Anda di halaman 1dari 20

Meningitis Tuberkulosis

Inggrid Riama
102013288
Inggrid.inge@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. (021) 56942061
Abstrak

Meningitis tuberkulosis merupakan salah satu manifestasi klinis TB di luar paru, yaitu di
susunan saraf pusat (SSP). Kematian penderita ini disebabkan oleh keterlambatan diagnosis
dan penanganannya, sehingga sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan.
Diagnosis pasti meningitis tuberkulosis ditetapkan berdasarkan ditemukannya M.
tuberculosis dalam cairan serebrospinal (CSS), melalui biakan, walaupun hasil periksan baru
akan didapat setelah 6-8 minggu, walaupun dalam hal ini penderita perlu mendapat
penanganan yang cepat dan tepat. Sampai saat ini biakan merupakan baku emas untuk
diagnosis meningitis tuberkulosis. Saat ini terdapat pemeriksaan yang tepat dan cepat untuk
memperkuat diagnosis meningitis tuberkulosis, yaitu pemeriksaan Imunoglobulin (Ig) M dan
G dengan bahan periksaan serum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kesahihan
(validitas) dan kesesuaian pemeriksaan IgM dan G dengan biakannya. Penelitian ini
dilaksanakan di Bagian Patologi Klinik-RS Hasan Sadikin Bandung, mulai bulan Oktober
2008 sampai bulan Januari 2009. Penelitian dilakukan secara amatan dengan rancangan
kajian kerat Iintang. Sampel yang didapat sebanyak 80 orang termasuk di dalamnya yang
berpatokan kesertaan (kriteria inklusi), yaitu pendetita yang terduga meningitis tuberkulosis.
Dari hasil meneliti didapatkan kepekaan 94,1%, kekhasan 100%, nilai peramalan positif
100%, nilai peramalan negatif 95,8%, angka banding kemiripan/likelihood ratio (LHR)
positif tidak terhingga, LHR negatif 0,06; kappa 0,95. Pemeriksaan IgM/IgG TB merupakan
alat yang mempunyai kesahihan dan kesesuaian yang sangat baik untuk masa depan.

Kata Kunci: Meningitis tuberkulosis, cairan serebrospinal

1
Abstrack

Tuberculosis meningitis is one of the clinical manifestations of extra-pulmonary TB, which is


localized in the central nervous system(CNS). The mortality of these patients is usually
caused by the delays in diagnosis and treatment; hence up to this day tuberculosis meningitis
remains a health problem. The diagnosis of tuberculosis meningitis based on the discovery of
M.tuberculosis established in the cerebrospinal fluid (CSF) and is the gold standard by
culture, although the examination results will be obtained after 6-8 weeks. Nevertheless the
patient in this case needs an immediate and accurate treatment. Recently there is a rapid and
accurate test to cofirm the diagnosis of tuberculosis meningitis, that is the detection of an
immunoglobulin (lg) M and G in the serum. The aim of this study is to know the validity and
the correlation of IgG and IgM test to the gold standard by investigated them. The research is
an observational study conducted cross sectional in the Clinical Pathology Department of
Hasan Sadikin Hospital, from October 2008 up to January 2009. Eighty samples were
obtained, which included the criteria for patients with suspected tuberculosis meningitis. The
result of this study shows: sensitivity 94.1%, specificity 100%, positive predictive value
100%, negative predictive value 95.8%, positive infinite likelihoodcratio (LHR), negative
LHR 0.06 and kappa 0.95. According to this study it can be concluded, that the IgM/lgG TB
is a test that has an excellent validity and correlation for the future.

Key words: Tuberculosis meningitis, liquor cerebrospinal fluid

Pendahuluan

Meningitis tuberculosis termasuk salah satu tuberculosis ekstrapulmoner dan merupakan


penyakit infeksi susunan saraf pusat (SSP) kronik dari fokus primer paru. Meningitis
tuberculosis merupakan meningitis yang paling banyak ditemukan tetapi paling sedikit
menyebabkan kematian. Dibandingkan dengan meningitis bakterialis akut, perjalanan
penyakit meningitis TBC lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam cairan serebro
spinalis (CSS) tidak begitu hebat.1

Meningitis tuberculosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberculosis


primer. Secara histologis meningitis tuberculosis merupakan meningoensefalitis
(tuberculosis) dengan invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf pusat.2 Didalam makalah
ini akan dibahas seputar meningitis dimulai dari cara menganamesa, pemeriksaan fisik dan
penunjang sampai cara penanganan meningitis tuberculosis dengan baik.3-5

