Anda di halaman 1dari 29

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

(BIG)
Jl. Raya BogorKM. 46, Cibinong, Bogor, 16911
BADAN INFORMASI Telepon. (021) 875 2062-2063, Faksimile. (021) 875 2064
GEOSPASIAL Website: http://www.big.go.id

KEPUTUSAN
KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

NOMOR80TAHUN2018

TENTANG

STANDAR SURVEI HIDROGRAFI


UNTUK PENYEDIAAN INFORMASI GEOSPASIAL DASAR SKALA 1:10.000

KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

Menimbang a. bahwa untuk mendukung penyelenggaraan informasi geospasial


dasar pada skala 1:10.000, perlu ditetapkan standar survei
hidrografi untuk penyediaan informasi geospasial dasar skala
1:10.000;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, perlu menetapkan


Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial tentang Standar
Survei Hidrografi untuk Penyediaan Informasi Geospasial Dasar
Skala 1:10.000;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi


Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5214);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasia! (Lernbaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2Q14
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5502);

3. Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan


Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 144) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 127 Tahun 2015 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan
Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 255);

*r Kepala Badan Informasi Geospasial 1 dari 32


v
Nomor 80 Tahun 2018
4. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi
Geospasial sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kepala
Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial;

5. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun


2012 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan Geospasial
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan
Pgr=tjjr=— . i^g!-.=j2 Bsdsn !nforrnss! CBsos~ssiSi Norfior 4 Tshun
2012 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan Geospasial;

6. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun


2012 tentang Balai Layanan Jasa dan Produk Geospasial,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan
Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun
2012 tentang Balai Layanan Jasa dan Produk Geospasial;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL


TENTANG STANDAR SURVE! HIDROGRAF! IJNTUK PENYEDIAAN
INFORMASI GEOSPASIAL DASAR SKALA 1:10.000.

KESATU Menetapkan Standar Survei Hidrografi untuk Penyediaan Informasi


Geospasial Dasar Skala 1:10.000, selanjutnya disebut Standar Survei
Hidrografi, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini.

KbUUA Standar Survei Hidrografi merupakan acuan daiam peiaksanaan


survei hidrografi dalam seluruh kegiatan penyelenggaraan informasi
geospasial dasar pada skala 1:10.000.

KETIGA Setiap kegiatan survei hidrografi dalam penyelenggaraan informasi


geospasial dasar skala 1:10.000 harus mengacu pada Standar Survei
Hidrografi sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU.

Kepala Badan Informasi Geospasial 2 dari 32


Nomor 80 Tahun 2018
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Cibinong
pada tanggal is Desember 2018

KEPAU
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

HASANUDDIN Z. ABIDIN

Tembusan:
1. Sekretaris Utama BIG;
2. Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar;
3. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik; dan
4. Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial.

*T Kepala Badan Informasi Geospasial 3 dari 32


Nomor 80 Tahun 2018
Lampiran Keputusan
Kepala Badan Informasi Geospasial
Nomor : 8 o Tahun 2018
Tanggal : is Desember 2018

STANDAR SURVEI HIDROGRAFI


UNTUK PENYEDIAAN INFORMASI GEOSPASIAL DASAR SKALA 1:10.000

BAB I
PENDAHULUAN

Standar Survei Hidrografi disusun dengan maksud:


1. Memberikan panduan dan acuan dalam penyelenggaraan survei hidrografi untuk
penyediaan informasi geospasial dasarskala 1:10.000; dan
2. Memberikan acuan tentang metodologi, mekanisme, dan spesifikasi dalam kegiatan
survei hidrografi untuk penyediaan informasi geospasial dasar skala 1:10.000.

Sasaran dari tsrsedianya Standar Survsi Hidrografi ini ada!ah untuk rnswujudkan standar
penyelenggaraan dan kualitas data hasil survei hidrografi untuk mendukung
penyelenggaraan informasi geospasial dasar skala 1:10.000.

Ruang lingkup Standar Survei Hidrografi ini meliputi:


a. Pelaksanaan survei hidrografi yang meliputi penentuan posisi titik kontrol, pemeruman,
pengukuran garis pantai, dan pengamatan pasang surut;
b. Pengolahan data hasil survei hidrografi; dan
c. Penyajian kartografis hasil survei hidrografi dalam bentuk peta batimetri yang memuat
unsur paling sedikit memuat unsur hipsografi laut, garis pantai, dan nama rupabumi di
wilayah pesisir dan laut.

