Anda di halaman 1dari 10

Pabrik Gula Tasikmadu

A. Pendahuluan
Pabrik Gula Tasikmadu berada di Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu,
Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Pabrik Gula Tasikmadu didirikan
oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro IV pada tahun 1871.
Pabrik Gula Tasikmadu berdiri di atas tanah milik Keraton Mangkunegaran seluas
28,364 hektar. Pembangunan Pabrik Gula Tasikmadu ini merupakan pabrik gula
kedua yang dibangun setelah Pabrik Gula Colomadu Kabupaten Karanganyar
pada masa pemerintahan Mangkunegoro IV.

Gambar 1. Denah Lokasi Pabrik Gula Tasikmadu

Kunjungan kami ke Pabrik Gula Tasikmadu dilaksanakan dalam 2 tahap


yaitu tahap pertama dilaksanakan pada Senin, 18 September 2017 pukul 13.00
WIB sampai dengan 15.00 WIB. Kedatangan kami pada tahap ini disambut dengan
baik oleh Bapak Santoso dan Bapak Supra selaku karyawan Pabrik Gula
Tasikmadu. Bapak Santoso adalah salah satu alumni S1 Teknik Kimia UNS
angkatan 2009. Penyambutan dilakukan di dalam area pabrik, lalu dilanjutkan
penjelasan tentang sejarah pabrik secara singkat. Pada kunjungan tahap ini, kondisi
pabrik sedang tidak beroperasi sehingga kami hanya diberi penjelasan tentang
peralatan yang digunakan dalam proses produksi gula. Oleh karena itu, kami
melakukan kunjungan tahap kedua yang dilaksanakan pada Kamis, 21 September
2017 pukul 08.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB saat pabrik sedang beroperasi.
Kedatangan kami pada kunjungan yang kedua disambut oleh Bapak Tatag dan
dilanjutkan dengan penjelasan mengenai proses pembuatan gula di Pabrik Gula
Tasikmadu secara keseluruhan.
B. Isi
a. Bahan Baku Produksi
Proses produksi yang baik untuk menghasilkan gula kristal putih
berkualitas dimulai dari pemilihan bahan baku yang berkualitas. Bahan baku
untuk pembuatan gula kristal putih dibagi menjadi dua yaitu, bahan baku
utama dan bahan pembantu.
Bahan baku utama pembuatan gula kristal putih di Pabrik Gula
Tasikmadu adalah tebu. Penyediaan bahan baku ini merupakan tanggung jawab
dari bagian tanaman. Jenis tebu yang biasa digunakan sebagai bahan baku
gula di Pabrik Gula Tasikmadu adalah jenis Briterlandes Zaadreitsscarten
(BZ) dan Pasuruan Station (PS). Bahan baku ini diperoleh dari 7 wilayah kerja
Pabrik Gula Tasikmadu, yaitu Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Boyolali,
Salatiga, Semarang, dan Sragen. Selain menanam tebu di lahan sendiri, Pabrik
Gula Tasikmadu juga bekerja sama dengan petani. Tebu yang dihasilkan dari
para petani sebesar 66%. Pengawasan bahan baku dilakukan dengan cara
pemantauan proses budidaya yang dilakukan oleh petani tebu. Pabrik Gula
Tasikmadu memberikan Standar Operasional Prosedur (SOP) kepada petani
untuk menjalankan proses budidaya tebu yang baik. Selain itu perusahaan juga
menempatkan petugas di lapangan untuk memantau kelancaran proses
budidaya yang dijalankan oleh para petani.
Bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi gula di Pabrik
Gula Tasikmadu adalah :
1. Susu kapur
Susu kapur digunakan untuk menaikkan pH dan membantu proses
pengendapan pada proses defekasi. Susu kapur dibuat dari batu kapur
(CaCO3) yang dibakar pada suhu sekitar 1.300 oC, sehingga batu kapur
terurai menjadi kapur tohor (CaO) dan gas karbondioksida (CO 2).
Kemudian kapur tohor dipadamkan dengan penyiraman air panas, setelah
itu diencerkan dengan air dingin sehingga diperoleh kekentalan 7 oBrix.
2. Belerang
Belerang digunakan sebagai bahan pembuatan gas SO2 dan dibuat
di dalam tobong belerang. Proses pembuatan gas SO2 adalah dengan
memanaskan padatan belerang dengan steam sehingga belerang mencair,
kemudian dipanaskan hingga suhu 360 oC sampai belerang cair berubah
menjadi gas belerang yang akan bereaksi lanjut dengan oksigen dari
udara yang dihembuskan untuk pembakaran sehingga membentuk gas
SO2. Reaksi yang terjadi:

