TINJAUAN PUSTAKA
1
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu dapat juga timbul
hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang.2,3
2.2.2 Gejala Klinis dengan Gangguan pada Sistem Vertebrobasiler (Posterior circulation)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan gejala
disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa penurunan
kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia, defisit sistem
sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat juga timbul hemiparese,
gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang
disebabkan sistem vertebrobasiler.2,3
2
sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian thorakal atas
dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju nukleus goll dan nukleus burdach
sebelumnya berganti neuron. Kemudian bersilang membentuk lemniscuss medialis menuju ke
thalamus berganti neuron dan berakhir di gyrus sentralis posterior.1,3
3
struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskular. Infark dan perdarahan otak
merupakan stadium akhir akibat memburuknya gangguan vaskular pada otak.2,3
Stroke yang terjadi akibat hipertensi disebabkan oleh adanya perubahan patologik
yang terjadi pada pembuluh darah serebral di dalam jaringan otak yang mempunyai dinding
yang relatif tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor predisposisi stroke secara langsung dan
peningkatan proses aterogenesis merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otak.
Selain itu hipertensi menyebabkan gangguan kemampuan otoregulasi pembuluh darah otak
sehingga pada tekanan darah yang sama, aliran darah ke otak penderita hipertensi sudah
berkurang dibandingkan penderita normotensi. Jadi pada infark otak biasanya sekunder dari
aterosklerosis dan pada perdarahan otak biasanya akibat peninggian tekanan darah dan
mikro-aneurisma pada pembuluh darah otak ( aneurisma Charcot-Bouchard), sehingga dapat
dikatakan hubungan hipertensi dan perdarahan otak lebih erat dibandingkan infark otak.2,3
2.5.2 Kelainan jantung
Kelainan jantung dapat menyebabkan gangguan fungsi otak melalui 4 jalan. Pertama
disebabkan emboli yang berasal dari penyakit katup jantung, dinding jantung dan ruangan
jantung. Kedua adanya gangguan curah jantung karena kelainan ritme yang hebat atau
dekompensasi menyebabkan penurunan perfusi otak. Ketiga pada penggunaa bbat-obatan
yang digunakan pada gangguan sirkulasi dapat menganggu fungsi otak. Keempat pada
operasi jantung dapat menyebabkan kerusakan otak cepat atau lambat. Nomor 1 dan 4 lebih
sering menyebabkan iskemia fokal, sedangkan 2 dan 3 lebih sering menyebabkan gangguan
yang bersifat difus. Kelainan jantung yang merupakan faktor resiko stroke adalah penyakit
jantung kongestif, penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, endokarditis
bakterialis subakut, infark miokard akut, penyakit jantung congenital, pembesaran jantung,
gangguan konduksi intraventikuler,dan lain-lain.
Kelainan irama jantung seperti fibrilasi atrial dan blok jantung komplit mempertinggi
resiko terjadinya stroke. Aritmia jantung dapat mempengaruhi hemodinamik yang normal
akibat perubahan denyut jantung, perubahan waktu antara sistolik dari atrium dan ventrikel
dengan akibat hilangnya daya pengembangan atrium dan ventrikel, sehingga perfusi darah ke
otak menurun. Kelainan ritme jantung yang mengakibatkan emboli adalah fibrilasi atrial
(dapat terjadi pada semua umur), kelainan sinoatrial kronik (sering terjadi pada usia tua).
Emboli lebih sering terjadi pada penderita yang mengalami gangguan irama yang berfluktuasi
antara irama lambat yang abnormal.
Penyakit jantung koroner dapat meningkatkan faktor resiko stroke sebanyak 2-5 kali
dibandingkan orang normal. Infark miokard akut sering mengakibatkan pembentukan trombi
4
mural, dan mengenai endometrium ventrikel kiri serta diikuti dengan penyumbatan emboli
pada arteri otak. Resiko terjadinya stroke pada infark miokard tergantung pada besar kecilnya
kerusakan. Pada infark miokard yang luas akan meningkatkan resiko terjadinya stroke
dibandingkan infark miokard kecil.
Kelainan katup jantung misalnya stenosis mitral akibat penyakit jantung rematik dapat
menyebabkan payah jantung dan fibrilasi atrial. Kelainan ini memyebabkan terjadinya stroke
melalui pembentukan trombus yang kemudian menjadi emboli dalam aliran darah ke otak.
Selain itu endokarditis bakterialis dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid dengan atau
tanpa aneurisma mikotik.
