Waktu tinggal 4 jam, Fase Cair, Konversi 97,5
%. Pada reactor ini reaksi berjalan secara endotermis. Reaksi yang terjadi antara TPA dan EG
membentuk BHET dan Air.

Hasil reaksi berupa uap air dan EG berlebih naik menuju kolom distilasi yang tersambung di
dekat reaktor. BHET dari bagian bawah reaktor esterifikasi dikeluarkan secara grafitasi dengan
bantuan gas N2 sebagai pendorong.

-Kemudian tahapan selanjutnya Merupakan tahap penggabungan molekul-molekul BHET


menjadi PET. Proses polymerisasi berlangsung pada tekanan vakum dan perbedaan temperature.
Dimana Temperatur awal reaktor 260oC, dengan adanya panas dari dowtherm dan pengadukan
44 rpm sehingga temperatur menjadi 300oC. BHET dalam reaktor sedikit demi sedikit
berpolimerisasi membentuk PET sedangkan uap EG yang dihasilkan akan terhisap oleh steam
ejector sedangkan air yang terbentuk akan di tampung

-Kemudian tahap terakhir yaitu tahap ekstruksi, PET dalam bentuk lelehan atau molten PET
yang dihasilkan dari reaktor polimerisasi dimasukan ke dalam die head. Disini terjadi proses
perubahan fisik dari lelehan menjadi strand (serat dengan ukuran cukup besar). Dengan batnuan
N2 bertekanan tinggi lelehan PET ditekan melalui celah spineret yang ada dalam die head pada
temperatur 291 oC. Strand keluar dari die head (lubang spineret) setelah mengalami pendinginan
secara tibatiba dengan air pada suhu 17 oC. Selanjutnya strand masuk USG (Under Strand
Granulator) Cutter untuk dipotong kecil-kecil dengan ukuran 3 x 3 x 5 mm. Untuk mengurangi
kadar air, chips PET disemprotkan dengan udara.

APLIKASI
Di antara sekian banyak macam plastik, polietilena tereftalat (PET) adalah salah satu plastik
yang memegang peran penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Jadi kalau teman teman
menemukan kemasan atau produk plastik dengan simbol daur ulang angka 1, maka artinya
produk plastik tersebut terbuat dari bahan plastik polietilena tereftalat (PET).

Polietilena tereftalat (PET) digunakan dalam berbagai macam pengaplikasian antara lain:

 Botol air mineral dan soda, karena sifatnya yang tahan air dan tahan kelembapan
 Plester atau perekat, karena memiliki tingkat kekuatan yang cukup tinggi
 Kemasan makanan, karena sifatnya yang cukup kedap udara dan tahan terhadap zat kimia
PET juga sering digunakan dalam industri tekstil. Kain poliester PET memiliki beberapa
keunggulan antara lain seperti: kuat, fleksibel, dan tidak mudah kusut dan mengkerut seperti kain
kapas.

Selain industri tekstil, plastik PET juga dapat diaplikasikan ke dalam industri otomotif, yang
dapat diolah menjadi: tangkai wiper

Tentunya dari banyaknya kelebihan dari plastic PET, plastik PET memiliki kekurangan yaitu
dapat berubah bentuk jika bersentuhan dengan air mendidih

PROSES PEMBUATAN BOTOL PET dengan stretch blow mold

Adapun tahapan prosesnya yaitu

1. Plastik dalam keadaan melting diinjeksikan kedalam kaviti dalam bentuk bakalan
2. Plastik di stretching (diregangkan) sesuai dimensi yang diperlukan
3. Udara di tiupkan sehingga plastik mengembang dan menempel sesuai bentuk mold
4. Cetakan membuka untuk mengeluarkan produk

ASPEK SAFETY DAN LINGKUNGAN

Pada proses pembuatan PET dihasilkan limbah cair. Limbah yang dihasilkan berupa limbah
organik yaitu H2O,etilen glikol. Pengolahan ini bertujuan agar saat dibuang ke badan air tidak
berbahaya atau mencemari lingkungan dan sebagian dapat dimanfaatkan kembali. Adapun
pengolahan yang dilakukan terdapat 2 tahap penting yaitu :

1. Tahap primer
2. Tahap sekunder

LIST PERTANYAAN
1. Terdapat 2 proses BHET, yang paling banyak digunakan di industry yang bagian mana?
Produk PET ada 2, chip Pet dan benang perbedaan prosesnya apa?
Proses yang paling banyak digunakan adalah esterifikasi langsung.
Perbedaannya dilihat dari proses polimerisasi, dimana PET akan dimasukan ke dalam
spinning untuk membentuk benang. Sedangkan chip, produk tersebut dilakukan pendinginan
saja setelah proses polimerisasi. Derajat polimerisasi berpengaruh.

2. Jalur petrokimia tidak hanya dari olefin, bisa tidak diuraikan secara ringkas? Perbedaan
industry hulu dan hilir apa ya?
Industri hulu yang mengolah bahan dasar menjadi produk setengah jadi, sedangkan produk
hilir dari produk setengah jadi menjadi produk jadi yang dapat langsung digunakan.
3. Apakah semua botol PET dapat di daur ulang?
Tidak semua botol PET bisa diproses, Botol PET yang tidak dapat diproses (reject), yaitu
kemasan berbentuk jar/ toples atau botol yang sebelumnya digunakan untuk menyimpan
rokok, deterjen, kosmetik, obat, oli, cat, senyawa kimia lainnya (air radiator, sabun pencuci
piring, sabun mandi), serta baterai.

4. Fungsi dari kode pada PET?


Jadi kenapa ada kode2 pada tiap plastic, gunanya untuk memberikan informasi tentang jenis
bahan, cara pembuatan dan dampak pemanfaatannya bagi pemakai.
Seperti yang kita ketahui, contoh kode 1 untuk PET kode ini biasa dipakai untuk air mineral.
Bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air hangat apalagi panas,
akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat
karsinogenik (yang dapat menyebabkan kanker) dalam jangka panjang.
Kemudian ada kode 2 HDPE (high density polyethylene), kode 2 biasa dipakai untuk botol
susu yang berwarna putih susu, tupperware, galon air minum. Dan kode kode lainnya

5. Karakter apa yang ada di PET sehingga mudah direcycle drpd yang lainnya?
bersifat jernih dan transfaran, kuat, tahan pelarut, kedap gas dan air, melunak pada suhu 180
C dan mencair degan sempurna pada suhu 200.

6. Bagaimana daur ulang PET dan hasil daur ulangnya untuk apa?
Langkah daur ulang botol PET:
Penghilangan label dan hiasan pada produk PET, Penghancuran produk PET menjadi bagian-
bagian kecil, pencucian intensif, seteleh pencucian PET tersebut dicampur dalam feedstcock
untuk membuat produk PET baru.
Hasilnya:
-feedstock sebagai bahan bakar untuk furnace yang digunakan untuk produksi baja
-dapat digunakan sebagai campuran bahanbaku pembuatan busa polyurethane