S + O2  SO2
Gas SO2 ini berfungsi untuk :
a. Menetralkan kelebihan susu kapur dalam proses sulfitasi
b. Memucatkan nira kental keluar stasiun penguapan
c. Menurunkan pH dan membentuk endapan CaSO3 yang berguna untuk
mengikat kotoran yang terkandung dalam nira.
3. Flokulan
Flokulan yang dipakai oleh PG Tasikmadu adalah Superfloc A110
yang berfungsi untuk membantu meningkatkan kecepatan proses
pengendapan kotoran pada proses pemurnian.
4. Asam phosphate
Asam phosphat (H3PO4) ditambahkan pada proses pemurnian yang
berfungsi sebagai inti endapan yang mampu merangkul koloid-koloid
halus dan kecil sehingga kotoran akan mengendap.
b. Proses Produksi
Penjelasan mengenai proses produksi dilakukan sembari bisa melihat alat
produksi secara langsung di Pabrik Gula Tasikmadu yaitu:
Proses pembuatan gula di Pabrik Gula Tasikmadu disajikan dalam Gambar 2
berikut :

Gambar 2. Proses Pembuatan Gula di Pabrik Gula Tasikmadu

Proses pertama dalam pembuatan gula adalah proses pemerahan tebu.


Proses ini bertujuan untuk mengambil nira dari batang tebu secara maksimal
Kapasitas pada stasiun gilingan yaitu 30.500 kg/hari. Tebu yang telah ditimbang
diletakkan pada meja tebu, selanjutnya dimasukkan ke dalam cane carrier.
Tebu dipotong-potong dengan pisau tebu dan dicacah dengan hammer
shreeder, selanjutnya diperah di gilingan I sampai gilingan IV. Ampas pada
gilingan III dan IV ditambahkan air imbibisi untuk mengambil nira yang tersisa
pada ampas gilingan I dan II. Nira yang keluar dari gilingan IV masuk ke
gilingan II, sedangkan nira yang keluar dari gilingan III masuk ke gilingan I.
Nira yang keluar dari gilingan I dan II ditampung sebagai nira kental, lalu
disaring dengan DSM Screen dan hasilnya ditampung di bak nira dan dipompa
menuju timbangan nira mentah (Timbangan Boulogne).
Proses kedua adalah proses pemurnian nira pada stasiun pemurnian. Proses
pemurnian bertujuan untuk memisahkan kotoran yang terdapat dalam nira
kental sehingga didapatkan nira encer dan blotong. Prinsip dari proses
pemurnian ini adalah mengikat bahan selain gula (pengotor) dengan reagen
tertentu menjadi endapan sehingga didapatkan nira yang jernih. Pemurnian nira
yang digunakan oleh Pabrik Gula Tasikmadu adalah dengan menggunakan
proses sulfitasi. Cara ini digunakan sejak tahun 2007 karena mampu
menghasilkan gula yang lebih putih dengan menggunakan beberapa bahan
pembantu yaitu susu kapur, gas SO2, flokulan dan asam phosphat (H3PO4).
Nira kental dari stasiun gilingan dengan pH 5,6 – 5,8 ditimbang dengan
timbangan Boulogne, lalu dimasukkan ke dalam bak nira tertimbang dan
dialirkan ke PP I. Di dalam PP I, nira ditambahkan dengan asam phosphat
(H3PO4) dan dipanaskan hingga suhu 75oC. Nira selanjutnya dialirkan ke
Defekator I untuk dilakukan proses defekasi atau penambahan susu kapur
hingga pH nira sekitar 8,5 selanjutnya, dialirkan ke Defekator II dan Defekator
III hingga pH nira menjadi 9,5 – 10. Nira dari Defekator III dialirkan ke
