Anda di halaman 1dari 18

Benign Prostat Hiperplasia Pada Laki-laki Lansia

Inggrid Riama Tiopina Hasibuan


102013288
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510
e-mail : inggrid.inge@yahoo.com

Abstrak
Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hiperplasia yang selanjutnya disingkat BPH
merupakan penyakit tersering kedua penyakit kelenjar prostat di klinik urologi di Indonesia.
Benign prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak pada kelenjar prostat, disebabkan
karena hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat, antara lain jaringan kelenjar dan
jaringan fibro-muskular, yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. Kelenjar
prostat terdapat diantara bladder (tempat penyimpanan urin) dan uretra (pembuangan urin).
Kelenjar prostat akan membesar secara berlahan dan menekan uretra sehingga menyebabkan
aliran urin terhambat dan terjadi retensi urin. BPH akan timbul seiring dengan bertambahnya
usia, sebab BPH erat kaitannya dengan proses penuaan. Selain itu yang menyebabkan
pembesaran kelenjar prostat, adalah bertambahnya zat prostaglandin dalam jaringan.
kata kunci : pembesaran prostat jinak, benign prostatic hiperplasia, BPH

Pendahuluan
Masalah yang sering dialami seorang pria usia lanjut yang berhubungan dengan sistem
perkemihan adalah Benign Prostatic Hyperlasia (BPH). Meskipun jarang mengancam jiwa,
BPH memberikan keluhan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari
pembesaran kelenjar prostat yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan
uretra yang mengganggu saluran kemih. Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan
perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran
kemih atas maupun bawah.

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Hiperplasia prostat jinak atau BPH adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker.
BPH dijumpai pada lebih dari 50 % pria berusia di atas 60 tahun. BPH dapat menyebabkan

1
penekanan pada uretra di tempat uretra menembus prostat sehingga berkemih mejadi sulit,
mengurang kekuatan aliran urin, atau menyebabkan urin menetes.1
Prostat normal terdiri atas elemen kelenjar dan stroma yang mengelilingi uretra.
Parenkim prostat dapat dibagi menjadi beberapa regio yang secara biologis berbeda; yang
terpenting adalah zona perifer, sentral, transisional, dan periuretra. Jenis lesi proliferatif pada
setiap regio berbeda. Sebagai contoh, sebagian besar lesi hiperplastik terjadi di zona sentral
dan transisional dalam prostat, sedangkan sebagian besar karsinoma (70% hingga 80%)
timbul di zona perifer.2

Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menggali keluhan utama serta gejala BPH. Di samping itu
ditanya juga riwayat kesehatan pada umumnya seperti riwayat pembedahan, riwayat penyakit
saraf, penyakit metabolik seperti diabetes melitus, dan riwayat pemakaian obat-obatan. Untuk
menilai gejala obstruktif dan iritatif dapat diperoleh melalui kuesioner, dimana yang
umumnya dipakai saat ini adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). Pada kasus
BPH, hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain3:
 Sudah sejak kapan keluhan berlangsung? – Sejak 6 bulan dan semakin memberat
 Bagaimana perasaan setelah buang air kecil? Lampias atau tidak lampias (vesika
urinaria tidak kosong setelah miksi) – Tidak lampias
 Seberapa sering dalam sehari buang air kecil? Sering / tidaknya miksi
 Bagaimana pancuran air kemih waktu berkemih? Terdapat arus kemih yang berhenti
saat miksi / tidak? - Pancaran lemah
 Bagaimana arus buang air kecil lancar, setetes-setetes? (lemah saat miksi / tidak)
 Dapatkah menahan buang air kecil? Tidak dapat menahan miksi / dapat
 Apakah terjadi kesulitan saat memulai buang air kecil / tidak?
 Apakah sering buang air kecil pada waktu malam hari atau terbangun pada malam
hari (Nokturia)?

American Urological Association Symptoms Score Questionnaire (AUA Symptom Index)


Penderita harus jujur menjawab pertanyaan yang ada pada AUA Symptom Index. Skor
0-7 menunjukkan gejala ringan, 8-19 menunjukkan gejala sedang, dan 20-35 menunjukkan
gejala yang berat.4

2
Pemeriksaan Fisik
Colok Dubur
Prosedur pemeriksaan colok dubur biasanya dilakukan dokter dengan memasukkan jari
jari yang terbungkus sarung tangan dan dioles gel ke dalam rektum untuk meraba permukaan
kelenjar prostat melalui dinding rektum; menentukan ukuran, bentuk, dan konsistesi kelenjar.
Prostat yang normal akan teraba lunak, sedangkan pada keganasan akan teraba keras, kadang
seperti batu dan sering tak teratur. Bila prostat teraba membesar dan terasa tak normal, perlu
dilanjutkan pemeriksaan yang lain.4
Hasil pemeriksaan colok dubur yang didapat ialah teraba prostat > 4cm dari anus.