7. Jelaskan dengan singkat PET dengan BPA? Pemilihan proses kenapa memilih konversi
daripada waktu reaksi yang lebih sedikit?
Bahan utama pembuatan plastik polikarbonat
adalah senyawa bisphenol A (BPA). BPA dapat masuk ke dalam tubuh manusia
terutama karena kemampuannya bermigrasi ke dalam bahan makanan yang
dikemas. BPA berpotensi mengakibatkan ketidaknormalan perkembangan
endometrium yang dapat menyebabkan infertilitas serta meningkatkan risiko
terkena kanker payudara. Botol plastik yang memang diperuntukkan untuk wadah air minum
aman untuk digunakan berkali-kali. Pastikan botol plastik tersebut bertuliskan “BPA-free”
atau “No-BPA”, lalu terbuat dari PET (polyethylene terephthalate), polypropylene atau
polyethylene, dan berkode daur ulang, 1, 2, 4, dan 5. Pilih yang tidak tembus cahaya,
berwarna transparan dan bukan yang berwarna atau buram untuk menghindari risiko kecil
dari zat pewarna yang ditambahkan pada plastic
8. Mengapa senyawa hidrokarbon olefin hanya ada di minyak bumi tetapi tidak di crude oil?
Apakah benar kode 01 hanya bisa satu kali direcycle? Bagaimana keterkaitan malah bisa di
daur ulang?
jadi Pada bidang refining, diketahui ada empat jenis hidrokarbon, yaitu parafin, naften,
olefin, dan aromat. Dari keempat jenis hidrokarbon tersebut, hanya parafin, naften, dan
aromat yang terdapat pada crude oil. Senyawa hidrokarbon olefin (CnH2n) merupakan
senyawa yang terbentuk pada saat pemrosesan minyak bumi (refining). Karena sifatnya yang
tidak stabil, senyawa ini cenderung reaktif dan mudah berpolimerisasi dan membentuk gum
(damar). Oleh karenanya, senyawa olefin tidak terdapat pada crude oil karena pada dasarnya,
apa yang terbentuk di alam (secara alamiah) dalam keadaan stabil.seperti itu mbaaa
Senyawa ini juga tidak terdapat didalam crude oil, tetapi terbentuk pada saat proses
pengolahannya. Diolefin tidak stabil dan akan berpolimerisasi membentuk gum (damar)
Senyawa Olefinic sangat jarang terkandung dalam crude oil, karena senyawa ini merupakan
hasil dari dekomposisi dari senyawa hidrokarbon lainnya. Senyawa Olefinic dengan
konsentrasi tinggi dapat kita peroleh sebagi produk dari Thermal cracking dan Catalytic
cracking.

KELOMPOK 5: PENGOLAHAN CPO

Proses pengolahan CPO


Refining proses ini dikenal juga dengan proses pemurnian yang mengolah CPO menjadi
RBDPO, tujuannya untuk menghilangkan pengotor yang larut di dalam CPO contohnya seperti
serat, air, dan lainnya. Proses refining ini ada 2 metode yaitu physical refining dan chemical
refining. Pada presentasi ini memilih proses refining dengan metode physical refining.
Terdiri dari 3 tahapan proses yaitu:
1. Degumming atau proses penggumpalan dilakukan untuk menghilangkan gum berupa getah
atau lendir dengan mereaksikan CPO dengan asam fosfat sehingga gum akan terikat menjadi
gumpalan-gumpalan. Pertama-tama, minyak CPO akan dipompa ke dalam pipa untuk
dipanaskan terlebih dahulu dengan menggunakan heat exchanger dimana proses pemanasan
dilakukan pada suhu 90-110°C dengan resident time sebesar 15-30 menit. Setelah itu, CPO
akan dipompa masuk ke dalam tank mixing, dan selama pemompaan CPO akan ditambahkan
oleh phosphoric acid dengan konsentrasi 80-85% sebanyak 0,05-0,2% dari berat CPO.
2. Bleaching atau pemucatan warna bertujuan untuk memisahkan substansi penghasil warna
sehingga warna CPO hasil bleaching menjadi lebih pucat. Minyak yang keluar dari tangki
degumming dialirkan ke tangki bleacher. Dalam tangki bleacher ini CPO hasil degumming
ditambahkan dengan bleaching earth sebanyak 0,6%-2% dari berat CPO masuk dengan
kondisi operasi T= 95-110 C. Setelah dari tank pencampuran, campuran Bleaching Earth dan
CPO akan dimasukkan ke dalam satu tank sebelum masuk ke dalam proses filtrasi tujuannya
untuk menurunkan suhu dari CPO. Tahapan selanjutnya adalah proses filtrasi, proses ini
bertujuan untuk mengurangi bleaching earth yang terkandung di dalam CPO sehingga
didapatkan minyak yang lebih bening berwana orange terang yang dikenal dengan RBPO.
3. Deodorization atau penghilangan bau bertujuan untuk menghilangkan bau yang disebabkan
karena adanya kandungan aldehid, keton, dan asam lemak bebas yang ada dalam minyak
melalui kondensasi pada suhu tinggi. Minyak (RBPO) yang merupakan minyak hasil proses
degumming dan bleaching akan dipanaskan terlebih dahulu di dalam suatu heat exchanger
pada suhu 240-270°C dengan tekanan vakum sebesar 2-5 mmHg. Setelah itu, minyak
(RBPO) akan masuk ke dalam tank economizer dan kemudian akan masuk ke dalam tank
final eter untuk memudahkan memisahkan RBPO dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate).
Sebelum RBPO masuk ke deodorization tank, RBPO harus dideaerasi (menghilangkan
udara) terlebih dahulu. Proses deodorization dilakukan dengan menggunakan panas pada
tekanan vakum dan pada waktu yang telah ditentukan menghasilkan minyak Refined
Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang tidak berasa dan berwarna cerah.

RBDPO yang dihasilkan didinginkan dan difiltrasi terlebih dahulu sebelum dilanjutkan ke tahap
selanjutnya yaitu tahap fractional process atau tahap pemisahan.
Tujuannya untuk memisahkan olein dan stearin dari RBDPO. Olein ini yang kemudian
digunakan sebagai minyak goreng, sedangkan stearin yang merupakan produk samping dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan margarin dan shortening. Pada fractionation process
terdiri dari 3 metode yaitu dry, detergent dan solvent. Pada presentasi ini yang akan dijelaskan
dengan menggunakan metode dry.

Terdapat 2 tahapan proses yaitu:


1. Proses kristalisasi yang bertujuan untuk mengkristalkan olein.
Mula-mula RBDPO yang keluar dari tangki penampungan RBDPO (T-1901) bersuhu ±50oC
dipanaskan dalam PHE digunakan steam. Setelah mencapai suhu 65oC, RBDPO mulai
didinginkan dalam crystallizer (T-1911) sampai suhu ±17oC dengan media pendingin
cooling tower yang memiliki suhu ±30oC, dan dilanjutkan dengan pendinginan
menggunakan chilled water yang memiliki suhu ±10oC. Jika proses kristalisasi selama 8
jam/cycle, maka RBDPO dialirkan dalam empat crystallizer.
2. Proses pemisahan antara olein dan stearin dengan menggunakan plate and frame filter press.
Setelah keluar dari tangki crystallizer, RBDPO dipompa menuju tangki penampung
sementara (T-451) kemudian dilanjutkan ke plate and frame filter press untuk memisahkan
olein dan stearin. RBDPO yang masuk plate and frame filter press akan diproses ±30 menit.
RBDPO yang tersisa setelah proses akan ditekan (squeeze) dengan tekanan 20 bar untuk
mendorong olein keluar melalui proses filtrasi di plate and frame filter press akan dipompa
menuju tangki penyimpanan olein. Stearin yang tertahan pada membran filter dimasukkan ke
dalam tangki penampungan stearin yang dilengkapi dengan pemanas steam agar stearin yang
membeku di tangki penampungan dapat mencair kembali kemudian dialirkan ke dalam
tangki penyimpanan stearin.

Shortening
Shortening dapat didefinisikan sebagai sebuah lemak yang dapat dikonsumsi (dimakan) yang
digunakan untuk mencegah terjadinya pembentukan matriks gluten dalam produk pangan,
umumnya untuk baked goods. Produk shortening biasanya digunakan dalam proses shorten atau
tenderize suatu produk pangan sebelum dipanggang
Flow diagram : 1. Oil blend tank 2. GS high-pressure pump 3. GS Perfector 4. GS pin rotor
machine (Crystallizer dan tempering process) 5. Homogenizing arrangement 6. Filling machine
(packaging).

