Anda di halaman 1dari 18

Sumber : http://royfensianiparboy.wordpress.

com/2009/08/19/tinjauan-pustaka/

TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. A. Tanaman Tebu

Tanaman tebu merupakan tanaman sumber pemanis yang paling populer di dunia. Selain itu tanaman yang nama latinnya Saccharum Officinaru Linn ini memiliki tingkat produksi pemanis (kadar gula) yang paling tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis dunia. Jenis ini termasuk kedalam famili Graminae (Poaceae) atau lebih dikenal sebagai kelompok rumput-rumputan. Secara morfologi tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: batang, daun, akar, dan bunga. Klasifikasi ilmiah dari tebu yaitu :
y y y y y y y

Divisio Class Sub Class Ordo Famili Genus Species

: Spermatophyte : Angiospermae : Monocotyledoneae : Poales : Poaceae : Saccharum : Saccharum Offcinarum L.

Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra. Tanaman pemanis ini sudah dikenal jauh sebelum masehi. Akan tetapi keterampilan dalam mengolah tebu di Jawa dikabarkan baru dikuasai sekitar abad ke-15, dan itu dipelajari dari para imigran Cina yang mungkin awalnya belajar dari India. Dengan masa tanaman tebu yang optimal, rendemen bisa meningkat 15%. Yang dimaksud dengan rendemen tebu adalah kadar gula dalam batang tebu yang dinyatakan dalam persen. Batang tebu terdiri dari beberapa komponen seperti ditunjukkan pada tabel-1 berikut. Tabel-1. komposisi batang tebu Komponen
Monosakarida

Kandungan (%) 0,5 1,5 11 19 0,5 1,5 0,15 11 19 65 75

Sukrosa Zat-zat organik Zat-zat anorganik Sabut Air

Bahan lain Sumber : (Soejardi, 1985)


1. B. Proses Pengolahan Tebu 1. Stasiun Timbangan

12

Tebu dari areal perkebunan diangkat dengan dua jenis alat angkut yaitu, truk besar dan truk kecil. Berdasarkan sistem pembongkaran muatan truk besar dibagi dua sistem yaitu dengan tali satu bongkar di Cane Yard dan tali empat bongkar di Hillo.
1. Stasiun Penanganan (Cane Handling Station)

Setelah melalui stasiun timbangan tebu dipindahkan dari truk ke meja tebu (cane feeding table) yang mempunyai ukuran 4 m x 7 m dengan kecepatan rantai 5 putaran/menit. Perpindahan ini dilakukan dengan cane lifter yang dikendalikan oleh electromotor. Peralatan peralatan pada cane handling station ini bekerja dengan sistem hidrolik dan dilengkapi dengan peralatan hidrolik unit seperti : gear, pompa, control valve dan lubricator. Sedangkan tebu dari truk kecil biasanya dipindahkan ke feeding cane carrier dengan alat trippler berupa plat yang digerakkan oleh hidrolik sampai kemiringan 60oC selama 30 detik. Dengan demikian tebu dari truk akan tumpah ke dalam feeding cane carrier. Pada ujung cane feeding table terdapat leveler yaitu berupa cakar berputar yang berfungsi untuk meratakan dan mengatur tebu masuk kealat pemotong berupa pisau tebu (Cane Cutter).
1. Stasiun Gilingan

Tebu yang telah ditimbang dengan diletakkan diatas meja (cane feeding table) diangkut melalui conveyor (cane carrier elevator) ke alat pemotong tebu. Alat pemotong ini dilengkapi dengan mata pisau yang mempunyai sisi tajam. Tebu dipotong-potong dengan halus tujuannya agar mudah untuk diperas dan memperbesar kapasitas pemerasan. Tebu halus yang telah dipotong-potong oleh cane cutter dibawa ke alat pemeras tebu. Alat pemeras tebu ini berfungsi untuk mengeluarkan nira dari serat-serat tebu dengan cara melewatkan serat dicelah-celah roll mill. Pada saat pemerahan tebu digunakan air imbibisi. Penggunaan air imbibisi pada ampas tebu bertujuan untuk mengefektifkan ekstraksi pada roll mill unit V. Air imbibisi yang digunakan adalah air panas yang berasal dari kondensat evaporator IV dan V, dengan jumlah 29 % tebu dan temperatur operasi 60 oC.
1. Stasiun Pemurnian

Nira yang berasal dari stasiun penggilingan merupakan nira mentah, masih mengandung air dan kotoran disamping gula, dapat dikatakan nira mentah ini masih hampir terdapat semua komponen/partikel yang terdapat di dalam tebu. Pemurnian nira dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1. Cara fisik, yaitu pemisahan kotoran kasar dengan pengendapan dan penyaringan. 2. Cara kimia, yaitu dengan menambahkan zat kimia pada proses pemurnian. 3. Cara kimia-fisika, yaitu proses penggabungan inti endapan secara ionisasi misalnya proses pengendapan pada Clarifier dengan penambahan floculant.

Dengan metode di atas akan diperoleh nira jernih yang akan diolah untuk menghasilkan gula dengan kualitas yang diharapkan. Nira yang di dalam tangki penampung selanjutnya dipompakan ke alat pemanas I (Juice Heater I) dipanaskan dengan uap bekas. Tujuan dari pemanas I adalah untuk menyempurnakan reaksi yang telah terjadi dan mematikan mikroorganisme, sehingga komponen yang ada dapat mudah dipisahkan dari nira pada bejana pengendapan. Pada badan pemanas I nira dipanaskan dengan suhu 75 oC. Nira dari juice heater I dipompakan ke tangki defekasi untuk menaikkan pH nira dari 5,6 menjadi 9,0 9,2 dengan penambahan susu kapur. Susu kapur demasukkan dengan Control Valve yang dikendalikan oleh pH Indicator Control. Tujuan dari penambahan susu kapur adalah agar asamasam yang terdapat pada nira menjadi basah karena gula akan rusak bila gula dalam keadaan asam. Tangki defekasi disebut juga peti reaksi. Reaksi yang terjadi adalah : Ca(OH)2 + H3PO4 Ca3(PO4)2 + H2O