Pembesaran jantung, kardiomiopati dan aneurisma ventrikel dapat menyebabkan
pembentukan thrombus mural pada ventrikel kiri yang dapat menyebabkan emboli pada
otak. Kardiomiopati dapat menyebabkan emboli sistemik, paru, dan otak. Thrombus
berkumpul pada trabekula karena jantung pada bagian apeks ventrikel kiri dan kanan dan
sebagai emboli bergerak sebagai aliran darah ke paru atau otak.1-3
2.5.3 Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit
serebrovaskular, dan merupakan faktor resiko stroke meskipun kurang kuat dibandingkan
hipertensi. Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus berperan melalui proses
aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis pembuluh darah otak pada diabetes
mellitus melalui kelainan lipid yang multiple. Pada diabetes mellitus terjadi peningkatan
konsentrasi faktor von willibrand (glikoprotein) dalam plasma yang mungkin berperan dalam
penyakit vascular. Kedua adanya perubahan produksi prostasiklin mencerminkan kerusakan
dinding pembuluh darah yang terjadi akibat peningkatan fungsi trombosit dengan akibat
mikrotrombus. Seterusnya aktivitas plasminogen akan menurun. Penurunan aktivas
plasminogen dalam pembuluh darah akan merangsang terjadinya thrombus.3
2.5.4 Hiperlipidemia
Abnormalitas serum lipid (trigliserida, kolesterol, LDL) merupakan faktor risiko
penyakit jantung koroner daripada penyakit serebrovaskuler. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa pada populasi muda tidak terbukti adanya hubungan antara stroke dan
peningkatan kolesterol. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan bahwa tidak semua stroke
berhubungan dengan atherosclerosis. Penelitian lain menemukan bahwa HDL memiliki efek
perlindungan terhadap stroke; adanya hubungan antara plak karotis atau penebalan tunika
intima dan fraksi lipoprotein serta penurunan signifikan terhadap risiko stroke pada pasien
yang diobati dengan obat penurun kolesterol generasi terbaru yaitu statin.3
5
2.6 Patogenesis Infark Otak
Otak merupakan organ yang sangat aktif secara metabolik, memerlukan glukosa
sebagai energi utama untuk metabolisme. Glukosa dihasilkan dari oksidasi karbondioksida
dan air. Metabolisme glukosa mengacu pada konversi ADP menjadi ATP. Suplai ATP secara
konstan diperlukan dalam mempertahankan integritas neuron dan menjaga kation
ekstraseluler mayor Ca2+ dan Na+ tetap di luar sel, dan kation intraseluler K+ di dalam sel.
Produksi ATP lebih efisien dengan adanya oksigen. Otak memerlukan dan menggunakan
kira-kira 500 ml oksigen dan 75 – 100 mg glukosa tiap menit, dengan total 125 gr glukosa
sehari.
Jika CBF menurun sampai 15-18 ml/100gr/menit hal ini akan mengakibatkan
kegagalan elektrolit, jika CBF dibawah 15 ml/100gr/menit maka akan mengakibatkan
perubahan dalam potensial yang dibangkitkan oleh somato-sensoris. Bila dibawah
10ml/100gm/menit akan mengakibatkan kegagalan ionik, dimana konsentrasi kalium
ekstraseluler akan meningkat, kalsium intraseluler meningkat, asam lemak bebas dibebaskan,
pemecahan ATP yang mengakibatkan asidosis intraseluler yang mengakibatkan kematian sel
saraf. Dalam 10-15 ml/100gr/menit (antara electrical and ionic failure), neuron tidak
berfungsi tapi masih viable. Neuron-neuron ini berada di perifer sekeliling area infark
(perifokal area) dan eksistensinya ditentukan system kolateral. Area ini dinamakan daerah
Penumbra. Daerah penumbra ini merupakan target pengobatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF adalah regional CBF, autoregulasi, perubahan
metabolik dan neurokimia. Cerebral blood flow (CBF) secara normal adalah sekitar 50
ml/100gr jaringan otak per menit, dan konsumsi oksigen otak (dikenal juga dengan cerebral
metabolic rate for oxygen – CMRO2) biasanya sekitar 3,5 ml/100gr/menit. Dengan
meningkatkan ekstraksi oksigen dari aliran darah, kompensasi dapat terjadi untuk
mempertahankan CMRO2 sampai CBF diturunkan sampai ke level 20 – 25 ml/100gr/menit.