Terdapat 2 tahapan proses pembuatan shortening yaitu pretreatment process dan treatment
shortening.
Pada tahap pre treatment:
1. Hidrogenation: olein menjadi minyak terhdirogenasi fasa semi solid
Hidrogenasi adalah proses adisi hidrogen terhadap ikatan rangkap pada rantai asam lemak, di
mana terjadi penambahan atom hidrogen pada atom karbon yang memiliki ikatan rangkap.
Proses ini merupakan proses modifikasi untuk mengkonversi asam lemak tidak jenuh
menjadi asam lemak jenuh. Proses hidrogenasi harus dilaksanakan pada temperatur yang
tinggi, sekitar 140-2250C, serta menggunakan gas hidrogen dengan tekanan sekitar 60 psig.
Perlu diketahui bahwa proses hidrogenasi merupakan reaksi kimia eksoterm, di mana dalam
reaksinya akan dihasilkan panas reaksi. Selama proses hidrogenasi dilaksanakan, biasanya
juga dilakukan pengadukan pada larutan minyak panas, katalis logam, dan gas hidrogen
bertekanan tersebut. Produk yang dihasilkan dapat berupa minyak yang terhidrogenasi
dengan sempurna atau sebagian terhidrogenasi. Namun, pada umumnya untuk proses
pembuatan shortening produk akhir yang diinginkan adalah minyak yang terhidrogenasi
dengan sempurna. Minyak yang terhidrogenasi akan berfasa padatan atau semi-solid pada
temperatur kamar dan memiliki umur simpan yang relatif panjang
2. Melting tank
Pasca proses hidrogenasi, minyak ataupun lemak nabati maupun hewani akan terkonversi
menjadi minyak dengan fasa semi padat pada temperatur kamar atau minyak dengan tingkat
plastisitas tertentu. Upaya untuk memperoleh campuran minyak atau lemak yang
menghasilkan produk shortening yang baik mengharuskan dilakukannya proses pelelehan
minyak/lemak. Jika minyak sawit digunakan sebagai bahan utama pembuatan shortening,
proses pelelehan berfungsi untuk melelehkan fasa padat (stearin) dari minyak sawit. Untuk
memastikan minyak atau lemak yang dicampurkan untuk membuat produk shortening
meleleh, proses pelelehan ini biasanya dilakukan pada temperatur 70oC.
3. Blending
Proses pelelehan dari satu jenis minyak/lemak ataupun berbagai jenis campuran
minyak/lemak akan diikuti proses lanjutan, yaitu blending atau pencampuran. Yang
dimaksud dengan pencampuran adalah pencampuran dari satu jenis atau lebih minyak/lemak
dan juga pencampuran beberapa aditif lainnya, seperti plastisizer, emulsifier, dan
antioksidan. Proses pencampuran biasanya dilakukan secara batch di dalam tangki
pencampuran, namun dengan proses pengadukan yang kontinu. Proses pencampuran
biasanya dilakukan pada rentang temperatur 50-55oC. Pencampuran dilakukan hingga semua
bahan beserta minyak/lemak tercampur secara homogen.

Tahap treatment shortening. Dari hasil pencampuran di blending tank dilakukan proses kritalisasi dan
tempering.
1. Pre Kristalisasi
Kristalisasi minyak pada dasarnya adalah proses pendinginan minyak sampai mencapai suhu
tertentu dimana terbentuk kristal. Kecepatan pengaduk pada saat mulai terbentuk kristal perlu diatur
agar jangan terlalu lambat atau terlalu cepat. Jika pengadukan terlalu lambat akan terjadi pendinginan
tidak merata sehingga daerah sekitar dinding pendingin dari alat kristalisasi terjadi pembentukan
kristal yang berlebihan, sedangkan daerah sekitar pusat tabung kristalisasi, kristal kurang
berkembang dengan baik. Biasanya, daya kecepatan perputaran pengadukan yaitu 30 rpm dan 15
rpm.
2. Kristalisasi
Campuran minyak pertama-tama dilelehkan lalu diumpankan ke dalam scraped-surface heat
exchanger (A-Unit) di mana minyak sangat dingin (supercooled), yaitu dengan suhu 17˚C-28˚C dan
sebagian mengkristal.
3. Tempering
Proses tempering dilakukan untuk mendapatkan tekstur shortening yang cukup baik, tekstur yang
tidak mudah meleleh dengan perubahan suhu.Terumata suhu ketika produk keluar dari gudang
penyimpanan hinga pendstribusian sampai ke tangan konsumen. Metode yang ada saat ini adalah
dengan melakukan tempering di suhu 75-85°F selama 24 jam atau lebih. Hal ini ditujukan agar
mendapatkan tekstur shortening yang baik (tidak mudah meleleh pada temperature pemakaian).

PERTANYAAN:
1. Sebelumnya di bagian refining proses pembuatan olein dijelaskan physical dan chemical.
Perbedaan antara keduanya apa ya? Dan mengapa kalian memilih physical daripada chemical
refining?
Perbedaan proses physical dan chemical refining terletak pada proses yang untuk
menghilangan komponen FFA yang terdapat di dalam minyak. Kalau physical ada
degumming, bleaching dan deodorization sedangkan chemical terdapat tahapan netralisasi
dan aciditation. Metode physical refining karena cenderung lebih efektif dalam hal biaya,
lebih efisien, dan lebih sederhana dibandingkan dengan chemical refining, %yield yang
dihasilkan juga lebih besar drpd chemical refining.

2. Apa bedanya shortening dengan mentega dan butter?


Shortening jauh lebih padat/keras dibanding mentega biasa, karena kadar airnya jauh lebih
sedikit dibanding mentega. Rasanya pun tawar, tidak gurih seperti mentega yang terbuat dari
susu dan warnanya putih. Berdasarkan kandungan dan komposisi kimia yang dikandung,
shortening dan butter berbeda satu sama lain secara signifikan. Shortening merupakan bahan
yang terdiri dari 100% lemak.Umumnya, shortening dibuat dari lemak hewani dan minyak
nabati. Sedangkan butter adalah bahan yang hanya memiliki kandungan lemak yang tinggi.
Biasanya butter dibuat dari bahan-bahan dairy, sehingga di dalamnya masih terkandung
partikel-partikel padatan lain (partikel bukan lemak) dan air. Hal tersebut akan
mengakibatkan butter meleleh pada temperatur yang lebih rendah dan dengan laju pelelehan
yang lebih cepat dibandingkan shortening.

3. Tadi di bilang saat proses pretreatment, hidrogenasi bisa memperpanjang umur minyak yah?
Alasannya kenapa ?
Hidrogenasi adalah proses adisi hidrogen terhadap ikatan rangkap pada rantai asam lemak, di
mana terjadi penambahan atom hidrogen pada atom karbon yang memiliki ikatan rangkap.
Modifikasi yang terjadi adalah peristiwa konversi asam lemak tidak jenuh menjadi asam
lemak jenuh, akibat terjadinya penghilangan ikatam rangkap yang terkandung di dalam
minyak dan lemak alami. Sifat plasticity yang timbul dari molekul jenuh dalam minyak
terhidrogenasi akan menyebabkan minyak menjadi lebih stabil, di mana hal itu berarti
minyak menjadi tidak mudah dan cepat memisah dan rusak seperti yang terjadi pada minyak
tidak jenuh.
KELOMPOK 6: RUBBER
Crumb rubber adalah karet kering yang secara umum diproduksi melalui tahapan:
• Pembersihan dan pengecilan ukuran
• Penggilingan
• Pencacahan
• Pengeringan
Bahan baku crumb rubber:
• Getah karet segar  SIR 3
• Slab/Lump/bokar  SIR 5/10/20
Bahan baku yang diperoleh industri karet berasal dari industri perkebunan, bahan baku tersebut
berbentuk lateks dan dari perkebunan rakyat berbentuk koagulum yang sudah diawetkan dengan
asam sulfit. Bahan baku tersebut harus dibersihkan dan juga harus dalam kondisi stabil. Tahap
pertama bokar akan dimasukan ke slab cutter yang berfungsi sebagai pencacahan pertama bokar
menjadi potongan-potongan karet yang berukuran kecil. Pencacahan juga berfungsi untuk
memperluas bidang permukaan sehingga pencucian lebih efektif. Kemudian cacahan tersebut
akan ditampung pada twin screw prebreaker yang berfungsi untuk melakukan pencucian cacahan
bokar dari mesin slab cutter untuk membersihkan bokar dari pasir atau batu - batuan halus yang
masih menempel pada bokar. Bak twin screw prebreaker atau bak blending dilengkapi dengan
alat pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk cacahan bokar agar tidak menggumpal dan
membantu percepatan dalam proses pembersihan. Bak blending juga dilengkapi dengan sejumlah
timba - timba yang digerakkan oleh electromotor untuk mengangkut cacahan bokar dari bak
blending untuk selanjutnya dimasukkan kedalam mesin Hammer mill. Hammer mill berfungsi
Sebagai pemecah lanjutan sehingga diperoleh ukuran material yang lebih kecil. Kemudian
material bokar yang ukurannya lolos akan dimasukkan ke mesin creeper yang berfungsi untuk
Menggiling cacahan karet menjadi lembaran/ blangket yang tipis sehingga diperoleh
keseragaman bahan baku. Setelah itu, karet yang sudah dalam bentuk lembaran akan memasuki
mesin shredder yang berfungsi untuk merajang lembaran/ blangket menjadi butiran karet.
Kemudian butiran karet ini dikeringkan dengan menggunakan tunnel dryer pada temperatur 110-
120 C. setelah butiran karet kering maka akan di press ukurannya menggunakan hydraulic press
yang berfungsi untuk memadatkan butiran karet yang sudah kering menjadi bandela dengan berat
35 Kg, sekaligus pengambilan sampel untuk analisa Laboratorium. Kemudian bandela akan
dikemas menjadi bentuk pallet dan disimpan di gudang produksi dan siap untuk didistribusikan.

