Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 2


BLOK SISTEM MATA & THT

DISUSUN OLEH:

Nama : Yuni Asmilawati


NIM : 019.06.0094
Kelas :B
Kelompok : 10
Modul : Mata & THT
Dosen : dr. Eko Oktapranata, S.Ked.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

MATARAM

2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 2 yang berjudul “Kelopak Mata Nyeri” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa
(LBM) 2 yang berjudul “Kelopak Mata Nyeri” meliputi seven jumps step yang
dibagi menjadi dua sesi diskusi. Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan
lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini
kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Eko Oktapranata, S.Ked.sebagai dosen fasilitator kelompok SGD 10
yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan
SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk
menyusun makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 14 Oktober 2021


Hormat Saya

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2

BAB I....................................................................................................................................................3

PENDAHULUAN.................................................................................................................................3

1.1 Skenario LBM 2.........................................................................................................................3

1.2 Deskripsi Masalah......................................................................................................................6

BAB II...................................................................................................................................................7

PEMBAHASAN...................................................................................................................................7

2.1 Pembahasan Sesuai Diskusi SGD...............................................................................................7

BAB III............................................................................................................................................20

PENUTUP.......................................................................................................................................20

3.1 Kesimpulan................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 2


“KELOPAK MATA NYERI”

Sesi I
An. Ahyar, laki-laki, usia 10 tahun datang ke praktek dokter diantar
orangtuanya dengan keluhan kelopak mata kanan nyeri sejak 3 hari yang lalu,
keluhan disertai rasa tidak nyaman di mata dan terasa mengganjal, serta muncul
benjolan dibagian kelopak mata. Ahyar mengaku akhir-akhir ini matanya sering
terasa gatal dan perih bila terlalu lama bermain game sehingga membuat ahyar
sering mengucek matanya tanpa mencuci tangan. Ahyar menceritakan kepada
dokter, bahwa teman-teman di sekolahnya tidak ada yang ingin melihat Ahyar
lantaran takut tertular. Ahyar bertanya kepada dokter, apakah sakitnya ini dapat
menular?

1.2 Deskripsi Masalah


Berdasarkan skenario diatas kelompok kami mengajukan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan keluhan nyeri pada mata dan terasa mengganjal?
2. Apakah ada hubungan antara main game dengan keluhan nyeri kelopak
mata?
3. Apa penyebab dari gatal dan perih?
4. Tatalaksana awal skenario?
5. Apakah keluhan pada pasien bisa menular kepada temannya?
6. Apa saja gangguan pada ahyar akibat tidak mencuci tangan?
7. DD dari skenario?
Apa yang menyebabkan keluhan nyeri pada mata dan terasa
mengganjal?
Pasien pada skenario diketahui sering mengucek-ucek mata tanpa
mencuci tangan terlebih dahulu. Tangan yang tidak dicuci bisa
membuat bakteri yang menempel pada tangan lebih mudah

4
berpindah misalnya pada mata. Sehingga mata akan terjadi infeksi,
menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan adanya rasa nyeri.
Rasa nyeri timbul ketika bakteri yang masuk ke mata, akan
direspon oleh tubuh dengan mengeluarkan zat-zat pertahanan
tubuh dalam melawan bakteri seperti sitokin, makrofag yang akan
juga dari hasil ini akan terbentuk pus sehingga mata menjadi terasa
mengganjal karena terdapatnya benjolan yang berisi pus.
Apakah ada hubungan antara main game dengan keluhan nyeri
kelopak mata?
Seseorang yang kecanduan bermain game cenderung berada di
depan komputer selama berjam-jam, yang membuat radiasi
komputer dapat menyebabkan kelelahan mata. Selain itu,
disebutkan bahwa pengguna komputer ternyata lebih jarang
mengedipkan mata. Padahal kedipan mata sangat penting untuk
mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata terbuka,
semakin tinggi kemungkinan korne mengalami dehidrasi, merasa
panas dan sakit seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa
nyeri.
Apa penyebab dari gatal dan perih?
Penggunaan komputer yang terlalu lama dapat menyebabkan mata
menjadi kering (dry eye). Dry eye terjadi karena penguapan air
mata yang berlebihan yana mana kondisi tersebut menyebabkan
kerusakan permukaan interpalpebral mata dan berhubungan dengan
gejala ketidaknyaman pada mata. Adanya rasa tidak nyaman pada
mata biasanya membuat seseorang sering mengucek-ucek mata,
sehingga dapat membuat mata tergores sehingga timbul rasa perih.
Tatalaksana awal skenario?
Pemberian kompres hangat dan antibiotik topikal umumnya akan
mempercepat proses penyembuhan. Kompres hangat diberikan
selama 10-15 menit, 3-4 kali sehari. Pemberian antibiotik topikal
dapat digunakan salep mata Kloramfenikol 1% (tiap 1-3 jam) atau