Sulfitator Tower dengan ditambahkan gas SO2 sehingga pH turun menjadi 7,2.
Pada saat penetralan dengan gas SO2, kotoran pada nira akan mengendap. Nira
dialirkan ke dalam Reaction Tank untuk menyempurnakan reaksi, kemudian
dipanaskan di dalam PP II hingga suhu 105oC. Nira dilewatkan di Flash Tank
dan ditambahkan flokulan untuk melepas gas-gas sisa reaksi dan udara yang
terlarut agar tidak mengganggu proses pengendapan berikutnya. Nira
selanjutnya dimasukkan ke dalam Single Tray Clarifier (STC) untuk
memisahkan endapan (nira kotor) dan nira encer. Nira encer kemudian
dimasukkan ke dalam tangki nira encer, disaring, dan dialirkan ke proses
selanjutnya. Endapan (nira kotor) dimasukkan ke dalam tangki nira kotor
kemudian dipompa ke Mixer dengan ditambahkan ampas halus, dan disaring
kembali menggunakan Rotary Vacuum Filter. Hasil filtrat dikembalikan ke bak
nira tertimbang dan diproses kembali bersama nira mentah, sedangkan blotong
digunakan sebagai bahan pupuk organik.
Proses ketiga adalah proses penguapan nira pada stasiun penguapan. Proses
penguapan bertujuan untuk menguapkan kandungan air dalam nira encer
sehingga didapatkan nira kental dengan kadar 60-64 obrix. Prinsip kerja dari
tahap penguapan didasarkan pada perbedaan titik didih zat yang terkandung
dalam larutan. Pabrik Gula Tasikmadu mempunyai 6 badan penguap yang
terdiri dari 3 badan penguap secara seri, 2 badan penguap secara paralel,
sedangkan 1 badan penguap digunakan secara bergiliran dan dibersihkan setiap
harinya. Nira encer dari stasiun pemurnian masuk ke badan penguap I (BP I)
yang dipanaskan dengan uap bekas dari stasiun gilingan, uap nira dari BP I
digunakan untuk memanaskan BP II dan BP selanjutnya hingga dihasilkan nira
kental. Tinggi nira yang diuapkan kurang lebih 1/3 dari badan penguap agar
sirkulasi dapat berjalan dengan baik.
Proses yang terjadi pada stasiun penguapan adalah sebagai berikut :
1) Nira encer di BP I dipanaskan menggunakan uap bekas dengan suhu 105 –
110°C dan tekanan 0,8 kg/cm. Bila uap bekas kurang mencukupi atau
tekanannya rendah, maka dapat ditambahkan uap baru.
2) Nira dialirkan menuju ke BP II dan dipanaskan dengan uap nira dari BP I
hingga suhu 100°C.
3) Nira pada BP II dialirkan ke BP III yang dipanaskan dengan uap nira dari BP
II.
4) Uap nira dari BP III digunakan untuk memanaskan nira pada BP IV dan BP
V.
5) Uap panas yang keluar dari BP IV dan BP V dialirkan menuju kondensor dan
dikeluarkan berupa air jatuhan. Sedangkan uap nira yang dihasilkan pada
masing-masing badan penguap dikeluarkan berupa air kondensor/kondensat.
6) Nira dari badan penguap terakhir dialirkan menuju bejana sulfitator II lalu
nira kental direaksikan dengan gas SO2. Sulfitasi II berfungsi untuk
pemucatan dan menurunkan pH nira kental sampai 5,5.
7) Nira kental yang telah dihasilkan dari bejana sulfitator II dipompa ke bak
penampung nira kental pada stasiun masakan.

