Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana dapat dicirikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa apa pun
yang merusak dan mengganggu kehidupan dan pekerjaan individu yang disebabkan
oleh faktor-faktor normal dan tambahan seperti komponen manusia, yang
menyebabkan kemunduran manusia, kerusakan lingkungan, kemalangan properti,
dan efek mental. Getaran seismik adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan dunia yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng dunia, defisiensi
dinamis, aksi vulkanik atau sampah batuan. Bahaya yang ditimbulkan oleh gempa
seismik termasuk kerusakan pada barang-barang seperti bangunan, jalan, dan
kerangka lain di mana kerusakan tersebut juga dapat mempengaruhi orang yang
memilikinya. Bahaya paling ringan yang dialami adalah rasa sakit (mental) karena
goncangan dari getaran hingga bahaya cidera, ketidakmampuan, bahkan lewat
karena terjepit, tertutup, atau terjepit oleh benda yang mengalami ketidakamanan
(Fitriyani, Kurnia Saputri, 2021). )
Bencana telah menjadi isu yang hangat dibicarakan baik secara luas maupun
global. Masalah ini menjadi sangat menarik ketika dipusatkan pada penyelidikan
logis dan dari berbagai disiplin ilmu (Johan Bhimo Sukoco, 2021). Federasi
Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit menyatakan bahwa pada
tahun 2020 ada 574 bencana yang terjadi di seluruh planet ini, dan menyebabkan
kekurangan 70.285 juta dolar AS. Sebagian besar bencana yang terjadi di daratan
Asia adalah 240 atau lebih jika itu adalah tingkat (41,81%) dari peristiwa bencana
total di planet ini, diikuti oleh Amerika dengan 124 bencana dengan tingkat (21,6%) ,
maka Afrika lebih dari 116 (20,21%), Eropa 70 kegagalan (12,2%) dan Australia ada
24 bencana (4,18%) dari bencana habis-habisan. Selama 3 tahun terakhir, 5.192
bencana terjadi di planet ini (Juharoh, 2021).
Latar belakang sejarah bencana Indonesia memiliki kisah yang membosankan
mulai tahun 1815 hingga saat ini. Hal ini terjadi karena topografi Indonesia sendiri
yang membuat wilayah Indonesia cenderung normal, tidak teratur dan bencana
sosial (wardyaningrum, 2014). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Republik Indonesia mencatat ada 2.952 kasus kegagalan pada tahun 2020 dan
terhitung mulai 1 Januari hingga 31 September 2020. Peristiwa bencana yang
terjadi di Indonesia pada tahun 2020 meliputi 16 kali gempa tremor, 7 kali gempa.
letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan lahan 326 kejadian, kemarau panjang
29 kejadian, banjir 1.080 kejadian, longsoran 577 kejadian, angin topan 880
kejadian dan tsunami dan titik tergores 36 kejadian. Ditambah lagi dengan adanya
pandemi COVID-19 sejak awal tahun 2020. Jumlah bencana alam yang terjadi
selama 3 tahun terakhir (BNPB, 2021)
Daerah Gorontalo merupakan wilayah ke-31 di Indonesia yang cenderung
mengalami kegagalan. Hal ini ditegaskan oleh informasi dari BPBD Wilayah
Gorontalo selama 1 tahun terakhir telah terjadi sekitar 132 kejadian bencana yang
melanda Wilayah Gorontalo. Wilayah Gorontalo terdiri dari 6 wilayah, salah satunya
adalah Rezim Gorontalo. Rezim Gorontalo sendiri telah mencatat 73 kejadian
bencana pada tahun 2021, khususnya periode 1 Juni hingga 31 Mei, mengingat
lingkungan yang cukup tidak biasa adalah pendorong utama bencana di
Pemerintahan Gorontalo, ditambah dengan pandemi Coronavirus, menambah
informasi bencana di Gorontalo Aturan. Peraturan Gorontalo. Dari total kejadian
bencana selama 3 tahun terakhir dan saat ini telah terjadi 2.592 kejadian bencana di
Gorontalo.
Musibah dewan adalah fase awal kemalangan para eksekutif. Kegagalan
dapat dibatasi baik sebelum bencana, selama bencana maupun pasca bencana.
Kegagalan reaksi krisis penting untuk bencana papan. Reaksi krisis bencana
selesai ketika bencana terjadi dan merupakan hal utama, baik reaksi dan bantuan
krisis. Informasi tentang reaksi krisis bencana dapat menjadi penolong bagi masing-
masing daerah sehingga ketika terjadi bencana, hal-hal yang penting seperti
bantuan korban jiwa, mengurangi bahaya kerugian karena kegagalan dan bantuan
krisis lainnya.
Pemeriksaan yang diarahkan oleh Monte et al (2020) dengan judul “Regular
risk and fiascos: Outline and instances of Brazil” mengungkapkan bahwa bencana
muncul ketika bahaya (perils) bertemu dengan kelemahan yang tidak terkoordinasi
dengan batas yang memadai. Batasan cukup yang dimaksud adalah kemampuan
daerah dalam mengelola bencana, baik informasi maupun kemampuan. Untuk lebih
mengembangkan informasi dan kemampuan, penting untuk digarap melalui sekolah
dan kesiapsiagaan bencana (Monte DKK, 2020). Kemudian, pada saat itu penelitian
yang diarahkan oleh Solikhah dkk (2020) dengan judul “Kesiapan Kerangka Reaksi
Dampak Bencana Terhadap Kesiapsiagaan Bencana” juga mengungkapkan bahwa
ketiadaan informasi dan kemampuan tentang bencana menjadi pertimbangan utama
dalam jumlah kemunduran. , bahaya dan kemalangan. Selain kemampuan dan
kemampuan, daerah juga harus mengetahui bencana yang terjadi, karena dengan
bencana para pengurus dapat menghadapi kegagalan baik pra bencana, saat
bencana maupun pasca bencana (Solikhah dkk, 2020).
Mengingat persepsi dan pertemuan di Unit Gerakan Mahasiswa (UKM) yang
berada di Perguruan Tinggi Muhammadiyah Gorontalo yang bergerak di bidang
yang bermanfaat, maka pakar meminta kepada salah satu insan UMK bahwa belum
pernah ada pembinaan yang dipimpin dalam UKM ini yang secara eksplisit
berbicara tentang bencana para eksekutif. misalnya membuat panduan atau
pengaturan untuk daerah yang sangat rawan bencana. Salah satu individu dari KSR
UKM mengatakan bahwa mereka hanya diberikan materi penting dalam bencana.
Juga, ketika mendapat informasi tentang dasar-dasar bencana, dewan tidak benar-
benar mendominasi, baik itu pra-bencana, saat bencana atau pasca-kegagalan.
Selanjutnya, penting untuk memiliki perlakuan unik bagi individu UMK KSR UMGo.
Dalam Hubungan Putusan Tarjih Muhammadiyah tentang hukum kegagalan,
ia bereaksi terhadap malapetaka sebagai malapetaka, baik yang besar maupun
yang mengerikan bagi manusia. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT:

‫للا ل ل‬. ‫نوضح لك )ل لى ا لت ل ا ا ا‬. (‫ا ل لى الل‬. ‫ا ا األرض ل لى ل ا اب (لهول )ل لقها‬


Artinya: Tidak ada bencana yang menimpa bumi dan (tidak) menimpa dirimu
sendiri, kecuali yang telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami
menjadikannya. Sesungguhnya yang demikian itu sederhana bagi Allah. (Kami
menjelaskannya) agar kamu tidak meratapi apa yang telah menjauh darimu, dan
agar kamu tidak banyak bersorak atas apa yang telah Dia berikan kepadamu. Allah
tidak mempedulikan setiap individu yang mementingkan diri sendiri dan senang
(Q.S. al-Ḥadīd (57): 22-23).
Orang-orang sebagai khalifah di muka bumi perlu berkonsentrasi pada bumi
dan substansinya sehingga peristiwa bencana dapat diharapkan dan dapat dibatasi
dengan kehadiran ilmu pengetahuan. Allah berfirman:
)‫الضرر البر البحر ل البشر للا لهم (نتائج )الهم (إلى الطريق الصحيح‬.
Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan yang disebabkan oleh
perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan bagi mereka sebagian (akibat)
dari kegiatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) [al-Rm ( 41): 30].
Perwujudan dari bagian ini Allah SWT menunjukkan bahwa cara pandang manusia
adalah buruk yang membawa kerugian bagi bumi, baik kerugian sosial maupun
kerugian normal (PP Muhammadiyah, 2018).
Upaya tersebut diharapkan dapat membangun informasi publik, khususnya
individu dari Korps Sukarela (KSR) tentang reaksi krisis bencana. Berdasarkan
dasar di atas, spesialis tertarik untuk menyelidiki "Dampak bencana para eksekutif
mempersiapkan informasi yang adil dan jujur tentang reaksi krisis bencana di antara
individu-individu dari Kelompok Sukarela (KSR) UMGo".
1.2 Identifikasi Masalah