5
Polymixin B/Nemycin 0,35% (1-4 kali sehari). Selain itu, dapat
juga menghindari kegiatan yang dapat mencetuskan terjadinya
keluhan seperti bermain game, mengucek mata saat tangan kotor.
Serta pada pasien tidak dianjurkan untuk pemberian obat
kortikosteroid, karena akan memicu terjadi salah satunya
glaukoma.
Apakah keluhan pada pasien bisa menular kepada temannya?
Hordeolum merupakan penyakit yang tidak bisa menular melalui
kontak visual (melihat). Namun, seseorang bisa berisiko tertular
melalui kontak langsung dengan penderita hordeolum, seperti
berjabat tangan dengan penderita kemudian menyentuh mata tanpa
mencuci tangan.
Apa saja gangguan pada ahyar akibat tidak mencuci tangan?
Mencuci tangan adalah proses mekanik melepaskan kotoran dan
debris dari kulit tangan untuk menghindari penyakit-penyakit.
Mencuci tangan dengan tidak bersih menunjukkan bahwa kuman
pada tangan lebih mudah berpindah misalnya pada mata. Sehingga
mata akan terjadi infeksi, menyebabkan inflamasi adanya rasa
nyeri, perih, gatal, berair dan rasa tidak nyaman.
DD dari skenario?
Berdasarkan kasus pada skenario kelompok kami mengajukan
diagnosis banding yakni:
1. Hordeolum
2. Blefaritis
3. Chalazion
4. Dakrosistitis

6
BAB II

PEMBAHASAN

DATA TUTORIAL

Hari/tanggal : Senin, 11 Oktober 2021


Tutor : dr. Eko Oktapranata, S.Ked.
Ketua : Yuni Asmilawati
Sekretaris : Izar Khairani

2.1 Pembahasan Sesuai Diskusi SGD


I. DIAGNOSIS BANDING
1. Hordeolum
a. Definisi
Hordeolum merupakan inflamasi akut kelenjar
meibom, zeis,atau moll di kelopak mata. Secara
anatomis hordeolum dapat dibagi menjadi
hordeolum interna dan eksterna. Hordeolum interna
terbentuk jika infeksi mengenai kelenjar meibom
yang terletak di bagian posterior kelopak mata,
sedangkan hordeolum eksterna terjadi jika infeksi
mengenai kelenjar Zeis atau Moll yang letaknya
lebih superfisial. Hordeolum lebih sering ditemukan
pada anak dan dewasa muda (Rita, 2017)
b. Etiologi
Bakteri Staphylococcus aureus yang terdapat di
kulit 90-95% ditemukan sebagai penyebab
hordeolum. Bakteri lain yang dapat menyebabkan
hordeolum antara lain Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus, dan Eschericia coli (Kanski, 2017).