Gambar 3. Gambar Evaporator pada Stasiun Penguapan

Proses keempat adalah proses pemasakan nira pada stasiun masakan dan
putaran. Nira kental dari stasiun penguapan selanjutnya dikristalisasi pada
stasiun masakan dan putaran. Proses kristalisasi dilakukan dengan dua tahap
yaitu tahap pemasakan untuk menguapkan air yang terdapat pada nira kental
dan membentuk kristal gula sesuai standar dan tahap pemuteran yang berfungsi
untuk memisahkan kristal gula dengan larutan gula (stroop/klare). Kedua tahap
tersebut dilakukan dengan menekan kehilangan gula dalam tetes seminimal
mungkin.
Proses kristalisasi di Pabrik Gula Tasikmadu menggunakan sistem masakan
3 tingkat, yaitu masakan A, C, dan D. Pada masing-masing stasiun masakan,
proses pemasakan dilakukan dalam kondisi vacuum dengan aliran uap bekas
dengan suhu reaktor 60°C.
1. Masakan A dan Putaran A
Bibit dari masakan A adalah gula C, dengan bahan dasar lain yaitu nira
kental dan klare SHS. Bahan-bahan tersebut dimasak dalam reaktor
sehingga diperoleh hasil masakan A, selanjutnya dilakukan pendinginan
pada palung pendingin A sekitar 1 jam agar terjadi pengkristalan lebih lanjut
atau nakristalisasi.
Hasil masakan A masuk ke dalam stasiun putaran yaitu pada putaran A
dengan kecepatan 900 rpm untuk diperoleh gula A dan stroop A sebagai
hasil samping. Stroop A akan dimasukkan dan diproses pada masakan C dan
D, sedangkan gula A akan diproses lebih lanjut dengan dimasukkan dalam
putaran SHS sehingga diperoleh produk gula SHS (Gula Kristal Putih) dan
klare SHS sebagai hasil samping yang akan digunakan kembali sebagai
bahan dasar masakan A.
2. Masakan C dan Putaran C
Prinsip dari masakan C sama dengan masakan A. Bibit masakan C
adalah gula D2, dengan bahan dasar lain yaitu nira kental dan stroop A.
Bahan-bahan tersebut dimasak dalam reaktor sehingga diperoleh hasil
masakan C, yang selanjutnya dilakukan pendinginan pada palung pendingin
C sekitar 1 jam agar terjadi pengkristalan lebih lanjut atau nakristalisasi..
Setelah itu, hasil masakan C masuk ke dalam stasiun putaran yaitu
pada putaran C untuk diperoleh gula C dan stroop C sebagai hasil samping.
Stroop C akan dimasukkan dan diproses pada masakan D, sedangkan
sebagian gula C akan digunakan sebagai bibit dari masakan A dan
sebagiannya lagi akan dilebur dan dicampur bersama gula D2 ke dalam peti
deksap/nira kental untuk diproses lagi menjadi nira kental sebagai bibit dari
masakan A, C, maupun D.
3. Masakan D dan Putaran D
Pada masakan D ini prinsipnya juga sama dengan masakan A yaitu
dilakukan dengan kondisi vacuum dengan aliran uap bekas dengan suhu
reaktor 60°C. Bibit dari masakan D adalah fondan, dengan bahan dasar lain
yaitu nira kental, stroop A, stroop C, dan klare D1. Bahan-bahan tersebut
dimasak dalam reaktor sehingga diperoleh hasil masakan D, yang
selanjutnya dilakukan pendinginan pada palung pendingin D sekitar 1 jam
agar terjadi pengkristalan lebih lanjut atau nakristalisasi.
Hasil masakan D diproses pada stasiun putaran yaitu putaran D1 untuk
memisahkan gula D1 dan tetes tebu/molases. Molases ini akan masuk dalam
tangki tetes untuk didistribusikan ke pihak ketiga, sedangkan gula D1
diproses lebih lanjut pada putaran D2 sehingga diperoleh gula D2 dan klare
D1. Klare D1 akan digunakan kembali sebagai bibit dari masakan D,
sedangkan gula D2 sebagian digunakan sebagai bibit dari masakan C
sebagian lagi akan dilebur dan dicampur bersama gula C ke dalam peti
deksap/nira kental untuk diproses lagi menjadi nira kental sebagai bibit dari
masakan A, C, maupun D.