KELOMPOK 7: HASIL LAUT

Berikut adalah langkah-langkah berdasarkan penelitian ekstensif tentang pemrosesan minyak


ikan cod dan pasar (lihat sumber di bawah). Harap dicatat bahwa beberapa langkah mungkin
sedikit berbeda, opsional atau gabungan, tergantung pada pabrikannya (Misalnya, beberapa
merek tidak memperkuat minyak mereka, sehingga produk akhir yang diproses secara inheren
rendah vitamin).

 Alkali refining: Menghilangkan asam lemak bebas.


 Bleaching: Karena minyak hati ikan kod dapat kehilangan kesegarannya (yang terjadi
dengan cepat), minyaknya berubah dari warna emas pucat yang bagus menjadi keruh.
Akhirnya, minyak berubah warna menjadi coklat. Bleaching dilakukan untuk
menghilangkan warna tersebut dan minyak dapat tampak jernih.
 Winterization: Menghilangkan lemak jenuh dan stearin (yang mengeras saat
didinginkan).
 Deodorization: steam stripping process dimana uap diinjeksikan ke dalam minyak
dengan tekanan rendah dan suhu tinggi untuk menguapkan Free Fatty Acid (FFA) dan
menghilangkan bau minyak.
 Molecular distillation: merebus minyak hingga lebih dari 375 ℉, untuk menghilangkan
pestisida, dan banyak kandungan vitamin dan nutrisi untuk minyak ikan.
 Addition of synthetic and “natural” vitamins: Kebanyakan produsen minyak ikan cod
akan menambahkan vitamin D3 dari lanolin untuk mengkompensasi vitamin D3 yang
hancur dalam pemrosesan. Lanolin dipisahkan dari lemak wol, dimurnikan, dan diberi
radiasi ultraviolet B (UVB). Beberapa produsen juga akan menambahkan vitamin A
untuk menggantikan vitamin A yang dihancurkan dalam pemrosesan.
 Addition of synthetic and/or highly processed antioxidants: Karena minyak ikan cod
tidak memiliki cukup antioksidan alami, maka perlu ditambahkan antioksidan. Kualitas
antioksidan sangat bervariasi.
 Addition of synthetic flavors: rasa Mint , stroberi, lemon, atau perasa lainnya
ditambahkan untuk menutupi rasa asli dari ikan.

Lebih detail tentang setiap langkah dalam proses standar yang digunakan oleh merek besar

Penangkapan ikan : Minyak hati ikan kod memiliki sekitar 9% EPA dan 14% DHA, sedangkan
minyak ikan umumnya mengandung sekitar 18% EPA dan 12% DHA.

Cod liver oil extraction: Setibanya di fasilitas pemrosesan, hati ditumbuk dan kemudian
dipanaskan untuk waktu yang lama atau dilakukan cold pressed secara mekanis untuk
mengekstraksi minyak ikan. hati yang tersisa kemudian dipanaskan dan dimasukkan ke dalam
botol untuk menghilangkan bagian padat. Kemudian disentrifugasi utuk memisahkan hati
menjadi minyak mentah, air dan lumpur. Pada tahap ini, minyak mentah yang dimaksudkan
untuk konsumsi manusia diproses lebih lanjut, sedangkan residunya dikeringkan untuk
menghasilkan tepung hati untuk dijual sebagai ikan dan pakan ternak. Sebagian besar tepung
hati ikan kod dikirim ke Asia Tenggara untuk industri pakan udang.

Setelah diekstraksi, minyak dipanaskan dengan suhu tinggi selama beberapa tahap. Yaitu :
tahap degumming (212 ℉), penghilang bau (374 ℉ atau lebih tinggi), dan distilasi molekuler
(375 ℉).

Carbon Treatments: Carbon Treatments dilakukan untuk menghilangkan dioksin, furan, dan
hidrokarbon polyaromatik (PAH), yang beracun. Uni Eropa merekomendasikan pengurangan
dioksin, furan, dan PCB dalam pakan dan makanan. Ini menjadi acuan pemprosesan untuk
sumber makanan tertentu, termasuk ikan yang dibudidayakan, untuk mendorong negara-
negara anggota untuk secara proaktif mengurangi tingkat dioksin. Ketika kontaminan ini
ditemukan pada ikan yang ditangkap di alam liar, penyebabnya adalah karena adanya
pencemaran lingkungan.
Degumming: Minyak mentah dihidrasi, dipanaskan hingga 212 ℉, dan diolah dengan asam
fosfat untuk memisahkan fosfolipid, resin, protein, mineral, dan bahan intrinsik lainnya untuk
minyak hati ikan kod. Alasan utama untuk menghilangkan fosfolipid adalah bahwa beberapa
senyawa, terutama garam kalsium dan magnesium dari asam fosfatidat dan lisofatidat, adalah
pengemulsi yang kuat. Jika senyawa ini tetap berada dalam Alkali refining or neutralization,
mereka dapat menghambat proses pemisahan. Fosfolipid (disebut juga fosfotida) akan bereaksi
dengan air membentuk sedimen yang tidak larut.

Alkali refining or neutralization: Menghilangkan asam lemak bebas. Selain itu, untuk
menghilangkan fosfolipid, dan bahan yang larut dalam air, minyak harus dimurnikan dengan
alkali. Proses ini menghasilkan sabun yang harus dibuang dengan air atau pencucian dengan
uap, dilanjutkan dengan sentrifugasi.

Water washing: Water washing dan silica treatment dilakukan untuk menghilangkan sabun
karena adanya proses Alkali refining, dan untuk menghilangkan jejak logam lainnya.

Drying: Pengeringan menghilangkan kelembapan dari proses water washing. Kelembaban,


panas, oksigen, cahaya dan logam reaktif semakin menurunkan kadar minyak.

Bleaching: Karena minyak hati ikan kod dapat kehilangan kesegarannya (yang terjadi dengan
cepat), minyaknya berubah dari warna emas pucat yang bagus menjadi keruh. Akhirnya, minyak
berubah warna menjadi coklat. Bleaching dilakukan untuk menghilangkan warna tersebut dan
minyak dapat tampak jernih.

Winterization: Menghilangkan lemak jenuh dan stearin (yang mengeras saat didinginkan).

Deodorization: steam stripping process dimana uap diinjeksikan ke dalam minyak dengan
tekanan rendah dan suhu tinggi untuk menguapkan Free Fatty Acid (FFA) dan menghilangkan
bau minyak.

Molecular distillation: merebus minyak hingga lebih dari 375 ℉, untuk menghilangkan
pestisida, dan banyak kandungan vitamin dan nutrisi untuk minyak ikan.

Addition of synthetic and “natural” vitamins: Kebanyakan produsen minyak ikan cod akan
menambahkan vitamin D3 dari lanolin untuk mengkompensasi vitamin D3 yang hancur dalam
pemrosesan. Lanolin dipisahkan dari lemak wol, dimurnikan, dan diberi radiasi ultraviolet B
(UVB). Beberapa produsen juga akan menambahkan vitamin A untuk menggantikan vitamin A
yang dihancurkan dalam pemrosesan.

