Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Stroke


Stroke didefinisikan sebagai gangguan atau disfungsi otak, yang terjadi secara
mendadak, baik fokal atau global, dikarenakan adanya suatu kelainan pembuluh darah otak
dengan defisit neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam atau terjadi kematian. Bila disfungsi
serebral sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam dinamakan TIA (Transient
Ischemic Attack). Proses patologi pada sistem pembuluh darah otak dapat berupa
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding
pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan
viskositas maupu kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak serta
komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif, atau
sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes
melitus.1,2
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala dan akan muncul
secara klinis jika aliran darah ke otak yaitu cerebal blood flow (CBF) turun sampai ketingkat
melampaui batas toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (threshold
of brain functional activity). Keadaan ini menyebabkan sindrom klinis yang disebut stroke.
Gejala klinis tergantung lokalisasi daerah yang mengalami iskemia, misalnya apabila
mengenai daerah pusat penglihatan makan akan timbul gangguan ketajaman penglihatan atau
gangguan lapang pandang.1

2.2 Perdarahan Otak dan Kejadian Stroke


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem karotis
dan sistem vertebrobasiler. Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktir
subkortikal mendapat darah dari sepasang a.karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang
yang meliputi serebelum, korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh
darah dari sepasang a. vertebralis(a. Basillaris). Jumlah aliran darah otak ataupun cerebral
blood flow biasanya dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada
tekanan perfusi otak (cerebral perfusion pressure) dan resistensi serebrovaskular
(cerebrovaskular resistance).2
2.2.1 Gejala klinis dengan gangguan pada Sistem Karotis (Anterior Circulation)

1
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul
hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.2,3
2.2.2 Gejala Klinis dengan Gangguan pada Sistem Vertebrobasiler (Posterior circulation)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan
kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem
sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang
disebabkan sistem vertebrobasiler.2,3

2.3 Persarafan Otak


Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan ekstrapiramidalis.
Pada sistem piramidalis, pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4)
ditempat ini terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan melalui traktus
piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat pada lapisan kelima gyrus
presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke kapsula interna menempati 2/3 krus posterior.
Kemudian berjalan ke pedunculus oblongata dan medulaspinalis. Pada kornu anterior medula
spinalis sebagian serabut saraf ±85% berjalan ke kontralateral (disebut traktus kortikospinal
lateral), persilangan ini disebut decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain ±15%
tidak menyilang berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal
anterior). 3
Pada sistem traktus ekstra piramidalis Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain.
Gangllia basalis terdiri dari globus palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra,
nukleus subthalamikus, nukleus rubra. Putamen dan nukleus kaudatus disebut striatum.3
Pada sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan
rangsang. Pertama adalah dengan sensibilitas permukaan yaitu Rangsang diterima di reseptor
kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion spinale, kemudian melalui radix posterior ke
kornu posterior, ditempat ini berganti neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi
traktus spinothalamikus, kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf yang
berasal dari badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan bawah lebih medial,
kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus sentralis posterior.3
Pada sensibilitas dalam, serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale
lalu ke radix posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah

2
sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas
dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach
sebelumnya berganti neuron. Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke
thalamus berganti neuron dan berakhir di gyrus sentralis posterior.1,3

2.4 Klasifikasi Stroke


Terdapat berbagai macam klasifikasi stroke berdasarkan gambaran klinis, patologi
anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini
diperlukan karena setiap jenis stroke mepunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang
berbeda walaupun patogenesisnya serupa. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya,
stroke dibagikan kepada stroke infark dan strok hemoragik. Pada strok infark adanya
transient ischemic attack, trombosis serebri dan emolia serebri. Pada stroke hemoragik
dibagikan kepada dua yaitu perdarahan intraserebral dan perdarah subarakhnoid. Berdasarkan
stadium dibagikan kepada transient ischemic attack, stroke-in-evolution dan completed
stroke. Berdasarkan sistem pembuluh darah dibagikan kepada dua yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasiler. Stroke mempuntai tanda klinis spesifik tergantung daerah otak yang
mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan memberikan kombinasi
gejala yang lebih banyak pula.2