Dalam Standar Survei Hidrografi ini, yang dimaksud dengan:


1 inforrnasi GeospasJa! adalah data geospasla! yang sudah dlo!ah sehlngga dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan,
dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.
2. Informasi Geospasial Dasar adalah Informasi Geospasial yang berisi tentang objek
yang dapat dilihat secara langsung atau diukur dari penampakan fisik di muka bumi dan
yang tidak berubah dalam waktu yang relatif lama.
3. Hidrografi adalah salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan pengukuran dan
deskripsi tentang unsur fisik dari iautan dan wiiayah pesisir guna keperiuan
keselamatan pelayaran, kegiatan lepas pantai, penelitian, proteksi lingkungan, prediksi,
dan kepehuan kelautan lainnya.
4. Pemeruman adalah kegiatan untuk menentukan kedalaman permukaan dasar laut atau
benda di atasnya terhadap permukaan laut.

If Kepala Badan Informasi Geospasial 4 dari 32


Nomor 80 Tahun 2018
5. Single beam echo sounder yang selanjutnya disingkat SEES adalah alat ukur
kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima
sinyal gelombang suara.
6. Multi beam echo sounder yang selanjutnya disingkat MBES adalah echosounder
dengan sapuan lebar yang digunakan dalam survei dan pemetaan dasar perairan
menggunakan prinsip sudut pancar banyak
7. Lajur perum adalah garis yang menggambarkan alur kegiatan kapal dalam pemeruman.
8. Lajur utama adalah lajur perum yang digunakan sebagai alur utama dalam pemeruman.
9. Lajur silang adalah lajur perum yang berfungsi sebagai alur cek silang dalam validasi
data pemeruman.
10. Benchmark yang selanjutnya disebut BM adalah pilar yang dibuat sebagai tanda bahwa
sebuah titik tetap di darat merupakan titik kontrol.
11. Chart datum adalah suatu perrrsukaan yang ditetapkan secara perrnanen sebagai
referensi kedalaman atau ketinggian pasut laut.
12. Titik kontrol horizontal adalah titik kontrol yang ditandai oleh sebuah pilar yang terdapat
di wilayah survei dan berisi informasi koordinat horizontal.

Standar Survei Hidrografi ini terdiri atas:


a. Penentuan Posisi Horizontal Survei Hidrografi untuk Penyediaan Informasi Geospasial
Dasar Skala 1:10.000;
b. Pemeruman dalam Survei Hidrografi untuk Penyediaan Informasi Geospasial Dasar
Skala 1:10.000;
c. Pengukuran Garis Pantai dalam Survei Hidrografi untuk Penyediaan Informasi
Geospasial Dasar Skala 1:10.000; dan
d. Pengamatan Pasang Surut dalam Survei Hidrografi untuk Penyediaan Informasi
Geospasial Dasar Skala 1:10.000.

Diagram alir pekerjaan secara keseluruhan dalam pekerjaan survei hidrografi ini adalah
sebagai berikut.

*f Kepala Badan Informasi Geospasial 5 dari 32


Nomor g Q Tahun 2018
Pwwntuan POHII titifc kontroi

Pengwkufan pasanj surut


Pe&fcsanaan Suivci

Pengukuran garis p»mai

PcngoMian data hasil penantuan

Peyelenggaraan survei (Xjsii. W* kartrc<

hidrc^rafi untufc penyediaan


mfonmasi geospasiai dasar P«igoteri»n data pwrwruman

skata 1:10.000

pengwrotan pasang surat

Pettgotahandatahasi
pMipjkunmtarispantai

•f Kepala Badan Informasi Geospasial 6 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
BAB II
PENENTUAN POSISI TITIK KONTROL SURVEI HIDROGRAFI

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan prosedur penentuan posisi titik kontrol mulai dari persiapan,
pelaksanaan, dan pengolahan data yang meliputi standar peralatan yang digunakan,
standar pekerjaan, dan standar hasil pekerjaan.

2 Acuan normatif

SNI 19-6724, Jaring kontrol horizontal.


SNI 19-6988, Jaring kontrol vertikal dengan metode sipat datar.

3 Istilah dan definisi

3.1
baseline
vektor koordinat relatif tiga dimensi (dX, dY, dZ) antartitik pengamatan.