Setelah melalui pemanas I kemudian nira masuk ke tangki sulfitasi, disebut juga peti reaksi. Tangki sulfitasi digunakan untuk mensulfitasi nira yang telah tercampur dengan susu kapur. Alat ini dilengkapi dengan pipa alir gas SO2. Penambahan gas SO2 bertujuan agar nira terkapur mengalami penurunan pH. Pada tangki sulfitasi ini diharapkan kelebihan susu kapur akan bereaksi dengan gas SO2. Selanjutnya dinetralkan pada Netralizing Tank sehingga pH tercapai 7,0 7,2. Reaksi yang terjadi adalah : Ca(OH)2 + Endapan Endapan CaSO3 yang terbentuk berfungsi untuk menyerap koloidkoloid yang terkandung dalam nira. Dari tangki sulfitasi masuk ke tangki netralisasi. Di dalam tangki netralisasi nira diaduk oleh alat pengaduk mekanis. Jika pH nira kurang dari 7 maka nira ditambah susu kapur sehingga pH nira dalam suasana netral yaitu 7 7,2. Kemudian nira masuk pemans II,. Disini nira dipanaskan hingga mencapai temperatur 110 oC. Tujuan pemanas II ini adalah :
y y y

SO2 CaSO3 + H2O

Untuk mendapatkan kemurnian yang lebih tinggi Untuk menurunkan viscositas nira Untuk membantu penguapan pada stasiun evaporator.

Endapan yang terdapat dalam nira kotor akan terkumpul pada dasar tiap compartment kemudian didorong oleh stang pengaduk yang digerakkan oleh motor listrik dengan kecepatan 0,3 rpm. Kemudian dengan gaya gravitasi kotoran dikeluarkan dengan valve dibantu dengan tekanan hidrostatik. Kualitas nira yang keluar secara over flow ke tangki bagian atas dipengaruhi oleh pengeluaran nira kotor yang harus kontiniu dan tidak terjadi kelambatan lapisan sehingga membuat kotoran akan naik. Nira kotor yang mengandung banyak bahan pengotor dari door clarifier tidak langsung dibuang karena masih banyak mengandung gula. Nira kotor ini dilewatkan terlebih dahulu ke saringan hampa. Tujuan saringan hampa ini untuk mengambil gula sebanyak-banyaknya.

Prinsip kerja saringan hampa didasarkan pada perbedaan tekanan dari dua tempat yang dipisahkan oleh media penyaring. Alat ini terdiri dari dua drum yang berputar dan permukaannya berlubang, lubang ini merupakan pori halus yang berguna sebagai penyaring nira kotor sehingga diperoleh nira jernih dan blotong. Cake yang terdapat pada permukaan drum terkikis dan jatuh ke cake conveyor menuju cake banker untuk dibuang sebagai pupuk tanaman tebu. Cake bangker dilengkapi dengan silinder gauge untuk memudahkan cake keluar. Sedangkan filtrat nira ditampung pada receiver pump ke tangki nira mentah.
1. Stasiun Penguapan

Stasiun penguapan pada proses pengolahan tebu di Pabrik Gula Kwala Madu terdiri dari empat unit, yang disebut Quardrupel Evaporator dan memakai cara Forward Feed yang bertujuan untuk penguapan air dari nira dengan mengunakan proses pemakuman, sehingga nira akan lebih mudah dikristalkan dalam proses selanjutnya. Penguapan dilakukan dalam temperatur 50 110 oC. Evaporator yang tersedia ada lima unit yaitu empat unit beroperasi dan satu unit sebagai cadangan bila ada pembersihan. Selama proses berlangsung, temperatur dari masing-masing evaporator berbeda-beda. Untuk menghemat panas yang diperlukan media panas untuk evaporator I digunakan uap bekas yang berasal dari pressure vessel, sedangkan media panas bagi evaporator yang lain dimanfaatkan kembali uap yang terbentuk dari evaporator sebelumnya. Nira yang masuk ke Evaporator mempunyai kadar brix sekitar 12% dan keluar dengan kadar brix 60 65%.
1. Stasiun Pemasakan

Untuk mencapai kualitas gula dalam nira kental tidak cukup dikristalkan dalam satu kali proses kristalisasi, untuk mengeluarkan gula sebanyak mungkin dari nira kental. Pada stasiun ini dilakukan pemanasan nira sampai lewat jenuh dengan cara menguapkan sampai terbentuk kristal gula dengan temperatur masakan 50 65 oC. Metode penguapan ini tergantung pada hasil bagi kemurnian (HK) gula.
1. Stasiun Pemutaran/Pemisah

Hasil dari proses pengkristalan dalam pan masakan adalah campuran antara kristal gula, stroop dan tetes. Fungsi dari stasiun pemutaran adalah untuk memisahkan kristal gula dari stroop dan tetes yang terdapat dalam masakan. Alat ini bekerja berdasarkan gaya sentrifugal. Sistem perputaran ini dilengkapi dengan saringan yaitu :
y y y

Saringan atas Saringan tengah Saringan bawah

1. Dryer Dan Cooler

Gula basah dari putaran harus dikeringkan sampai 0,01 0,03 kadar air dan didinginkan sampai 50oC. Pendinginan menggunakan udara 30 oC dengan 80% humidity. Udara panas yang diperoleh dari steam air heater. Uap yang digunakan bertekanan 0,8 kg/cm2. Udara yang dipakai untuk memanaskan gula mempunyai suhu 80oC.
1. Pengemasan dan Penggudangan Gula Produksi

Gula SHS yang telah dikeringkan dari dryer dan cooler dinaikkan oleh bucket conveyor yang mempunyai kapasitas 25 ton/jam dan setinggi 15 m dikirim ke vibrating screen. Pada vibrating screen kristal gula SHS telah mencapai kekeringan dan pendinginan yang cukup dengan ukuran 14 mesh. Gula produk dari vibrating screen diangkut dengan sugar conveyor untuk dibawa ke pengarungan. Di atas sugar conveyor dipasang magnetic separator yang berguna untuk menangkap besi-besi yang terbawa oleh gula. Gula ditampung oleh sugar bin yang berbentuk segi empat, kemudian ditimbang dengan sugar weigher berfungsi untuk menimbang dan mengisi karung dengan gula sebanyak 50 kg secara otomatis. Kapasitas karung yang terisi adalah 800 karung/jam dengan ketelitian penimbangan 0,001. Karung plastik yang telah berisi gula dijatuhkan di atas conveyor yang akan membawa karung ke bag sewing machine dan langsung dijahit, seterusnya dibawa ke gudang.
1. C. Sukrosa