Addition of synthetic and/or highly processed antioxidants: Karena minyak ikan cod tidak
memiliki cukup antioksidan alami, maka perlu ditambahkan antioksidan. Kualitas antioksidan
sangat bervariasi.
Addition of synthetic flavors: rasa Mint , stroberi, lemon, atau perasa lainnya ditambahkan
untuk menutupi rasa asli dari ikan.

ALGINAT

Alginat diekstrak dari rumput laut coklat (Phaeophyceae), misalnya Laminaria dan Sargassum.
Asam alginat adalah suatu polisacharida yang terdiri dari D-mannuronic acid dan L-guluronic
acid yang merupakan asam-asam karbosiklik (R-COOH) dengan perbandingan mannuronic
acid/guluronic acid antara 0,3–2,35.

Alginat biasanya digunakan dalam bentuk garam misalnya garam Sodium, Calsium, Potasium
dan Amonium dan juga dalam bentuk ester seperti Propylene glycol alginat. Sodium alginat
komersil mempunyai berat molekul antara 32.000–200.000 dengan derajat polimer 180 – 930.
Asam alginat dan garam Calciumnya sangat sedikit larut dalam air, sedangkan garam Sodium,
Potasium dan Amonium serta Propylene esternya larut dalam air panas dan air dingin.

Proses pengolahan :

 Sebelum diolah rumput laut dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti pasir dan
pecahan-pecahan batu karang. Pencucian dilakukan dengan menyemprotkan air. Supaya
bisa disimpan agak lama, rumput laut perlu dikeringkan. Pengeringan dapat
menggunakan sinar matahari atau alat-alat pengering misalnya drum dryer, kemudian
disimpan dalam gudang. Bila kontinuitasnya terjamin, rumput laut dapat langsung
diolah tanpa dikeringkan dahulu.
 Rumput laut kering dari gudang penyimpanan sebelum diolah lebih lanjut dicuci kembali
dangan air untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang mungkin terikut selama penyim-
panan dan transportasi.
 Untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang larut dalam alkali, rumput laut direndam
dalam larutan 0,5% NaOH pada 50–60°C selama 30 menit.
 Kemudian direndam dalam 0,5% HCL pada temperatur ruang selama 30 menit untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang larut dalam asam dan juga untuk merubah garam-
garam alginat dalam rumput laut menjadi asam alginat.
 Setelah dicuci dengan air panas 45°C selama 30–60 menit, rumput laut dipotong-potong
untuk kemudian diekstraksi.
 Ekstraksi dilakukan pada 60–70°C selama 60 menit dengan larutan Na 2CO3 12–13%.
Untuk mempermudah pemisahan larutan alginat dengan residu, biasanya ditambahkan
air sebanyak empat kali volumenya.
 Larutan alginat dipisahkan dari residu dengan floating tank, kemudian untuk
memisahkan kotoran-kotoran yang terikut larutan dimasukkan kedalam pemisah
centrifugal.
 Larutan dibersihkan dalam Bleaching tank dengan menambahkan larutan 12% NaOH
sebanyak 1/10 volume larutan.
 Pembentukan gel asam alginat dilakukan dengan menambahkan larutan 10%
H2SO4 sebanyak 1/10 volume larutan alginat dan dimasukkan bersama-sama kedalam
tangki coagulasi.
 Gel asam alginat dipisahkan dari larutan dengan filtrasi atau pemisah Centrifugal.
 Asam alginat dirubah menjadi sodium alginat dengan menambahkan bubuk Na 2CO3 dan
metyl alkohol.
 Sodium alginat kemudian dipisahkan dari larutan dengan filtrasi. Metyl alkohol dalam
filtrat dapat diambil kembali dengan distilasi.
 Sodium alginat dikeringkan dan dihaluskan menjadi bubuk 80–100 mesh.

"Alginat" adalah istilah yang biasanya digunakan untuk garam asam alginat, tetapi juga bisa
merujuk pada semua turunan dari asam alginat dan asam alginat itu sendiri; dalam beberapa
publikasi istilah "algin" digunakan sebagai pengganti alginat. Alginat hadir di dinding sel alga
coklat sebagai garam kalsium, magnesium dan natrium dari asam alginat. Tujuan dari proses
ekstraksi adalah untuk mendapatkan natrium alginat kering, bubuk. Alasan di balik ekstraksi
alginat dari rumput laut adalah mengubah semua garam alginat menjadi garam natrium,
melarutkannya dalam air, dan menghilangkan residu rumput laut dengan penyaringan. Alginat
kemudian harus diambil kembali dari larutan. Larutan sangat encer dan penguapan air tidak
ekonomis. Ada dua cara berbeda untuk mendapatkan alginat.

Yang pertama adalah menambahkan asam, yang dapat menyebabkan terbentuknya asam
alginat; asam ini tidak larut dalam air dan asam alginat padat dipisahkan dari air. Asam alginat
terpisah sebagai gel lunak dan sebagian air harus dihilangkan. Setelah proses ini, alkohol
ditambahkan ke asam alginat, diikuti oleh natrium karbonat yang mengubah asam alginat
menjadi natrium alginat. Natrium alginat tidak larut dalam campuran alkohol dan air, sehingga
dapat dipisahkan dari campuran, dikeringkan dan digiling hingga ukuran partikel dapat
disesuaikan, tergantung pada aplikasi khususnya.

Cara kedua untuk mendapatkan natrium alginat dari larutan ekstraksi awal adalah dengan
menambahkan garam kalsium. Inilah yang menyebabkan kalsium alginat terbentuk dengan
tekstur berserat. Kalsium alginat yang dipisahkan dari suspensi dalam air ditambahkan asam
untuk mengubahnya menjadi asam alginat. Asam alginat berserat ini mudah dipisahkan,
ditempatkan dalam mixer dengan adanya alkohol, dan natrium karbonat secara bertahap
ditambahkan ke pasta sampai semua asam alginat diubah menjadi natrium alginat. Pasta
natrium alginat terkadang diekstrusi menjadi pelet yang kemudian dikeringkan dan digiling.

Hal-hal penting dari proses ini diilustrasikan dalam diagram alir pada Gambar bagian Kiri.

Kesulitannya terletak pada penanganan material yang dihadapi dalam proses.

Untuk mengekstrak alginat, rumput laut dipecah menjadi beberapa bagian dan diaduk dengan
larutan alkali panas, biasanya natrium karbonat. Selama sekitar dua jam, alginat larut sebagai
natrium alginat menghasilkan bubur (slurry) yang sangat kental. Bubur ini juga mengandung
bagian rumput laut yang tidak larut terutama selulosa. Residu yang tidak larut ini harus
dikeluarkan dari larutan. Larutannya terlalu kental (viscous) untuk disaring dan harus
diencerkan dengan air dalam jumlah yang sangat banyak. Setelah pengenceran, larutan dipaksa
melalui kain saring di saringan tekan. Namun, potongan residu yang tidak larut sangat halus dan
dapat dengan cepat menyumbat kain saringan.

Oleh karena itu, sebelum penyaringan dimulai, bantuan penyaringan, seperti tanah diatom,
harus ditambahkan; hal ini dilakukan untuk menahan sebagian besar partikel halus dari
permukaan kain saring dan memfasilitasi penyaringan. Namun, bantuan filter ini mahal dan
dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap biaya. Untuk mengurangi jumlah
bantuan filter yang dibutuhkan, beberapa prosesor memaksa udara masuk ke dalam ekstrak
saat diencerkan dengan air (ekstrak dan air pengencer dicampur dalam mixer in-line yang
memaksa udara masuk).
Gelembung udara halus menempel pada partikel residu. Ekstrak yang diencerkan dibiarkan
selama beberapa jam sementara udara naik ke atas, membawa partikel residu bersamanya.
Campuran udara dan residu berbusa ini dikeluarkan dari atas dan larutan ditarik dari bawah dan
dipompa ke filter.

Langkah selanjutnya adalah pengendapan alginat dari larutan yang disaring, baik sebagai asam
alginat atau kalsium alginat.