Pemeriksaan Penunjang
Prostat Specific Antigen (PSA) dan Prostatic Acid Phosphatase (PAP)
Tes ini dilakukan dengan menentukan kadar PSA dalam darah, dan PAP pada penderita
BPH. PSA adalah antigen spesifik yang dihasilkan oleh sel kapsul prostat (membran yang
meliputi prostat) dan kelenjar periuretral. Peningkatan kadar PSA meunjukkan pembesaran
kelenjar prostat atau prostatitis, dan juga dapat menentukan perkiraan ukuran dan berat
prostat.4
Kadar PSA normal adalah kurang dari 4 ng/ml. Kadar PSA 4-10 ng/ml menunjukkan
pembesaran ringan, kadar 10-20 ng/ml menunjukkan pembesaran sedang, dan 20-35 ng/ml
menunjukkan pembesaran berat. Seseorang yang mempunyai kadar PSA ringan biasanya
masih normal atau bukan keganasan. Bila kadarnya sedang dan berat biasanya keganasan
prostat. Hasil pemeriksaan PSA dapat menghasilkan positif palsu bila kadar PSA naik tetapi
tidak ada gejala keganasan, sedangkan hasil negatif palsu terjadi bila kadar PSA normal tetapi
terdapat keganasan prostat. Pada keadaan tersebut, maka harus dilakukan biopsi.4
Dalam darah, terdapat 2 macam PSA, yaitu yang bebas dan yang terikat dengan protein.
Beberapa studi menunjukkan bahwa sel ganas banyak menghasilkan PSA terikat protein,
karenanya bila PSA bebas dalam darah karnya lebih sedikit, berarti ada keganasan.
Sedangkan bila kadar PSA bebas yang tinggi berarti menunjukkan adanya BPH atau
prostatitis.4
Berdasarkan called age-specific PSA, PSA sampai dengan 2,4 ng/ml pada laki-laki
umur 40-49; 3,5 ng/ml pada laki-laki umur 50-59; 4,5 ng/ml untuk umur 60-69; dan 6,5 ng/ml
untuk mur 70 tahun atau lebih masih dianggap kelenjar prostat normal.4

3
Pemeriksaan Urodinamik
Pemeriksaan urodinamik digunakan untuk mengukur volume dan tekanan urin di dalam
kandung kemih dan untuk mengevaluasi aliran urin. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mendiagnosis gangguan sfingter intrinsik dan menentukan tipe inkontinensia seperti
overflow, urgency, atau inkontinensia total.4

Uroflowmetry
Uroflowmetry adalah pemeriksaan sederhana untuk mencatat aliran urin, menentukan
kecepatan dan kesempurnaan kandung kemih dalam mengosongkan urin dan untuk
mengevaluasi obstruksi. Penurunan kecepatan aliran menunjukkan adanya hiperplasia
prostat.4

Ultrasonografi (USG) Rektal


USG dapat dilakukan trasabdominal atau transrektal (transrectal ultrasonography,
TRUS). Pemeriksaan USG rektal sering dilakukan untuk menentukan keganasan maupun
kelainan lainnya dari kelenjar prostat. Caranya dengan memasukkan langsung probe USG ke
dalam rektum dan melihat gambaran prostat di layar monitor. Perkiraan besar prostat dapat
pula dilakukan dengan USG suprapubik. Selain untuk mengetahui pembesaran prstat,
pemeriksaan USG dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan
patologi lain seperti divertikulum, tumor, dan batu.4,5
Hasil pemeriksaan Trans USG yang didapat ialah didapati massa dengan berat >100
gram.