2
Anamnesa

1. Identitas pasien: menanyakan seputar diri pasien yaitu nama lengkap, alamat, umur
serta pekerjaannya.1-2
2. Keluhan yang dialami pasien:1-2
a. Menanyakan seputar keluhan utama:
i. Nyeri kepala:
 P (pemacu) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya
nyeri
 Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
 R (region) : daerah perjalanan nyeri
 S (severity/skala nyeri) : keparahan / intensitas nyeri
 T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
ii. Penglihatan: lama serangan, faktor yang mempengaruhi
b. Menanyakan seputar keluhan tambahan:
i. Gejala peningkatan intrakranial (muntah, sakit kepala, kejang)
ii. Riwayat demam
3. Riwayat penyakit dahulu:1-2
a. Riwayat penyakit infeksi. Cth: batuk, pilek
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat diabetes melitus
4. Riwayat penyakit keluarga:1-2
a. Riwayat penyakit infeksi
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat diabetes melitus
5. Riwayat pengobatan:1-2
a. Pengobatan terhadap keluhan utama
b. Pengobatan terhadap penyakit menahun
c. Alergi terhadap obat tertentu
6. Riwayat sosial:1-2
a. Stres yang berlebih
b. Riwayat terpapar panas/ matahari berlebih
c. Kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol berlebih

3
Data yang didapat dari anamnesis

 - Nyeri di seluruh bagian kepala

 - Nyeri seperti ditusuk-tusuk

 - Nyeri terus menerus

 - Mual, muntah (+)

 - Sering mengantuk

 - Batuk sejak 5 bulan yang lalu

 - Mengkonsumsi obat warung namun tidak ada perbaikan

Pemeriksaan Fisik

1. Secara keseluruhan dilakukan pengamatan terdapat pasien dan dinilai bagaimana


keadaan pasien secara umum.1-2
a. Keadaan umum
b. Kesadaran:
i. Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan.
ii. Delirium: gaduh-gelisah, kacau, disorientas
iii. Somnolen: mengantuk, mudah dibangunkan, mampu menjawab
verbal, menangkis nyeri
iv. Sopor: dapat dibangunkan dengan rangsang kuat, kemudian
kesadaran turun lagi.
v. Koma: tidak ada gerakan spontan, tak ada jawab terhadap rangsang
nyeri kuat.
vi. Note: dapat dilihat dengan skala koma glasgow dengan cara
menilai kemampuan pasien membuka mata, respon verbal dan
respon motorik.
c. Tanda-tanda vital:
i. Tekanan darah :-
ii. Nadi :-
iii. Frekuensi pernapasan : -
iv. Temperatur : 37,8 C

4
2. Inspeksi : sesuai dengan gejala terkait
3. Palpasi : sesuai dengan gejala terkait
4. Perkusi : sesuai dengan gejala terkait
5. Auskultasi: sesuai dengan gejala terkait
6. Tanda rangsang meningeal: merupakan pemeriksaan yang bertujuan membuktikan
apakah seorang pasien terdapat radang selaput otak (meningitis) atau beda asing di
subarachnoid (contoh: pendarahan pada ruang subarachnoid).2
Pemeriksaan ransangan meningeal terdiri atas:2
i. Kaku kuduk
-     Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.
-     Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat
mencapai dada.
-     Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses
retrofaringeal, arthritis di servikal.
ii. Tes lasegue
-     Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua
tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi
dalam keadaan lurus (tidak bergerak)

Gambar 1. Tes Lasegue

-     Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada sudut <
70° (dewasa) dan < 60° (lansia)
-     Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi pleksus
lumbosakral (ex.HNP lumbosakralis)
iii. Tanda kernig
-     Caranya:  Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai
membuat sudut 90°. Lalu tungkai bawah diekstensikan pada persendian
lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut 135°

Gambar 2. Tes Kernig

-     Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum mencaai sudut 135°

5
-     Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit – penyakit seperti yang terdapat
pada tanda lasegue (+)
iv. Brudzinski (I, II, III, IV) [Hasil: brudzinski I dan II +]
Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)
-     Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita
tekuk kepala (fleksi) sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan.

Gambar 3 . Tes Brudzinski I 

-     Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai


Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)
-       Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan
pada persendian panggul, sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam
keadaan ekstensi (lurus).

Gambar 4. Tes Brudzinski II

-       Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+)  bila tungkai yang satunya ikut


pula terfleksi.