Sukrosa atau sakarosa merupakan senyawa oligasakarida (tepatnya disakarida) yang secara sistematika kimiawi disebut D- -gukopiranosil-D- -fruktofuranosida. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari tebu. Gambar 1. Rumus Bangun Sukrosa Sakarosa/sukrosa adalah hasil asimilasi antara gas CO2 dengan air, dengan bantuan sinar matahari (proses fotosintesa). Jenis gula yang paling penting digunakan adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk merubah rasa dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang digunakan oleh sel. Sukrosa (gula tebu), maltosa (gula gandum) dan laktosa (gula susu) merupakan anggota penting dari group disakarida C12H22O11. Seperti dinyatakan oleh namanya, tiap molekul gula ini terdiri dari dua satuan monosakarida. Dapat dibayangkan bahwa satuan-satuan itu dihubungkan satu dengan yang lain dengan ikatan-ikatan yang dihasilkan dari eliminasi (penggabungan) molekul air. Rumus molekul sukrosa adalah C12H22 O11, memiliki berat molekul 342,30 gr/mol yang terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa. Sukrosa terdapat di alam dalam jaringan tanaman terutama buah, biji, bunga dan akar-akaran. Madu lebah mengandung sebagian sukrosa dan hasil hidrolisisnya. Kebanyakan disakarida bersifat mereduksi reagensia Fehling (Benndict atau Tollen), tetapi sukrosa merupakan perkecualian tidak mereduksi. Dalam keadaan murni sukrosa tidak dapat difermentasikan oleh khamir. Kristal sukrosa yang berhubungan langsung dapat menyerap sampai 1% (dari berat sukrosa) uap air dan akan dilepaskan kembali bila dipanaskan pada suhu 90oC. Pada suhu 160 -186oC, sukrosa akan membentuk arang yang mengeluarkan bau caramel yang spesifik. Satu gram sukrosa dapat larut dalam 0,5 ml air (suhu kamar) atau 0,2 ml dalam air mendidih, dalam 170 ml alcohol atau 100 ml methanol. Sedikit larut dalam gliserol dan piridin.
1. D. Sifat Sifat Larutan Sukrosa

Besar kadar sukrosa jenuh dapat diketahui dari rumus Tuan Herz Feld. Tuan Herz Feld menyelidiki sifat kelarutan gula murni didalam air dan menemukan hubungan :

S = 64,1835 + 0,13477 t + 0,0005307 t2 Keterangan rumus : t = suhu larutan (oC) (Sumber : Soejardi, 2003) Telah dikemukakan bahwa kelarutan sukrosa dipengaruhi oleh suhu. Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa didalam larutan sukrosa pada t oC mengandung kadar sukrosa maksimal (kelarutan sukrosa) = S %. Ini berarti bila larutan jenuh pada t oC mengandung sukrosa S %, bila larutan ini dipanaskan menjadi t1 dimana t1 > t maka larutan jenuhnya sama dengan S1 (S1 > S), ini berarti bila larutan jenuh pada suhu t dipanaskan menjadi t1 maka larutan yang semula jenuh menjadi tidak jenuh sebab S < S1. Dalam kondisi dibawah jenuh apabila didalamnya diberikan kristal maka kristal tersebut akan melarut (kristalnya mengecil).
1. E. Bibit Gula

S = kadar sukrosa (%)

Pada proses kristalisasi gula perlu ditambahkan bibit gula. Sukrosa mempunyai sifat menempel pada inti kristal di daerah pembesaran kristal sehingga usaha menempelkan molekul sukrosa yang terdapat pada larutan bibit merupakan usaha membesarkan inti kristal. Sampai mencapai ukuran kristal yang diharapkan pada proses kristalisasi. 1) Fondan sebagai bibit untuk kristalisasi gula D

Fondan adalah bahan baku mempercepat masakan akhir. Bahan ini mempunyai spesifikasi warna putih, berbentuk suspensi dengan pelarut spritus. Pemilihan fondan sebagai salah satu bahan pembantu disebabkan fondan dikenal dengan bibit gula yang membantu pembesaran inti kristal. Disamping itu bahan ini mudah didapat dan harga relatif murah dipasaran. Sehingga apabila suatu pabrik kekurangan bahan baku tersebut, tidaklah sulit untuk mendapatkannya. Kebutuhan fondan sebagai bibit pada proses kristalisasi gula D dihitung berdasarkan perbandingan ukuran kristal karena di vacum pan D merupakan awal pembentukan kristal, karena ukuran kristal bibit sangat berpengaruh terhadap ukuran kristal akhir (gula D) yang dihasilkan maka jumlah bibit yang akan dimasukkan ke dalam vacum pan harus sesuai dengan kebutuhan. Adapun rumus yang digunakan untuk perhitungan bibit tersebut adalah sebagai berikut : G1 = G2 Keterangan rumus : G1 = berat kristal bibit G2 = berat kristal akhir (gula D) L1 = panjang kristal bibit

L2 = panjang kristal akhir (gula D) (Sumber : Anonim, 2008. Teknik masak gula. LPP. Yogyakarta) 2) Gula D sebagai bibit untuk kristalisasi gula A

Untuk memahami dasar-dasar perhitungan bibit, perlu diketahui beberapa istilah berikut :
1. % brix

Yaitu kadar (jumlah) zat kering terlarut yang terdapat dalam 100 gram larutan, yang diperhitungkan dari berat jenis dan ditentukan dengan alat penimbang brix (hidrometerbrix).
1. % pol (polarisasi)

Yaitu kadar (jumlah) gula yang terlarut dalam 100 gram larutan, ditentukan dengan alat polarimeter tunggal.
1. HK (hasil bagi kemurnian)

Yaitu jumlah gula (% pol) tiap 100 bagian brix, atau dapat ditulis : HK = x 100 %
1. Berat brix (Brix)

Yaitu % brix dikalikan berat larutan. Untuk membedakan dengan % brix, berat brix penulisannya diawali dengan huruf besar (Brix). Contoh : brix = 15 % Brix = 15 gram.
1. Kristal % brix

Yaitu berat kristal akhir setiap 100 berat brix, atau dapat ditulis : Kristal % brix = x 100 % Akhir kristalisasi gula D setelah dipisahkan di stasiun putaran akan menghasilkan gula D, klare dan molase (produk sampingan). Gula D yang dihasilkan dari vacum pan D bukan untuk diproduksi tetapi digunakan sebagai bibit untuk proses kristalisasi gula A. Karena gula D yang akan dimasukkan ke dalam vacum pan A ada kemungkinan terikut molase dan klare D maka kebutuhan jumlah bibit dihitung berdasarkan kemurnian (HK) gula D. Kemurnian gula D sangat berpengaruh terhadap proses kristalisasi gula A. Apabila molase dan klare D ada terikut ke dalam gula D yang akan dimasukkan ke pan A maka akan menurunkan kemurnian gula D sehingga akan mempengaruhi kristalisasi gula A, yaitu kristalisasi gula A tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Gula D yang layak dijadikan sebagai bibit pada proses kristalisasi gula A harus memiliki kadar brix 90 %, dan memiliki kadar pol 76 % dan harus memiliki HK 84 %. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah bibit (gula D) sebagai bibit untuk kristalisai gula A dihitung berdasarkan kemurnian (HK) adalah sebagai berikut : Vb = Vmsk Keterangan rumus : Vb = Volume bibit Vmsk = Volume masak HKmsk = HK masakan HKlar = HK larutan yang diisikan (nira kental) (Sumber : Anonim, 2008. Teknik masak gula. LPP. Yogyakarta)
1. F. Kristalisasi