Sistoskopi
Sistoskopi dilakukan untuk melihat kedaan uretra dan kandung kemih dengan jalan
memasukkan alat cystoscope ke dalam uretra kandung kemih. Tes ini dapat menentukan
ukuran kelenjar prostat dan dapat mengidentifikasi lokasi dan tingkat obstruksinya.
Pemeriksaan ini dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Sistoskopi dapat memberi gambaran
kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan, atau batu radiolusen
di dalam vesika.4,5

4
Urinalisis dan Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Urinalisis dapat menunjukkan adanya infeksi atau kondisi lain yang sangat mendukung
diagnosis maupun komplikasi dari hiperplasia prostat, dan pemeriksaan fungsi ginjal
diperlukan untuk menentukan adakah gangguan fungsi ginjal akibat obstruksi karena
hiperplasia prostat.4

Pemeriksaan Pencitraan
Dengan pemeriksaan radiologik seperti foto polos abdomen dan pielografi intravena,
dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan, misalnyabatu saluran kemih,
hidronefrosis, atau divertikulum kandung kemih. Jika dibuat foto setelah miksi, dapat dilhat
sisa urin. Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar
kandung kemih. Secara tidak langung, pembesaran prostat dapat diperkirakan apaila dasar
buli-buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok ke
atas berbentuk seperti mata kail.5

Epidemiologi
BPH sering menjadi masalah pada laki-laki usia lanjut, menimbulkan ketidakberdayaan
namun jarang menyebabkan kematian. Menurut data dasar WHO, angka kematian BPH
negara berkembang di tahun 1988 antara 0,5-1,5/100.000, sedangkan di Amerika lebih
jarang. Studi kohort yang dilakukan antara tahun 1976-1984 terhadap 4.708 laki-laki yang
menjalani transurethral resection of postat (TURP) menunjukkan bahwa angka kematian
pada pasien yang menjaladi tindakan TURP, lebih besar dibandingkan pasien yang tidak
menjalani tindakan tersebut.4
Kelenjar prostat rata-rata beratnya 20 g pada orang normal umur 21-30 tahun, dan akan
meningkat ukurannya bersama dengan kenaikan umur seseorang, dan meningkat terus hingga
setelah 50 tahun. Prevalensi diagnosis histologis BPH meningkat dari 8% pada laki-laki umur
31-40 menjadi 40-50% pada laki-laki umur 50-60 tahun, dan lebih dari 80% pada laki-laki di
atas umur 80 tahun. Sekitar 50% dari angka tersebut akan menyebabkan gejala dan tanda
klinis.4

Etiologi
Meskipun penyebab BPH belum sepenuhnya dipahami, bukti yang ada saat ini
menunjukkan bahwa androgen dan estrogen berperan sinergistik dalam pembentukannya.

5
Untuk terjadinya hiperplasia nodular dibutuhkan testis yang utuh. Hiperplasia nodular tidak
terjadi pada laki-laki yang dikastrasi sebelum onset pubertas, sesuai dengan peran sentral
androgen dalam patogenesisnya.2,4
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron dan
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi, perubahan mikroskopik
pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini
terus berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi.5
Beberapa studi mengatakan faktor genetik merupakan predisposisi, karena hampir 50 %
laki-laki umur 60 tahun yang menjalani operasi BPH ternyata telah mempunyai
kecnderungan (secara genetik) menderita hipertrofi prostat.4

Faktor Resiko
Faktor resiko BPH belum banyak diketahui, beberapastudi mengatakan predisposisi
genetik, suku dan ras sebagai faktor resiko. Hampir 50% laki-laki di bawah umur 60 tahun
yang menjalani operasi BPH mempunyai faktor resiko tersebut. Bentuk ini merupakan
dominan autosomal pada laki-laki dan resiko kenaikannya relatif menjadi 4 kali lipat.4

Patofisiologi
BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Tanda klinis BPH biasanya
muncul pada lebih dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas. Hiperplasia prostatik
adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. Pertumbuhan
tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar
dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda.6
Prostat tersebut mengelilingi uretra, dan pembesaran bagian periuretral akan
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan
berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih. Penyebab BPH kemungkinan berkaitan
dengan penuaan dan disertai dengan perubahan hormon. Dengan penuaan, kadar testosteron
serum menurun, dan kadar estrogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio
estrogen/androgen yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan prostat.6
Dihidrotestosteron (DHT), adalah suatu androgen yang berasal dari testosteron melalui
kerja 5α-reduktase, dan metabolitnya, 3α-androstanediol. Hampir 90% testosteron dalam