3.2
global navigation satellite system
GNSS
sistem navigasi dan penentuan posisi global berbasis satelit yang dapat dipakai untuk
menentukan posisi baik horizontal maupun vertikal dengan memberikan informasi posisi dan
kecepatan tiga dimensi serta informasi mengenai waktu secara kontinu dan serentak di
seluruh dunia tanpa bergantung pada waktu dan cuaca.

3.3
GNSS receiver
alat untuk menerima dan memproses sinyal satelit GNSS.

3.4
jaring kontrol geodesi
JKG
sebaran titik kontrol geodesi yang terintegrasi dalam satu kerangka referensi, meliputi jaring
kontrol horizontal, jaring kontrol vertikal, dan jaring kontrol gaya berat.

3.5
logsheet
formulir yang berisi catatan selama dilakukan perekaman data.

3.6
metode statik

•» Kepala Badan Informasi Geospasial 7 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
metode survei GNSS yang waktu pengamatannya relatif lama (beberapa jam) di setiap
titiknya.

3.7
survei pendahuluan
reconnaissance
proses survei untuk merekonstruksi titik pengukuran yang teiah direncanakan di atas peta
dan memosisikannya di lapangan.

3.8
receiver independent exchange format
rinex
format data staridar Interriasiona! untuk mengubah data msntah yang diterirna dari GNSS
receiver untuk kemudian diolah menggunakan perangkat lunak pengolah data GNSS.

3.9
titik kontrol
posisi di muka bumi yang ditandai dengan bentuk fisik tertentu yang dijadikan sebagai
kerangka acuan posisi untuk informasi geospasial.

3.10
nol palem
bacaan pada palem/rambu ukur pasut yang memiliki nilai ukuran nol.

4 Peralatan dan teknologi

Peralatan yang digunakan dalam penentuan posisi titik kontrol dapat dilihat pada label 2.1.

Tabel 2.1 - Peralatan dan spesifikasi peralatan dalam penentuan posisi titik kontrol

No. Peralatan SpesifikasiPeralatan


1. Global navigation satellite uapat rnenenma sinyai irekuensi ganua (dual
system (GNSS) Receiver frequency);
- Dapat menerima data kode (pseudo-range)
dan fase;
- Tipe receiver geodetic;
- Terdaftar di International GNSS Service (IGS).
2. Alat ukur sipat datar Tipe tetap atau otomatik dengan standar deviasi
± 4 mm/km (orde LD SN1 19-6988)
3. Rambu kayu atau teleskopik Interval rambu 10 mm
4. GNSS handheld Mempunyai ketelitian 7 m
5. Perangkat lunak pengolah Mampu mengolah data hasil pengukuran GNSS
data GNSS minimal tipe komersial

Kepala Badan Informasi Geospasial 8 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
5 Metodologi

Metodologi Penentuan Titik Kontrol meliputi beberapa tahapan yang dapat dilihat
pada diagram alir Gambar 1.

:
- : i.-j-

7 r

/ —
• •-.

Pengukuran

Vtrtifcai

«llUJ» /

•etaporan

Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Posisi Titik Kontrol Survei Hidrograf

5.1 Persiapan pengukuran titik kontrol

Kepala Badan Informasi Geospasial 9 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
Tahapan dan spesifikasi pekerjaan yang dilakukan dalam persiapan pengukuran titik kontrol
dapat dilihat pada label 2.2.

Tabel 2.2 - Pekerjaan yang dilakukan dalam tahap persiapan pengukuran titik kontrol

No. Tahap Pskerjaan Spesifikasi Psksrjaan

1. Merencanakan a. Posisi titik kontrol disesuaikan dengan lokasi stasiun


distribusi titik kontrol pengukuran pasang surut.
b. distribusi titik kontrol harus mewakili area survei skala
1: 10.000;
2. Menyiapkan bahan Spesifikasi teknis titik kontrol disesuaikan dengan titik
pembangunan fisik titik kontrol orde 3 SNI 19-6724:2002
kontrol

5.2 Pengukuran titik kontrol dan pengikatan ke nol palem

Tahapan dan spesifikasi pekerjaan yang dilakukan dalam pengukuran titik kontrol dan
pcflyiKSiHi i K.S flGi paiSfTi CiapSI QiiiPial pSGS i SDci *L.<j.