Langkah proses pengolahan gula setelah langkah pemurnian adalah penguapan yang dilakukan didalam dua tahap yaitu stasiun penguapan dan kristalisasi untuk menghilangkan air sehingga diperoleh padatan gula. Bahan padat sisa penghilangan air diharapkan sebagai hasil (produk) dari seluruh yang diharapkan didalam rangkaian proses pengolah di pabrik gula. Hasil yang diperoleh ini berupa kristal gula yang tentunya harus sesuai dengan sasaran yang dikehendaki, yaitu kristal yang memenuhi persyaratan pasar. Kristalisasi adalah salah satu langkah dalam rangkaian proses pengerjaan larutan yang mengandung gula dengan tujuan membentuk kristal gula dari nira kental sampai kualitas yang sudah ditentukan baik ukuran maupun warna kristal. Dengan sendirinya didalam proses ini harus diusahakan agar dicapai :
1. 2. 3. 4. Kehilangan gula yang sekecil-kecilnya selama proses kristalisasi Hasil kristal gula memenuhi syarat yang dikehendaki, baik warna maupun ukuran kristal Waktu proses kristalisasi yang secepat mungkin Biaya yang dibutuhkan selama proses kristalisasi sekecil mungkin.

Untuk mendapatkan tujuan ini maka pelaksanaan proses kristalisasi harus mengikuti caracara yang telah ditentukan.
1. a. Bahan dasar proses kristalisasi

Rangkaian proses kristalisai gula dipengaruhi komponen bahan baku (nira kental) yang digunakan dalam proses. Hal-hal yang mempengaruhi proses kristalisasi adalah sebagai berikut :
1. Kondisi bahan baku tebu (sesuai dengan syarat bahan baku) 2. Proses pemisahan nira mentah dilaksanakan

3. Proses pemurnian 4. Proses penguapan

Perlu diperhatikan bahwa setiap langkah proses harus dapat berlangsung dengan cepat tanpa ada kehilangan atau kerusakan sukrosa. Karena terbentuknya kristal berlangsung dari menempelnya sukrosa pada inti kristal maka luas permukaan inti kristal tersebut akan mempengaruhi banyaknya sukrosa yang menempel pada inti kristal dan luas permukaan kristal yang terbentuk juga akan mempengaruhi jumlah nonsukrosa yang diserap di permukaannya, sehingga luas permukaan kristal harus dibatasi. Dalam proses di pabrik sekalipun telah dilakukan proses pemurnian nira namun ternyata masih ada tersisa kotoran (nonsukrosa) dan ini yang menyebabkan tidak terpenuhinya syarat kualitas. Agar kualitas produksi sesuai dengan syarat yang ditentukan maka pelaksanaan proses kristalisasi harus mengikuti langkah-langkah yang telah ditentukan sehingga kendala-kendala yang dijumpai dalam proses kristalisasi dapat dikendalikan. Kandungan air di dalam nira kental sengaja diatur mendekati jenuh agar langkah proses kristalisasi dapat diatur sejak mulai terbentuknya kristal. Hasil proses kristalisasi adalah padatan (kristal) setelah dipisahkan larutan sisanya (stroop atau molase). Kristal yang diperoleh adalah kristal yang memenuhi syarat. Nira tebu pada dasarnya terdiri dari dua zat, yaitu zat padat terlarut dan air. Zat padat terlarut ini terdiri dari dua zat yaitu gula dan bukan gula. Baik buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira tersebut. Nira kental hasil proses penguapan diusahakan memiliki kadar brix = 60 65 %, hal ini dimasukkan supaya larutan tersebut mendekati konsentrasi (kadar) jenuhnya. Nira yang memiliki kemurnian sekitar 80 90 % akan mencapai kejenuhan pada % brix sekitar 75 % pada suhu 60 oC. Nira kental ini kemudian digunakan sebagai bahan dasar dalam proses kristalisasi. Sebelum dilakukan proses kristalisasi, nira kental terlebih dahulu mengalami pemucatan. Konsentrasi nira kental pada pan masakan adalah 80 85 %, persen brix kental 60 65 %, dan kadar air 35 40 %. Pada stasiun ini dilakukan pemanasan nira sampai lewat jenuh dengan cara menguapkan air sampai terbentuk kristal gula dengan temperatur masakan 50 65 oC. Metode penguapan ini tergantung dari hasil bagi kemurnian (HK) gula. Proses kristalisasi yang dilakukan dalam pan kristalisasi biasa disebut memasak.
1. b. Proses Kristalisasi Sebagai Langkah Pemurnian

Terbentuknya kristal dipengaruhi oleh sifat dan komponen nira khususnya sifat kelarutan bahan. Karena sasaran proses adalah membuat kristal sukrosa maka yang utama berpengaruh adalah sifat sukrosa untuk digunakan sebagai pengendali didalam proses kristalisasi. Sifat yang perlu dikuasai untuk pengendali proses adalah : 1) Sifat kelarutan sukrosa

Setiap bahan di alam ini termasuk sukrosa dapat larut di dalam zat cair dalam jumlah tertentu misalnya dalam air. Kadar bahan terlarut dalam suhu tertentu disebut kelarutan bahan. Sifat kelarutan sukrosa di dalam air diteliti oleh Herzfeld yang menemukan bahwa kelarutan gula dalam air dipengaruhi suhu dan komponen lain yang terlarut bersama gula. Terbentuknya kristal terjadi pada kondisi lewat jenuh. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan ultra

microscope dengan perbesaran sampai ribuan kali sehingga akan dapat dilihat peristiwa terbentuknya kristal. 2) Mekanisme kristalisasi