Gambar 4. Gambar Alat Putaran pada Stasiun Masakan dan Putaran

Pada proses kristalisasi dalam stasiun masakan dan putaran ini


dihasilkan gula SHS (Gula Kristal Putih) sebagai produk utama dari Pabrik
Gula Tasikmadu. Tahap selanjutnya, dilakukan proses penyelesaian yang
pada dasarnya terdiri dari kegiatan pemisahan, pengeringan, pengemasan
dan penyimpanan. Produk gula SHS yang dihasilkan dalam proses
kristalisasi dilewatkan pada talang goyang, saringan halus, dan saringan
kasar dengan cara dihembuskan oleh udara panas dengan suhu sekitar 70 oC
untuk menghilangan uap air yang berada di antara kristal sehingga gula
akan cepat kering. Gula SHS yang diperoleh ini sesuai standar berukuran
sekitar 0,8 – 1,2 mm dengan warna putih kekuningan. Pada proses ini,
produk gula yang tidak memenuhi standar akan diproses kembali pada
proses kristalisasi. Produk gula SHS sesuai standar dikemas langsung dalam
karung secara manual dengan berat tertentu dan karung-karung gula akan
dimasukkan ke gudang gula sebelum didistribusikan.

Gambar 5. Proses Ayakan Kristal Gula

Tanya Jawab
1. Tanya : Dari mana tebu untuk produksi didapatkan?
Jawab : Tebu didapatkan dari kebun petani disekitar pabrik, dan ada dari
klaten juga.
2. Tanya : Bagaimana persentase bagi hasil antara petani dengan pabrik?
Jawab : Pembagian hasil gula yaitu 66% untuk petani dan 33% untuk
pabrik.
3. Tanya : Mengapa Pompa centrifugal yang digunakan untuk menumpankan
nira mentah ada 3, tetapi yang hidup hanya 1?
Jawab : Pompa satu stand by, satu off. Bila terjadi kerusakan, maka tidak
ada masalah yang berarti.
4. Tanya : Dari mana air didapatkan dan bagaimana proses pengolahan
limbahnya?
Jawab : Air didapatkan dari sungai. Tetapi bila musim kemarau tiba, air
disungai minim/kering dan air didapatkan dari proses pengolahan
air secara aerasi jadi air yang ada diolah secara berkala agar tetap
dapat digunakan.
5. Tanya : Ampas dari tebu dimanfaatkan untuk apa?
Jawab : Ampas digunakan untuk pembakaran diboiler dan abu dari hasil
pembakaran digunakan untuk pembuatan keramik.

C. Penutup
Demikian Laporan Anjang Karya ini kami susun dengan harapan dapat
menambah wawasan bagi kami tentang proses produksi gula di Pabrik Gula
Tasikmadu. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan proposal ini masih banyak
kekurangan. Akhir dari penulisan laporan ini kami mengucapkan terima kasih
terhadap semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam Anjang
Karya ke Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar pada hari Selasa, 19 September
2017.
Lampiran
Gambar L.1 Foto Bersama Mahasiswa D3 Teknik Kimia UNS Angkatan 2015
dan Dosen Pembimbing dengan Karyawan Pabrik Gula Tasikmadu
(Bapak Santoso dan Bapak Supra) di depan Pabrik Gula Tasikmadu

Gambar L.6

Anda mungkin juga menyukai