Dilihat dari penggambaran yayasan di atas, maka cenderung untuk mengenali


isu-isu antara lain:
1. Tidak adanya informasi tentang bencana para eksekutif, khususnya pra-
bencana, saat bencana, dan pasca-kegagalan.
2. Upaya diharapkan dapat membangun informasi pada individu dari Korps
Sukarela (KSR) UMGo tentang reaksi krisis bencana
1.3 Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang telah selesai, maka dapat diketahui
permasalahannya, khususnya apakah ada dampak bencana yang disiapkan para
eksekutif atas informasi tentang reaksi krisis bencana bagi individu dari KSR PMI
UMGo?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya dampak bencana maka pengurus mempersiapkan
informasi reaksi krisis bencana pada insan KSR PMI UMGo.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Gambarkan informasi tentang reaksi krisis bencana sebelum bencana
disiapkan oleh dewan
2. Gambarkan informasi tentang reaksi krisis bencana setelah bencana yang
disiapkan oleh dewan
3. Meneliti dampak bencana dewan menyiapkan informasi tentang reaksi
krisis bencana.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Keuntungan teoritis
Sebagai data bagi pembaca dan masyarakat umum, khususnya individu dari
KSR PMI UMGo tentang musibah pengurus untuk menambah pemahaman dalam
memimpin reaksi krisis kegagalan.
1.5.2 Manfaat bagi praktisi
1. Untuk kantor
Sebagai kontribusi bagi organisasi penting, misalnya BNPB, PMI untuk
membentuk lebih banyak unit yang siap dan tanggap dalam menangani bencana.
2. Tawarkan KSR
Sebagai kontribusi bagi individu dari KSR PMI UMGo untuk memiliki pilihan
untuk membangun informasi tentang reaksi krisis bencana
3. Untuk spesialis
Sebagai bahan dan kontribusi bagi spesialis masa depan untuk melanjutkan
eksplorasi mereka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Bencana
2.1.1 Definisi
Bencana adalah hasil dari campuran latihan normal, baik kejadian nyata,
seperti gempa seismik, gunung berapi, longsoran salju, dan latihan manusia
lainnya. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Kebencanaan Penyelenggara, menyatakan bahwa bencana adalah suatu peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang membahayakan dan mengganggu kehidupan dan
pekerjaan orang yang disebabkan, baik oleh unsur-unsur biasa maupun faktor-
faktor tambahan yang tidak wajar seperti halnya variabel manusia, membawa
kemunduran manusia, kerusakan ekologis, kemalangan, kehilangan harta benda,
dan efek pada kesejahteraan psikologis (Johan Bhimo Sukoco, 2020)
Menurut WHO, bencana umumnya merupakan peristiwa yang menyebabkan
berbagai kerusakan lingkungan, kerusakan, dan bahkan hilangnya keberadaan
manusia, seperti halnya melemahnya norma keberadaan manusia yang dimulai dari
menurunnya kesejahteraan pada skala tertentu yang memerlukan reaksi dari
daerah setempat di luar bencana. daerah (Wiarto, 2017). Parker mencirikan
bencana sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara umum, atau buatan manusia,
yang tidak dimanfaatkan untuk terjadi (Adiyoso, 2018).
Sebagaimana ditunjukkan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang bencana, para eksekutif adalah siklus yang dinamis, gigih dan terpadu
untuk bekerja pada sifat tindakan yang diidentifikasi dengan persepsi dan
penyelidikan bencana seperti tindakan pencegahan, pengentasan, kesiapsiagaan,
peringatan dini, krisis dewan, pemulihan dan bencana. reproduksi (Ratu Ryaning,
2020).
2.1.2 Jenis Bencana
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa bencana
diakui tergantung pada variabel penyebabnya, antara lain (BNPB, 2015):
1. Peristiwa bencana
Peristiwa bencana adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang terjadi pada dasarnya, termasuk getaran, gelombang
pasang, emisi vulkanik, banjir, musim kering, badai, dan longsoran salju.
2. Peristiwa non-bencana
Peristiwa non-bencana adalah bencana yang disebabkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang tidak biasa yang mencakup kekecewaan inovatif,
modernisasi yang dibom, momok, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial
Kegagalan sosial adalah malapetaka yang disebabkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh orang-orang yang menggabungkan
perjuangan sosial antara pertemuan atau jaringan, dan ketakutan.
Kegagalan adalah peristiwa yang bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja dan
di mana saja. Berulangnya peristiwa beberapa kegagalan juga sulit untuk
diramalkan. Kemalangan yang ditimbulkan dipengaruhi oleh tingkat kelemahan
suatu ruang yang dipengaruhi oleh bencana. Dampak dari bencana yang sangat
besar dapat membuat malapetaka para eksekutif penting untuk dilakukan. Untuk
negara-negara dengan kelemahan bencana tinggi, tetapi juga untuk semua lokal
untuk mengantisipasi dan membatasi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh
kegagalan. Akibat yang ditimbulkan oleh suatu bencana dapat mempengaruhi
seluruh bagian dari keberadaan suatu kabupaten. BNPB menyusun beberapa
bagian yang pada umumnya merupakan akibat bencana sebagaimana tertuang
dalam Perka BNPB Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penilaian Kebutuhan
Pascabencana. Berikutnya adalah sebagian dari bagian-bagian yang muncul karena
bencana (Mei Nur, 2019).
1. Kerugian, kegagalan dapat membahayakan sumber daya dan kerangka
kerja aktual yang memiliki tempat dengan otoritas publik, jaringan, keluarga, dan
elemen bisnis yang sampai batas tertentu atau sepenuhnya dapat mengganggu
kapasitas mereka. Selain itu, bencana juga dapat merusak bangunan penting yang
tidak dapat dihormati.
2. Kemalangan, akibat langsung dari malapetaka, secara spesifik
menyebabkan kemalangan karena kurangnya kebebasan untuk memperoleh
manfaat karena kerusakan sumber daya yang dimiliki oleh otoritas publik, wilayah
setempat, keluarga dan elemen bisnis.
3. Penerimaan yang lemah, kemalangan atau gangguan akses orang,
keluarga dan jaringan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka karena bencana.
Misalnya, rumah yang rusak atau meledak yang menyebabkan individu kehilangan
tempat berlindung.
4. Kejengkelan utilitarian, gangguan kapasitas sosial dan pemerintahan
karena bencana. Misalnya, organisasi umum dan administrasi penting yang tidak
berjalan sesuai kapasitasnya karena sebuah kegagalan.
5. Bahaya yang diperluas, bencana dapat membangun bahaya kelemahan
dan mengurangi batas orang dan jaringan. Sebagai contoh, akibat dari suatu
bencana dapat membuat seseorang menjadi lumpuh dan mengurangi kemampuan
seseorang.
Satu lagi dampak yang ditimbulkan pasca gempa yang dapat dirasakan oleh
individu yang terkena dampak bencana tersebut adalah maraknya masalah medis.
The Container American Wellbeing Association (2017) menyatakan bahwa gempa
seismik, banjir, longsoran salju, dan letusan gunung berapi saat ini dapat
berdampak pada hilangnya nyawa, luka serius yang membutuhkan perawatan
intensif, peningkatan risiko penyakit yang tak tertahankan, kerusakan pada kantor