Tabel 2.3 - Pekerjaan yang dilakukan pada tahap pengukuran titik kontrol dan
pengikatan ke nol palem

No. Tahap Pekerjaan Spesifikasi Pekerjaan


1. Pelaksanaan survei a. Survei pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui
penGanuiuan posiSi litik kontroi cii iapangan,
(reconnaissance) titik b. Posisi titik kontrol harus terbuka untuk mendapatkan
kontrol visibilitas satelit dengan obstruksi minimal yang dapat
mencakup empat kuadran;
2. Pembangunan titik Spesifikasi teknis titik kontrol disesuaikan dengan
kontrol spesifikasi titik kontrol orde 3 SNI 19-6724:2002
3. Pengukuran GNSS titik a. Titik kontrol diukur menggunakan GNSS metode
kontrol jaring atau radial;
b. Pengukuran metode jaring dilakukan per sesi dengan
menggunakan paling sedikit tiga alat GNSS yang
dapat melakukan pengukuran secara serentak;
c. Lama pengukuran GNSS baik metode jaring maupun
radial paling singkat dua jam;
o. irusrvsi VVSKIU penguKursn \JJNO\J receivsr io ssKon;
e. Data GNSS dicatat pada logsheet pengukuran GNSS;
dan
f . mask angle 1 5°.
4. Pengikatan titik kontrol Pengikatan titik kontrol ke nol palem dengan metode sipat
ke nol palem dengan datar disesuaikan dengan standar pengukuran sipat datar
metode sipat datar titik kontrol orde LD SNI 19-6988:2004;

Kepala Badan Informasi Geospasial 10dari32


Nomor 80 Tahun2018
5.3 Pengolahan data hasil pengukuran titik kontrol dan pengikatan ke nol palem

Tahapan dan spesifikasi pekerjaan yang dilakukan dalam pengolahan data hasil
pengukuran titik kontrol dan pengikatan ke nol palem dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 - Pekerjaan yang dilakukan pada tahap pengolahan data hasil pengukuran
titik kontrol dan pengikatan ke nol palem

No. Tahap Pekerjaan SpesifikasiPekerjaan


1. Pengonversian data disesuaikan dengan standar format RINEX seperti berikut
mentah pengukuran ini.
GNSS ke format RINEX
CONTOH

2.11 OBSEasnkiioB :AIA kiMd" KJKS: • aiircx VERSION / im


cautleaXBZX 1.30.0 conv«rtTcaiNZX OEa 02-lpr-lC 15:11 CTC POM / aOH BY / DATS

SCP22A SttRKia NAJE


GCP22A MAaKEa HUMBES
SMSS Ob»«rv«r Trinbl* OBS£BV*a / ASEHCY
520£4S2412 84-i 4.43 SEC * / TYPE / VS»S
ia«a4-2 NOBS ART t i TYPE
-:2€2:i3.7€34 5393301.3053 -50534;. 7152 AEFaox POSITIOH XY;
1.4900 0.0000 0.0000 AHTENHA: DELIA H/Z/H
1 1 0 HAViLEHJTH FAiTT LI/ 2
4 ci LI L2 r: t / TYPiS OF osssav
201€ 4 2 3 - 45.3909000 GES HUE O F FIMI OBS
2016 4 I 3 31 15.0000000 SIS IDE OF LAST OES
0 SCV CLOCK OFFS APIL
l~ HAS SECOWDS
17 * OF SATELLITES
110 115 115 1LS 115 E5JI OF OBS
514 33 7£ £3 70 P2H OF OBS
Sl€ 113 113 193 108 1311 OF OBS
G16 115 115 115 Us PSH Of OBS
»2i ~ € 5 « SSH OF OBS
G21 115 115 115 115 rail OF OBS
525 113 US 1H 1H FSB OF OBS
S2« 115 115 114 114 PatJ OF O8E
525 115 US 115 115 tSH OF OBS
S3i 115 115 115 115 can OF OBS
532 105 57 52 54 IBH OF OBS
j»oe us us us us paw OF OBS
ao7 us us us us pan OF OBS
aoa i; 12 12 12 rail OF OBS
aio us us us us pas OF OBS
an 114 U4 o o paw / OF OBS
221 114 114 114 114 pad / t OF OBS
Ciaaisa EHAS: KZASuasMiNTS .• PHASE SHIFTS azKovz? COSOGOT