6
prostat berasal dari testis dan sisanya dari kelenjar adrenal. DHT tampaknya merupakan
hormon pemicu utama terjadinya proliferasi kelenjar dan stroma pada pasien dengan BPH.
DHT berikatan dengan reseptor pada nukleus dan merangsang sintesis DNA, RNA, faktor
pertumbuhan, dan protein sitoplasma lainnya, yang kemudian menyebabkan hiperplasia. Hal
ini menjadi dasar penggunaan inhibitor 5α-reduktase dalam terapi hiperplasia nodular
simtomatik.2
Dengan demikian, hiperplasi prostat tergantung secara langsung dari rangsangan
androgen. Obstruksi prostat terdiri dari 2 elemen, yaitu komponen statis dan dinamis.
Komponen statis berhubungan dengan pembesaran kelenjar prostat, yang membutuhkan
adanya DHT, sehingga penggunaaan antiandrogen dan 5α-reduktase inhibitor merupakan
terapinya. Komponen dinamis berasal dari tonus otot polos prostat dan dipengaruhi oleh
sistem saraf simpatis. Kontraksi otot polos uretra, prostat dan leher kandung kemih
merupakan kontribusi gejala hiperplasia prostat, sehingga α-1 adrenergik antagonis selektif
dapat digunakan sebagai terapi.4
Pada penelitian invitro reseptor α-1 adrenergik terdapat di otot polos stroma, kapsul
prostat, dan leher kandung kemih. Rangsangan pada reseptor-2 ini akan meningkatkan tonus
otot polos yang dapat memperburuk gejala traktus urinarius bawah, sebaliknya bila dihambat
akan menyebabkan relaksasi dan memperbaiki gejala traktus urinarius bawah.4
Pembesaran prostat akibat hiperplasia akan menekan aliran urin dalam kandung kemih,
dan akhirnya akan menimbulkan manifestasi klinik. Peningkatan sensitivitas otot destrusor,
bahka dengan volume urin yang sedikit dalam kandung kemih, diyakini sebagai kontributor
terjadinya peningkatan frekuensi berkemih dan gejala traktus urinarius bagian bawah lainnya.
Kandung kemih secara bertahap akan bertambah lemah dan kehilangan kesanggupan
mengeluarkan urin secara sempurna, akibatnya dapat terjadi peningkatan residu urin dan
retensi urin akut ataupun kronik.4
Obstruksi saluran keluar dari kandung kemih akan menyebabkan hipertrofi otot
destrussor dan penebalan kandung kemih akibat peningkatan beban melawan resistensi jalan
keluar. Dalam kondisi normal, pengosongan kandung kemih terjadi dengan tekanan
destrussor di bawah 30 cmH2O dan maksimal peak flow rate lebih dari 25 cc/detik.4
Pada fase awal obstruksi, flow rate dipertahankan dengan peningkatan tekanan
pengosongan, sehingga terjadi kompensasi hipertrofi. Pada obstruksi lebih lanjut, tekanan
destrussor meningkat lebih tinggi dan flow rate turun dengan sejumlah besar residu urin
dalam kandung kemih. Pada fase akhir, terjadi dekompensasi hipertrofi dan kerusakan
kandung kemih menjadi irreversible. Akibat adanya penebalan dinding kandung kemih,

7
selain terjadi peningkatan tekanan destrussor, terjadi juga penonjolan serat destrussor ke
dalam kandung kemih dengan sitoskopi terlihat seperti balok (trabekula); dan penonjolan
mukosa yang dapat menerobos keluar di antara serat destrussor (kecil disebut saccule dan
besar disebut divertikel) pada kandung kemih. Jika obstruksi tidak bisa diperbaiki dengan
terapi medik maka perlu tindakan operatif (TURP).4

Morfologi
Prostat membesar, dengan berat dapat mencapai lebih dari 300 g pada kasus yang
parah. Permukaan potongan mengandung nodus yang berbatas cukup tegas dan menonjol dari
permukaan potongan. Nodularitas ini mungkin terdapat di seluruh prostat, tetapi biasanya
paling menonjol di regio bagian dalam (sentral dan transisional). Nodus mungkin tampak
solid, atau mengandung rongga kistik. Uretra biasanya tertekan oleh nodus hiperplastik,
sering hingga berbentuk seperti celah. Pada sebagian kasus, elemen kelenjar dan stroma
hiperplstik yang tepat berada di bawah epitel uretra pars prostatika proksimal menonjol ke
dalam lumen kandung kemih sebagai massa bertangka sehingga terbentuk ‘katup bola’ (ball-
valve) yang menyebabkan obstruksi uretra.2
Secara mikroskopis, nodus hiperplastik terdiri atas proliferasi elemen kelenjar dan
stroma fibromuskulus dengan proporsi bervariasi. Kelenjar hiperplastik dilapisi oleh sel epitel
kolumar tinggi, dan suatu lapisan perifer yang terdiri atas sel basal gepeng di sebagian
kelenjar proliferasi epitel menyebabkan terbentuknya tonjolan papilar. Lumen kelenjar sering
mengandung bahan sekretorik berprotein yang disebut korpora amilasea. Nodus lain terutama
terdiri atas sel stroma yang berbentuk kumaran dan jaringan ikat. Daerah infark cukup sering
ditemukan pada kasus hiperplasia nodular tahap lanjut, dan sering disertai oleh fokus-fokus
metaplasia skuamosa pada kelenjar di sekitarnya.2