2.5 Faktor Resiko Stroke


Secara garis besar mekanisme terjadinya gangguan cerebrovaskular dapat disebabkan
oleh oklusi oleh thrombus atau emboli, rupture dari dinding pembuluh darah, penyakit dari
dinding pembuluh darah dan kelainan darah. Pembuluh darah yang normal terbentuk oleh
tunika intima ( sel endotel ), tunika media yang terdiri dari fibroblast dan otot polos dengan
didukung oleh kolagen dan jaringan elastik, tunika adventitia yang terutama terdiri dari serat
kolagen yang tebal.1,3
Dalam jaringan otak dan medula spinalis, tunika adventitia biasanya sangat tipis dan
lamina elastik antara tunika media dan adventitia kurang terlihat. Tunika intima adalah
barrier yang sangat penting terhadap kebocoran darah dan unsur yang terkandung didalamnya
kedalam dinding pembuluh darah. Di dalam perkembangan dari arterosklerosis plak peristiwa
primernya adalah kerusakan endotel dari tunika intima.1,3
2.5.1 Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor utama dalam perkembangan infark trombosis serebral
dan pendarahan intra cranial yang sering menyebabkan gangguan fungsi otak dan merusak

3
struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskular. Infark dan perdarahan otak
merupakan stadium akhir akibat memburuknya gangguan vaskular pada otak.2,3
Stroke yang terjadi akibat hipertensi disebabkan oleh adanya perubahan patologik
yang terjadi pada pembuluh darah serebral di dalam jaringan otak yang mempunyai dinding
yang relatif tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor predisposisi stroke secara langsung dan
peningkatan proses aterogenesis merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otak.
Selain itu hipertensi menyebabkan gangguan kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak
sehingga pada tekanan darah yang sama, aliran darah ke otak penderita hipertensi sudah
berkurang dibandingkan penderita normotensi. Jadi pada infark otak biasanya sekunder dari
aterosklerosis dan pada perdarahan otak biasanya akibat peninggian tekanan darah dan
mikro-aneurisma pada pembuluh darah otak ( aneurisma Charcot-Bouchard), sehingga dapat
dikatakan hubungan hipertensi dan perdarahan otak lebih erat dibandingkan infark otak.2,3
2.5.2 Kelainan jantung
Kelainan jantung dapat menyebabkan gangguan fungsi otak melalui 4 jalan. Pertama
disebabkan emboli yang berasal dari penyakit katup jantung, dinding jantung dan ruangan
jantung. Kedua adanya gangguan curah jantung karena kelainan ritme yang hebat atau
dekompensasi menyebabkan penurunan perfusi otak. Ketiga pada penggunaa bbat-obatan
yang digunakan pada gangguan sirkulasi dapat menganggu fungsi otak. Keempat pada
operasi jantung dapat menyebabkan kerusakan otak cepat atau lambat. Nomor 1 dan 4 lebih
sering menyebabkan iskemia fokal, sedangkan 2 dan 3 lebih sering menyebabkan gangguan
yang bersifat difus. Kelainan jantung yang merupakan faktor resiko stroke adalah penyakit
jantung kongestif, penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, endokarditis
bakterialis subakut, infark miokard akut, penyakit jantung congenital, pembesaran jantung,
gangguan konduksi intraventikuler,dan lain-lain.
Kelainan irama jantung seperti fibrilasi atrial dan blok jantung komplit mempertinggi
resiko terjadinya stroke. Aritmia jantung dapat mempengaruhi hemodinamik yang normal
akibat perubahan denyut jantung, perubahan waktu antara sistolik dari atrium dan ventrikel
dengan akibat hilangnya daya pengembangan atrium dan ventrikel, sehingga perfusi darah ke
otak menurun. Kelainan ritme jantung yang mengakibatkan emboli adalah fibrilasi atrial
(dapat terjadi pada semua umur), kelainan sinoatrial kronik (sering terjadi pada usia tua).
Emboli lebih sering terjadi pada penderita yang mengalami gangguan irama yang berfluktuasi
antara irama lambat yang abnormal.
Penyakit jantung koroner dapat meningkatkan faktor resiko stroke sebanyak 2-5 kali
dibandingkan orang normal. Infark miokard akut sering mengakibatkan pembentukan trombi