2. Pemeriksaan data a. Pemeriksaan lama pengamatan dan tinggi alat pada


pengukuran dengan data rinex dan logsheet pengukuran GNSS; dan
logsheet pengukuran b. Pemeriksaan data pengukuran sipat datar dengan
logsheet pengukuran sipat datar.
3. Pengolahan data a. Pengolahan data menggunakan metode radial atau
pengukuran GNSS jaring;
b. Titik pengukuran harus terikat dengan paling sedikit
satu titik JKG BIG;
c. Koordinat titik JKG BIG yang digunakan untuk
penentuan vektor baseline tidak boleh berasal dari
hasi! penentuan oosisi secara absolut: dan
d. Hasil pengolahan mempunyai ketelitian horizontal
5 cm dan ketelitian vertikal 10 cm.
4. Pengolahan data Pengolahan data pengukuran sipat datar titik kontrol orde
pengukuran sipat datar LD disesuaikan dengan SNI 19-6988:2004

onyiaii
Nomor 80 Tahun 201 8
6 Keluaran

Keluaran yang dihasilkan dari penentuan posisi titik kontrol adalah


a. Koordinat geodetik (lintang, bujur) titik kontrol;
b. Koordinat proyeksi UTM (x,y) titik kontrol; dan
c. Tinggi titik (h) kontrol dari nol palem.

7 Standar kualitas

Spesifikasi hasil pekerjaan pada tahap penentuan posisi titik kontrol meliputi
a. koordinat titik kontrol yang memiliki ketelitian horizontal ± 5 cm dan ketelitian vertikal ±
10cm; dan
b. ketelitian tinggi hasil pengukuran metode sipat datar titik kontrol ke nol palem yang
sesuai dengan standar ketelitian orde LD SNI 19-6988:2004.

Kepala Badan Informasi Geospasial 12 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
BAB III
PEMERUMAN

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan prosedur pemeruman mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan
pengolahan data yang meliputi standar peralatan yang digunakan, standar pekerjaan, dan
standar hasii pekerjaan.

2 Acuan normatif

SNI 7646, Survei hidrografi menggunakan single beam echo sounder.


SNI 7988, Survei batimetri menggunakan multibeam echo sounder.
IHO Standards for Hydrographic Surveys ffh Edition, Februari 2008.
SNI 7924, Instalasi stasiun pasang surut.

3 Istilah dan definisi

3.1
akurasi
nilai yang menyatakan tingkat ketelitian pada sistem pengukuran aktual terhadap
pengukuran absolut dan digunakan untuk melihat kesalahan sistematik.

3.2
digital elevation model
DEM
pemodelan permukaan bumi yang merupakan representasi titik-titik yang memiliki koordinat
3 D (x,y, dan z) di permukaan bumi dalam suatu model digital.

3.3

heave
gerakan kapal naik dan turun secara keseluruhan akibat gaya dari lautan.

3.4
kalibrasi
proses pengecekan dan pengaturan alat agar diperoleh akurasi hasil pengukuran sesuai
dengan standar.

3.5
motion reference unit
MRU
alat untuk mengukur pergerakan anggul (pitch), guling (roll), toleh (yaw), dan lambungan
(heave) kapal.

t> Kepala Badan Informasi Geospasia! 13 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
3.6
multibeam echo sounder
MBES
penyelidik gema (echo sounder*) dengan sapuan lebar yang digunakan dalam survei dan
pemetaan dasar perairan menggunakan prinsip sudut pancar banyak.

3.7
pasang surut
pasut
naik turunnya permukaan laut secara periodik akibat interaksi gaya gravitasi antara bulan,
matahari, dan bumi.

3.8
anggul
pitch
gerakan kapal ke depan atau ke belakang (anggukan) terhadap arah tegak lurus muka
kapal.

3.9

roll
gerakan kapal ke kiri dan ke kanan (olengan) terhadap arah muka kapal.

3.10
skala
perbandingan jarak pada peta dengan jarak sebenarnya di lapangan.

3.11
toleh
yaw
gerakan kapal ke arah kanan kiri kapal (dari arah haluan kapal).

3.12
sound velocity profiler
SVP
alat untuk mengukur profil kecepatan rambat akustik.

3.13
sound velocity surface
svs
«J V «J

alat untuk mengukur kecepatan rambat akustik air permukaan.

N Kepala Badan Informasi Geospasial 14 dari 32


1
Nomor 80 Tahun2018

Persiapan

Peta/Citra
Indeks Lokasi Pembuatan Lajur
{Peta Laut)
Rencana Survey Survey
(GEBCO)

Tid*-

Gombar 2 Diaaram Alir Pemeruman dalam Survei Hidroarafi

Kepala Badan Informasi Geospasial 16 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
5.3 Pengolahan data pemeruman

Pengolahan data pemeruman dilakukan untuk mendapatkan data kedalaman yang akurat.
Tahapan pengolahan pemeruman dapat dilihat pada label 3.4.