Kerang dicuci bersih dengan air untuk menghilangkan kotoran , kemudian dipanaskan
menggunakan oven di suhu 90 oC selama 6 jam. Untuk pembuatan kitin dan kitosan, cangkang
dihomogenisasi dalam blender menjadi potongan-potongan berukuran kecil (<20 mesh). Bahan
ini dibekukan sampai digunakan.

Demineralization
Demineralisasi dilakukan dengan menambahkan 1 L 1 M HCl ke dalam 100 g cangkang udang.
Reaksinya dilanjutkan pada suhu kamar dengan pengadukan pada 250 rpm untuk waktu yang
telah ditentukan (0,5, 2, atau 6 jam). Setelah itu, cangkang yang telah didemineralisasi disaring
dan dicuci dengan akuades hingga pH netral. Cangkang diputihkan dengan merendam dalam
etanol selama 10 menit dan dikeringkan dalam oven pada suhu 70oC.

Deproteinization
Deproteinisasi dilakukan dengan menambahkan 1 M NaOH pada cangkang terdemineralisasi
yang telah dikeringkan di rasio padat / cair 1:10 (g / mL). Reaksi dilakukan dengan pengadukan
pada 80 oC selama 3 jam. Yang padat disaring dan dicuci dengan akuades hingga mencapai pH
netral. Kemudian, direndam dalam etanol selama 10 menit untuk pemutihan selanjutnya, dan
kitin yang dihasilkan dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC.

Chitosan Production
Deasetilasi kitin dicapai dengan mereaksikan kitin dengan 12,5 M NaOH pada perbandingan
padat / cair 1:15 (g/mL). Campuran didinginkan dan dibekukan pada - 83 oC dalam ultra-freezer
selama 24 jam. Setelah itu, suhu campuran dinaikkan menjadi 115 oC, dan reaksi berlanjut
dengan pengadukan pada 250 rpm selama 4 atau 6 jam. Kitosan yang dihasilkan disaring, dicuci
dengan akuades sampai pH netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC.

PERTANYAAN Hasil Laut


1. Untuk Mbak Aulia (alkali yang dipakai dalam alkali refining proses pembuatan minyak ikan)
Jawab: Secara umum, alkali yang dipakai dalam industri bisa digunakan. Namun, alkali yang
sering dipakai dalam alkali refining untuk memproduksi minyak ikan adalah NaOH.

2. Untuk Mbak Putri Zulfa (terkait pencemaran laut) :


untuk mengurangi adanya pencemaran laut terutama saat proses pengambilan hasil laut atau
ikan, maka diberikan peraturan terkait larangan penggunaan 'Alat Penangkapan Ikan yang
tidak ramah lingkungan' antara lain :
1. Bom
2. Potasium Sianida
3. Setrum
4. Pukat Harimau
5. Cantrang
6. Perangkap ikan peloncat (Aerial traps)
Kriteria Alat Penangkap Ikan yang Ramah Lingkungan (berdasarkan Code of Conduct for
Responsible Fisheries, FAO 1995) :
1. Selektivitas TinggiDiupayakan hanya menangkap ikan target
2. Tidak Merusak HabitatAlat tangkap tidak merusak habitat, tempat tinggal dan
perkembangbiakan ikan
3. Aman Bagi NelayanAlat tangkap tidak membahayakan pemakai
4. Menghasilkan Ikan Bermutu BaikIkan yang ditangkap dalam keadaan hidup/segar
5. Produk Tidak Membahayakan Kesehatan KonsumenIkan yang ditangkap aman dimakan,
tidak menyebabkan gangguan kesehatan
6. Hasil Tangkapan Sampingan RendahHasil tangkapan sampingan kurang dari 3 jenis dan
berharga tinggi
7. Memberikan Dampak Minimum Terhadap BiodiversityAlat tangkap aman bagi
keanekaragaman sumberdaya hayati
8. Tidak Menangkap Spesies Yang DilindungiAlat tangkap tidak menangkap jenis yang
dilindungi undang-undang atau yang terancam punah
9. Diterima Secara SosialTidak bertentangan dengan budaya setempat, dan peraturan yang
ada.

KELOMPOK 8: PULP DAN RAYON

DALAM PDF

Kelompok 9: COKLAT
Https://yonulis.com/2020/10/22/indonesia-masih-berjuang-terbebas-dari-importasi-kakao/
https://yonulis.com/2020/10/22/indonesia-masih-berjuang-terbebas-dari-importasi-kakao/
Kakao atau dengan nama latin theobroma cacao l. Adalah makanan yang sangat digemari di
kehidupan modern saat ini. Coklat dihasilkan dari biji buah kakao yang telah mengalami
serangkaian proses pengolahan sehingga bentuk dan aromanya seperti yang terdapat di pasaran.
Biji buah kakao (cokelat) yang sudah difermentasi kemudian dijadikan serbuk yang disebut
cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat
berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai,biskuit , dan lain–lain.
Sedangkan limbah kulit buah kakao yang tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan
ternak.
Indonesia merupakan salah satu penghasil kakaao dengan volume produksi pada tahun 2014
mencapai 260.000 ton yang sekitar 75% perkebunannya berada di sulawesi. Penghasil kakao
terbesar di dunia (1) cote d’ivoire atau ivory coast (2)ghana (3) indonesia pada tahun 2016
membuktikan bahwa indonesia memiliki kapabilitas untuk mengembangkan produktifitas kakao
sebagai salah satu penghasil devisa indonesia terbesar.
Dilihat pada grafik impor kakao semenjak tahun 2015 terus mengalami peningkatan. Jumlah
produksi kakao di indonesia sejak tahun 2018 terus mengalami penurunan dan menjadikan
indonesia bukan lagi negara produsen kakao nomor tiga terbesar di dunia. Sehingga, untuk
memenuhi kebutuhan industri kita harus mengimpor dari berbagai negara seperti afrika ,
ghana, kamerun, nigeria dan ekuador.
Pada 2018 tercatat indonesia hanya mampu berkontribusi memproduksi kakao sebesar 288.935
ton dan sisanya dengan mengimpor kakao sekitar 54,4% kebutuhan total yang didominasi oleh
permintaan industri.
Sesuai data ditjen industri agro kementerian perindustrian, nilai impor kakao olahan pada tahun
2019 mengalami peningkatan dibanding tahun 2018.
Jika dibandingkan dengan capaian produksi kelapa sawit yang memiliki laju petumbuhan
tertinggi di komoditas perkebunan yaitu sebesar 8,69%. Capaian produksi (ton) per tahun kakao
indonesia di atas memiliki laju pertumbuhan tahun 2018 cukup miris yaitu hanya sebesar (-
4,33%).
Ada bbeberapa varietas kakao yaitu :
1. Criolo (fine cocoa atau kakao muliabuah kakao jenis ini biasanya dikenal memberi rasa yang
lezat dan aroma yang harum. Jenis tanaman ini menghasilkan biji coklat atau kakao yang
bermutu tinggi.
2. Forastero verietas ini merupakan kelompok varietas terbesar yang diolah dan ditanami.
3. Trinitario / hibrida merupakan hasil persilangan antara jenis forastero dan criolo. Kakao
trinitario dibedakan kedalam 4 golongan yakni angoleta, cundeamor, amelonado, dan calabicillo.
Setelah mengenal kakao, ada beberapa manfaat dari buah kakao ini yaitu :
1. Mengembalikan mood
2. Sebagai anti ejing
3. Sebagai anti oksidant
4. Dan menurunkan tekanan darah
PROSES KAKAO MENJADI BUBUK COKLAT :
Tumbuh: Pohon kakao tumbuh dengan baik di daerah tropis. Umumnya budidaya pohon kakao
dilakukan di bawah kanopi pohon rindang yang panjang, dan membutuhkan kelembaban yang
cukup dan nutrisi untuk pertumbuhannya. Kakao juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit
busuk, layu dan jamur penyakit. Pohon kakao memiliki daun besar dan panjang dengan bunga
berwarna pucat dari mana polong besar tumbuh di pohon. Pohon itu mulai berbuah pada tahun
ketiga sampai kedua puluh tahun. Bunganya membutuhkan waktu sekitar lima bulan untuk
berkembang menjadi buah kakao. Warna polong berkisar dari merah terang, hijau, ungu atau
kuning. Polong tumbuh langsung dari batangnya dan polong matang berukuran sekitar 20 cm
kali 8 inci, berbentuk lonjong dengan tepi yang tajam hampir 40 biji tertanam di pulp putih.