Manifestasi Klinis
Gejala klinis terjdi pada hanya sekitar 10% laki-laki yang mengidap kelainan
hiperplasia. Gejala klinis hiperplasia prostat dapat dibagi dalam 2 keluhan, yaitu karena
gejala obstruksi dan iritasi. Keluhan karena obstruksi antara lain berupa penurunan kekuatan
dan besarnya aliran urin, penderita harus menunggu keluarnya kemih pertama, miksi terputus,
menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi.
Pada beberapa pasien dapat terjadi obstruksi total yang menyebabkan peregangan kandung
kemih yang nyeri dan kadang-kadang hidronefrosis. Sedangkan gejala iritasi antara lain

8
urgency, peningkatan frekuensi berkemih, disuria, dan nokturia, yang semuanya
menunjukkan iritasi kandung kemih.2
Tanda klinis hiperplasia prostat biasanya ditemukan dengan pemeriksaan fisik colok
dubur, dan pemeriksaan neurologi pada semua pasien. Ukuran dan konsistensi prostat dapat
dicatat, bahkan ukurannya bisa ditentukan dengan colok dubur. Tidak ada korelasi antara
beratnya gejala dengan beratnya obstruksi. BPH biasanya teraba halus, lunak, dan elastis.
Bila curiga adanya keganasan, maka evaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan PSA (Prostat
Specific Antigen), ultrasonografi (USG) dan biopsi.4

Diagnosis
Diagnosis BPH ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (colok dubur),
dan pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium, urodinamik, maupun
USG. Evaluasi dengan menggunakan American Urological Association Symptoms Score
Questionnaire (BPH index) juga diperlukan.4
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi
spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan
kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan USG kandung kemih setelah miksi.
Sisaurin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan
intervensi pada BPH. Derajat berat obstruksi juga dapat diukur dengan uroflowmetry.5
Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 mL/detik, dan pancaran maksimal
sampai sekitar 20 mL/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 mL/detik,
sedangkan maksimal menjadi 15 mL/detik atau kurang. Tindakan untuk menentukan
diagnosis penyebab obstruksi maupun menentuka kemungkinan penyulit harus dilakukan
secara teratur.5

Diagnosis Banding
Karsinoma Prostat
Merupakan keganasan saluran kemih kedua yang paling sering dijumpai sesudah
keganasan kandung kemih. Keganasan prostat memberi gejala yang sangat bervariasi dan
gambaran klinis yang bermacam-macam. Biasanya Ca prostat ditemuka pada usia di atas 50
tahun. Ca prostat sama dengan prostat normal, untuk pertumbuhan dan perkembangannya
bergantung pada hormon androgen. Hal ini tidak berarti bahwa Ca prostat disebabkan oleh

9
hormon adrogen. Banyak keganasan prostat sensitif terhadap hormon, sehingga dapat
digunakan pengobatan hormonal.5
Ca prostat paling sering (75%) terjadi pada zona perifer, 15-20% pada zona sentral atau
zona transisi. Biasanya karsinoma prostat berupa lesi multisentrik. Tingkat penyebaran
karsinoma prostat yang lazim dipakai didasarkan pada sistem tingkat penyebaran TNM.
Karsinoma prostat stadium A biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemerisaan
histologik setelah prostatektomi. Pada stadium lain, Ca prostat biasanya ditemukan pada
pemeriksaan colok dubur dengan terabanya modul.5
Karena pada stadium permulaan Ca prostat biasanya tidak memberi ejala atau tanda
klinis, kebanyakan penderita baru datang pada stadium lanjut dengan keluhan obstruksi atau
tanda metastasis ke tulang atau organ lain, seperti gejala lesi medulaspinalis, nyeri pada
tulang, fraktur patologik, atau hematuria. Kadang metastasis ke tulang pun tidak memberi
keluan yang jelas. Keganasan prostat sering ditemukan secara kebetulan pada penderita yang
disangka menderita BPH, dan pada pemeriksaan patologik ditemukan karsinoma insidental.5
Kecurigaan keganasan prostat biasanya timbul bila ditemukan kelainan konsistensi,
yaitu bagian prostat yang keras, nodul, ketidak rataan, atau asimetri pada pemeriksaan colok
dubur. Dianosis pasti hanya dengan pemeriksaan patologik. PSA kadang juga meninggi pada
BPH, dan peninggian ini proporsional dengan berat jaringan prostat. Pada metastasis tulang
biasanya kadar fosfatase asam di darah meningkat. USG transrektal memberikan gambaran
hipoekoik pada kira-kira 60% karsinoma prostat.5