Tabel 3.4 - Tahapan pengolahan data pemeruman

No. Tahapan Deskripsi


1. Penyiapan data Data yang harus disiapkan:
mentah dan data • Data kedalaman
pendukung • Konfigurasi kapal
• Navigasi kapal
• Pasang surut
• Kecepatan gelombang suara
• Hasil patch test
• Jenis peralatan survei
• Laporan harian (log-book)
2. Konfigurasi dan Pendefinisian dimensi kapal dan kedudukan peralatan
Grfsef kapai survei terhadap titik referensi Kapai sebagai masukan
terhadap pengolahan data.
3. Koreksi kecepatan Pengoreksian data kedalaman dengan profit kecepatan
suara gelombang suara.
4. Koreksi pasang surut Pereferensian data kedalaman pada muka laut rata-rata.
5. Pembersihan/ Pembersihan data ekstrem (outlier) terhadap data posisi
C.lfiftninn data atau navinasi riari fiNSS data heave nitnh mil Han data
draft transduser.
6. Kontrol kualitas Penghitungan perambatan kesalahan dari data posisi
horizontal dan data kedalaman untuk menjamin hasil
pengolahan telah memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan. Perambatan kesalahan dihitung sebagai dasar
untuk menerima atau menolak data yang sudah diproses
berdasarkan niiai perambatan kesaiahannya.
7. Seleksi data Pemilihan data untuk disajikan dalam sebuah lembar peta.
Proses ini harus disesuaikan dengan skala peta, luas
keluaran peta, dan cakupan wilayah survei.
8. Pembuatan depth Pembuatan model permukaan bumi yang merupakan
elevation model representasi titik-titik yang memiliki koordinat 3 D (x,y, dan
z) di dasar laut dalam suatu model diqital
9. Pembuatan Kontur Penarikan garis yang menghubungkan titik-titik dengan
nilai kedalaman yang sama. Dalam tahapan ini harus
dicantumkan nilai kontur. Proses pembuatan kontur
dimulai dengan interval 1 m, selanjutnya dipilih sesuai
dengan spesifikasi peta yang telah ditentukan.

Kepala Badan Informasi Geospasial 18 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
6 Keluaran

Keluaran yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah


a. Data dan informasi kedalaman dan unsur hidrografi/hipsografi lain.
b. Peta Batimetri yang bereferensi terhadap muka laut rata-rata.
c. Depth Elevation Model batimetri dengan ukuran grid tidak lebih dari 2 m.
d. Nama unsur rupa bumi di wilayah pesisir dan laut.
e. Garis pantai.

7 Standar kualitas

Pelaksanaan survei utama yang dHakukan daSam kegiatan survei hidrograf! Ini harus
memenuhi spesifikasi survei di bawah ini.

Batas toleransi kesalahan dihitung dengan persamaan berikut.

o=

Keterangan:
a : Faktor kesaiahan yang tidak berganiung pada kedaiaman
b : Faktor kesalahan yang bergantung pada kedalaman
d : Kedaiariian ukiiran
a : Batas toleransi kesalahan pemeruman

dengan nilai a = 0,5 dan nilai b = 0,013

Standar Ketelitian peta batimetri yang dihasilkan harus mengacu pada Standar Nasional
Indonesia 8202, Ketelitian peta dasar.

Kepala Badan Informasi Geospasial 19 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
BAB IV
PENGUKURAN GARIS PANTAI

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan prosedur pengukuran garis pantai yang meliputi standar peralatan
yang digunakan, standar pekerjaan, dan standar kualitas. Hasil pengukuran garis pantai ini
merupakan data dasar yang digunakan untuk pembentukan garis pantai.