Panen Polong:
Polong berubah menjadi warna kuning keemasan yang menunjukkan tahap panen yang benar
untuk pemetikan. Polong dipanen dengan cara dipotong dengan pisau yang ditancapkan pada
tiang panjang, dengan variasi jarak.

Buah kakao disebut biji-bijian, atau biji. Polong atau buah ditutupi oleh kulit tebal, kulit buah
setebal hampir 3 cm berisi 20 sampai 40 kacang pipih atau bulat berbentuk almond dalam satu
polong, bervariasi dalam ketebalan 0,5-1,27 inci, yang bervariasi dengan spesies. Itu diisi dengan
gula dan permen karet seperti bubur disebut "baba de cacao" seperti yang disebut di Amerika
Selatan dan itu memiliki sekitar 30 sampai 50 biji besar. Biji berwarna keputihan yang berubah
menjadi ungu kemerahan berwarna coklat saat dikeringkan.

Tahap selanjutnya adalah membelah polong menggunakan sabit kecil, dengan sangat hati-hati
tanpa menyebabkan kerusakan pada pod. Polong dan ampas dikeluarkan dan dikumpulkan dalam
bentuk tumpukan kerucut pada daun pisang. Ketika tumpukan selesai, daun dilipat untuk
menutupi tumpukan sepenuhnya. Langkah ini memulai proses fermentasi yang akan selesai
dalam 6 hari. Proses kimia yang terlibat rumit, tetapi mikroba atmosfer seperti bakteri dan ragi
berkembang biak pada bubur manis yang mengelilingi kacang, menyebabkan pengasaman dan
membusuk menjadi jus asam. Ragi bekerja pada gula dalam pulp dan mengubahnya menjadi
etanol. Bakteri mengubah etanol menjadi asam asetat dan kemudian menjadi karbon dioksida
dan air melalui proses oksidasi.

Proses menaikkan suhu dari 40 C - 45 C di tumpukan sehingga menimbulkan mengubah kondisi


dalam kacang itu sendiri dalam waktu 48 jam. Aktivitas bakteri lanjutan berlaku sampai kacang
mati karena aktivitas asam asetat dan suhu tinggi. Ini mengarah dengan rusaknya dinding sel
yang menyebabkan perubahan kimia kompleks terjadi pada kacang karena dengan adanya
oksidasi enzimatik dan pemecahan protein menjadi asam amino. Itu terjadi perubahan warna
menjadi coklat kecokelatan dan muncul bau kakao yang asli yaitu tahap penting pertama dalam
pengembangan biji kualitas unggul

Setelah proses fermentasi selesai, kacang diletakkan di atas bambu tikar atau lantai pengeringan
kayu untuk menurunkan kadar air hingga 7,5% selama 10 hingga 20 hari dalam lapisan tipis 2-3
cm. Kacang terus-menerus digaruk agar tetap berventilasi dan untuk mencegah pembentukan
cetakan. Di musim hujan, pengeringan buatan dapat dilakukan selama 48 hingga 72 jam pada
suhu 60 hingga 70ºC saja. Bunyi retak saat mengompres segumpal kacang kering merupakan
indikasi akhir titik pengeringan. Warnanya berubah dari coklat kemerahan menjadi coklat tua

Biji kakao dikirim untuk diproses cokelat setelah mengalami fermentasi dan pengeringan.
Mereka hanya difermentasi dan dikeringkan tetapi masih tertutup kulit yang keras yang berdebu
dengan sisa-sisa ampas kering. Kacang menjalani pembersihan awal,dimana benda asing
dihilangkan dengan operasi pengayakan. Kacang melewati sabuk bergerak ke hopper
penyimpanan dan untuk pembersih dan grader. Kacang diperiksa dengan cermat untuk
penghapusan kacang layu atau ganda dan bahan yang tidak diinginkan. Kacang itu kemudian
dikirim ke mesin pemanggang.

Hal ini menyebabkan kulit menjadi kering dan mengendur, tetapi tidak memberikan efek
pemanggangan pada ujung pena karena suhu tidak melebihi 100ºC. Langkah ini diikuti oleh suhu
tinggi pengeringan suhu pada kisaran 127º hingga 130ºC. Setelah dipanggang, biji kopi
mengalami pendinginan seketika untuk mencegah lanjutan prevent memanggang secara internal.

Cokelat Ruby adalah variasi cokelat yang diperkenalkan pada tahun 2017 oleh Barry Callebaut,
sebuah perusahaan kakao Belgia–Swiss.[2] Varietas tersebut telah dikembangkan sejak tahun
2004, dan pada tahun 2015, produk tersebut dipatenkan oleh Dumarche et al. dikreditkan sebagai
penemu dan Barry Callebaut sebagai penerima hak dengan nomor paten US 9107430, 2015.[3]
[4] Itu diresmikan pada acara pribadi di Shanghai pada 5 September, 2017. [5][6] Ini dipasarkan
sebagai jenis cokelat "keempat" di samping varietas cokelat hitam, susu, dan putih dan terkenal
karena warna merah muda alaminya.

Untuk membuka sifat-sifat biji rubi dan membuat cokelat rubi, proses produksi penuh dari biji
kakao hingga cokelat rubi dikelola dengan hati-hati. Fermentasi, suhu, waktu conching dan
tingkat keasaman adalah parameter proses utama.
Seperti halnya cokelat hitam, susu, dan putih, pemrosesan yang unik adalah kuncinya. Cokelat
tidak tumbuh dengan sendirinya, itu adalah pengolahan bahan-bahan yang membuka warna dan
rasa yang secara alami ada dalam biji. Hal yang sama berlaku untuk cokelat ruby. Kami tidak
menggunakan aditif apa pun, semua termasuk dalam kacang itu sendiri. Ini berarti warna ruby
merah muda dan rasa buah dari cokelat ruby adalah 100% alami.

Produksi cokelat ruby tidak bisa disebut 'alami', hanya karena tidak terjadi secara spontan di
alam. Ini sama untuk produksi cokelat lainnya. Jadi untuk membuat coklat ruby dengan rasa dan
warna yang khas, kami menggabungkan bahan-bahan alami. Tidak ada rasa berry, atau warna
pink atau warna lain yang ditambahkan!

Bagian safety dan lingkungan :


Pengolahan limbah di indonesia sendiri dapat dilihat berdasarkan keputusan menteri negara
kependudukan dan lingkungan hidup no.02/menklh/1988. Tentang pencemaran adalah masuk
atau di masukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam air/udara,
dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam
sehingga kualitas udara/air menjadi kurang tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.
Aspek lingkungan pada proses pengolahan kakao yang dapat berpengaruh pada lingkungan dan
menyebabkan dampak kebisingan, dampak kualitas udara, dampak pada kuantitas dan kualitas
air, dampak iklim atau cuaca dan dampak pada tanah. Contoh pengendalian dampak kebisingan
dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti, menggunakan alat-alat yang tingkat
kebisingannya lebih rendah, penggunaan pagar dan peredam suara pada bangunan, serta
penggunaan alat pelindung telinga untuk mengurangi kebisingan yang didengar oleh pekerja.
Baku mutu air limbah untuk industri makanan (coklat) terbagi menjadi 2 yaitu makanan yang
mengandung lemak dan minyak dalam proses dan makanan dengan tanpa lemak dan minyak
dalam proses dengan parameter yang sama masing-masing tss, ph, bod, cod dan minyak &
lemak.
Cara meminimalisasi limbah tanaman kakao diantaranya
Pemetikan dan sortasi buah dimana tanaman kakao termasuk tanaman dengan waktu panen yang
musiman nah waktu panen tersebut mempengaruhi kuantitas hasil limbah yang dihasilkan.
Cara kedua yaitu waktu pemetikan yang di maksudkan dengan pemetikan ini dimana pemetikan
terhadap buah yang muda dan terlewat tua perlu di hindari karena pada buah yang muda
memiliki limbah kulit dan daging buah kakao yang masih banyak, sedang untuk buah kakao
yang tua memiliki biji yang telah berkecambah sehingga tidak dapat diolah menjadi bahan baku
dan menjadi limbah.
Selain itu, penyimpanan buah untuk kakao ini pemeraman buah dilalkukan selama 5-12 hari
tergantung kondisi tempat dan tingkat kematangan buah tersebut. Dimana selama pemeraman
buah ini perlu menjaga tempat agar bersih dan terbuka dengan begitu dapat menurunkan jumlah
biji kakao yang rusak dari sekitar 15% menjadi 5 % dan mengurangi pertumbuhan jamur pada
biji kakao.
Limbah kakao dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
1. Limbah daun kakao sebagai kompos limbah daun kakao menjadi masalah lingkungan
yang paling sulit diatasi baik dari faktor volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan
frekuensi pembuangan limbah.
2. Limbah pod kakao sebagai pakan ikan pemanfaatan limbah kulit buah kakao dapat dipilih
sebagai alternative bahan baku pakan ikan karena memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi sekitar 8-10%. Ketersediaan jumlah bahan di indonesia yang belum
termanfaatkan dengan baik
3. Limbah kulit buah kakao sebagai pakan ternak limbah agroindustry yang dihasilkan
tanaman kakao dengan presentase 74% dari buah.
4. Limbah pulp sebagai nata de cacao salah satu produk hasil samping yang dihasilkan dari
cairan lender biji kakao dengan menggunakan proses fermentasi.