Pengamatan dilakukan sejak larutan dibawah jenuh dengan menggunakan ultramicroscoop akan terlihat jarak molekul sukrosa di dalam larutan masih cukup berjauhan, akibat penguapan jarak antara molekul sukrosa semakin pendek. Sehingga gaya tarik menarik antara molekul sukrosa semakin besar. Pada suhu kejenuhan tertentu, jarak antara molekul sangat dekat sehingga gaya tarik memungkinkan terjadinya gandengan (terbentuk rantai) antara molekul. Saat terbentuknya rantai, larutan tidak dapat lagi menerima molekul gula baru yang akan terlarut. Dalam keadaan inilah larutan disebut jenuh. Apabila konsentrasi sukrosa dinaikkan lagi diatas jenuh maka rantai-rantai sukrosa semakin dekat satu dengan lainnya sehingga akan menyebabkan terjadinya penggandengan rantai sukrosa yang akan terbentuk pola kristal. Saat itu dikatakan inti kristal terbentuk. Pada saat terbentuknya inti kristal, larutan disekitar inti membentuk kristal baru pada saat kadar sukrosa diatas jenuh. Sukrosa memiliki gaya menempel yang tinggi termasuk menempel pada inti kristal yang terbentuk tadi, sehingga kristal inti semakin membesar sedangkan dalam kondisi konsentrasi sedikit diatas jenuh molekul sukrosa yang ada belum memiliki cukup kemampuan membentuk inti kristal sendiri tetapi baru memiliki kemampuan menempel pada kristal.
1. G. Daerah Kejenuhan dan Sifat-Sifatnya

Untuk mengendalikan proses kristalisasi, perlu diketahui pembagian daerah konsentrasi sebagai berikut : 1) Daerah encer

Larutan pada daerah kejenuhan dibawah koefisien kejenuhan 1,00 larutan masih melakukan kristal sacharosa. 2) Daerah jenuh

Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan tepat 1,00 yang akan terjadi keseimbangan antara jumlah saccharosa yang melarutkan dan sacharosa yang mengkristal. 3) Daerah meta mantap

Larutan yang terletak pada daerah konsentrasi diatas koefisien kejenuhan 1,00. molekul dalam larutan hanya dapat menempelkan diri pada kristal yang telah ada. Daerah ini disebut juga daerah pembesaran kristal. 4) Daerah pertengahan (intermediate)

Larutan yang terletak pada konsentrasi dimana sakarosa dalam larutan telah mampu membentuk inti kristal apabila terdapat atau hadirnya kristal sakarosa dalam larutan. 5) Daerah goyah atau (labil)

Larutan terletak pada konsentrasi diatas daerah pertengahan. Molekul sakarosa dalam larutan telah mampu membentuk inti kristal dengan serentak tanpa timbulnya kristal yang lain. Proses kristal berlangsung pada daerah metamantap. Pada larutan ini gula murni, daerah pembesaran kristal akan berada pada daerah koefisien lewat jenuh antara 1,00 dengan 1,20. Kecepatan kristalisasi akan menaik dengan meningkatnya kejenuhan pada suhu tertentu. (Sumber : Soejardi, 1985). Table -2 : Sifat Sifat Sukrosa Pada Nilai KLj Pada Umumnya Nama larutan
Encer

nilai KLJ < 1,00 = 1,00 > 1,00 > 1,00

Sifat-sifat sukrosa di dalam larutan


Larutan memiliki derajat kejenuhan (KLJ) < 1,00 kristal di dalam larutan encer masih dapat larut.

Jenuh Daerah meta mantap (meta stabile zone) Daerah pertengahan (intermediate zone) Daerah goyah (labil)

Nilai KLJ = 1,00 Terjadi kesetimbangan antara sukrosa mengkristal dan sukrosa melarut dari dalam kristal. Pada daerah mantap molekul sukrosa mampu menenpel pada kristal sukrosa yang ada disekitarnya. Daerah meta mantap = daerah pembesarn kristal. Dalam daerah pertengahan molekul sukrosa mampu membentuk kristal kalau disekitarnya telah ada kristal yang lain. Larutan berada dalam daerah KLJ di atas pertengahan, molekul sukrosa dalam larutan mampu membentuk kristal tanpa adanya kristal lain.

> 1,00

(Sumber : Soejardi, 2003) D Pertengahan Goyah C B KLJ = 1,00 Batas Meta Mantab A Waktu proses

Gambar 2. Perubahan keadaan larutan sukrosa dalam penguapan (Sumber : Soejardi, 2003)
1. H. Proses Kristalisasi di Dalam Pan Masak Pembuat Bibit

Setelah persiapan pan dan larutan telah selesai akan dilanjutkan dengan pelaksanaan proses yang dimulai dengan pembuatan inti kristal. Pembuatan inti merupakan kegiatan yang akan berpengaruh kepada kualitas hasil kristal. Mekanisme terbentuknya inti kristal mulai terbentuk pada keadaan larutan lewat jenuh dimana terbentuk rantai molekul sukrosa dan pada saat jarak rantai sakarosa sangat dekat maka terbentuk pola kristal yang merupakan inti kristal. Kristal inti amat lembut (dalam ukuran micron). Inti (bibit) kristal ini dilakukan pada konsentrasi diatas jenuh. Hal-hal yang mempengaruhi kecepatan kristalisasi :
1. Pengaruh ukuran pada kecepatan pembesaran kristal

Masalah yang terjadi di dalam proses kristalisasi harus dikendalikan hingga tidak berdampak negatif pada hasil kristal yang diperoleh baik pada kualitas warna maupun kemungkinan hilang atau rusaknya sukrosa. Dalam hal ini ukuran kristal bibit sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan kristal akhir. Pada awalnya lahirnya bibit, ukuran kristal masih kecil dan permukaan kristal yang akan digunakan menampung molekul sukrosa yang akan menempel juga masih kecil hingga jumlah molekul yang menempel sedikit sementara itu penguapan air akan tetap berjalan akibatnya nilai koefisien lewat jenuh (KLJ) menaik. Berarti setelah lahir inti kristal kecepatan kenaikan KLJ tidak seimbang dengan penurunan KLJ, kenaikan lebih besar dari penurunan, dampaknya KLJ akan meningkat. Apabila tidak dikendalikan kenaikan KLJ dapat mengakibatkan kondisi larutan masuk daerah pertengahan, sehingga akan lahir kristal baru yang menyebabkan jumlah inti kristal lebih banyak dan menyebabkan hasil kristal lembut (tidak sesuai syarat). Hal inilah yang perlu diawasi dalam langkah pembuatan bibit. Faktor lain yang juga perlu dikendalikan dengan baik adalah waktu proses karena ini akan berpengaruh pada kapasitas. Waktu proses di dalam kristalisasi ditentukan oleh kecepatan kristalisasi dan masalah ini berkaitan dengan ukuran kristal. Pada awal terbentuknya inti, ukuran kristal masih kecil sehingga sehingga permukaan penerima molekul kristal yang akan menempel akan kecil maka jumlah molekul yang dapat diterima juga kecil.
1. Pengaruh konsentrasi larutan pada kecepatan kristalisasi