Brudzinski III
-       Caranya: Tekan os zigomaticum
-       Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)

Brudzinski IV
-       Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
-       Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas inferior (kaki)

7. Pemeriksaan saraf kranialis: ditemukan parese (suatu kondisi yang ditandai oleh
lemahnya gerak badan, atau hilangnya sebagian gerakan badan atau adanya gangguan
gerakan).
8. Pemeriksaan motorik : tidak ada hasil
9. Pemeriksaan sensorik : tidak ada hasil
10. Koordinasi : tidak ada hasil

6
11. Status mental/ kognitif: tidak ada hasil

Data yang didapat dari pemeriksaan fisik

 Keadaan Umum : tampak sakit berat

 TD : 110/70 mmHg

 Napas : 20 x /menit

 Nadi : 90 x/menit

 Suhu 37,50 c

 Kaku kuduk (+)

 GCS = E3M6V4

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis
pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk
melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga
pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada
pasien yang menderita suatu penyakit infeksi.3

Pemeriksaan Darah Lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter pemeriksaan,


yaitu:3
1. Hemoglobin
2. Hematokrit

7
3. Leukosit (White Blood Cell / WBC)
4. Trombosit (platelet)
5. Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)
6. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
7. Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR)
8. Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)
9. Platelet Disribution Width (PDW)
10. Red Cell Distribution Width (RDW)

Hasil pemeriksaan:3
1. Hb : 12 gr/dL
2. Ht : 38%
3. Leukosit : 12000 sel/ ul
4. Trombosit: 242000 sel/ul

2. Pemeriksaan LCS adalah pemeriksaan dengan cara mengambilan cairan otak lalu
diperiksa kadar zat yang diinginkan di LCS tersebut. Cara pengambilan dilakukan
dengan cara punksi lumbal di L3/4 pada orang dewasa dan L4/L5 pada bayi. LCS
diambil maksimum 5 ml.3

Pada skenario:
1. Warna : jernih
2. Dominan : sel mononuklear
3. Protein : ↑
4. Glukosa : ↓↓
5. Leukosit : 187 / uL

3. Pemeriksaan Foto Thorax:1


Pada skenario: terdapat gambaran kesuraman di apex pulmo sinistra.

8
Gambar 5. Foto Torax Tuberculosis1
4. Pemeriksaan CT scan dan MRI: Pemeriksaan CT-scan dengan kontras ditemukan
penebalan meningen di daerah basal, infark, hidrosefalus, lesi granulomatosa.
Pemeriksaan MRI lebih sensitive dari CT-scan, tetapi spesifitas juga masih terbatas.1

Manifestasi Klinis

Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor


yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi
yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu
beberapa minggu.4

Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala

9
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun, tanda Kernig’s
dan Brudzinsky positif.4

Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa
yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala,
pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa
pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.5

Gejala meningitis meliputi :4

 Gejala infeksi
 Panas
 Nafsu makan tidak ada
 Lesu
 Gejala kenaikan tekanan intracranial
 Kesadaran menurun
 Kejang-kejang
 Gejala rangsangan meningeal
 kaku kuduk
 Kernig
 Brudzinky I dan II positif

Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium :5

Stadium I : Stadium awal


 Gejala prodromal non spesifik : demam, sakit kepala, pasien sadar penuh, tidak ada
defisit neurologis.
Stadium II : Intermediate
 Gejala menjadi lebih jelas
 Mengantuk, kejang,
 Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N.VII,
gerakan involunter).
 Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced
 Penurunan kesadaran
 Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi

10
11
Diagnosa Banding
Pemerik Meningitis Meningitis Meningitis Ensefalitis
saan TB Bakterialis Virus

Anamnesis riw. penurunan Gejala Sakit kepala, demam


Penurunan kesadaran dan neurologis mendadak, muntah,
kesadaran/ kejang tidak jelas hiperpireksia
kejang, riw.
Kontak dgn
pasien TB

PF tergantung nyeri kepala hebat nyeri kepala Apatis-koma, twitching,


stadium disertai nyeri dan dan ptosis, nistagmus,
penyakit. kekakuan pada meningismus hemiparesis, khorea,
leher dan bisa sembuh rigiditas
punggung, sendiri
muntah serta
fotofobia.