kesehatan dan sistem pasokan air. . . Munculnya kondisi medis berasal dari tidak
adanya air bersih yang mempengaruhi kebersihan individu dan kebersihan ekologis,
desinfeksi yang tidak berdaya yang dapat mendorong berkembangnya berbagai
jenis penyakit yang tak tertahankan (PAHO, 2017).
Kegagalan adalah peristiwa yang bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja dan
di mana saja. Berulangnya peristiwa beberapa kegagalan juga sulit untuk
diramalkan. Kemalangan yang ditimbulkan dipengaruhi oleh tingkat kelemahan
suatu ruang yang dipengaruhi oleh bencana. Dampak dari bencana yang sangat
besar dapat membuat malapetaka para eksekutif penting untuk dilakukan. Untuk
negara-negara dengan kelemahan bencana tinggi, tetapi juga untuk semua lokal
untuk mengantisipasi dan membatasi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh
kegagalan. Akibat yang ditimbulkan oleh suatu bencana dapat mempengaruhi
seluruh bagian dari keberadaan suatu kabupaten. BNPB menyusun beberapa
bagian yang pada umumnya merupakan akibat bencana sebagaimana tertuang
dalam Perka BNPB Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penilaian Kebutuhan
Pascabencana. Berikutnya adalah sebagian dari bagian-bagian yang muncul karena
bencana (Mei Nur, 2019).
1. Kerugian, kegagalan dapat membahayakan sumber daya dan kerangka
kerja aktual yang memiliki tempat dengan otoritas publik, jaringan, keluarga, dan
elemen bisnis yang sampai batas tertentu atau sepenuhnya dapat mengganggu
kapasitas mereka. Selain itu, bencana juga dapat merusak bangunan penting yang
tidak dapat dihormati.
2. Kemalangan, akibat langsung dari malapetaka, secara spesifik
menyebabkan kemalangan karena kurangnya kebebasan untuk memperoleh
manfaat karena kerusakan sumber daya yang dimiliki oleh otoritas publik, wilayah
setempat, keluarga dan elemen bisnis.
3. Penerimaan yang lemah, kemalangan atau gangguan akses orang,
keluarga dan jaringan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka karena bencana.
Misalnya, rumah yang rusak atau meledak yang menyebabkan individu kehilangan
tempat berlindung.
4. Kejengkelan utilitarian, gangguan kapasitas sosial dan pemerintahan
karena bencana. Misalnya, organisasi umum dan administrasi penting yang tidak
berjalan sesuai kapasitasnya karena sebuah kegagalan.
5. Bahaya yang diperluas, bencana dapat membangun bahaya kelemahan
dan mengurangi batas orang dan jaringan. Sebagai contoh, akibat dari suatu
bencana dapat membuat seseorang menjadi lumpuh dan mengurangi kemampuan
seseorang.
Satu lagi dampak yang ditimbulkan pasca gempa yang dapat dirasakan oleh
individu yang terkena dampak bencana tersebut adalah maraknya masalah medis.
The Container American Wellbeing Association (2017) menyatakan bahwa gempa
seismik, banjir, longsoran salju, dan letusan gunung berapi saat ini dapat
berdampak pada hilangnya nyawa, luka serius yang membutuhkan perawatan
intensif, peningkatan risiko penyakit yang tak tertahankan, kerusakan pada kantor
kesehatan dan sistem pasokan air. . . Munculnya kondisi medis berasal dari tidak
adanya air bersih yang mempengaruhi kebersihan individu dan kebersihan ekologis,
desinfeksi yang tidak berdaya yang dapat mendorong berkembangnya berbagai
jenis penyakit yang tak tertahankan (PAHO, 2017).
2.1.4 Bahaya Kegagalan
Bahaya kegagalan adalah potensi kemalangan yang disebabkan oleh
bencana di suatu tempat dalam jangka waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
cedera, penyakit, kehidupan yang dirusak, kehilangan perasaan bahwa semuanya
baik-baik saja dengan dunia, keberangkatan, kerusakan atau kehilangan harta
benda dan interupsi latihan area lokal. Hazard adalah komponen bahaya atau risiko
dengan kelemahan dan batasan. Bahaya kegagalan dapat dikurangi jika batas
diperluas atau kelemahan berkurang, sedangkan bahaya bencana dapat meningkat
jika kelemahan lebih tinggi dan batas lebih rendah.
Melihat pengaturan ini, maka pada saat itu kita benar-benar hidup dengan
bahaya bencana. Kegagalan yang dapat merusak kapan saja, mungkin tidak dapat
dicegah, tetapi kita dapat melakukan upaya untuk mengurangi bahaya bencana.
Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan wawasan kita tentang ide dasar dan
pemahaman tentang bahaya bencana. Persepsi bahaya bencana bisa dimulai dari
pemahaman iklim tempat kita tinggal. Beberapa modelnya adalah:
1. Dengan asumsi kita tinggal di daerah perbukitan atau lereng curam, bahaya
bencana dapat dibedakan, khususnya, apa pun yang dapat menyebabkan
longsoran.
2. Dengan asumsi kita tinggal dan menetap di sekitar sumur lava, bahaya
bencana dapat dirasakan sebagai dampak dari letusan gunung berapi.
3. Dengan asumsi kita tinggal di tepi sungai atau daerah aliran sungai, bahaya
kegagalan dapat dikenali seperti banjir, banjir beruntun, tanggul jebol.
4. Jika kita tinggal di daerah yang rawan gempa, bahaya kegagalan dapat
dikenali seperti runtuhnya bangunan dan rumah, tanah pecah dan longsoran.
5. Dengan asumsi kita tinggal di lokasi lokal yang padat penduduk, bahaya
bencana dapat dibedakan, lebih spesifik apa saja yang dapat menyebabkan
kebakaran.
Peluang kegagalan ini adalah beberapa model yang dapat berubah menjadi
bencana nyata atau bencana nyata. Misalnya, ketika terjadi bencana kebakaran,
kita tidak akan bisa menghentikan api yang sedang berkobar. Bagaimanapun, kita
dapat mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh bencana kebakaran dengan
menyelamatkan nyawa dan harta benda yang mungkin bisa diselamatkan. Setelah
memahami risiko bencana, ada baiknya juga untuk memahami langkah-langkah
pengurangan risiko bencana.
2.1.5 Kelemahan Bencana
Kelemahan adalah keadaan suatu daerah atau masyarakat yang
menyebabkan atau menyebabkan kegagalan dalam mengelola bahaya bencana.
Bagian-bagian kelemahan disusun berdasarkan batas-batas sosial-sosial, moneter,
fisik dan alam. Kelemahan dapat dicirikan sebagai Keterbukaan (namun harus
diperhatikan bahwa keterbukaan dapat dilihat sebagai bahaya atau kelemahan)
yang memenuhi Affectability. “Sumber daya” yang diungkap meliputi keberadaan
manusia (kelemahan sosial), wilayah keuangan, konstruksi aktual dan wilayah
biologis/alam. Setiap "sumber daya" memiliki pengaruhnya sendiri, yang bergeser
per bencana (dan kekuatan kegagalan) (BNPB, 2012).
Penanda yang digunakan dalam investigasi kelemahan didominasi oleh data
keterbukaan. Dalam dua kasus, data diingat untuk struktur keterbukaan (seperti
kepadatan penduduk, proporsi jenis kelamin, proporsi kebutuhan, proporsi
ketidakmampuan dan proporsi kelompok umur). Afektabilitas hanya ditutupi oleh
implikasi melalui pembagian faktor pembobotan. Sumber data yang digunakan
untuk pengujian kelemahan pada dasarnya berasal dari laporan BPS
(daerah/daerah dalam angka, PODES, Susenan, PPLS dan PDRB) dan data
panduan penting dari Bakosurtanal (penggunaan lahan, penataan jalan dan wilayah
perkantoran publik) (BNPB, 2012) .