7
c. Manifestasi Klinis
Pasien umumnya mengeluhkan rasa nyeri,
kemerahan, pembengkakan di kelopak mata,
fotofobia dan mata berair. Pada pemeriksaan mata,
hordeolum eksterna umumnya menonjol ke arah
kulit (luar), sedangkan hordeolum interna dapat
menonjol ke arah konjungtiva (dalam) atau kulit
(Rita, 2016)
2. Blefaritis
a. Definisi
Blefaritis adalah inflamasi kronis kelopak mata
yang umumnya terjadi bilateral. Secara anatomis,
blefaritis dibedakan menjadi blefaritis anterior dan
blefaritis posterior, meskipun umumnya muncul
secara bersamaan. Pada blefaritis anterior, inflamasi
terjadi di tepi kelopak mata, kulit dan folikel bulu
rambut. Sedangkan pada blefaritis posterior,
inflamasi terjadi di tepi posterior kelopak mata
hingga konjungtiva tarsal (Rita, 2017).
b. Etiologi
1. Blefaritis Anterior
Terdapat dua jenis blefaritis anterior yaitu
blefaritis stafilokokal dan blefaritis seboroik.
Blefaritis stafilokokal atau blefaritis ulseratif
terjadi di bagian pangkal bulu mata dan
disebabkan oleh infeksi Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis atau
Staphylococcus koagulase-negatif.
Blefaritis seboroik sering merupakan bagian
dari keadaan dermatitis seboroik generalisata
yang diderita pasien. Pada kasus blefaritis

8
seboroik atau non-ulseratif sering didapatkan
koloni Pityrosporum ovale, namun hubungan
kausalitas antara keduanya belum didapatkan
(Listyani, 2021).
2. Blefaritis Posterior
Blefaritis posterior merupakan inflamasi
sekunder kelopak mata yang terjadi akibat
disfungsi atau gangguan pengeluaran sekret
kelenjar meibom dan kelenjar Zeis. Koloni
bakteri akan menghasilkan asam lemak bebas,
yang meningkatkan titik leleh meibom
sehingga menjadi lebih kental. Keadaan ini
menyebabkan sumbatan dan meibom sulit
disekresi dari kelenjar. Berkurangnya sekresi
meibom menurunkan kandungan fosfolipid
yang sejatinya berperan sebagai surfaktan di
dalam tirai air mata (tear film), sehingga
penguapan dan osmolaritan tirai air mata
meningkat. Tirai air mata menjadi tidak stabil,
yaitu kualitas dan kuantitasnya menurun,
sehingga terjadi gesekan yang menyebabkan
iritasi konjungtiva dan kornea, serta
memungkinkan pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus (Listyani, 2021).
c. Manifestasi Klinis
Pasien blefaritis, baik anterior maupun posterior
umumnya mengeluhkan nyeri seperti rasa terbakar,
tergesek, perasaan mata berpasir dan seperti
terdapat benda asing, gatal, serta tanda berupa
kemerahan di tepi kelopak mata. Keluhan ini

9
dirakasan hilang timbul, terutama pada pagi hari
(Listyani, 2021).
Tabel perbedaan tanda klinis blefaritis dapat dilihat
dibawah ini:
Blefaritis Anterior Blefaritis Posterios
Stafilokokal Seboroik
Sisik (scales) - Kasar berkrusta - Halus - Tidak khas
- Menempel di - Menempel
pangkal bulu sepanjang tepi
mata kelopak dan
bulu mata.
Bulu mata - Dapat terjadinya - Berminyak, bulu - Madarosis
madarosis mata saling parsial pada
(hilangnya bulu menempel kasus kronis
mata), trichiasis.
atau poliosis
(depigmentasi)
Kelopak - Dapat terjadi - Tepi kelopak - Tampak
parut (scaring) hiperemis penonjolan dan
pada tepi sumbatan
kelopak kelenjar meibom
- Sekresi meibom
berlebihan,
tampak seperti
tetes minyak
- Sekresi meibom
seperti pasta gigi
Konjungtiva - Hiperemis - Tidak khas - Konjungtivitis
- Konjungtivitis papilar
papiler - Dapat terjadi
erosi epitel di
inferior kornea
Lain-lain - Dry eye - Disertai keadaan - Dapat disertai

10
syndrome seboroik di hordeolum,
- Dapat disertai daerah lain chalazion atau
hordeolum atau (kulit kepala, keratitis
keratitis alis, telinga) marginalis.
marginalis