Proses pembesaran kristal dilakukan pada daerah meta mantap, proses ini dilakukan pada konsentrasi tertinggi tetapi masih berada di daerah meta mantap yang bertujuan agar kecepatan penempelan molekul sukrosa atau kecepatan pembesaran kristal dapat dicapai secepat mungkin. Pada suhu tertentu kenaikan KLJ yang kecil dapat meningkatkan kecepatan kristalisasi besar. Karena itu di dalam proses pembesaran kristal, KLJ diatur pada harga maksimal di daerah meta mantap. Kalau sampai masuk daerah pertengahan akan lahir kristal baru yang berdampak kurang baik, yaitu lahir kristal halus, kristal kembar, kompleks atau pun konklomerat.

Keburukan akibat KLJ naik sampai daerah pertengahan (intermediate) saat pembesaran kristal adalah :
1. KLJ pertengahan molekul sukrosa membentuk kristal baru karena saat itu telah ada kristal di dalam larutan 2. Daya tempel sukrosa cukup besar hingga memungkinkan kristal yang berdekatan bergandengan terjadi kristal kembar 3. Kalau sudah ada kristal kembar KLJ tinggi memungkinkan terjadi perekatan antara kristal kembar (terbentuk kompleks) 4. Kalau KLJ tidak terkendali maka dapat terbentuk kristal konklomerat. 1. I. Kondisi Proses Kristalisasi

Tujuan proses kristalisasi adalah mengambil sukrosa dalam bentuk kristal yang memenuhi syarat pasar dengan cepat, murah dan tidak banyak gula rusak atau hilang. Untuk dapat mencapai tujuan proses diatas maka kondisi proses harus dikendalikan sesuai dengan kondisi yang baik dan benar. Karena itu beberapa masalah perlu diketahui :
1. Pengaruh suhu

Sukrosa adalah suatu bahan yang tidak tahan pada kondisi suhu tinggi, suhu tinggi menyebabkan sukrosa rusak menjadi karamel, susunan karamel belum mampu diketahui dengan tepat karena susunan karamel dipengaruhi kondisi saat terbentuknya, baik pengaruh suhu maupun komponen lain dalam larutan. Umumnya hasil proses karamelisasi adalah bahan yang berwarna cokelat gelap hingga dapat berpengaruh jelek pada warna hasil kristal di samping adanya sukrosa rusak (hilang). Karena itu sejauh mungkin terjadinya karamel harus dihindari. Untuk itu proses kristalisasi dilaksanakan pada suhu rendah. Sementara itu agar dapat melaksanakan kristalisasi dengan cepat nilai KLJ larutan dijaga tetap tinggi dengan menguapkan air. Sedangkan untuk penguapan diperlukan tambahan panas kepada larutan. Karena temperatur diatur tidak terlalu tinggi, maka cara lain untuk mempercepat penguapan adalah dengan mengatur tekanan, baik tekanan bahan pemanas maupun tekanan operasi didalam pan masak.
1. Pengaruh tekanan

Untuk memperoleh kualitas hasil kristal yang tinggi, proses kristalisasi dilaksanakan pada suhu rendah. Berarti tekanan operasi di dalam pan masak juga harus rendah sekaligus untuk memperoleh selisih suhu antara bahan pemanas (steam) dengan nira, titik didih nira direndahkan dengan merendahkan tekanan operasi pan masak. Maka suhu uap (baik pemanas maupun uap nira) harus dibuat rendah dengan mengatur tekanannya. Karena hal demikian perlu dikenali sifat-sifat steam atau uap air agar dapat mengatur kondisi proses yang paling cocok.
1. Pengaruh bahan pemanas

Proses kristalisasi dilaksanakan dengan mengatur konsentrasi larutan, untuk itu dijaga dengan menguapkan air dari larutan yang semula larutan encer menjadi pekat. Perlu diatur sesuai dengan tujuan proses kristalisasi. Proses dilakukan di dalam suhu relatif rendah dimana sukrosa belum rusak, jadi suhu pemanasnya pun dipilih yang memiliki suhu relatif rendah.

Hal ini perlu diperhatikan meskipun operasi dilakukan pada tekanan dan suhu rendah maka agar transfer panas dapat berlangsung cepat untuk ini diperlukan selisih temperatur yang tinggi dan hal ini diperoleh bila suhu pemanas tinggi. Tetapi karena didalam proses penguapan terjadi uap dimulai dengan terbentuknya gelembung uap air. Saat terbentuknya gelembung air gula yang semula di dalam nira akan menempel pada permukaan bidang pemanas dan kalau suhu bidang pemanas tinggi sampai suhu tertentu dimana sukrosa rusak maka sukrosa yang menempel pada pemanas juga akan rusak membentuk karamel yang berwarna, oleh sebab itu suhu pemanas harus diatur tidak terlalu tinggi.
1. Pengaruh larutan

Kotoran (nonsukrosa) di dalam nira mempengaruhi kualitas kristal dan kecepatan kristalisasi. Pada mekanisme penempelan sukrosa, ternyata yang menempel selama pembesaran kristal bukan satu molekul sukrosa tetapi rantai sukrosa, suatu massa yang lebih besar dari molekul sukrosa. Kalau di dalam larutan ada molekul yang memiliki massa lebih kecil dari rantai yang menempel ini akan dapat terikut di dalam gerakan rantai sukrosa saat menempel jadi kemungkinan ada nonsukrosa yang ikut masuk ke dalam kristal hingga berpengaruh pada kualitas kristal, paling tidak kemurnian terganggu apalagi bila nonsukrosa yang terbawa adalah molekul berwarna maka warna kristal juga berwarna rantai sukrosa yang menempel. Diharapkan yang menempel ini hanya molekul sukrosa, maka kemurnian kristal tetap tinggi sedangkan kemurnian larutan yang tinggal semakin rendah. Perlu diperhatikan saat kuantum nonsukrosa mulai ikut menempel pada kristal lebih baik pembesaran kristal dihentikan. Dan ini merupakan akhir satu langkah proses. Hal ini yang menyebabkan pada proses kristalisasi tidak dapat dilakukan hanya di dalam satu langkah.
1. J. Langkah Proses Kristalisasi di Dalam Pan Masak