2.1.6 Batas Bencana


Batas adalah penguasaan aset, strategi, dan kualitas daerah setempat yang
memberdayakan mereka untuk melindungi dan mengatur diri mereka sendiri untuk
mencegah, beradaptasi, mengurangi, dan memulihkan diri dengan cepat dari
dampak bencana. Batas dapat mencakup menjaga agar bahaya tidak terjadi atau
mengurangi kekuatan/volume bahaya, atau mengurangi kelemahan terhadap
bahaya itu sendiri. Batas mungkin berubah dari satu tempat ke tempat lain. Batas di
wilayah metropolitan, misalnya keadaan yayasan.
2.2 Bencana Ide eksekutif
2.2.1 Definisi
Sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 bencana dewan adalah
interaksi yang dinamis, gigih dan terpadu untuk bekerja pada sifat tindakan yang
diidentifikasi dengan persepsi bencana dan penyelidikan seperti penghindaran,
moderasi, kesiapan, peringatan dini, krisis eksekutif, pemulihan dan reproduksi
bencana (Ratu Ryaning, 2020).
2.2.2 Fase bencana papan
Dengan tujuan akhir untuk mengeksekusi kegagalan para eksekutif, hal itu
diwujudkan melalui 3 (tiga) organisasi sebagai berikut (Parasasri, 2020):
1. Tahap pra-bencana
A. Antisipasi (pencegahan)
Antisipasi (preventif) adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah
atau menggagalkan terjadinya bencana. Berikut adalah beberapa contoh urutan
tindakan pencegahan:
1) Membentuk bendungan atau tanggul untuk pengendalian jika terjadi banjir
2) Kontrol konsumsi di daerah rawan kebakaran sebelum musim kemarau
dengan bahaya kebakaran tinggi.
3) Beberapa jenis hukum sebagai jenis penghindaran, misalnya pedoman
penggunaan lahan.
B. Relief Fiasco (Pengurangan
Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang
menjelaskan bahwa pertolongan adalah suatu rangkaian upaya untuk mengurangi
bahaya bencana, baik melalui pergantian kejadian yang sebenarnya maupun
kewaspadaan dan pembatasan kerja dalam mengelola bahaya bencana
C. Kesiapan
Kesiapan adalah serangkaian latihan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pemilahan dan melalui kemajuan yang sesuai untuk
memberdayakan pemerintah, asosiasi, jaringan, dan orang-orang untuk bereaksi
secara cepat dan tepat terhadap keadaan bencana. Salah satu bagian dari
kesiapan yang dalam setiap hal tidak cukup difokuskan adalah kesiapan individu
atau keluarga. Selama keadaan gagal di mana aset dari otoritas publik dan
administrasi krisis dibatasi, kesiapan sangat penting untuk dimiliki oleh dua orang
dan keluarga (Parasasri, 2020).
D. (Perhatian)
Cautioning adalah suatu pekerjaan untuk menasihati ketika ada risiko yang
telah dikenali namun belum dikompromikan di suatu wilayah tertentu dan ditentukan
jalan keluar yang baik yang masih jauh (Parasasri, 2020).
e. bahaya
Bahaya adalah tindakan yang dilakukan setelah mendapat pemberitahuan
untuk mengimbangi dampak dari guncangan bencana. Kegiatan tersebut antara lain
menutup tempat kerja dan sekolah, menebang pohon untuk menghindari pohon
tumbang saat angin kencang atau hujan deras, dan sebagainya (Parasasri, 2020).
2. Panggung selama bencana
A. (Reaksi)
Reaksi pasti bisa disebut reaksi krisis adalah serangkaian latihan yang terdiri
dari langkah-langkah yang dikoordinasikan untuk menyelamatkan nyawa,
memastikan properti, mengelola bahaya, dan berbagai efek yang ditimbulkan oleh
kegagalan.
Sarana tersebut meliputi antara lain:
1) Melaksanakan penataan.
2) Memulai bencana kerangka eksekutif.
3) Cari dan selamatkan.
4) Berikan makanan krisis, perlindungan, bantuan klinis, dan sebagainya
5) Tinjauan dan evaluasi.
6) Keberangkatan.
B. Bantuan krisis (pengurangan)
Bantuan krisis dilakukan untuk memberikan bantuan yang diidentifikasikan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan singkat seperti makanan, pakaian, rumah
aman, sterilisasi dan air bersih.
3. Tahap pasca bencana
A. (Penyembuhan)
Pemulihan adalah rangkaian latihan untuk membangun kembali keadaan
daerah dan iklim yang dipengaruhi oleh bencana dengan mengerjakan kembali
fondasi, kerangka kerja dan kantor melalui upaya restorasi (UU 24/2007). Menurut
Carter (2008), penyembuhan adalah interaksi di mana individu dibantu untuk
kembali ke tingkat kapasitas yang sesuai setelah kegagalan dan kembali ke kondisi
sebelum bencana. Interaksi penyembuhan dapat diperpanjang secara luar biasa
dan membutuhkan 5-10 tahun atau lebih secara signifikan (Parasasri, 2020).
Tiga klasifikasi dasar latihan dalam pemulihan meliputi:
1) Membangun kembali
Reklamasi dalam tahap pemulihan terdiri dari kegiatan-kegiatan seperti
membangun kembali administrasi dasar, membangun kembali rumah-rumah yang
dapat diperbaiki dan berbagai bangunan atau bangunan dan memberikan
penginapan sementara.
2) Restorasi (Pemulihan)
Membantu pemulihan fisik dan mental individu yang telah bertahan karena
bencana.
3) Rekreasi (Membuat Ulang)
Reproduksi jarak jauh menggabungkan substitusi struktur dan pondasi yang
telah dilenyapkan oleh bencana.
B. Pergantian Acara Publik (Pergantian Acara Publik)
Pemajuan publik dilakukan dengan memberikan hubungan antara latihan
terkait bencana dan pergantian peristiwa publik. Tahap ini dikenang sebagai
permintaan untuk menjamin bahwa pendekatan ke depan dapat lebih menarik
dalam mengelola kegagalan untuk kemajuan publik lainnya (Parasasri, 2020). Hal-
hal yang harus dimungkinkan dalam perbaikan publik antara lain:
1) Mempresentasikan kerangka kerja dan proyek struktur yang ditingkatkan
dan dimodernisasi.
2) Memanfaatkan bantuan bencana di seluruh dunia untuk dampak yang lebih
ideal.
3) Menerapkan pertemuan bencana ke dalam penelitian program kemajuan
masa depan.
Dalam semua fase bencana pengurus, ada 3 (tiga) administrasi yang
digunakan, yaitu:
1. Papan Bahaya Bencana
Apakah bencana papan/pedoman dengan penekanan pada faktor-faktor yang
berencana untuk mengurangi bahaya sebelum kegagalan terjadi. Bahaya ini papan
selesai sebagai:
A. Antisipasi bencana adalah serangkaian latihan yang dilakukan sebagai
upaya untuk menghilangkan atau berpotensi mengurangi bahaya bencana.
B. Pengentasan adalah suatu perkembangan dari upaya untuk mengurangi
bahaya kegagalan, baik melalui pergantian peristiwa yang sebenarnya dan
perhatian penuh dan membatasi upaya untuk mengelola bahaya bencana.
C. Kesiapan adalah kemajuan latihan membantu untuk mengantisipasi
bencana melalui asosiasi dan melalui kemajuan yang sesuai dan efektif. Kesiapan
ini memang dikenang untuk krisis para eksekutif, namun terletak pada pra-bencana.
Pada tahap ini juga terdapat peringatan dini, yaitu suatu rangkaian latihan untuk
memberikan peringatan secara cepat kepada masyarakat sekitar tentang
kemungkinan terjadinya kegagalan di suatu tempat oleh organisasi yang diakui.
Bahaya bencana Dewan terdiri dari dua bagian, yaitu penilaian bahaya
(evaluasi bahaya) dan bahaya eksekutif (perlakuan bahaya).
A. Penilaian Bahaya (Evaluasi Bahaya)
Penilaian bahaya memiliki beberapa fase, khususnya:
1) ID bahaya bencana, secara spesifik mengenali unsur-unsur yang
mempengaruhi bahaya, untuk situasi ini adalah (1) sumber penyebab terjadinya,
khususnya bahaya dan (2) keadaan kelemahan manusia yang disajikan pada risiko.
(kelemahan), sehingga kapasitas mereka diketahui untuk menghadapi kegagalan.
2) Survei bahaya adalah upaya untuk mengukur seberapa besar bahaya yang
akan terjadi. Hal ini didapat dari perhitungan hazard yang merupakan elemen dari
hazard X kelemahan – R = H X V. Dalam kelemahan terdapat komponen limit. Dari
hasil evaluasi bahaya tersebut diperoleh gambaran derajat bahaya bencana, baik
tinggi, sedang maupun rendah.
3) Menilai bahaya adalah upaya untuk fokus pada bahaya mana yang harus
ditangani, tetapi tidak semua bahaya tinggi harus ditangani.
B. Bahaya Papan (Hazard Treatment)
Setiap bahaya yang dihadapi memiliki 4 obat pilihan, khususnya:
1) Menjauhkan diri dari bahaya (antisipasi), dengan asumsi kita tidak dapat
melawan bahaya yang akan terjadi, sebaiknya kita menjauhkan diri dengan
bergerak, membuat pedoman tata ruang yang melarang berada di tempat tersebut.
2) Mengurangi bahaya (relief), selesai dengan asumsi bahaya masih dalam
kemampuan untuk ditanggulangi, kami melakukan upaya-upaya moderasi yang
dapat berupa pengentasan dasar atau moderasi non-primer.
3) Pemindahan bahaya (move), dilakukan jika bahaya yang seharusnya kita
dapatkan dipindahkan ke pihak lain, hal ini untuk memudahkan beban pada
penerima bahaya. Ini selesai dengan membayar perlindungan.
2. Krisis Papan
Apakah rencana permainan bencana yang diupayakan dewan dengan
penekanan pada faktor-faktor yang mengurangi jumlah bencana dan korban seperti
halnya merawat orang-orang buangan selama kegagalan dengan tahapannya,
khususnya reaksi krisis bencana adalah serangkaian latihan yang diselesaikan
dengan cepat pada jam bencana untuk mengelola dampak buruk yang ditimbulkan,
yang mencakup latihan penyelamatan dan keberangkatan korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan penting, jaminan, eksekutif orang terlantar, penyelamatan,
dan pembangunan kembali kerangka kerja dan kantor.
3. Pemulihan Para eksekutif
Apakah tindakan bencana upaya para eksekutif dengan penekanan pada
faktor-faktor yang dapat membangun kembali keadaan daerah dan iklim yang
dipengaruhi oleh bencana dengan bekerja kembali perusahaan, kerangka kerja, dan
kantor di sebuah diatur, difasilitasi, tergabung dan jauh mencapai jalan setelah
bencana terjadi dengan tahapannya, lebih spesifiknya:
A. Pemulihan adalah peningkatan dan pembangunan kembali semua bagian
administrasi publik atau lokal ke tingkat yang memuaskan di zona pasca-perang
dengan tujuan utama untuk menormalkan atau menjalankan secara teratur semua
bagian pemerintahan dan kehidupan wilayah lokal di zona pasca-perang.
B. Pembaharuan adalah modifikasi dari semua yayasan dan kantor, pendirian
di zona pasca perang, baik di otoritas publik dan tingkat daerah dengan target