Kapasitas sirkulasi cerebral untuk mempertahankan level konstan CBF dengan tekanan yang
berubah-ubah disebut dengan autoregulasi. CBF tetap relatif konstan saat mean arterial
blood pressure antara 50 – 150 torr. Saat tekanan darah secara kronis meningkat, level bawah
dan atas autoregulasi akan meningkat, mengindikasikan toleransi yang tinggi terhadap
hipertensi tetapi juga peningkatan sensitivitas terhadap hipotensi. Normalitas autoregulasi dan
sistem kolateral memegang peranan penting dalam terjadinya serangan stroke. Bilamana tensi
meningkat pembuluh darah akan vasokontriksi dan bila tensi menurun akan terjadi
6
vasodilatasi. Gangguan pada autoregulasi dan system kolateral akan menurunkan regional
CBF, iskemia dan akhirnya menyebabkan infark otak.3,4
7
atheromatous untuk terbentuk pada percabangan dan cekungan arteri otak. Tempat yang
paling sering adalah a.carotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari a.carotis communis,
a.vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk a. basiler, pada batang
maupun percabangan utama a. cerebri medial, pada a. cerebri posterior yang memutar di otak
tengah atau a.cerebri anterior di lengkungan yang memutari corpus callosum. 1-3
2.6.3 Infark Embolik
Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di jantung.
Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada percabangan
arteri yang terlalu kecil untuk dilewati. Emboli yang berasal dari jantung dapat disebabkan
oleh fibrilasi atrial dan aritmia lainnya (dengan penyakit jantung rematik, atherosklerotik,
hipertensi, kongenital), Infark miokard dengan trombus mural, endokarditis bakterial akut
dan subakut, penyakit jantung tanpa aritmia maupun trombus mural(stenosis mitral,
miokarditis), komplikasi bedah jantung, katup jantung buatan, vegetasi trombotik endokardial
non bakterial, prolaps katup mitral, emboli paradoks dengan penyakit jantung kongenital.
Emboli yang tidak berasal dari jantung antara lain atherosklerosis aorta dan a. carotis, dari
tempat pembelahan atau displasia a. carotis dan a. vertebrobasiler, trombus pada v.
pulmonalis, lemak, tumor, udara, komplikasi bedah leher dan thoraks serta trombosis pada
panggul dan ekstremitas bawah pada right-to-left cardiac shunt.1,2
2.6.4 Infark Lakuner
Stroke ini mempunyai kumpulan gejala klinis yang jelas dengan daerah kecil yang
mengalami iskemia dan terbatas pada daerah pembuluh darah tunggal yaitu pembuluh darah
yang berpenetrasi ke otak yang menembus kapsula interna, basal ganglia, thalamus, korona
radiata, dan daerah paramedian dari batang otak . Stroke lakuner biasanya berhubungan
dengan kombinasi antara hipertensi, atherosklerosis dengan diabetes melitus. Stroke lakuner
dapat didiagnosa hanya melalui karakteristik gejala klinisnya yaitu hemiparesis motorik
murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria, hemiparesis dengan ataksia,
sindrom sensorimotor.1,2
8
kerusakan dindingnya(arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenitasl misalnya malformasi
arteri-vena, infeksi(sifilis) dan trauma.1,2
9
hipotesis aterosklerosis adalah efek dari interaksi yang rumit antara monosit, lipoprotein,
platelet, limfosit, dan sel otot polos di tunika intima. 5,6
Pada aterosklerosis terjadi inflamasi dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit
substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya
dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut dengan plak. Pembentukan plak
dibawah tunika intima pembuluh darah akan menyebabkan penyempitan lumen, obstruksi
luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh
tertentu. 5,6
Ketebalan tunika intima media atau intima media thickness (IMT) berdasarkan
ultrasonografi (USG) Doppler di arteri karotis telah dikenal sebagai penanda aterosklerosis
subklinis, serta merupakan risiko mayor stroke dan gangguan fungsi kognitif.6 IMT juga dapat
menggambarkan riwayat paparan terhadap faktor risiko vaskular. Masley dkk membuktikan
skor IMT arteri karotis sebagai penanda kardiovaskular terkuat yang bersifat independen
terhadap fungsi kognitif, terutama dalam proses informasi kompleks. Arntzen dkk dalam The
Tromso Study, menyimpulkan rerata IMT berkorelasi negative dengan kemampuan atensi,
fleksibilitas mental dan psikomotor.5-7
Peningkatan ketebalan tunika intima media (IMT) arteri karotis dihubungkan dengan
peningkatan risiko infark miokard dan stroke pada orang dewasa tanpa adanya riwayat
penyakit kardiovaskuler. IMT arteri karotis komunis dan arteri karotis interna diatas 1,18
mm dan 1,81 mm dihubungkan dengan suatu kejadian vaskuler setelah lebih dari 6 tahun.