2 Acuan normatif

SNI 7646, Survei hidrografi menggunakan single beam echo sounder


SNI 19-6724, daring kontrol horizontal

3 Istilah dan definisi

3.1
garis pantai
garis yang menggambarkan pertemuan antara perairan dan daratan di wilayah pantai pada
saat kedudukan pasang tertinggi atau pertemuan antara tepi luar wilayah tumbuhan dan
perairan di daerah rawa dan bakau

3.2
global navigation satellite system
GIMSS
sistem navigasi dan penentuan posisi global berbasis satelit yang dapat dipakai untuk
menentukan posisi baik horizontal maupun vertikal dengan memberikan informasi posisi dan
kecepatan tiga dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinu dan serentak di
seluruh dunia tanpa bergantung pada waktu dan cuaca
3.3
real time kinematic-global positioning system
RTK-GPS
sistem atau metode penentuan posisi secara teliti dengan memberikan koreksi pada saat
pengukuran (real time) dari stasiun referensi

3.4
survei ekstraterestrial
metode penentuan posisi yang dilakukan dengan pengukuran atau pengamatan
objek/benda angkasa baik yang alamiah seperti bulan maupun yang buatan manusia seperti
satelit

*? Kepala Badan Informasi Geospasial 20 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
4 Peralatan dan teknologi

Peralatan yang digunakan dalam pengukuran garis pantai dapat dilihat pada label 4.1.

Tabel 4.1 - Peralatan dan spesifikasi peralatan dalam pengukuran garis pantai

No. Peralatan Spesifikasi Peralatan


1. GNSS Base dengan radio eksternal
Dapat menerima multikonstelasi berbagai sinyal satelit
navigasi
- Jangkauan sinyal radio hingga 7 km
- Mempunyai Controller GNSS
Rover dengan radio internal
Dilengkapi dengan tripod dan tribrach
- Dapat menerima sinyal berfrekuensi ganda (dual
frequency)
- Dapat menerima data kode (pseudorange) dan fase
- Tipe receiver geodetic
T- . .1 -. ft . -!• I -f _ . - »•_ - 1 /~\ • If* r\ /"* . •-- /I *-\ l™*\
i iiiUciilcii Ui if i ic?f'f fail C/i f'cif O/'vCiO O£?/'ViOs7 ^iOvjy

2. Tongkat penduga Memiliki ketelitian sampai sentimeter


3. Echo sounder Pancaran tunggal berfrekuensi ganda (single beam dual
frequency)

4 Metodologi

Metodologi Pengukuran Garis Pantai dalam Survei Hidrografi meliputi beberapa tahapan
yang dapat dilihat pada diagram alir Gambar 3.

Kepala Badan Informasi Geospasial 21 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
Pengukuran Garis Pantai

Persiapan

_L
Rencana Pemasangan
Indeks Lokasi
Peta/Citra Base Sepanjang Area
Rencana Survey
Survey

Pelaksanaan Survey
Tracking

1 i F
1 r

Pengukuran Tracking Garis Pengukuran Pasang


Base Pantai Surut

Gambar 3 Diagram Alir Pengukuran Garis Pantai

Kepala Badan Informasi Geospasial 22 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
5.1 Pengukuran Garis Pantai

Metode dan spesifikasi pekerjaan yang dilakukan dalam pengukuran garis pantai dapat
dilihat pada label 4.2.

Tabel 4.2 - Metode dan spesifikasi pekerjaan yang dilakukan dalam tahap
pengukuran garis pantai

No. Metode Standar Pekerjaan


1. Survei lapangan Pengukuran garis pantai secara langsung dilakukan dengan
cara pembuatan rencana kerja sebagai berikut.
a. Pembuatan lajur (tracking) dilakukan dengan mengambil
data koordinat dan elevasi dari titik A, B, C, dan D.
b. Jarak antara titik A-A1, A1-A2 , dst paling jauh 50 m.
c. Jarak antara titik B-B1, B1-B2,.,., dst paling jauh 50m.
d. Jarak antara titik C-C1.C1-C2, ..., dst paling jauh 50 m.
e. Jarak antara titik D-D1.D1-D2,..., dst paling jauh 50 m.
f. Jarak antara titik lajur harus lebih rapat jika terjadi
perubanan bGnliik garis pantai yang slgnifikan sspsrti teriaiu
melengkung atau membelok.
9- Pembuatan lajur perum disesuaikan dengan bentuk pantai
yang diiaiui.

Gambar 4.1 - llustrasi pengukuran garis pantai

Keterangan:
A = titik daratan yang tidak pernah tersentuh air laut.
B = titik pendekatan pasang tertinggi rata-rata
C = titik pertemuan muka air dan darat pada saat pengukuran.
D = titik di daiam air yang mempunyai kedalaman pada saat
tertentu
E = Batas pengukuran SEES
h. Seluruh titik (A, B, C, dan D) diukur posisi horizontal dan
vertikainya.