3. Chalazion
a. Definisi
Chalazion merupakan suatu proses kronis dimana
terjadi retensi kelenjar Meibom. Oleh karena ada
suatu sumbatan, kelenjar tersebut mengalami
degenerasi, jaringan sekitarnya terinfiltrasi oleh
leukosit, salurannya menjadi tersumbat dan
terjadilah retensi produk (Rita, 2017)
b. Etiologi:
Etiologi chalazion tidak diketahui secara pasti
(idiopatik). Diperkirakan pengaruh sekresi kelenjar
Meibom karena tersumbat atau aliran pada saluran
tersebut sangat lambat dan disertai reaksi material
yang tertinggal pada sekeliling jaringan (Tanto,
2016).
c. Manifestasi Klimis
o Gejala
 Pembengkakan kelopak mata tanpa nyeri
 Penglihatan kabur jika chalazion sangat
besar sehingga menekan kornea →
astigmatisma.
 Epiphora
o Tanda
 Nodul → tidak nyeri jika ditekan

11
 Lebih sering pada kelopak mata atas (Rita,
2017)
4. Dakriosistitis
a. Definisi
Dakriosistitis adalah infeksi sekunder pada saccus
lacrimalis akibat sumbatan di duktus nasolakrimalis.
Dakrosistitis dapat dibedakan menjadi dakriosistitis
akut dan kronis, serta umumnya terjadi secara
unilateral (Voughan & Asbury,2018)
b. Etiologi
Pada pasien dewasa, kasus dakriosistitis akut
maupun kronis terjadi akibat sumbatan di duktus
nasolakrimalis, umumnya oleh dakriolit, benda
asing, tumor atau pasca trauma. Dakriosistitis juga
dapat terjadi akibat komplikasi sinusitis, baik akibat
sumbatan yang terbentuk ataupun perluasan infeksi
secara langsung (Rinaldi, 2017)
Dakriosistitis akut pada orang dewasa umumnya
disebabkan oleh koloni Staphylococcus aureus atau
Streptococcus beta-hemoliticus, sedangkan pada
dakriosistitis kronis, organisme penyebab yang
sering ditemukan adalah Streptococcus pneumonia
atau pada kasus langka juga mungkin ditemukan
Candida albicans (Rinaldi, 2017).
c. Manifestasi Klinis
Pasien umumnya datang dengan keluhan lakrimasi
berlebihan (epifora). Pada dakriosistitis akut
didapatkan tanda inflamasi unilateral di area saccus
lacrimalis dan pembengkakan yang terasa nyeri jika
ditekan. Sedangkan dakriosistitis kronis
pembengkakan umumnya tidak disertai nyeri. Pada

12
dakriosistitis akut, penekanan pada kelopak mata
dapat mengeluarkan sekret purulen melalui punctum
lakrimalis (Voughan & Asbury,2018)
II. PENENTUAN DX
Hordeolum Blefaritis Chalazion Dakriosistitis
Usia Anak-anak lebih Semua usia < 35 tahun 30-50 tahun
sering
Etiologi Staphylococcus Staphylococc Idiopatik, Staphylococcus
aureus 90-95% us aureus 90- adanya aureus,
95%, hordeolum Streptococcus
dermatitis sebelumnya beta-hemoliticu,
seboroik, Streptococcus
gangguan pneumonia
kelenjar
meibom
Nyeri pada + + - -
kelopak mata

Kualitas nyeri Terus menerus Terus Tidak nyeri Pada onset akut
menerus

Rasa tidak + + + +
nyaman dan
mengganjal
Benjolan di + - + +
kelopak mata
Mata gatal + + - -
Mata perih + + - +
Mengucek Faktor risiko Faktor risiko Faktor risiko -
mata dengan
tangan kotor
Onset Akut Kronik Kronik Akut dan kronik

13
Lokasi Unilateral/bilateral Lebih sering Unilatera/bilater Unilateral/bilater
bilateral al al
Gambaran (terdapat
Klinis crusta)