4
mural, dan mengenai endometrium ventrikel kiri serta diikuti dengan penyumbatan emboli
pada arteri otak. Resiko terjadinya stroke pada infark miokard tergantung pada besar kecilnya
kerusakan. Pada infark miokard yang luas akan meningkatkan resiko terjadinya stroke
dibandingkan infark miokard kecil.
Kelainan katup jantung misalnya stenosis mitral akibat penyakit jantung rematik dapat
menyebabkan payah jantung dan fibrilasi atrial. Kelainan ini memyebabkan terjadinya stroke
melalui pembentukan trombus yang kemudian menjadi emboli dalam aliran darah ke otak.
Selain itu endokarditis bakterialis dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid dengan atau
tanpa aneurisma mikotik.
Pembesaran jantung, kardiomiopati dan aneurisma ventrikel dapat menyebabkan
pembentukan thrombus mural pada ventrikel kiri yang dapat menyebabkan emboli pada
otak. Kardiomiopati dapat menyebabkan emboli sistemik, paru, dan otak. Thrombus
berkumpul pada trabekula karena jantung pada bagian apeks ventrikel kiri dan kanan dan
sebagai emboli bergerak sebagai aliran darah ke paru atau otak.1-3
2.5.3 Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit
serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang kuat dibandingkan
hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus berperan melalui proses
aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis pembuluh darah otak pada diabetes
mellitus melalui kelainan lipid yang multiple. Pada diabetes mellitus terjadi peningkatan
konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma yang mungkin berperan dalam
penyakit vascular. Kedua adanya perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan
dinding pembuluh darah yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat
mikrotrombus. Seterusnya aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas
plasminogen dalam pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.3
2.5.4 Hiperlipidemia
Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor risiko
penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan antara stroke dan
peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan bahwa tidak semua stroke
berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain menemukan bahwa HDL memiliki efek
perlindungan terhadap stroke; adanya hubungan antara plak karotis atau penebalan tunika
intima dan fraksi lipoprotein serta penurunan signifikan terhadap risiko stroke pada pasien
yang diobati dengan obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu statin.3

5
2.6 Patogenesis Infark Otak
Otak merupakan organ yang sangat aktif secara metabolik, memerlukan glukosa
sebagai energi utama untuk metabolisme. Glukosa dihasilkan dari oksidasi karbondioksida
dan air. Metabolisme glukosa mengacu pada konversi ADP menjadi ATP. Suplai ATP secara
konstan diperlukan dalam mempertahankan integritas neuron dan menjaga kation
ekstraseluler mayor Ca2+ dan Na+ tetap di luar sel, dan kation intraseluler K+ di dalam sel.
Produksi ATP lebih efisien dengan adanya oksigen. Otak memerlukan dan menggunakan
kira-kira 500 ml oksigen dan 75 – 100 mg glukosa tiap menit, dengan total 125 gr glukosa
sehari.
Jika CBF menurun sampai 15-18 ml/100gr/menit hal ini akan mengakibatkan
kegagalan elektrolit, jika CBF dibawah 15 ml/100gr/menit maka akan mengakibatkan
perubahan dalam potensial yang dibangkitkan oleh somato-sensoris. Bila dibawah
10ml/100gm/menit akan mengakibatkan kegagalan ionik, dimana konsentrasi kalium
ekstraseluler akan meningkat, kalsium intraseluler meningkat, asam lemak bebas dibebaskan,
pemecahan ATP yang mengakibatkan asidosis intraseluler yang mengakibatkan kematian sel
saraf. Dalam 10-15 ml/100gr/menit (antara electrical and ionic failure), neuron tidak
berfungsi tapi masih viable. Neuron-neuron ini berada di perifer sekeliling area infark
(perifokal area) dan eksistensinya ditentukan system kolateral. Area ini dinamakan daerah
Penumbra. Daerah penumbra ini merupakan target pengobatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF adalah regional CBF, autoregulasi, perubahan
metabolik dan neurokimia. Cerebral blood flow (CBF) secara normal adalah sekitar 50
ml/100gr jaringan otak per menit, dan konsumsi oksigen otak (dikenal juga dengan cerebral
metabolic rate for oxygen – CMRO2) biasanya sekitar 3,5 ml/100gr/menit. Dengan
meningkatkan ekstraksi oksigen dari aliran darah, kompensasi dapat terjadi untuk
mempertahankan CMRO2 sampai CBF diturunkan sampai ke level 20 – 25 ml/100gr/menit.
Kapasitas sirkulasi cerebral untuk mempertahankan level konstan CBF dengan tekanan yang
berubah-ubah disebut dengan autoregulasi. CBF tetap relatif konstan saat mean arterial
blood pressure antara 50 – 150 torr. Saat tekanan darah secara kronis meningkat, level bawah
dan atas autoregulasi akan meningkat, mengindikasikan toleransi yang tinggi terhadap
hipertensi tetapi juga peningkatan sensitivitas terhadap hipotensi. Normalitas autoregulasi dan
sistem kolateral memegang peranan penting dalam terjadinya serangan stroke. Bilamana tensi
meningkat pembuluh darah akan vasokontriksi dan bila tensi menurun akan terjadi