mendasar mengembangkan dan menciptakan latihan moneter, sosial dan sosial,
mempertahankan supremasi hukum, dan memperluas lokal kerjasama daerah di
semua bagian kehidupan daerah sekitar. pasca-kegagalan.
2.3 Informasi ide reaksi krisis bencana
2.3.1 Arti informasi
Informasi adalah konsekuensi dari mengetahui dari orang-orang, yang pada
dasarnya membahas pertanyaan 'apa' misalnya apa itu air, apa itu manusia, apa itu
alam, dll. Informasi adalah efek lanjutan dari mengetahui dan ini terjadi setelah
seseorang mendeteksi artikel tertentu. Mendeteksi melalui lima manusia
mendeteksi, khususnya perasaan penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan
dan kontak. Sebagian besar informasi manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Dewi, 2019). Sementara itu, menurut Mahmud, informasi adalah berbagai efek
samping yang dialami dan diperoleh orang melalui persepsi taktil (Indri Setiawati,
Gamya Tri Utami, 2020).
Informasi adalah artikel melalui fakultas yang dimilikinya. Tanpa orang lain,
waktu dari mendeteksi hingga menyampaikan informasi sangat dipengaruhi oleh
kekuatan pertimbangan dan kesan item tersebut (Dewi, 2019).
Sebagaimana dikemukakan oleh Al-Ghazali, orang memperoleh informasi
secara dua arah, yaitu belajar di bawah bimbingan seorang pendidik dengan
memanfaatkan fakultas dan akal dan menyerap dengan memperoleh informasi dari
hati melalui motivasi dan keterbukaan (Indri Setiawati, Gamya Tri Utami, 2020).
Informasi atau intelektual memegang peranan penting dalam membentuk
aktivitas seseorang. Mengingat keterlibatan dan pemeriksaan, perilaku yang
bergantung pada informasi akan bertahan lebih lama daripada perilaku yang tidak
bergantung pada informasi. Siklus intelektual dapat terjadi ketika orang
mendapatkan data tentang objek disposisi. Siklus intelektual ini dapat terjadi melalui
wawasan langsung (A. Wawan dan Dewi M, 2017).
Dari penelitian Damayanti et al (2017) diketahui bahwa masyarakat memiliki
informasi yang beragam yang ditunjukkan dengan pengalaman dan data yang
diperoleh. Hal ini cenderung dianggap bahwa informasi dapat diperoleh dari
berbagai sarana dan data sehingga informasi tentang bencana dapat diketahui.
Kualitas yang mempengaruhi informasi individu adalah orientasi seksual, usia,
instruksi rowayat, pekerjaan, persiapan dan rekreasi (Damayanti et al, 2017).
2.3.2 Tingkat Informasi
Informasi memiliki beberapa tingkatan, lebih spesifiknya (A. Wawan dan Dewi
M., 2017):
1. (Tahu)
Tahu dapat diartikan sebagai tanda dari sesuatu yang baru-baru ini ilmiah. Ini
termasuk meninjau materi yang telah dipelajari atau perbaikan yang telah didapat.
Level ini adalah level yang paling minimal. Kata-kata tindakan yang dapat
digunakan untuk mengukur informasi seseorang tentang hal yang mereka pelajari
adalah dengan merujuk, menggambarkan, mengenali, mengekspresikan, dll.
2. Pengertian
Pemahaman adalah kapasitas untuk mengklarifikasi tentang artikel yang
diketahui dan dapat menguraikannya secara efektif. Individu yang telah merasakan
suatu item dapat mengklarifikasi, memperhatikan, menutup, dan mengantisipasi
sebuah artikel yang sedang diperiksa
3. Aplikasi
Penerapan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memanfaatkan materi
yang telah dipelajari dalam keadaan nyata. Aplikasi dapat menggunakan hukum,
persamaan, teknik, standar, dll.
4. Investigasi (pemeriksaan)
Investigasi adalah kemampuan untuk mengomunikasikan materi artikel ke
dalam bagian-bagian tertentu. Bagaimanapun, mereka masih diidentifikasi satu
sama lain.
5. Blend (penggabungan)
Perpaduan yang dimaksud adalah menunjukkan kemampuan untuk
melakukan atau mengasosiasikan bagian-bagian dari kemampuan umum untuk
menyusun definisi baru dari rincian yang ada.
6. Penilaian
Penilaian diidentikkan dengan kegemaran atau evaluasi terhadap suatu item.
Evaluasi ini masih tergantung pada langkah-langkah udara atau memanfaatkan
aturan yang ada.
2.3.3 Elemen yang mempengaruhi informasi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi informasi, antara lain (A. Wawan
dan Dewi M, 2017):
1. Pelatihan
Pelatihan diharapkan mendapatkan data. Pelatihan dapat mempengaruhi
perilaku individu terhadap cara hidupnya, terutama dalam mendorong perspektif
untuk mengambil bagian dalam umat manusia. Pada umumnya, semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin mudah untuk mendapatkan data.
2. Bekerja
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan untuk membantu kehidupan
seseorang. Pekerjaan secara teratur membosankan dan menguji. Dengan tujuan
agar akan menambah pengalaman seseorang ketika akan mencapai sesuatu.
3. Usia
Umur adalah umur singular dari lahir sampai ulang tahun. Tingkat
perkembangan dan kekuatan seseorang dalam bekerja dan berpikir akan meningkat
seiring dengan bertambahnya usianya. Semakin mapan seorang individu, semakin
dewasa contoh penalaran dan kerja. Pengalaman dan perkembangan jiwa individu
dapat dilihat dari usia. Semakin mapan seseorang, semakin dewasa mereka
berpikir.
4. Iklim
Iklim adalah setiap kondisi di sekitar individu yang dapat mempengaruhi
pergantian peristiwa dan perilaku individu.
5. Sosial-sosial
Sosial budaya yang ada di arena publik dapat mempengaruhi mentalitas
individu dalam mendapatkan data.
2.3.4 Pengukuran Tingkat Informasi
Informasi seorang individu dapat diketahui dan diuraikan dengan skala
subjektif (Indri Setiawati, Gamya Tri Utami, 2020):
1. Bagus : Tingkat hasil 76% - 100%
2. Cukup : Level 56% - 75
3. Lebih sedikit: Tingkat hasil > 56%
2.3.5 Informasi Reaksi Krisis Bencana
Informasi bencana adalah kemampuan untuk mengingat kejadian-kejadian
yang membahayakan dan mengganggu kehidupan dan pekerjaan individu yang
disebabkan oleh faktor-faktor reguler atau non-normal yang dapat menyebabkan
kematian, kerusakan ekologis, kemalangan harta benda, dan efek mental
(Pembriati, Santosa, dan Sarwono, 2007). ). 2015). Informasi bencana dapat
menumbuhkan kesadaran, kesadaran, dan peningkatan informasi tentang bencana
dalam keinginan untuk membuat kegagalan para eksekutif yang efisien, terintegrasi,
dan tenang (Mulyono, 2014). Selain itu, informasi tentang bencana dan
kesiapsiagaan bencana sangat penting untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan
oleh kegagalan. Tidak adanya informasi bencana dapat menyebabkan rendahnya
kesiapan jika terjadi bencana (Fauzi et al., 2017). Informasi adalah kunci
fundamental dalam memperluas kesiapan menghadapi bencana. Informasi dapat
mempengaruhi disposisi dan kekhawatiran individu untuk bersiap menghadapi
bencana (Kurniawati dan Suwito, 2017).
Tugas pengajaran sangat persuasif pada pengakuan kesiapan bencana.
Pelatihan mungkin merupakan media terbaik untuk mempersiapkan jaringan
menghadapi bencana (Clust, Human, dan Simpson, 2017). Ketersediaan individu
untuk kegagalan juga ditunjukkan oleh informasi, kemampuan, dan kapasitas yang
diperoleh melalui perolehan fakta yang diterapkan secara nyata selama kondisi
krisis (Kurniawati dan Suwito, 2017).
Kesiapsiagaan bencana adalah kegiatan kerja sama dasar dari berbagai
instansi seperti klinik darurat, spesialis kesehatan terdekat, penjaga umum, dan
lainnya (Naser dan Saleem, 2018). Dalam kegagalan siklus dewan, kerjasama
antara orang-orang pada umumnya, asosiasi swasta dan terkait diharapkan untuk
membangun bencana yang menarik para eksekutif. Upaya bersama antara
informasi dan kegiatan dari berbagai asosiasi sangat penting dalam mempersiapkan
bagian-bagian dari pengurangan kesiapan antisipasi bencana, yang telah
menunjukkan kekuatan dalam mengurangi kemunduran dan kerusakan kerangka
(Ulum, 2014).
Ada beberapa pekerjaan yang dapat dimainkan oleh para relawan untuk
membantu tindakan kesiapsiagaan bencana, khususnya: membantu memeriksa,
menilai, dan merinci kemajuan tentang bahaya risiko dan kelemahan area lokal
terhadap kegagalan yang mungkin muncul, mendukung jaringan dalam
mengembangkan lebih lanjut kesiapsiagaan bencana melalui persiapan dan
reproduksi bencana, memberi dan menyiapkan produk untuk memenuhi kebutuhan
penting individu yang tidak berdaya terhadap pengaruh kegagalan, dukungan dalam
memberikan dan menyiapkan barang dagangan dan perangkat keras untuk
membangun kembali kantor publik, dan dukungan dalam perencanaan dan
pengawasan tempat kliring dan surga bagi jaringan yang mungkin terpengaruh
bencana.
Menurut Moe, Gehbauer, Senitz, dan Mueller (2007), sangat penting bagi para
ahli di bidang bencana, dewan direksi untuk menjadi kreatif dan mengambil contoh
terbaik selama siklus kegagalan eksekutif. Spesialis dalam bencana dewan harus
bekerja pada kemampuan dan informasi mereka, untuk membangun
kecenderungan untuk mendapatkan dari pertemuan masa lalu dan menerapkan
eksekusi terbaik.
Baru-baru ini diketahui bahwa kegiatan kesiapsiagaan bencana dapat berhasil
dalam meningkatkan kemampuan dokter, kesan kesiapan, kepastian, pemahaman
terhadap pekerjaan individu, pekerjaan pendamping, dan informasi tentang latihan
dan teknik krisis (Samardzic, Hreckovski, dan Hasukic, 2015). . Persiapan
merupakan komponen penting dari kesiapsiagaan bencana (Every day RN, Padjen,
dan Birnbaum, 2010). Untuk memperkuat kapasitas ahli kesejahteraan dalam
menangani krisis dan bencana, penting untuk memberikan program instruksi formal,
khususnya program persiapan jangka panjang yang memiliki rencana pendidikan
ekstensif yang dinormalisasi (Peleg, Michaelson, Shapira, dan Aharonson-Daniel,
2003). ). Untuk situasi ini, penting untuk mengkaji pengaturan krisis bencana di
mana pengaturan krisis bencana adalah rencana jangka panjang yang jauh, di
mana aset akan dikoordinasikan dan ditugaskan untuk mencapai tujuan dalam
suatu krisis. Penataan diharapkan dapat memutuskan jenis dan jenis aset yang
diperlukan, baik SDM, peralatan, maupun material (Ulum, 2014).
2.1Penelitian Relevan