Berdasarkan penjelasan diatas dari definisi, etiologi, serta manifestasi


klinis dari masing-masing diagnosis banding yang diajukan serta
berdasarkan penjelasan tabel diatas, saya menegakkan diagnosis kerja
pada skenario adalah hordeolum. Jika dibandingkan dengan diagnosis
lain, hordeolum memiliki manifestasi klinis yang cocok dengan
skenario.Chalazion memiliki manifestasi yang hampir sama dengan
skenario, namun pada chalazion tidak terdapat rasa nyeri pada
benjolannya. Sedangkan untuk blefaritis, tidak saya ajukan sebagai
diagnosis kerja karena tidak terdapatnya benjolan pada mata,yang
terdapat adalah adanya crusta. Selain itu, dilihat dari keluhan yang
dialami oleh pasien baru 3 hari yang lalu, yang berarti masih termasuk
onset akut. Sedangkan pada chalazion dan blefaritis sudah termasuk
onset kronik.
III. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum
merupakan jenis penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering
ditemukan. Insiden tidak tergantung pada ras dan jenis kelamin.
Dapat mengenai semua usia, tapi lebih sering pada anak-anak dan
dewasa muda. (Tanto, 2016).
IV. FAKTOR RISIKO
Adapun faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan
terjadinya hordeolum yaitu umur (tersering anak-anak), sering

14
mengucek mata saat tangan kotor, faktor metabolik (diabetes),
riwayat hordeolum sebelumnya, higiene dan lingkungan tidak
bersih, sistem imun yang menurun, dan peradangan kelopak mata
kronik seperti blefaritis (Kanski, 2017).
V. PATOFISIOLOGI

Infeksi bakteri Staphylococcus aureus pada kelenjar yang kecil dan


sempit biasanya menyerang kelenjar minyak (glandula meibom)
dan akan mengakibatkan pembentukan abses kearah kulit kelopak
mata dan konjungtiva yang disebut hordeolum internal. Apabila
bakteri menyerang glandula Zeis atau Moll maka akan membentuk
abses ke arah kulit palpebra yang disebut hordeolum eksternal.
Proses tersebut diawali dengan pengecilan lumen dan statis hasil
sekresi glandula. Statis ini akan mencetuskan infeksi sekunder oleh

15
bakteri sehingga terjadi pembentukan pus dalam lumen kelenjar.
Secara histologi akan tampak abses, dengan ditemukan sel PMN
dan debris nekrotik. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini
memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe
hordeolum ini dapat timbul dari komplikasi blefaritis. Untuk
membedakan dengan kalazion, dimana gambaran berupa lesi fokal,
kronik dan merupakan inflamasi granulomatous dari glandula Zeis
atau glandula Meibom (Voughan & Asbury,2018).

VI. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG


Diagnosis pada kasus hordeolum dapat didiagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk pemeriksaan penunjang
tidak diperlukan.
Hasil Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan kelopak mata yang bengkak
disertai rasa sakit. Gejala utam hordeolum adalah kelopak
mata yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah dan nyeri bila ditekan, serta perasaan tidak nyaman
dan sensasi terbakar pada kelopak mata (IDI, 2017).
Hasil Pemeriksaan Fisik Oftalmologis
Dapat dilakukan pemeriksaan dengan inspeksi dan palpasi
pada mata. Dapat ditemukan kelopak mata bengkak, merah
dan nyeri pada perabaan. Nanah dapat keluar dari pangkal
rambut (hordeolum eksternum). Apabila sudah terjadi abses
dapat timbul undulasi (IDI, 2017).

VII. TATALAKSANA DX & KIE


Kasus hordeolum ringan dapat sembuh dengan sendirinya dalam 1-2
minggu, namun pemberian kompres hangat dan antibiotik topikal
umumnya akan mempercepat penyembuhan.

16
Non Farmakologi
1. Kompres hangat diberikan selama 10-15 menit, 3-4
kali per hari untuk membantu drainase. Tindakan
dilakukan dengan mata tertutup.
2. Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun
dengan sabun atau sampo yang tidak menimbulkan
irittasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat
mempercepat proses penyembuhan. Tindakan
dilakukan dengan mata tertutup.
3. Hindari pemakaian lensa kontak karena dapat
menyebarkan infeksi pada kornea.
4. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini
dapat enimbulkan infeksi yang lebih serius.
5. Hindari pemakaian make up pada mata, hal ini dapat
menimbulkan infeksi yang lebih serius. (IDI, 2017)
Farmakologi
1. Antibiotik oral yang dapat diberikan adalah
amoksilin/asam klavulanat 3x500 mg (dosis anak 20-
40 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis) atau Diklosasilin 4
kali sehari selama 3 hari.
2. Antibiotik topikal dapat digunakan salep mata
Kloramfenikol 1% (tiap 1-3 jam) atau Polymixin
B/Neomycin 0,35% (1-4 kali sehari).
3. Pemberian kortikosteroid tidak diperbolehkan dalam
penatalaksanaan hordeolum. (Rita, 2017)