6
vasodilatasi. Gangguan pada autoregulasi dan system kolateral akan menurunkan regional
CBF, iskemia dan akhirnya menyebabkan infark otak.3,4

2.6.1 Iskemia Otak


Iskemia akan menyebabkan gangguan hemostasis ion, terutama ion kalium dan
kalsium. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan menyebabkan pembengkakan
sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen dan bahan makanan ke otak. Sel yang
mengalami iskemia akan melepaskan neurotransmitter glutamat dan aspartat yang akan
menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel. Keadaan inilah yang mendorong jejas
sel menjadi irreversibel. Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran
fosfolipid sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam
arakhidonat merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin
merupakan vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan
A2 merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan
tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Bila
keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit. Prostaglandin, leukotrien, dan
radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel
membengkak (edema seluler). Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam
perluasan kerusakan sel. Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi
apabila kadar glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam
keadaan iskemia.1,3
2.6.1 Infark Atherotrombotik
Kebanyakan penyakit serebrovaskular dapat dikaitkan dengan atherosklerosis dan
hipertensi kronis. Keduanya saling mempengaruhi. Atherosklerosis akan mengurangi
kelenturan arteri besar, dan stenosis atherosklerotik yang terjadi pada arteri ginjal, keduanya
dapat mengakibatkan tekanan darah yang meningkat. Sedangkan hipertensi akan
”mendorong” atherosklerosis ke dinding arteri cabang kecil.1-3
Proses atheromatous pada arteri otak identik dengan yang terjadi pada aorta, arter
koroner, dan arteri besar lainnya. Proses ini terjadi dengan progresif, berkembang tanpa
gejala dalam waktu puluhan tahun, dan dapat dipercepat oleh hipertensi, hiperlipidemia, dan
diabetes. Profil lipoprotein darah dengan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol
yang rendah dan LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol yang tinggi juga mempercepat
proses terjadinya plak atheromatous. Faktor resiko lainnya adalah merokok, yang akan
menurunkan kadar HDL kolesterol darah dan aliran darah otak. Terdapat kecenderungan plak

7
atheromatous untuk terbentuk pada percabangan dan cekungan arteri otak. Tempat yang
paling sering adalah a.carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a.carotis communis,
a.vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a. basiler, pada batang
maupun percabangan utama a. cerebri medial, pada a. cerebri posterior yang memutar di otak
tengah atau a.cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum. 1-3
2.6.3 Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung.
Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada percabangan
arteri yang terlalu kecil untuk dilewati. Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan
oleh fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik,
hipertensi, kongenital), Infark miokard dengan trombus mural, endokarditis bakterial akut
dan subakut, penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral,
miokarditis), komplikasi bedah jantung, katup jantung buatan, vegetasi trombotik endokardial
non bakterial, prolaps katup mitral, emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital.
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain atherosklerosis aorta dan a. carotis, dari
tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler, trombus pada v.
pulmonalis, lemak, tumor, udara, komplikasi bedah leher dan thoraks serta trombosis pada
panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt.1,2
2.6.4 Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil yang
mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah
yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona
radiata, dan daerah paramedian dari batang otak . Stroke lakuner biasanya berhubungan
dengan kombinasi antara hipertensi, atherosklerosis dengan diabetes melitus. Stroke lakuner
dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu hemiparesis motorik
murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis dengan ataksia,
sindrom sensorimotor.1,2

2.7 Patogenesis Perdarahan Otak


Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak.
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan
intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahn intraserebral, pembuluh darah
yang pecah terdapat di dalam otak uatau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan
subarakhnoud disekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh

8
kerusakan dindingnya(arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenitasl misalnya malformasi
arteri-vena, infeksi(sifilis) dan trauma.1,2