Langkah proses kristalisasi yang dilaksanakan di dalam pan masak dilakukan dengan urutan sebagai berikut : 1) Menyiapkan larutan

Bahan baku utama proses kristalisasi di dalam pan adalah nira kental, larutan leburan atau stroop. Larutan-larutan ini disimpan di dalam peti dibagian belakang deretan pan masak. Larutan-larutan ini kecuali nira kental kemungkinan masih mengandung kristal lembut, kristal-kristal lembut harus dihilangkan (dilarutkan) dahulu dengan pemanasan dan atau pengenceran, agar tidak mengganggu penetapan jumlah inti yang harus disiapkan. Didalam peti larutan (stroop) terdapat pipa dan pada pipa ini pula terdapat lubang pengeluaran steam sehingga kalau didalam peti terdapat larutan dan kemudian steam dialirkan dalam pipa, dan kalau katub lubang pemasukan steam dibuka maka steam keluar dan memanaskan serta mengencerkan larutan, dengan adanya semburan steam menimbulkan gerakan sirkulasi larutan hingga terjadi pelarutan kristal lembut yang ada sekaligus memanasi (menaikkan suhu). Pemanasan larutan sampai dicapai suhu sama dengan suhu operasi di dalam pan. Perbedaan suhu larutan dengan suhu operasi pan akan menimbulkan gangguan KLJ larutan di dalam pan dan dapat mengganggu proses yang sedang berjalan. Larutan disiapkan dengan sejumlah kebutuhan di dalam operasi termasuk perhitungan larutan yang diperoleh selama proses kristalisasi dilaksanakan. Kalau hasil sama dengan kebutuhan

dalam jangka operasi ini berarti tidak ada larutan yang disimpan atau tidak ada waktu idle karena harus menanti datangnya larutan yang diisikan. 2) Persiapan pan masak

Pan yang digunakan untuk proses biasanya digunakan terus-menerus selama masa giling. Berarti pan yang digunakan pasti telah digunakan masak sebelumnya karena itu setiap memulai kegiatan masak perlu dipastikan masalah kebersihan pan, apakah sebelumnya telah dibersihkan dari sisa-sisa masakan yang menempel pada bidang pemanas karena kristal atau stroop yang masih ada dapat mengalami karamelisasi dan menyebabkan adanya zat warna. Akan lebih baik kalau memulai proses dengan mencuci dulu pan dengan semprotan air panas atau steam basah. Kalau sudah yakin bahwa pan dalam keadaan bersih baru dapat dilanjutkan proses dengan menarik hampa. Dalam pan yang sudah bersih, semua katub ditutup, pembuatan hampa dimulai dengan katub pancingan (keran kecil) untuk membuat hampa perlahan-lahan. Pembuatan hampa seyogianya tidak dilakukan bersamaan pan lain agar proses dalam pan lain tidak terganggu, gangguan lebih dirasakan dalam pan yang sedang membuat bibit. Perubahan kehampaan diikuti dengan alat control manometer air raksa (Hg), kenaikan kehampaan sesuai dengan tingginya air raksa di dalam alat control. Baru setelah air raksa memiliki tinggi sekitar 45 cm (kehampaan 45 cmHg) katub besar pada pipa uap kondensor dibuka perlahan-lahan agar kehampaan pan tidak berubah mendadak (mempengaruhi pan lain). Gangguan ini disebabkan sistem pembuat hampa udara umumnya menggunakan pompa udara bersama-sama. Gangguan akan lebih terasa bila digunakan kondensor bersama (kondensor sentral). 3) Menarik larutan

Larutan bahan baku proses kristalisasi disimpan di dalam peti-peti larutan yang berupa nira kental, leburan, larutan cucian kristal. Semua harus dibuat larutan yang bebas dari kristal halus. Larutan yang pertama kali ditarik ke dalam pan minimal sebanyak grainning volume pan, ini merupakan volume terkecil agar seluruh bidang pemanas tertutup larutan bila bersirkulasi. Nilai grainning volume dipengaruhi oleh type dan rancangan pan. Pantype clandria dapat memiliki grainning volume sampai melebihi 40%. Larutan yang harus ditarik ke dalam pan harus bebas dari kristal halus, maka dalam peti penampung larutan dipanasi dengan menggunakan hembusan steam basah sampai larutan memiliki suhu yang sama dengan suhu operasi di dalam pan. 4) Pembuatan bibit

Proses kristalisasi pada hakekatnya proses membesarkan bibit yang berukuran kecil (lembut) menjadi kristal sesuai persyaratan yang direncanakan. Setiap jenis masakan memiliki HK tertentu untuk dapat memperoleh kristal dengan ukuran dan kemurnian tertentu pada akhir proses. Karena volume pan sudah pasti maka di dalam satu pan akan berisi kristal dengan ukuran tertentu dengan jumlah yang tertentu pula. Dengan volume dan HK tertentu jumlah total sukrosa yang ada di dalam pan tertentu pula, dan dengan ukuran kristal yang sudah dipilih jumlah kristal dapat diketahui. Jumlah inilah kristal yang harus disiapkan atau dibuat (dilahirkan) di dalam proses pembuatan bibit. Kalau jumlah kristal yang disiapkan atau

dilahirkan di dalam pembuatan bibit tidak terencana maka ukuran kristal yang diperoleh menjadi tidak sesuai dengan yang dikehendaki. 5) Pembesaran kristal

Pembesaran kristal adalah suatu kegiatan untuk menambah jumlah molekul yang menempel pada kristal bibit. Untuk dapat melaksanakn pembesaran ini dilakukan dengan mengatur nilai koefien lewat jenuh (KLJ) larutan sekitar kristal bibit tetap berada di daerah meta mantap. Daerah meta mantap adalah daerah KLJ dibatasi pada KLJ terendah = tepat jenuh (KLJ = 1,00) dan KLJ paling tinggi mendekati daerah pertengahan, kondisi ini diusahakan agar dapat mencapai kecepatan menempel sukrosa tertinggi (maksimal) sebelum terbentuk kristal baru. Di dalam situasi ini ada masalah yang perlu diperhatikan karena potensi lahirnya kristal baru keburukan lain dapat terjadi. Keburukan yang dapat terjadi selama proses pembesaran kristal yaitu : a) Terbentuknya kristal palsu

b) Terbentuknya kristal kembar (twins) c) 6) Kristal kompleks dan konglomerat Pengambilan contoh selama memasak