IMT arteri karotis komunis > 0,87 mm dan IMT arteri karotis interna > 0,9 mm akan
meningkatkan risiko gangguan vaskuler dinyatakan dalam studi kardiovaskuler. Risiko
terjadinya penyakit vaskuler meningkat 27% untuk setiap peningkatan 0,2 mm pada IMT
arteri karotis komunis. Risiko ini meningkat 30% untuk setiap peningkatan 0,55 mm.8
IMT pada orang dewasa antara 0,5-1,0 mm, meningkat dengan bertambahnya usia,
secara umum IMT lebih tebal pada laki-laki. Peningkatan ketebalan tunika intima-media pada
arteri karotis komunis, rata-rata sekitar 0,04- 0,05 mm per tahun. Ketebalan tunika intima-
media pada arteri karotis komunis berhubungan dengan faktor risiko pada stroke.
Ketebalan tunika intima media pada bifurkasio dan adanya plak berhubungan langsung
dengan penyakit jantung koroner. Ketebalan tunika intima media kurang dari 1 mm masih
dapat dianggap normal. 7,8
Sebuah penelitian juga mengemukakan berbagai indeks aterosklerosis karotis, termasuk
IMT, berkorelasi terhadap penurunan fungsi kognitif pasien demensia Alzheimer dan pada
individu bebas demensia. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi difus dan
10
progresif pada pembuluh darah arteri ukuran sedang dan besar, ditandai dengan adanya
deposisi lemak, massa kolagen, terjadinya proliferasi sel otot polos pembuluh darah, serta
infiltrasi sel radang pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan penebalan, kekakuan,
berkurangnya elastisitas, dan penyempitan pada pembuluh darah tersebut. Proses
aterosklerosis telah terjadi bahkan sejak fase awal kehidupan dan berlangsung terus dengan
periode laten yang panjang sebelum bermanifestasi sebagai penyakit kardiovaskular spesifik.
Banyak hipotesis dikemukakan dalam upaya menjelaskan proses aterosklerosis. Hipotesis
akumulasi lipid merupakan hipotesis yang berkembang terlebih dahulu dimana proses
aterogenesis disebabkan oleh tingginya akumulasi lipid pada dinding arteri. Pada hipotesis ini
diketahui kadar plasma kolesterol terutama LDL adalah penyebab utama proses
aterosklerosis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, hipotesis ini akhirnya
disempurnakan. Akhir-akhir ini teori respon jejas pada endotel merupakan hipotesis yang
paling banyak diterima terkait patogenesis aterosklerosis. Jejas pada endotel akan memicu
proses inflamasi yang akan mengakibatkan teraktivasinya respon fibroproliferatif pada
dinding pembuluh darah yang terkena. Beberapa penyebab terjadinya jejas endotel
diantaranya kondisi stress oksidatif, LDL kolesterol teroksidasi, agen infeksi, toksin termasuk
diantaranya produk sampingan dari merokok, hiperglikemia, resistensi insulin, peningkatan
katekolamin, Lp(a) teroksidasi, dan hiperhomosisteinemia. Oleh karena itu, saat ini
dipercayai bahwa patogenesis aterosklerosis adalah konsekuensi multifaktorial yang berawal
dari terjadinya lesi endotel hingga terbentuknya plak aterosklerosis.5,7,8
11
Gambar 2.1. Teori “response-to-injury”, pembentukan plak aterosklerosis 9
Faktor resiko
Penebalan Tunika Stroke
Umur Intima Karotis
Jenis kelamin
Hipertensi
Diabetes Melitus
Dislipidemia
Arterosklerosis • Migraine
• Vertigo
• Transient
Ischemic Attack
12
2.10 Kerangka Konsep
Jenis kelamin
Arterosklerosis • Migraine
• Vertigo
• Transient
Ischemic Attack
Daftar Pustaka
1. Louis ED, Mayer SA, Rowland LP. Merrit’s Neurology 13 th Edition. Wolters Kluwer;
Philadelphia. 2015
2. Misbach HJ. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Balai Penerbit FKUI.
2011
3. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adam and Victor’s Principles of Neurology 10 th
Edition. McGraw Hill. 2014
6. Kung CC. Relationship between education and hospital visit. International Journal of
Statistics in Medical Research. 2012;1(1).
13
8. Arntzen KA, Schirmer H, Johnsen SH, Wilsgaard T, Mathiesen EB. Carotid
atherosclerosis predicts lower cognitive test results: a 7-year follow-up study of 4,371
stroke-free subjects – The Tromsø Study. Cerebrovasc Disease. 2012;33:159-65.
9. Vinay K, Abdul K.B, Jon C.A. Robbinson and Cotran Pathologic Basis Of Disease 9 th
Edition. ELSEVIER Saunders. 2015 ; h 494-497
14