PP Warna kuning Purulen, kuning LCS jernih LCS dapat normal/


muda bekuan muda, bekuan dengan leukositosis, glukosa
lunak,sel MN lunak, byk kandungan rendah
& limfosit PMN,protein protein normal
sama byk, tinggi,glukosa atau
kadar protein turun meningkat,gluk
meningkat. osa normal.
Glukosa
menurun

Tabel 1. Diagnosis Banding Meningitis Tuberkulosis4-5

12
Etiologi

Meningitis tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang


merupakan meningitis kronis.1

Bakteri Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri patogen manusia yang sangat


penting. Bakteri ini berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Mycobacterium
tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-positif atau gram-negatif. Jika sudah terwarnai
dengan bahan celup dasar, organisme ini tidak dapat diwarnai dengan alkohol, tanpa
menghiraukan pengobatan iodin, Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan “tahan asam”,
yaitu 95% etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat dengan cepat menghilangkan warna
semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan asam ini tergantung pada integritas
selubung yang terbuat dari lilin. Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan untuk
mengidentifikasi bakteri tahan asam. Mycobacterium adalah aerob obligat yang mendapatkan
energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Peningkatan tekanan O 2
mendukung pertumbuhan.1

13
Epidemiologi

Menurut WHO (2003), diperkirakan 8 juta orang terjangkit TBC setiap tahun dan 2
juta meninggal. Pada tahun 1997, diperkirakan TBC menyebabkan kematian lebih dari 1 juta
penduduk di negara-negara Asia. Riggs (1956) menyatakan bahwa antara 5-10% penderita
TBC akan meninggal, dan 25% akan berlanjut menjadi infeksi. Meningitis TBC lebih sering
pada anak terutama anak usia 0-4 tahun di daerah dengan prevalensi TBC tinggi. Sebaliknya
di daerah dengan prevalensi TBC rendah, meningitis TBC lebih sering dijumpai pada orang
dewasa.1
Di Amerika Serikat, meningitis TBC ditemukan pada 32% kasus meningitis dan
menurun drastis kurang dari 8% dalam 25 tahun kemudian, sedangkan di India pada tahun
yang sama 60% kasus terjadi pada anak usia 9 bulan – 5 tahun.1
Berdasarkan data di Departemen Neurologi RS Cipto Mangunkusumo, pasien yang
dirawat di IRNA B, tahun 1996 terdapat 15 penderita dengan kasus meningitis dengan
kematian 40%, tahun 1997, 13 kasus dengan kematian 50,85% dan tahun 1998 dengan
kematian 46,15% dari 13 penderita. Di bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit DR.M.
Djamil Padang, selama tahun 2007 didapatkan kasus meningitis TBC sebanyak 9 penderita
dan tahun 2007 dengan 7 orang penderita.1
Meningitis tuberkulosis merupakan meningitis yang paling sedikit menyebabkan
kematian dan kecacatan. Dibandingkan dengan meningitis bakterialis akut, perjalanan
penyakit meningitis TBC lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam cairan
serebrospinalis (CSS) tidak begitu hebat.1

14
Patofisiologi

Meningitis tuberculosis selalu terjadi sekunder dari proses tuberculosis fokus


primernya berada di luar otak. Fokus primer biasanya di paru-paru, tetapi bisa juga pada
kelenjar getah bening, tulang, sinus nasalis, traktus gastrointestinal, ginjal, dan sebagainya.4

Gambar 6. Penyebaran meningitis TB dari paru ke otak.4

Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak secara
hematogen, tetapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa millimeter sampai
1 sentimeter) berwarna putih, terdapat pada permukaan otak, sumsum tulang belakang.
Tuberkel tersebut selanjutnya melunak, pecah dan masuk ke dalam ruang subaraknoid dan
ventrikel sehingga terjadi peradangan difus.4

Penyebaran dapat pula terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan di daerah selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia, endokarditis, otitis
media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus, atau spondilitis.4

Penyebaran kuman dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada


piamater dan araknoid, CSS, ruang subaraknoid, dan ventrikel. Akibat reaksi radang ini maka
akan terbentuk eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman-kuman serta toksin
15
yang mengandung sel-sel mononuclear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan
fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subaraknoid saja tetapi terutama
berkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah
piamater dan menyerang jaringan otak di bawahnya sehingga proses sebenarnya adalah
meningoensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus, fisura sylvii, foramen
magendi, foramen luschka dengan akibatnya adalah terjadinya hidrosefalus, edema papil
akibat terjadinya peningkatan tekanan intracranial. Kelainan ini juga terjadi pada pembuluh-
pembuluh darah yang berjalan di dalam ruang subaraknoid berupa kongesti, peradangan dan
penyumbatan sehingga selain arteritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak terutama
pada bagian korteks, medulla oblongata, dan ganglia basalis.4

Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa:4

BTA masuk tubuh



Tersering melalui inhalasi
Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Membentuk tuberkel

