Inggrid Riama
102013288
Inggrid.inge@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp. (021) 56942061
Abstrak
Meningitis tuberkulosis merupakan salah satu manifestasi klinis TB di luar paru, yaitu di
susunan saraf pusat (SSP). Kematian penderita ini disebabkan oleh keterlambatan diagnosis
dan penanganannya, sehingga sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan.
Diagnosis pasti meningitis tuberkulosis ditetapkan berdasarkan ditemukannya M.
tuberculosis dalam cairan serebrospinal (CSS), melalui biakan, walaupun hasil periksan baru
akan didapat setelah 6-8 minggu, walaupun dalam hal ini penderita perlu mendapat
penanganan yang cepat dan tepat. Sampai saat ini biakan merupakan baku emas untuk
diagnosis meningitis tuberkulosis. Saat ini terdapat pemeriksaan yang tepat dan cepat untuk
memperkuat diagnosis meningitis tuberkulosis, yaitu pemeriksaan Imunoglobulin (Ig) M dan
G dengan bahan periksaan serum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kesahihan
(validitas) dan kesesuaian pemeriksaan IgM dan G dengan biakannya. Penelitian ini
dilaksanakan di Bagian Patologi Klinik-RS Hasan Sadikin Bandung, mulai bulan Oktober
2008 sampai bulan Januari 2009. Penelitian dilakukan secara amatan dengan rancangan
kajian kerat Iintang. Sampel yang didapat sebanyak 80 orang termasuk di dalamnya yang
berpatokan kesertaan (kriteria inklusi), yaitu pendetita yang terduga meningitis tuberkulosis.
Dari hasil meneliti didapatkan kepekaan 94,1%, kekhasan 100%, nilai peramalan positif
100%, nilai peramalan negatif 95,8%, angka banding kemiripan/likelihood ratio (LHR)
positif tidak terhingga, LHR negatif 0,06; kappa 0,95. Pemeriksaan IgM/IgG TB merupakan
alat yang mempunyai kesahihan dan kesesuaian yang sangat baik untuk masa depan.
1
Abstrack
Pendahuluan
2
Anamnesa
1. Identitas pasien: menanyakan seputar diri pasien yaitu nama lengkap, alamat, umur
serta pekerjaannya.1-2
2. Keluhan yang dialami pasien:1-2
a. Menanyakan seputar keluhan utama:
i. Nyeri kepala:
P (pemacu) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya
nyeri
Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (severity/skala nyeri) : keparahan / intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
ii. Penglihatan: lama serangan, faktor yang mempengaruhi
b. Menanyakan seputar keluhan tambahan:
i. Gejala peningkatan intrakranial (muntah, sakit kepala, kejang)
ii. Riwayat demam
3. Riwayat penyakit dahulu:1-2
a. Riwayat penyakit infeksi. Cth: batuk, pilek
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat diabetes melitus
4. Riwayat penyakit keluarga:1-2
a. Riwayat penyakit infeksi
b. Riwayat hipertensi
c. Riwayat diabetes melitus
5. Riwayat pengobatan:1-2
a. Pengobatan terhadap keluhan utama
b. Pengobatan terhadap penyakit menahun
c. Alergi terhadap obat tertentu
6. Riwayat sosial:1-2
a. Stres yang berlebih
b. Riwayat terpapar panas/ matahari berlebih
c. Kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol berlebih
3
Data yang didapat dari anamnesis
- Sering mengantuk
Pemeriksaan Fisik
4
2. Inspeksi : sesuai dengan gejala terkait
3. Palpasi : sesuai dengan gejala terkait
4. Perkusi : sesuai dengan gejala terkait
5. Auskultasi: sesuai dengan gejala terkait
6. Tanda rangsang meningeal: merupakan pemeriksaan yang bertujuan membuktikan
apakah seorang pasien terdapat radang selaput otak (meningitis) atau beda asing di
subarachnoid (contoh: pendarahan pada ruang subarachnoid).2
Pemeriksaan ransangan meningeal terdiri atas:2
i. Kaku kuduk
- Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.
- Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat
mencapai dada.
- Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses
retrofaringeal, arthritis di servikal.
ii. Tes lasegue
- Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua
tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi
dalam keadaan lurus (tidak bergerak)
- Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada sudut <
70° (dewasa) dan < 60° (lansia)
- Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi pleksus
lumbosakral (ex.HNP lumbosakralis)
iii. Tanda kernig
- Caranya: Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai
membuat sudut 90°. Lalu tungkai bawah diekstensikan pada persendian
lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut 135°
- Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum mencaai sudut 135°
5
- Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit – penyakit seperti yang terdapat
pada tanda lasegue (+)
iv. Brudzinski (I, II, III, IV) [Hasil: brudzinski I dan II +]
Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)
- Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita
tekuk kepala (fleksi) sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan.
Brudzinski III
- Caranya: Tekan os zigomaticum
- Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)
Brudzinski IV
- Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
- Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter
ekstremitas inferior (kaki)
7. Pemeriksaan saraf kranialis: ditemukan parese (suatu kondisi yang ditandai oleh
lemahnya gerak badan, atau hilangnya sebagian gerakan badan atau adanya gangguan
gerakan).
8. Pemeriksaan motorik : tidak ada hasil
9. Pemeriksaan sensorik : tidak ada hasil
10. Koordinasi : tidak ada hasil
6
11. Status mental/ kognitif: tidak ada hasil
TD : 110/70 mmHg
Napas : 20 x /menit
Nadi : 90 x/menit
Suhu 37,50 c
GCS = E3M6V4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis
pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk
melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga
pemeriksaan ini sering dilakukan untuk melihat kemajuan atau respon terapi pada
pasien yang menderita suatu penyakit infeksi.3
7
3. Leukosit (White Blood Cell / WBC)
4. Trombosit (platelet)
5. Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)
6. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
7. Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR)
8. Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)
9. Platelet Disribution Width (PDW)
10. Red Cell Distribution Width (RDW)
Hasil pemeriksaan:3
1. Hb : 12 gr/dL
2. Ht : 38%
3. Leukosit : 12000 sel/ ul
4. Trombosit: 242000 sel/ul
2. Pemeriksaan LCS adalah pemeriksaan dengan cara mengambilan cairan otak lalu
diperiksa kadar zat yang diinginkan di LCS tersebut. Cara pengambilan dilakukan
dengan cara punksi lumbal di L3/4 pada orang dewasa dan L4/L5 pada bayi. LCS
diambil maksimum 5 ml.3
Pada skenario:
1. Warna : jernih
2. Dominan : sel mononuklear
3. Protein : ↑
4. Glukosa : ↓↓
5. Leukosit : 187 / uL
8
Gambar 5. Foto Torax Tuberculosis1
4. Pemeriksaan CT scan dan MRI: Pemeriksaan CT-scan dengan kontras ditemukan
penebalan meningen di daerah basal, infark, hidrosefalus, lesi granulomatosa.
Pemeriksaan MRI lebih sensitive dari CT-scan, tetapi spesifitas juga masih terbatas.1
Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
9
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun, tanda Kernig’s
dan Brudzinsky positif.4
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa
yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala,
pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa
pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.5
Gejala infeksi
Panas
Nafsu makan tidak ada
Lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Gejala rangsangan meningeal
kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif
10
11
Diagnosa Banding
Pemerik Meningitis Meningitis Meningitis Ensefalitis
saan TB Bakterialis Virus
12
Etiologi
13
Epidemiologi
Menurut WHO (2003), diperkirakan 8 juta orang terjangkit TBC setiap tahun dan 2
juta meninggal. Pada tahun 1997, diperkirakan TBC menyebabkan kematian lebih dari 1 juta
penduduk di negara-negara Asia. Riggs (1956) menyatakan bahwa antara 5-10% penderita
TBC akan meninggal, dan 25% akan berlanjut menjadi infeksi. Meningitis TBC lebih sering
pada anak terutama anak usia 0-4 tahun di daerah dengan prevalensi TBC tinggi. Sebaliknya
di daerah dengan prevalensi TBC rendah, meningitis TBC lebih sering dijumpai pada orang
dewasa.1
Di Amerika Serikat, meningitis TBC ditemukan pada 32% kasus meningitis dan
menurun drastis kurang dari 8% dalam 25 tahun kemudian, sedangkan di India pada tahun
yang sama 60% kasus terjadi pada anak usia 9 bulan – 5 tahun.1
Berdasarkan data di Departemen Neurologi RS Cipto Mangunkusumo, pasien yang
dirawat di IRNA B, tahun 1996 terdapat 15 penderita dengan kasus meningitis dengan
kematian 40%, tahun 1997, 13 kasus dengan kematian 50,85% dan tahun 1998 dengan
kematian 46,15% dari 13 penderita. Di bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit DR.M.