Tabel 1. Penelitian Relevan

P Meto Perb Persa


Judul Hasil
eneliti de edaan maan
S Peng Des Berdas Tem Terda
aputri, aruh ain arkan hasil pat pat
(2019) manajemen bersifat penelitian penelitian persamaan
bencana kuantitatif kemampuan berada di pada
terhadap quasi tanggap Surakarta meteode
peningkatan experimen darurat dan yang
kemampua t dengan bencana variabel digunakan
n tanggap one group gempa bumi yang dan variebel
darurat pre-post didapatkan berbeda indepenede
bencana test. siswa lebih n yang
gempa paham dan sama.
bumi bagi mengerti apa
tunadaksa yang harus
di dilakukan
BBRSPDF setelah
Surakarta dilakukan
pelatihan
manajemen
bencana
Peng Pen Kesimp Terd Meng
Soli aruh elitian ulan hasil apat gunakan
khah dkk, Pelatihan mengguna penelitian perbedaan metode
(2020) Kader kan bahwa varibel penelitian
Tanggap desain terdapat yang yang sama
Bencana quasi pengaruh diteliti dan dengan
Terhadap experimen pelatihan lokasi
Kesiapsiaga t dengan tanggap penelitian
an Bencana pre and bencana
posttest terhadap
without kesiapsiagaa
control n bencana.
group. Terdapat
Teknik peningkatan
sampling skor
mengguna kesiapsiagaa
kan n sebelum
pursposiv dilakukan
e pelatihan dan
sampling setelah
dilakukan
pelatihan.
(J Manaj Jeni manaje Terd Terda
ohan emen s men bencana apat pat
Bhimo bencana penelitian yang perbedaan persamaan
Sukoco berbasis deskriptif dilakukan metode pada
, 2020) humanitaria kualitatif pemerintah penelitian variaebel
n logistic di dengan Indonesia yang manajemen
Indonesia studi sudah digunakan bencana
dokumen mendasari yaitu
serta pada prinsip- kualitatif
mengguna prinsip deskriptif
kan tehnik humanitarian
analisis logistics.
interaktif
( Gamb Stud Hasil Desi Terda
Dewi et aran i kasus penelitian an pat
al., pengetahua dengan mengenai penelitian persamaan
2019) n pekerja desain pelaksanaan yang pada
dalam penelitian penanggulan digunakan variabel
kesiapsiaga kualitatif gan bencana berbeda membahas
an serta dikaitkan pengetahua
menghadap pengolaha dengan n
i bencana n data faktor-faktor
gempa dilakukan yang
bumi di PT secara mempengaru
X tahun manual hi tingkat
2019 berdasark pengetahuan
an hasil yaitu usia,
observasi pekerjaan,
dan pendidikan,
wawancar paparan
a media
mendalam massa,
ekonomi,
hubungan
sosial dan
pengalaman,
2.2Kerangka teori

Berdasarkan tinjauan pustaka dapat digambarkan kerangka teori sebagai


berikut :

Pengetahuan tanggap darurat


Pelatihan Manajemen bencana
bencana

1. Pra bencana 1. Tahu (know)


2. Saat bencana 2. Memahami (comprehention)
3. Pasca bencana 3. Aplikasi (application)
4. Analisis (analysis)

Pra bencana 5. Sintesis (synthesis)

Pencegahan (preventif), mitigasi 6. Evaluasi (evaluation)