2.7.1 Perdarahan Intraserebral


Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma(Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, pons dan batang otak, Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh
sebab lain misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah
atau penyakit pada dinding pembuluh darah otak primer misalnya Congophilic angiopathy,
tetapi dpaat juga akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil daripada perdarahan
subkortikal.1,2
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis. Akhir-akhir ini para ahli bedah otak di Jepang berpendapat bahwa
pada fase awal perdarahan otak ektravasaso tidak langsung menyebabkan nekrosis. Pada saat-
saat pertama, mungkin darah hanya akan mendesak jaringan otak tanpa merusaknya, karena
saat itu diffusi darah ke jaringan belum terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan
tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih
parah. Absorpsi darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Gejala klinik perdarahan di korteks
mirip dengan gejala infark otak tetapi mungkin lebih gawat apabila perdarahan sangat luas. 1,2
2.7.2 Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma kongenitasl yang sering
terjadi di a. komunikans anterior, a. serebri media(dekat pangkalnya), a.serebri anterior dan
a.komunikans posterior. Gejala timbul sangat mendadak berupa sakit kepala hebat dan
muntah-muntah. Darah yang masuk ke ruang subarakhnoid dapat menyebabkan komplikasi
hidrosefalus karena gangguan absorpsi cairan otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan
subarakhnoid sering bersifat residif selama 24-72 jam pertama dan dapat menimbulkan
vasospasme serebral hebat disertai infark otak.1,2

2.8 Hubungan antara Ketebalan Tunika Intima dengan Stroke


Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan penebalan
dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan suatu proses multifaktorial yang
melibatkan banyak faktor. Disfungsi endotel merupakan teori penyebab aterosklerosis yang
paling populer saat ini. Terdapat Teori “response-to-injury” dari Ross menghasilkan

9
hipotesis aterosklerosis adalah efek dari interaksi yang rumit antara monosit, lipoprotein,
platelet, limfosit, dan sel otot polos di tunika intima. 5,6
Pada aterosklerosis terjadi inflamasi dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit
substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya
dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut dengan plak. Pembentukan plak
dibawah tunika intima pembuluh darah akan menyebabkan penyempitan lumen, obstruksi
luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh
tertentu. 5,6
Ketebalan tunika intima media atau intima media thickness (IMT) berdasarkan
ultrasonografi (USG) Doppler di arteri karotis telah dikenal sebagai penanda aterosklerosis
subklinis, serta merupakan risiko mayor stroke dan gangguan fungsi kognitif.6 IMT juga dapat
menggambarkan riwayat paparan terhadap faktor risiko vaskular. Masley dkk membuktikan
skor IMT arteri karotis sebagai penanda kardiovaskular terkuat yang bersifat independen
terhadap fungsi kognitif, terutama dalam proses informasi kompleks. Arntzen dkk dalam The
Tromso Study, menyimpulkan rerata IMT berkorelasi negative dengan kemampuan atensi,
fleksibilitas mental dan psikomotor.5-7
Peningkatan ketebalan tunika intima media (IMT) arteri karotis dihubungkan dengan
peningkatan risiko infark miokard dan stroke pada orang dewasa tanpa adanya riwayat
penyakit kardiovaskuler. IMT arteri karotis komunis dan arteri karotis interna diatas 1,18
mm dan 1,81 mm dihubungkan dengan suatu kejadian vaskuler setelah lebih dari 6 tahun.
IMT arteri karotis komunis > 0,87 mm dan IMT arteri karotis interna > 0,9 mm akan
meningkatkan risiko gangguan vaskuler dinyatakan dalam studi kardiovaskuler. Risiko
terjadinya penyakit vaskuler meningkat 27% untuk setiap peningkatan 0,2 mm pada IMT
arteri karotis komunis. Risiko ini meningkat 30% untuk setiap peningkatan 0,55 mm.8
IMT pada orang dewasa antara 0,5-1,0 mm, meningkat dengan bertambahnya usia,
secara umum IMT lebih tebal pada laki-laki. Peningkatan ketebalan tunika intima-media pada
arteri karotis komunis, rata-rata sekitar 0,04- 0,05 mm per tahun. Ketebalan tunika intima-
media pada arteri karotis komunis berhubungan dengan faktor risiko pada stroke.
Ketebalan tunika intima media pada bifurkasio dan adanya plak berhubungan langsung
dengan penyakit jantung koroner. Ketebalan tunika intima media kurang dari 1 mm masih
dapat dianggap normal. 7,8
Sebuah penelitian juga mengemukakan berbagai indeks aterosklerosis karotis, termasuk
IMT, berkorelasi terhadap penurunan fungsi kognitif pasien demensia Alzheimer dan pada
individu bebas demensia. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi difus dan