Penyebaran hematogen

Meningens

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun



Rupture tuberkel meningen

16

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS

Penatalaksanaan

Terapi suportif dan penanganan sama dengan pada meningitis bakterialis. Terapi suportif

berupa cairan intravena, nutrisi, antiseptic, dan antikonvulsan. Pasien jangan terlebih dahulu

menerima makanan melalui mulut dan lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan juga

pemeriksaan neurologis seperti kesadaran, reflex pupil, gerak bola mata, saraf kranial,

kekuatan motorik, dan kejang dalam waktu 72 jam pertama. Pemberian cairan intravena tidak

ada batasan kecuali pasien terjadi syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)

dan tidak ada dehidrasi. Lalu selanjutnya terapi meningitis tuberculosis yang diterapi selama

12 bulan dan juga mengikuti konsep pengobatan tuberkulosis secara umum yaitu terdapat 2

fase, fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif sendiri berlangsung selama 2 bulan,

menggunakan 4 atau 5 obat antituberkulosis (OAT) yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid,

etambutol, dan streptomisin.7

Isoniazid merupakan yang biasanya menjadi resistensi obat di kasus menigitis tuberculosis.

Usulan yang dipublikasikan adalah pengobatan alternatif yang merupakan injeksi agen

(Amikacin/Capreomycin), Ethionamide, Pyrazinamide, dan Flouroquinolone (Levofloxacin)

sebagai fase awal dari pengobatan TB meningitis, karena ethionamide mempunyai penetrasi

yang baik ke sawar darah otak (Grace Marx, et al. 2011). Hingga publikasi yang dikeluarkan

WHO tahun 2016, menyatakan bahwa belum ada rekomendasi untuk rezimen obat bagi

17
tatalaksana TB ekstra-paru yang merupakan MDR-TB (Multi Drug Resistant – TB), dan RR-

TB (Rifampicin Resistant – TB). Rekomendasi yang diusulkan hanyalah mengikuti rezimen

tatalaksana untuk MDR-TB dengan jangka terapi yang lebih pendek.8,10

Selanjutnya fase lanjutan yang berlangsung selama 10 bulan berikutnya menggunakan 2 obat

OAT yaitu isoniazid dan rifampisin. Dosis obat yang diberikan adalah isoniazid 5-10

mg/KgBB/hari maksimal 300 mg sehari, rifampisin 10-20 mg/KgBB/hari maksimal 600 mg

sehari, pirazinamid 25-30 mg/KgBB/hari maksimal 2 g sehari, Etambutol 15-20

mg/KgBB/hari maksimal 1,6 g sehari, streptomisin 15 mg/KgBB/hari maksimal 1 g sehari.

Selain tuberkulostatik dapat juga diberikan rangkaian pengboatan dengan kortikosteroid

seperti deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan antara

araknoid dan otak. Selain iru kortikosteroid juga menghambat reaksi inflamasi, mencegah

komplikasi infeksi, mencegah arteritis/infark otak.7,8

Prognosis

Prognosis TBM sangat tergantung pada status neurologis di waktu presentasi, dan inisiasi

waktu-ke-pengobatan. Sementara jalannya TBM umumnya tidak secepat atau fulminan

18
sebagai meningitis karena bakteri piogenik, pengobatan empiris harus dimulai segera setelah

diagnosis diduga keterlambatan dalam perawatan dapat memperburuk hasil. Berbagai seri

kasus menunjukkan tingkat kematian 7% -65% di negara maju, dan hingga 69% di daerah

berkembang. Risiko kematian tertinggi pada mereka dengan komorbiditas, keterlibatan

neurologis yang parah saat masuk, perkembangan penyakit yang cepat, dan lanjut atau sangat

muda. Gejala sisa neurologis terjadi pada hingga 50% korban.8

Kesimpulan

Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas

penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi pada setiap

300 penderita TB primer yang tidak diobati. Umumnya pasien yang tidak diobati selama 3

minggu akan meninggal dan kelompok usia yang lebih muda dapat mengalami perburukan

yang lebih cepat. Maka dari itu penatalaksanaan yang tepat dan cepat menentukan baik

buruknya prognosis.

Daftar Pustaka

1. Sudewi AAR, Sugianto P, Ritarwan K, editor. Infeksi pada sistem saraf. Surabaya:
Airlangga University Press; 2011.
2. Andrew R, Gray D. Gejala dan Tanda Dalam Kedokteran Klinis. Jakarta: Indeks;
2010.
3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan
adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.325-7.
4. PERDOSSI. Hand Out Workshop Neuro-Infeksi. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI;
2011.

19
5. Brust JCM. Current diagnosis & treatment neurology. 2 nd edition. New York:
McGraw Hill; 2012.
6. SIADH, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/246650-overview#a3,
28 Agustus 2015.

20

Anda mungkin juga menyukai