Striktur Uretra
Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap radang kronik atau cedera. Radang karena
gonore merupakan penyebab penting uretritis dan periuretritis, walaupun dapat disebabkan
juga oleh penyakit kelamin lain. Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan cedera
langsung. Yang juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat kateterisasi atau
instrumentasi. Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan
kemudian tibul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada
hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak luas dan mungkin multipel.5

ISK
ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam
urin. Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) menunjukkan pertumbuhan MO murni

10
lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin
tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria).
Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
bermakna simtomatik.4
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi1,4:
1. Pielonefritis Akut (PNA)
Biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Selain itu, penyakit ini
dapat terjadi melalui infeksi yang ditularkan lewat darah. Infeksi dapat terjadi di
satu atau kedua ginjal. Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39.5-40.5 oC)
disertai menggigil dan sakit pinggang. Presentai klinis ini sering didahului gejala
ISK bawah (sistitis)
2. ISK Bawah (Sistitis)
Adalah infeksi kandung kemih, tempat tersering untuk infeksi. Presentasi klinis
sistitis seperti nyeri suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan rasa desakan
igin berkemih.
3. Sindrom Uretra Akut (SUA)
Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada
perempuan usia antara 20-50 tahun. Presentasi klinisnya hanya disuri dan sering
kencing; disertai cfu/ml urin <105 (sistitis abakterialis).
4. Sisititis Rekuren
ISK rekuren terdiri dari 2 kelompok, yaitu: a) Re-infeksi, pada umumnya episode
infeksi dengan interval >6 minggu dengan MO yang berlainan; b) Relapsing
infection, setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan
karena sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.

Batu Ureter
Urolitiasis adalah terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Komposisi batu saluran
kemih yag dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan
xantin. Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. Faktor
predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan
faktor yang saling memperkuat.5
Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan batu
ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul
disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu

11
bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai batu
bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat.5
Batu ureter mungki dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus
menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil
menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. Bila keadaan
obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelainan yang terjadi dapat berupa hidronefrosis
dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi umum.5

Tata laksana
Terapi Observasi
Beberapa studi melaporkan terjadinya resolusi spontan dan pengurangan gejala secara
signifikan pada beberapa pria yang mengalami hipeplasia prostat. Sedangkan studi lainnya
melaporkan terjadinya progresivitas dan komplikasi yang semakin nyata. Untuk itulah, pada
penderita hiperplasia prostat dengan skor AUA 0-7, terapi observasi merupakan pilihan.4

Terapi Medik
Penghambat Alfa
Penghambat alfa bekerja dengan mebghambat efek pelepasan noradrenalin endogen
pada otot polos sel prostat, sehingga menyebabkan relaksasi otot-otot trigon dan sfingter di
leher kandung kemih, serta otot polos kelenjar prostat yang membesar sehingga menurunkan
tonus prostat dan mengurangi obstruksi saluran keluar kandung kemih. Penghambat
adrenoreseptor α-1A lebih dominan dari pada α-1B, sehingga penggunaan penghambat alfa
selektif banyak digunakan.4 Ada 4 jenis obat penghambat alfa di Indonesia, yaitu4,7:
1. Alfuzosin HCL (alfuzosin): sediaan tablet ER 10 mg.
2. Doxazosin mesylate (doxazosin): sediaan bentuk tablet 1 mg dan 2 mg.
3. Tamsulosin HCL (tamsulosin): sediaan kapsul 0,2 mg.
4. Terazosin HCL (Terazosin): sediaan bentuk tablet 1 mg dan 2 mg.
Bila dibandingkan secara langsung maupun tak langsung, obat-obat tersebut
mempunyai manfaat yang hampir sama pada dosis yang sesuai. Terapi ini dapat
meningkatkan maximum urinary flow rate (Qmax) hingga 20-25%. Penghambat alfa
merupakan obat lini petama pada laki-laki dengan gejala traktus urinarius bagian bawah.4

12
Penghambat alfa merupakan obat lini pertama pada laki-laki dengan gejala traktus
urinarius bagian bawah. Frekuensi pemberian obat ini cukup satu kali sehari. Untuk
meminimalisasi efek samping, terapi menggunakan doxazosin dan terazosin sebaiknya
dilakukan dengan titrasi dosis. Karena onset kerja yang cepat, penghambat alfa dapat
dipertimbangkan untuk penggunaan intermiten pada penderita dengan gejala yang fluktuatif
dan tidak membutuhkan terapi jangka panjang. Efek samping yang sering terjadi adlah
dizziness dan hipotensi ortostatik.4