10
progresif pada pembuluh darah arteri ukuran sedang dan besar, ditandai dengan adanya
deposisi lemak, massa kolagen, terjadinya proliferasi sel otot polos pembuluh darah, serta
infiltrasi sel radang pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan penebalan, kekakuan,
berkurangnya elastisitas, dan penyempitan pada pembuluh darah tersebut. Proses
aterosklerosis telah terjadi bahkan sejak fase awal kehidupan dan berlangsung terus dengan
periode laten yang panjang sebelum bermanifestasi sebagai penyakit kardiovaskular spesifik.
Banyak hipotesis dikemukakan dalam upaya menjelaskan proses aterosklerosis. Hipotesis
akumulasi lipid merupakan hipotesis yang berkembang terlebih dahulu dimana proses
aterogenesis disebabkan oleh tingginya akumulasi lipid pada dinding arteri. Pada hipotesis ini
diketahui kadar plasma kolesterol terutama LDL adalah penyebab utama proses
aterosklerosis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, hipotesis ini akhirnya
disempurnakan. Akhir-akhir ini teori respon jejas pada endotel merupakan hipotesis yang
paling banyak diterima terkait patogenesis aterosklerosis. Jejas pada endotel akan memicu
proses inflamasi yang akan mengakibatkan teraktivasinya respon fibroproliferatif pada
dinding pembuluh darah yang terkena. Beberapa penyebab terjadinya jejas endotel
diantaranya kondisi stress oksidatif, LDL kolesterol teroksidasi, agen infeksi, toksin termasuk
diantaranya produk sampingan dari merokok, hiperglikemia, resistensi insulin, peningkatan
katekolamin, Lp(a) teroksidasi, dan hiperhomosisteinemia. Oleh karena itu, saat ini
dipercayai bahwa patogenesis aterosklerosis adalah konsekuensi multifaktorial yang berawal
dari terjadinya lesi endotel hingga terbentuknya plak aterosklerosis.5,7,8

11
Gambar 2.1. Teori “response-to-injury”, pembentukan plak aterosklerosis 9

2.9 Kerangka Teori

Faktor resiko
Penebalan Tunika Stroke
 Umur Intima Karotis
 Jenis kelamin

 Hipertensi

 Diabetes Melitus

 Dislipidemia
Arterosklerosis • Migraine

• Vertigo

• Transient
Ischemic Attack
12
2.10 Kerangka Konsep

Faktor resiko Penebalan Tunika Stroke


Intima Karotis
 Umur

 Jenis kelamin

Arterosklerosis • Migraine

• Vertigo

• Transient
Ischemic Attack

Daftar Pustaka
1. Louis ED, Mayer SA, Rowland LP. Merrit’s Neurology 13 th Edition. Wolters Kluwer;
Philadelphia. 2015

2. Misbach HJ. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Balai Penerbit FKUI.
2011

3. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adam and Victor’s Principles of Neurology 10 th
Edition. McGraw Hill. 2014

4. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline stroke.


PERDOSSI. 2011

5. Berglund, L., Ramakrishnan, R. 2011. Lipoprotein(a) an elusive cardiovascular Risk


Factor in Atherioschlerosis Thrombosis Vascular Biomol; 24: 2219-2226.

6. Kung CC. Relationship between education and hospital visit. International Journal of
Statistics in Medical Research. 2012;1(1).

7. Yaffe K, Vittinghoff E, Pletcher M, Hoang T, Launer L, Whitmer R, dkk. Early adult to


midlife cardiovascular risk factors and cognitive function. Circulation.
2014;129(15):1560-7.

13
8. Arntzen KA, Schirmer H, Johnsen SH, Wilsgaard T, Mathiesen EB. Carotid
atherosclerosis predicts lower cognitive test results: a 7-year follow-up study of 4,371
stroke-free subjects – The Tromsø Study. Cerebrovasc Disease. 2012;33:159-65.

9. Vinay K, Abdul K.B, Jon C.A. Robbinson and Cotran Pathologic Basis Of Disease 9 th
Edition. ELSEVIER Saunders. 2015 ; h 494-497

14

Anda mungkin juga menyukai