Djamil Padang, selama tahun 2007 didapatkan kasus meningitis TBC sebanyak 9 penderita
dan tahun 2007 dengan 7 orang penderita.1
Meningitis tuberkulosis merupakan meningitis yang paling sedikit menyebabkan
kematian dan kecacatan. Dibandingkan dengan meningitis bakterialis akut, perjalanan
penyakit meningitis TBC lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam cairan
serebrospinalis (CSS) tidak begitu hebat.1
14
Patofisiologi
Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak secara
hematogen, tetapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa millimeter sampai
1 sentimeter) berwarna putih, terdapat pada permukaan otak, sumsum tulang belakang.
Tuberkel tersebut selanjutnya melunak, pecah dan masuk ke dalam ruang subaraknoid dan
ventrikel sehingga terjadi peradangan difus.4
Penyebaran dapat pula terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan di daerah selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia, endokarditis, otitis
media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus, atau spondilitis.4
16
↓
Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid
↓
MENINGITIS
Penatalaksanaan
Terapi suportif dan penanganan sama dengan pada meningitis bakterialis. Terapi suportif
berupa cairan intravena, nutrisi, antiseptic, dan antikonvulsan. Pasien jangan terlebih dahulu
menerima makanan melalui mulut dan lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan juga
pemeriksaan neurologis seperti kesadaran, reflex pupil, gerak bola mata, saraf kranial,
kekuatan motorik, dan kejang dalam waktu 72 jam pertama. Pemberian cairan intravena tidak
ada batasan kecuali pasien terjadi syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
dan tidak ada dehidrasi. Lalu selanjutnya terapi meningitis tuberculosis yang diterapi selama
12 bulan dan juga mengikuti konsep pengobatan tuberkulosis secara umum yaitu terdapat 2
fase, fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif sendiri berlangsung selama 2 bulan,
Isoniazid merupakan yang biasanya menjadi resistensi obat di kasus menigitis tuberculosis.
Usulan yang dipublikasikan adalah pengobatan alternatif yang merupakan injeksi agen
sebagai fase awal dari pengobatan TB meningitis, karena ethionamide mempunyai penetrasi
yang baik ke sawar darah otak (Grace Marx, et al. 2011). Hingga publikasi yang dikeluarkan
WHO tahun 2016, menyatakan bahwa belum ada rekomendasi untuk rezimen obat bagi
17
tatalaksana TB ekstra-paru yang merupakan MDR-TB (Multi Drug Resistant – TB), dan RR-
Selanjutnya fase lanjutan yang berlangsung selama 10 bulan berikutnya menggunakan 2 obat
OAT yaitu isoniazid dan rifampisin. Dosis obat yang diberikan adalah isoniazid 5-10
seperti deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan antara
araknoid dan otak. Selain iru kortikosteroid juga menghambat reaksi inflamasi, mencegah
Prognosis
Prognosis TBM sangat tergantung pada status neurologis di waktu presentasi, dan inisiasi
18
sebagai meningitis karena bakteri piogenik, pengobatan empiris harus dimulai segera setelah
diagnosis diduga keterlambatan dalam perawatan dapat memperburuk hasil. Berbagai seri
kasus menunjukkan tingkat kematian 7% -65% di negara maju, dan hingga 69% di daerah
neurologis yang parah saat masuk, perkembangan penyakit yang cepat, dan lanjut atau sangat
Kesimpulan
penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi pada setiap
300 penderita TB primer yang tidak diobati. Umumnya pasien yang tidak diobati selama 3
minggu akan meninggal dan kelompok usia yang lebih muda dapat mengalami perburukan
yang lebih cepat. Maka dari itu penatalaksanaan yang tepat dan cepat menentukan baik
buruknya prognosis.
Daftar Pustaka
1. Sudewi AAR, Sugianto P, Ritarwan K, editor. Infeksi pada sistem saraf. Surabaya:
Airlangga University Press; 2011.
2. Andrew R, Gray D. Gejala dan Tanda Dalam Kedokteran Klinis. Jakarta: Indeks;
2010.
3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan
adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.325-7.
4. PERDOSSI. Hand Out Workshop Neuro-Infeksi. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UI;
2011.
19
5. Brust JCM. Current diagnosis & treatment neurology. 2 nd edition. New York:
McGraw Hill; 2012.
6. SIADH, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/246650-overview#a3,
28 Agustus 2015.
20