Penghambat 5 α-Reduktase
Bekerja dengan menghambat 5 α-reduktase yang merupakan enzim untuk mengubah
testosteron mnjadi DHT, sehingga diharapkan dapat mengecilkan kelenjar prostat. Ada 2 tipe,
yaitu4:
a. Tipe -1: memiliki aktivitas predominan di luar kelenjar prostat (misal: kulit dan
hati).
b. Tipe -2: memiliki ekspresi dominan pada kelenjar prostat.
Dua jenis penghambat 5 alfa reduktase yang dirokemdasikan yaitu: Dutasteride dengan
dosis 1 kali 0,5 mg/hari dan Finasteride dengan dosis 1 kali 5 mg/hari. Manfaat terapi baru
terlihat bila terapi telah diberikan selama 6-12 bulan. Terapi menggunakan obat ini dalam
jangka waktu 2-4 tahun akan mengurangi gejala saluran kemih bagian bawah sebanyak 15-
30%, penurunan volume prostat sekitar 18-25% dan peningkatan Qmax bebas uroflowmetry
sekitar 1,5-2 ml/detik.4
Terapi dengan 5-alfa reduktase inhibitor hanya dipertimbangkan untuk pasien dengan
gejala saluran kemih bagian bawah dan pembesaran prostat. Karena efeknya yang lambat,
maka obat ini hanya cocok untuk terapi jangka panjang. Efek samping yang terjadi antara lain
penurunan libido, disfungsi ereksi, dan gangguan ejakulasi (jarang) seperti ejakulasi
retrograde, kegagalan ejakulasi atau penurunan volume semen. Ginekomastia dapat terjadi
pada 1-2% penderita.4

Fitofarmaka
Penggunaan fitofarmaka masih menjadi perdebatan. Komponen utama dari obat ini
adalah phytosterol, yang diperkirakan memiliki manfaat sbb: memiliki efek anti inflamasi,
antiandrogenik ataupun estrogenik.4
 Menurunkan kadar sexual hormone binding globulin (SHBG).

13
 Menghambat aromatase, lipoksigenase, fakto pertumbuhan yang merangsang
proliferasi sel prostat, alfa adrenoreseptor, 5 α-reduktase, muscarinic cholinoceptor,
reseptor dihidropiridin atau reseptor viniloid.
 Memperbaiki fungsi destrussor.
 Menetralkan radikal bebas.
Namun studi mengenai manfaat dan mekanisme obat ini belum jelas. Jenis obat
fitofarmaka cukup banyak, antara lain4:
 Curcubita pepo (pimkin seeds)
 Hypoxis rooperi (south African star grass)
 Pygeum africanum (bark of the African plum tree)
 Secale sereale (rye pollen)
 Serenoa repens (syn. Sabal serrulata, bariies of the American dwarf palm, saw
palmetto)
 Urtica dioica (root of the stiging nettle)
Yang paling banyak digunakan adalah Serenoa repens. Hasil uji klinis terkini
mendapatkan bukti manfaat beta-sitos terol, suatu ekstrak dari saw palmetto yang berisi
beberapa fitosterol yang dapat menurunkan gejala traktus urinarius bagian bawah sampai 7,4
poin.4

Terapi Kombinasi
Obat yang sering digunakan sebagai terapi kombinasi adalah penghambat α dan
penghambat 5 α-reduktase. Hasil studi MTOPS (Medical Therapy of Prostatic Symptom) dan
CombAT (Combination of Avodart dan Tamsulosin) menunjukkan bahwa terapi kombinasi
lebih superior dibandingkan monoterapi dalam mencegah progresivitas penyakit berdasarkan
kriteria IPSS. Dari kedua penelitian ini didapatkan adanya penurunan4:
 Seluruh resiko progresivitas penyakit 66% vs 44%
 Progresivitas gejala klinik 81% vs 41%
 Retensi urin akut 81% vs 68%
 Inkontinensia urin 65% vs 26%
 Pembedahan prostat 67% vs 71%

14
Terapi kombinasi direkomendasikan pada penderita dengan gejala traktus urinarius
sedang dan berat, pembesaran prostat, dan penurunan Q max. Terapi kombinasi tidak
direkomendasikan untuk terapi jangka pendek (<1 tahun).4