(mitigation), kesiapsiagaan
(preparendness), peringatan
(warning), ancaman (treat)

Saat bencana Pasca bencana


Respon (response), bantuan darurat Pemulihan (recovery),
(relief) pengembangan nasional
(national depelopment)
Gambar 1. Kerangka teori

Sumber : (Saputri, 2019), (Parasasri, 2020)

2.6 Sistem Terapan


Sistem yang diterapkan adalah hubungan antara ide-ide yang dibangun
tergantung pada efek samping dari laporan hipotetis (Irfanudin, 2019). Sistem yang
diterapkan dalam review ini digambarkan pada gambar di bawah ini:

Pelatihan manajemen Pengetahuan tanggap


bencana darurat bencana

Keterangan :
= Variabel Independen
= Variabel Dependen
= Pengaruh
Gambar 2. Kerangka konsep
2.7 Teori
Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2016) spekulasi merupakan respon
yang tidak tetap terhadap perincian masalah pemeriksaan, dimana rencana
masalah disusun dengan menggunakan kalimat angket (Saputri, 2019). Teori elektif
(H1 atau Ha), spekulasi yang menyatakan adanya pengaruh atau hubungan antara
dua pertemuan, atau spekulasi yang menyatakan adanya hubungan antara satu
variabel dengan variabel lainnya (Arifin, 2017).

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan musim ujian
Ujian selesai di Base camp Korps Relawan Palam Merah Indonesia Unit 02
Perguruan Tinggi Muhammadiyah Gorontalo (KSR PMI Unit 02 UMGo) yang
terletak di Prof. Dr. Mansoer Pateda, Kota Pentadio Timur, Wilayah Telaga Biru,
Gorontalo Rule pada Juli 2021 .
3.2 Rencana Eksplorasi
Tinjauan ini menggunakan metodologi kuantitatif. Seperti yang ditunjukkan
oleh Sugiono (2016) kuantitatif adalah strategi pengujian yang bergantung pada
cara berpikir positivisme, digunakan untuk melihat populasi atau tes tertentu,
dengan metode pemeriksaan yang sewenang-wenang, berbagai informasi
menggunakan penelitian, instrumen logis dan faktual yang sepenuhnya bertujuan
untuk menguji spekulasi yang telah ditentukan sebelumnya. . . Perluasan
objektivitas rencana eksplorasi dilakukan dengan memanfaatkan angka,
penanganan informasi faktual, struktur dan analisis terkontrol (Saputri, 2019).
Ujian ini merupakan ujian semi trial atau semi eksploratif dengan one
gathering pre-test – post-test plan. Eksplorasi ini diselesaikan dalam sebuah
pertemuan tanpa menggunakan korelasi tandan, subjek dianggap sebagai
pengobatan untuk jangka waktu tertentu, estimasi dibuat sebelumnya, kemudian
setelah fakta pengobatan diberikan dan dampak pengobatan diperkirakan dari
kontras antara yang mendasarinya. estimasi dan estimasi terakhir (Saputri, 2019).
Subjek pre test perlakuan post test

Subjek eksperimen : 01 X 02

Gambar 3. Desain penelitian

X = Treatment (kegagalan persiapan papan)


01 = Persepsi sebelum bencana yang dipersiapkan dewan
02 = Penilaian setelah bencana yang disiapkan dewan
3.3 Faktor Eksplorasi
Faktor adalah ide yang memiliki kualitas yang berubah-ubah (Sodik, 2019).
Dalam tinjauan ini, ada dua macam faktor yang menjadi objek eksplorasi, lebih
spesifiknya:
3.3.1 Faktor Bebas (Variabel X)
Faktor bebas adalah faktor yang mempengaruhi dan mempunyai hubungan
dengan faktor yang berbeda. Dalam pengujian, variabel x adalah bencana yang
disiapkan oleh dewan.
3.3.2 Lingkungan (Variabel Y)
Variabel terikat adalah variabel yang mempengaruhi atau merupakan hasil,
mengingat variabel otonom. Dalam tinjauan ini, variabel y adalah informasi tentang
reaksi krisis bencana.
3.3.1 Definisi Oprasional
Tabel 2. Definisi oprasional
variab Definisi Para Ala Kategor S
el oprasional meter t ukur i kala
Pelati Kegiata 1. P - - N
han n yang ra ominal
manajemen dilakukan bencana
bencana untuk 2. S
menambah aat
wawasan bencana
tentang 3. P
kebencanaan asca
bencana
Peng Penget peren Ku 1. P O
etahuan ahuan ksr canaan esioner engetahuan rdinal
tanggap tentang baik (51-
darurat tanggap 100%)
bencana darurat 2. P
bencana enegtahuan
kurang (≤
50%)
3.4 Populasi dan Tes
3.4.1 Penduduk
Menurut Sugiyono (2016) populasi adalah wilayah spekulasi yang terdiri dari
artikel/subyek yang memiliki karakteristik atau atribut tertentu yang dikendalikan
oleh analis. Populasi dalam tinjauan ini adalah individu dari KSR PMI Unit 02 UMGo
yang berjumlah 43 individu.
3.4.2 Contoh
Keteladanan sangat penting untuk jumlah dan kualitas yang digerakkan oleh
masyarakat (Sugiyono, 2016). Contoh ini digunakan jika populasi dianggap sangat
besar dan aneh bagi analis untuk berkonsentrasi pada seluruh populasi. Keputusan
pemeriksaan antara lain karena keterbatasan biaya, tenaga dan waktu (Arifin,
2017). Contoh yang dipilih menjadi objek eksplorasi ini adalah 43 individu.
3.4.3 Prosedur Pengujian
Prosedur pemeriksaan dalam tinjauan ini menggunakan strategi pemeriksaan
yang lengkap, lebih spesifiknya responden adalah seluruh individu dari Korps
Permusyawaratan (KSR) UMGo.
3.5 Prosedur Assortment Informasi
Dalam mengumpulkan informasi diperlukan langkah-langkah atau prosedur
dalam mendapatkan informasi. Prosedur pemilahan informasi adalah kemajuan
yang paling penting dalam penelitian, karena motivasi utama di balik penelitian
adalah untuk memperoleh informasi dan data tentang apa yang akan
dipertimbangkan (Parasasri, 2020).
3.5.1 Jenis Informasi
1. Informasi Penting
Informasi penting adalah informasi yang diperoleh atau dikumpulkan oleh para
ahli secara langsung dari sumber informasi. Informasi penting juga disinggung
sebagai informasi hasil atau informasi baru yang memiliki sifat sampai saat ini
(Siyoto, 2019). Sumber informasi penting dalam tinjauan ini adalah efek samping
dari persepsi spesialis, wawancara dengan individu dari KSR PMI UMGo dan
melalui tes jajak pendapat. Strategi uji survei adalah suatu perangkat atau prosedur
pengumpulan informasi untuk mengukur perspektif tertentu di mana terdapat
pertanyaan yang berbeda dan langkah-langkah usaha yang harus dilakukan atau
dijawab oleh individu dari KSR PMI UMGo melalui teknik atau aturan tertentu sesuai
keputusan yang diberikan oleh para ilmuwan.
2. Informasi Opsional
Informasi opsional adalah informasi yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
para ilmuwan dari berbagai sumber yang ada (Siyoto, 2019). Sumber informasi
opsional dalam tinjauan ini adalah informasi dari BNPB, BPBD Daerah Gorontalo
dan BPBD Rezim Gorontalo sebagai informasi KSR PMI UMGo.
3.5.2 Fase-fase pengumpulan informasi
1. Fase kesiapan
A. Analis menyerahkan surat lamaran untuk memimpin eksplorasi ke
KESBANGPOL Wilayah Gorontalo
B. Menyampaikan surat permohonan informasi data kejadian bencana kepada
BPBD Wilayah Gorontalo dan BPBD Rezim Gorontalo
C. Pakar menyampaikan ajakan pengenalan persepsi ke lokasi pemeriksaan
markas Korps Niat (KSR) UMGo
D. Spesialis memutuskan responden tergantung pada model dalam tes ujian
2. Tahapan eksekusi
A. Pra-tes
Memperhatikan tingkat informasi KSR PMI UMGo individu tentang bencana
para eksekutif, kemudian, analis memberikan beberapa pertanyaan yang
diidentifikasi dengan reaksi krisis bencana.
B. Perlakuan
Analis bekerja sama dengan PMI wilayah Gorontalo, memberikan
penanganan bencana seperti yang dilakukan pengurus. Pengenalan materi
dilakukan selama 45 menit dan dilanjutkan dengan rekreasi reaksi bencana selama
15 menit. Materi yang diperkenalkan meliputi pengertian bencana di dewan,
kegagalan siklus eksekutif dan apa itu reaksi krisis bencana.
C. Post-test
Setelah treatment, individu KSR PMI UMGo melakukan post-test yang berisi
beberapa pertanyaan seperti pre-test, untuk mengukur apakah responden dapat
melihat lebih baik setelah diberikan treatment sebagai bencana yang disiapkan oleh
para eksekutif.
3.5.3 Instrumen eksplorasi
Instrumen pemeriksaan adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
informasi atau mengukur objek dari suatu variabel eksplorasi (Siyoto, 2015). Review
ini menggunakan lembar kepribadian responden dan lembar polling. Lembar
kepribadian responden untuk mencatat karakter responden meliputi nama, umur,
dan orientasi seksual untuk menggambarkan kualitas responden, sedangkan lembar
polling digunakan untuk mencatat konsekuensi dari setiap pertanyaan untuk setiap
faktor.
3.6 Tata Cara Pemeriksaan Informasi
Metode penyelidikan informasi adalah serangkaian latihan untuk menangani,
mengumpulkan, mengatur, menguraikan, dan mengkonfirmasi informasi dengan
tujuan bahwa suatu keajaiban memiliki nilai sosial, skolastik, dan logis (Sandu
Siyoto, 2016).
Dalam tinjauan ini, analis menggunakan strategi pemeriksaan informasi
dengan metodologi kuantitatif dan dicoba menggunakan uji T atau uji contoh T yang
cocok. Informasi dalam pemeriksaan ini diperoleh dari hasil tes yang harus
diselesaikan oleh spesialis, kemudian ditentukan pengulangan jawaban yang tepat
untuk setiap responden. Berdasarkan teori yang dibuat oleh spesialis, ilmuwan
menggunakan uji T faktual atau uji contoh T yang cocok.
3.6.1 Legitimasi
Legitimasi yang digunakan dalam review ini adalah legitimasi isi dan legitimasi
pembangunan, dimana legitimasi ini menaksir substansi yang tergambar pada
bagian sebelumnya. Estimasi legitimasi instrumen menggunakan legitimasi isi.
Menurut Sugiyono (2016) uji legitimasi substansi harus dimungkinkan dengan
mengkontraskan substansi instrumen dan topik yang akan diajarkan. Dalam
instrumen yang digunakan untuk mengukur kelayakan suatu program, uji legitimasi
substansi harus dimungkinkan dengan mengkontraskan substansi instrumen dan
rencana yang tidak benar-benar diselesaikan. Bahkan, pengujian legitimasi konten
dapat dibantu oleh kisi-kisi instrumen. Kerangka tersebut memuat faktor-faktor yang
akan diteliti, petunjuk-petunjuk sebagai tolak ukur, dan jumlah pertanyaan atau
pertanyaan yang tergambar dari penanda-penanda tersebut. Dalam
mengembangkan legitimasi, setelah instrumen dibangun berkenaan dengan sudut
pandang yang akan diperkirakan berdasarkan hipotesis tertentu, kemudian, pada
saat itu para ahli dinasihati.
Keabsahan dinasihati oleh para ahli untuk memimpin pendahuluan instrumen
dan memecah hal-hal dengan menghitung hubungan antara skor hal instrumen dan
skor habis-habisan. Pada akhirnya, legitimasi bermaksud untuk mengukur apakah
instrumen tersebut secara akurat mengukur apa yang perlu diukur dan terlepas dari
apakah pertanyaan tersebut membahas semua sudut pandang yang akan
diestimasi yang dapat dibicarakan dengan para ahli (Saputri, 2019).
3.6.2 Keandalan
Ketergantungan diidentifikasi dengan tingkat presisi hasil estimasi. Suatu
instrumen memiliki derajat ketergantungan yang cukup, jika instrumen tersebut
digunakan untuk mengukur sudut yang diperkirakan beberapa kali hasilnya adalah
sesuatu yang sangat mirip atau agak setara (Saputri, 2019). Estimasi kualitas tak
tergoyahkan dalam tinjauan ini memanfaatkan alpha cronbach dengan bantuan
SPSS 16. Instrumen dikatakan reliabel jika nilai alpha > 0.90 msks kualitas
unwavering luar biasa, dengan asumsi nilai alpha antara 0.70 - 0.90, kehandalannya
tinggi , jika nilai alpha 0,50 - 0,70 keandalan sedang dan jika nilai alpha < 0,50,
kualitas stabil rendah. Berikut adalah resep yang memanfaatkan alpha Cronbach:

𝑘 Ʃ 𝑆𝑖
r11 = 𝑘−1 x {1 – 𝑆𝑡
}

keterangan :
r11 = nilai reliabilitas
Ʃ Si = jumlah variansi skor tiap-tiap item
St = variansi total
k = jumlah item
3.7 Teori Terukur
Teori terukur dalam ulasan ini adalah sebagai berikut.
H0 : Seharusnya tidak masuk akal dengan asumsi memiliki nilai p 0,05, Ha
ditolak dan Ho diakui yang menyiratkan bahwa tidak ada dampak bencana yang
disiapkan dewan terhadap informasi reaksi krisis bencana antar individu dari Korps
Niat UMGo (KRS)
Ha : Seharusnya signifikan dengan asumsi memiliki p harga 0,05, Ha diakui
dan Ho ditolak, menyiratkan bahwa ada dampak bencana para eksekutif
mempersiapkan informasi reaksi krisis bencana antar individu dari Korps Niat UMGo
(KRS)
3.8 Moral Eksplorasi
Eksplorasi moral adalah perilaku para ahli yang berpegang teguh pada mental
logis dan moral pemeriksaan meskipun eksplorasi tidak merugikan responden
namun moral penelitian harus dilakukan (Nursalam, 2016). Nilai moral eksplorasi
yang perlu diperhatikan oleh para analis adalah sebagai berikut:
1. Persetujuan terdidik
Dalam tinjauan ini, apa yang dilakukan analis adalah menyebarkan lembar
persetujuan yang dididik dan memperjelas poin dan sasaran serta efek yang akan
terjadi selama siklus pengumpulan informasi kepada responden. Kapasitas
persetujuan terdidik adalah agar responden mengetahui maksud dan tujuan serta
memahami akibat dari pemeriksaan ini. Selama waktu yang dihabiskan untuk
pembulatan persetujuan, jika responden akan diperiksa, responden harus
menandatangani struktur persetujuan. Jika responden tidak bersedia, analis tidak
boleh memaksa dan harus mempertimbangkan pilihan responden (Nursalam, 2016).
2. Kerahasiaan (Tanpa Nama)
Dalam review ini, responden tidak perlu melengkapi lembar survei dengan
data nama yang tertera pada character card, namun responden diperbolehkan
untuk mengisi nama responden dengan inisial responden. Intinya adalah untuk
mengikuti klasifikasi informasi responden yang telah diperoleh dari penelitian
(Luthfiyah, 2017).
3. Klasifikasi
Dalam review ini, analis menyampaikan kepada responden bahwa mereka
akan menjamin pengklasifikasian data dari setiap responden baik secara lisan
maupun terekam dalam bentuk hard copy. Pakar akan bertanggung jawab atas
semua data dan informasi responden yang telah diperoleh untuk keperluan
penelitian. Motivasi di balik kerahasiaan adalah untuk memberikan jaminan untuk
mengikuti klasifikasi hasil eksplorasi, baik data yang disusun maupun tidak tertulis
dan masalah yang berbeda selama pemeriksaan. Semua eksplorasi yang telah
dikumpulkan oleh para analis harus dirahasiakan (Notoatmodjo, 2018)
(Fitriyani, Kurnia Saputri, 2021)(Indri Setiawati, Gamya Tri Utami,
2020)(Aprilyanto et al., 2021)(Solikhah et al., 2020)(Pusat pendidikan dan pelatihan
sumber daya air dan konstruksi, 2017)(Apriyadi & Amelia, 2020)(Ahdi,
2015)(Tanjung et al., 2020)(Fitriyani et al., 2021)(Khairul Rahmat & Kurniadi,
2020)(Harsoyo, 2012)

Anda mungkin juga menyukai