Pada suatu jenis tingkat pengkristalan tertentu perlu diambil contohnya untuk melihat berapakah kemurnian pada saat ini. Langkah ini perlu diambil untuk dapat memastikan bahwa kemurnian masakan yang diperoleh agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (pengambilan contoh ini disebut juga sogokan). Terlebih pada masakan terakhir dimana nantinya akan diperoleh larutan yang sudah tidak diambil lagi sukrosanya (larutan sisa) maka kemurnian masakan sangat menentukan baik mengenai jumlah sukrosa yang hilang dalam larutan sisa maupun mudah dan sukarnya pemisahan kristalnya. 7) Memasak tua

Memasak tua adalah langkah terakhir dalam proses pengkristalan apabila pan telah penuh dan telah tercapai kemurnian masakan yang sesuai dengan ketentuannya. Di dalam langkah ini harus dapat diusahakan mencapai kepekatan (% brix) setinggi-tingginya agar larutan atau air yang tertinggal sedikit sehingga sukrosa yang terdapat di dalam larutan juga rendah. Tetapi masakan masih bersifat sebagai zat alir (fluid) agar dapat diolah selanjutnya, harus dicegah kemungkinan terjadinya kristal baru dikarenakan sudah tidak mungkin menambah larutan encer lagi maupun air pencuci. Apabila dicapai keadaan masakan dimana kristalnya cukup rapat tanpa terdapatnya kristal palsu maka proses pengkristalan selesai. 8) Menurunkan masakan

Masakan yang telah tua diturunkan ke dalam palung pendingin yang terdapat di bawah pan kristalisasi. Penurunan isi pan akan dimulai dengan menghilangkan hampa dengan mula-mula menutup hubungan pan kristalisasi dengan bejana pengembunan (sementara itu steam

dikurangi), kemudian buka tutup yang menghubungkan pan dengan udara luar, maka tekanan dalam pan akan menaik atau hampa menurun. Setelah kehampaan hilang, maka pintu pengeluaran dibuka. Masakan akan jatuh turun kebawah dan melewati saluran di bawah pan dan akan masuk ke dalam palung pendingin, palung pendingin harus bergerak sementara itu aliran steam pemanas telah dimatikan. 9) Mencuci pan

Setelah seluruh massa dalam pan keluar maka pan kristalisasi dicuci dengan menggunakan semburan steam basah atau steam dengan air panas. Pencucian pan setelah kristalisasi sangat perlu dikarenakan pada permukaan bidang pemanas di dalam pan kristalisasi masih menempel sisa-sisa larutan kristal. Apabila sisa-sisa ini tidak dibersihkan maka pada proses berikutnya ada kemungkinan sisa ini akan mengalami penggosongan (karena pengaruh suhu tinggi dalam suasana kering) sehingga akan menghasilkan suatu bahan yang berwarna cokelat gelap (caramel), zat berwarna ini sangat tidak disukai karena akan dapat menempel pada kristal sehingga mengakibatkan rendahnya mutu kristal yang diperoleh. Oleh karena hal-hal tersebut maka pencucian pan setelah masakan sangat perlu dilakukan, larutan cucian masih banyak mengandung sukrosa maka tidak boleh dibuang, sementara dipabrik menyediakan tempat khusus penampungan larutan cucian yang sewaktu-waktu akan dipompa akan hancur dengan nira mentah di dalam proses pemurnian.
1. K. Pengawasan Proses Kristalisasi

Pengawasan proses kristalisasi bermaksud untuk mengatur pelaksanaan proses sesuai dengan yang diharapkan. Sasaran proses kristalisasi meliputi : 1) Melaksanakan proses dengan sasaran hasil kristal gula yang maksimal atau dengan kata lain kehilangan gula minimal. Kehilangan sukrosa terbesar di dalam proses kristalisasi ialah terbawanya sukrosa di dalam molase. Oleh karena itu proses harus mampu menghasilkan molase dengan kadar sukrosa minimal. Molase ini disebut molase ideal. Kadar sukrosa di dalam molase dipengaruhi komponen lain (nonsukrosa) dalam nira. Molase ideal merupakan campuran EUTECTIS yaitu campuran antara sukrosa dan nonsukrosa serta air dan tidak dapat dipisahkan komponen dengan cara yang lazim tanpa kerusakan komponen. 2) Hasil kristal sukrosa yang berkualitas tinggi

Yang dimaksud hasil sukrosa yang berkualitas tinggi adalah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Sedang persyaratan hasil kristal adalah : kristal berukuran tertentu, dan kristal tidak berwarna. Untuk pabrik gula di Indonesia yang dimaksud kristal berkualitas tinggi apabila hasil gula memiliki ukuran 1 mm dan persyaratan lain sesuai dengan standar gula SHS yaitu % pol sekitar 97 dengan warna kristal memenuhi persyaratan warna (standar). Warna kristal disebabkan oleh adanya non sukrosa yang berwarna ikut masuk ke dalam kristal atau zat berwarna menempel dipermukaan kristal. Terdapatnya nonsukrosa berwarna menempel dipermukaan kristal karena saat pemisahan kristal dengan larutan induk (diputaran) tidak sempurna dipisahkan mungkin disebabkan oleh gaya sentrifugal kurang tinggi atau viskositas larutan induk yang tinggi.

3)

Waktu proses yang pendek, dengan kata lain kecepatan kristalisasi yang maksimal.
1. L. Penghabluran Dalam Alat pendingin

Pada awal berkembangnya industri gula, masakan gula diturunkan ke dalam suatu tangki terbuka dan didinginkan agar menghablur dengan sendirinya. Cara ini tidak menghasilkan kristal yang merata. Pada tahun 1884 mulai dipergunakan sistem pengadukan pada palung pendingin dengan maksud mengurangi hablur palsu dan hablur dengan ukuran besar. Palung pendingin yang banyak dipergunakan adalah pendingin yang berbentuk U dan O, dilengkapi dengan alat pengaduk yang berputar perlahan di dalam pan masakan. Sebagai pendingin dapat digunakan udara dan air. Pada pendinginan dengan air, air dialirkan pada dinding luar palung pendingin, sehingga merupakan lapisan tipis palung pendingin tersebut. Pada tahun 1977 dimulai rehabilitasi pabrik gula di Indonesia. Pada rehabilitasi dan pendirian pabrik gula baru dipergunakan alat pendingin kontiniu. Masakan yang turun ditampung dalam sebuah palung penampung (receiver) dan dalam keadaan panas dipompakan ke palung-palung pendingin yang diletakkan di atas putaran. Palung pendingin dilengkapi dengan tabung pendingin berputar.

Anda mungkin juga menyukai