Pembedahan
Jika setelah 48 jam pengobatan tidak tampak perbaikan
maka dapat dilakukan insisi untuk mengeluarkan pus,
dengan syarat pasien sudah tidak merasakan nyeri. Pada

17
insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi lokal
dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi
dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan
dilakukan insisi yang bila hordeolum internum dibuat insisi
pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo
palpebra. Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar
dnegan margo palpebra. Setelah dilakukan insisi, dilakukan
ekskohleasi atau kuretasu seluruh isi jaringan meradang di
dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik
(Monica, 2019).

Gambar: Insisi Hordeolum


KIE
1. Penyakit hordeolum dapat berulang sehingga perlu diberi
tahu pasien dan keluarga untuk menjaga higiene dan
kebersihan lingkungan.
2. Menjaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci
tangan sebelum menyentuh wajah agar hordeolum tidak
mudah terulang.
3. Mengusap kelopak mata dengan lembut menggunakan
handuk wajah hangat untuk membersihkan ekskresi
kelenjar lemak.

18
4. Hentikan kebiasaan menggaruk-garuk mata saat tangan
kotor (Monica, 2019)
VIII. KOMPLIKASI & PROGNOSIS
Komplikasi
Penyakit Hordeolum harus diberikan tatalaksana yang tepat agar
tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa komplikasi
yang dapat terjadi yaitu chalazion, selulitis preseptal (penyebaran
infeksi dari kelopak mata ke jaringan sekitar mata) dan abses
palpebra (IDI, 2017)
Prognosis
Prognosis hordeolum umumnya dubia ad bonam, karena proses
peradangan pada hordeolum bisa mengalami penyembuhan dengan
sendirinya, asalkan kebersihan daerah mata tetap dijaga dan
dilakukan kompres hangat pada mata yang sakit serta terapi yang
sesuai (Monica, 2019)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa scenario LBM 2


yang berjudul “Kelopak Mata Nyeri” mengalami penyakit Hordeolum.

19
Hordeolum merupakan infeksi lokal atau proses peradangan pada kelopak
mata. Bila kelenjar Meibom yang terkena disebut hordeolum internal,
sedangkan bila kelenjar Zeid dan Moll yang terkena maka disebut
hordeolum eksterna. Staphylococcus aureus adalah penyebab infeksi 90-
95% kasus hordeolum. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik oftalmologi sederhana. Penatalaksanaan hordeolum
berupa penatalaksanaan non farmakologi yaitu kompres hangat,
farmakologi yaitu dengan pemberian antibiotik topikal maupun sistemik
dan pembedahan (insisi) bila tidak adanya perbaikan dengan obat-obatan.
Selain itu, prognosis yang dapat kami duga untuk kasus dalam skenario
adalah dubia ed bonam jika diatasi segera dengan tatalaksana farmakologi
dan non farmakologi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Tanto, Christ, dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 5 Jilid II.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.

20
Kanski JJ, Bowling B. 2017. Clinical Opthalmology A Systematic
Approach [ebook]. 9th ed. Edinburgh: Elsevier Saunders.

Rita S Sitorus, et all. 2017. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Ke-1. Jakarta:
Universitas Indonesia Publishing.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.[ebook]

Dahlan, Rinaldi. 2017. Karakteristik Penderita Dakrosistitis di Pusat


Mata Nasional Rumah Sakit Mata CIDENDO. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Pusat Mata Nasional RS CICENDO
Bandung.

Voughan & Asbury. 2018. Oftalmologi Umum. Edisi Ke-19. Jakarta: EGC

Wulang, Monica. 2019. HORDEOLUM. SMF/Bagian Ilmu Kesehatan


Mata Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana RSUD Prof. Dr.W. Z.
Johannes Kupang.

Utami, Listyani. 2021. Diagnosis dan Manajemen Pada Blefaritis


Anterior dan Posterior. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Bali,Indonesia.

21

Anda mungkin juga menyukai