Tata laksana Bedah


Terapi non bedah dianjurkan bila selama pengamatan WHO PSS (Prostate Symptom
Score) tetap di bawah 15. Apabila WHO PSS lebih dari 25 atau timbul gejala obstruksi, maka
dianjrkan untuk terapi pembedahan. Klasifikasi derajat hiperplasia prostat digunakan untuk
menentukan terapi.4,5
Hiperplasia prostat derajat I biasanya belum memerlukan tindakan bedah dan dapat
diberikan terapi konservatif, misalnya dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti
alfazosin, prazosin, dan terazosin. Keuntungan obat tersebut ialah efek positif segera terhadap
keluhan, tetapi tidak memengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit pun. Kekuranannya ialah
obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama. Hiperplasia prostat derajat II merupakan
indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uetra
(TURP). Namun terkadang, pada derajat ini dapat dicoba dengan terapi konservatif dulu.5
Pada hiperplasia prostat derajat III, tindakan TURP dapat dikerjakan oleh ahli bedah
yang cukup berpengalaman. Tetapi, jika diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga
reseksi tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pembedahan
terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik, atau perineal. Pada operasi melalui
kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut Pfannenstiel; kemudian prostat
dinukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat sekalius untuk
mengangkat batu buli-buli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang cukup besar.5
Cara pembedahan retropubik menurut Millin dikerjakan melalui sayatan kulit
Pfannenstiel dengan membuka simpai prostat tanpa membuka kandung kemih kemudian
prostat dinukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan, yaitu tanpa membuka kandung kemih,
sehigga pemasangan kateter tidak lama sepertii bila membuka vesika. Kerugiannya, cara ini
tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindaka lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung
kemih.5
Pada hiperplasia prostat derajat IV, tindakan pertama yang harus segera dikerjakan
ialah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistostomi.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian
dilakukan terapi definitif dengan TURP atau pembedahan terbuka. Penderita yang keadaan

15
umumnya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan, dapat diusahakan dengan
pengobatan konservatif.5
Pengobatan lain yang invasif minimal ialah pemanasan prostat dengan gelombang
mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter.
Dengan cara yang disebut transurethral microwave thermotherapy (TUMT) ini, diperoleh
hasil perbaikan kira-kira 75% untuk gejala objektif. Pada terapi invasif minimal lain yang
disebut transurethral ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP), digunakan
cahaya laser. Dengan cara ini juga diperoleh hasil yang cukup memuaskan. Uretra di daerah
prostat juga dapat ddilatasi dengan balon yang dikembangkan di dalamnya (transurethral
balloon dilatation, TUBD). TUBD ini biasanya memberi perbaikan yang bersifat sementara.5

Komplikasi
Seiring dengan makin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila
tidak diobati, terjadi gagal ginjal. Komplikasi yang dapat terjadi pada hiperplasia prostat
antara lain1,4:
1. Retensi urin
2. Batu kandung kemih, ISK, kerusakan kandung kemih atau ginjal.
3. Inkontinensia
4. Ejakulasi retrograde
5. Infeksi
6. Pneumonia
7. Terjadi bekuan darah
8. Perdarahan berlebihan
9. Impotensi.

Pencegahan
Perubahan histologi dan pembesaran prostat akan terjadi pada hamppir semua lak-laki
seiring peningkatan usia. Hal ini dapat diprediksi dengan pemeriksaan PSA yang merupakan
marker dan pengukuran volume prostat. Biasanya volume prostat lebih dari 30 ml dan PSA
lebih dari 1,5 ng/ml maka resiko progresivitas akan meningkat. Terapi pencegahan yang
dapat diberikan adalah penghambat 5 α-reduktase yang akan menurunkan resiko penyakit
hiperplasia prostat karena pengaruh DHT.4

16
Prognosis
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala yang
dialaminya. Sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam 5 tahun.4

Penutup
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya
usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron
menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya
penetrasi DHT ke dalam inti sel dan merangsang sintesis DNA, RNA, faktor pertumbuhan,
dan protein sitoplasma lainnya, yang kemudian menyebabkan hiperplasia.

17
Daftar Pustaka
1. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.719-20, 789-90.
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins volume 2. Edisi ke-7.
Jakarta: EGC; 2007.h. 744-5.
3. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga ;
2003. h. 150-1.
4. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.2129, 2133, 2137-46.
5. Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidajat-de jong. Edisi ke-3. Jakarta:EGC;
2010.h. 868, 873-4, 899-905.
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Volume 1. Jakarta: EGC; 2005.h.1320
7. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.h. 88.

18

Anda mungkin juga menyukai