PERTANYAAN COKLAT :
Menjawab pertanyaan tentang coklat warna pink

Coklat warna pink atau biasa disebut ruby cocoa, dikenalkan oleh produsen coklat asal Belgian-
swiss "Barry Callebaut". Produsen mengklaim bahwa warna pink pada cocoa muncul secara
alami, dan tidak ada perubahan genetika. Perbedaan warna coklat berasal dari mana asal cocoa
beans itu berasal. Untuk ruby cocoa berasal dari Ivory Coast, Ecuador dan Brazil.
Untuk proses pembuatan sama seperti coklat pada umumnya, ada proses fermentasi, grinding,
pressing, roasting dll, yang membedakan hanya ada penambahan citric acid untuk menambah
rasa.

KELOMPOK 10: BIODIESEL


1. Jawaban dari pertanyaan Mbak Aulia untuk dampak aplikasi Biodiesel >B30 hingga B100 :
Hasil evaluasi performa yg di lakukan oleh PLN, nilai B20 - B30 masih toleran terhadap
durability mesin PLTD. Namun sat up ke B50 terdapat potensi emisi dan penurunan
performa mesin diesel. Sehingga memang harus ada penyesuaian dengan teknologi mesin,
terutama mengganti seal engine dan penyempurnaan DPF (diesel particulate filter), yang
berfungsi sebagai treatment emisi NOx. Mengingat penggunaan Biodiesel cenderung
meningkatkan emisi NOx; yang bisa diatasi dengan perbaikan DPF (sumber: Kementerian
ESDM)

2. emisi NOx antara Diesel dengan Biodiesel ada perbedaan yang signifikan?
Untuk penggunaan CPO 100 persen, kami menemukan bahwa penggunaan tersebut
menghasilkan emisi lebih besar 1,5 kali sampai 2 kali (dari penggunaan normal (Statement
Dirut PLN dalam halaman CNN Indonesia)

3. kalau untuk B100 berarti 100% memang pakai FAME semua? atau butuh tambahan senyawa
lain?
Solusi yg sekarang menjanjikan adalah penggunaan D100 mbak. dimana perbedaan D100
dan B100 adalah dari proses yg ada. D100 merupakan green diesel yg diperoleh dari konversi
CPO menjadi diesel melalui penggunakan katalis merah putih yg diproduksi oleh Pupuk
Kujang-ITB yg sekarang sudah berhasil diproduksi di Pertamina Dumai. Dari sisi spesifikasi,
tidak perlu ada penambahan bahan namun memang pasti ada penyesuaian dr sisi proses di
kilang. (detail modifikasi nya belum dipublish oleh pihak pertamina).

4. Jawaban pertanyaan mbak dwirizki :


Untuk hasil biodiesel : Penggunaan katalis homogen banyak digunakan karena memperoleh
hasil biodiesel yang lebih tinggi dalam waktu reaksi yang lebih singkat dibawah kondisi
operasi yang ringan. Biasanya menggunakan KOH atau NaOH. Katalis KOH lebih reaktif
dari NaOH sehingga konversi yang diperolehnya pun lebih tinggi.
Penggunaan katalis KOH pada campuran trigliserida dan metanol dapat menghasilkan
biodiesel dengan kadar metil ester mencapai 99% (Ajala et al., 2015).
Pada peralatan proses : KOH tidak korosif

5. Jawab pertanyaan dari mas Dimas:


Bagaimana cara untuk menyamakan spesifikasi dari biodiesel dari berbagai macam bahan
yang memiliki karakteristik berbeda ?
Jawab :
Kalau untuk spesifikasi/karakteristik dari tiap jenis biodiesel sebenarnya tidak dapat
dilakukan modifikasi, karena karakteristik dari biodiesel tersebut dipengaruhi oleh
bahan/minyak yang digunakan untuk membuat biodiesel
Tetapi jika misalkan biodiesel tersebut akan digunakan sebagai bahan bakar, bisa
ditambahkan bahan aditif agar dapat memenuhi output yang diinginkan
Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahan aditif tidak mengubah karakteristik awal dari
biodiesel, bahan aditif sifatnya adalah sebagai bahan pembantu agar mampu mencapai output
yang diinginkan

6. insulatornya bisa membuat mesin lebih panas, sehingga mengganggu performa mesin ndak
ya mas?
Tidak mas, karena pemasangan insulator tidak dilakukan di semua bagian mesin
Beberapa contoh komponen yg dipasang insulator adalah tanki penyimpanan,fuel line,fuel
filter

7. Bagaimana cara untuk menanggulangi kekurangan pada titik beku biodiesel ?


Jawab :
1. Memasang insulator pada komponen mesin sehingga dapat menekan laju pendinginan dari
biodiesel
2. Penambahan bahan aditif seperti kopolimer dari etilene dan vinil asetat
3. Pencampuran biodiesel yang memiliki titik beku tinggi dengan biodiesel yang memiliki
titk beku lebih rendah

8. jawaban pertanyaan mba aristanti mengenai tantangan dalam penggunaan biofuel:


salah satu tantangan melihat dampak iklim terhadap penggunaan biodiesel yakni perubahan
penggunaan lahan tidak langsung atau indirect land use change atau ILUC. Perhitungan
ILUC membuat biodiesel melepaskan emisi lebih banyak dibandingkan bahan bakar nabati
lainnya. Permintaan biodiesel yang mendorong ekspansi lahan kelapa sawit dianggap
memberikan efek negatif yang berlipat ganda pada peningkatan emisi karbon. Emisi karbon
meningkat dari hutan alam yang diubah menjadi perkebunan dan rawa gambut yang
dikeringkan hingga melepaskan karbon. seharusnya pemerintah tak hanya menggantungkan
biodiesel dari bahan baku yang berasal dari kelapa sawit. jadi pemerintah harus melakukan
pemaksimalan diversifikasi bahan baku biofuel yang lebih berkelanjutan. Terdapat beberapa
pilihan bahan baku biofuel, seperti sisa sampah perkebunan (selulosik), minyak goreng bekas
mau pun mencari potensi dari bahan nabati lainnya.

9. Jawaban pertanyaan mbak Aristanti: %impurities setelah proses koagulasi di pengolahan


limbah?
Proses koagulasi pada pengolahan limbah air biodiesel dapat mengurangi kadar COD, BOD,
maupun impurities lainnya di limbah air. Impurities yang dapat dihilangkan sebayak 98%-
99% dari limbah cair, sehingga kadar impurities akhir setelah proses koagulasi sekitar 2,5 -
7,12 ppm yang kemudian akan dimurnikan kembali pada proses filtrasi

Anda mungkin juga menyukai