Kepala Badan Informasi Geospasial 23 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
No. Metode Standar Pekerjaan
i. Titik B ditentukan dengan cara mengidentifikasi pendekatan
pasang tertinggi air laut, seperti adanya jejak air terakhir.
batas vegetasi, ataupun tumpukan sampah.
j. Kedalaman titik D diukur menggunakan tongkat penduga
yang mempunyai alat ukur sampai batas kedaiaman yang
tidak dapat dicapai dengan kapal survei kecil. Kedalaman
titik D sekurang-kurangnya 50 cm.
k. Garis pantai ABCD diukur menggunakan metode RTK
sampai mendapatkan status posisi fixed atau memenuhi
ketelitan.
!. Bese reference harus terikat dengan BM survei.
m. Pendokumentasian informasi penutup lahan pantai dan
wilayah yang sulit diakses dilakukan dengan cara
mendokumentasikannya dalam bentuk foto yang
berkoordinat dan catatan yang diambil paling jauh setiap 2
km. Jika ada perubahan penutup lahan, pendokumentasian
dapat dilakukan dengan jarak yang lebih rapat lagi.
ii. Hasii survei penentuan garis pantai beiupa tile digital:
- titik lintas (waypoinf)
- foto berkoordinat
o. Dokumentasi survei di antaranya log-book survei garis
pantai.
p. Sebaran titik A, B, C, dan D disesuaikan dengan kondisi
pantai sampai bertemu dengan pemeruman.
2. Penginderaan a. Citra digunakan untuk memperoleh data garis pantai dengan
jauh kondisi penutup lahan pada lokasi survei yang tidak dapat
diakses atau berbahaya bagi surveyor. Hal tersebut
dibuktikan dengan foto dan dituliskan pada log-book survei.
b. Citra yang digunakan berupa citra satelit tegak resolusi tinggi
(CSTRT) dengan resolusi tidak lebih dari 66,6 cm atau foto
udara.
c. Atribut data hasil pengolahan garis pantai diberi keterangan
sumber data yang digunakan baik dari hasil survei
ekstraterestrial maupun dari digitisasi citra.

5.2 Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan untuk menggambarkan garis pantai yang dibentuk berdasarkan
titik A, B, C, dan D dari hasil survei ekstraterestrial. Penentuan garis tersebut menggunakan
data hasil pengolahan pasut dan pemeruman daerah dangkal (shallow sounding).

label 4.3 - Langkah pengolahan data

•f Kepala Badan Informasi Geospasial 24 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
Asal Perolehan
No. Tahapan yang Dilakukan
Data
1. Data survei 1. Menyatukan data hasil pengukuran titik tinggi dalam satu
lapangan referensi tinggi muka laut rata-rata.
2. Titik A, B, C, dan D mempunyai nilai elevasi yang
direfsrensikan terh8d8p tinQQi muka !3ut ratB-rata.
3. Pembuatan model kedalaman digital (digital depth model
[DDM]) dari gabungan data batimetri dengan pembagian
grid (gridding) setiap 2 m serta disesuaikan dengan data
hasil pengolahan.
4. Pemilihan metode interpolasi disesuaikan dengan kondisi
data dengan pembagian grid (gridding) setiap 2 m.
5. renyyafTibaran yafiS pantai pasany teiiinyyi, rnuKa iaut
rata-rata, dan surut terendah dilakukan dengan cara
interpolasi.
6. Setelah garis pantai terbentuk, dilakukan penyesuaian
bentuk garis pantai dan segmentasi menggunakan citra.
2. Data 1. Digitisasi citra pada skala lebih besar dari 1:10.000
penginderaan 2. Digitisasi dilakukan untuk pendekatan pasang tertinggi
jauh yang ditunjukkan dengan penutup lahan terluar atau
indikasi jejak air terakhir, kemudian diberi nilai pasang
tertinggi.
3. Interpolasi kontur kedalaman dengan menggabungkan
data garis pantai citra dengan data batimetri.
4. Interpolasi dilakukan untuk menentukan nilai garis pantai
pasang iei unggi osn gans psnisi pasang surut raza-rata.

6 Keluaran

Keluaran yang dihasilkan dari pengolahan data antara lain:


a. Garis pantai pasang tertinggi;
b. Garis pantai muka laut rata-rata (MSL); dan
c. Garis pantai surut terendah.

7 Standar kualitas

Ketelitian horizontal hasil pengukuran titik A, B, C, dan D pada garis pantai paling rendah 1
m.

Kepala Badan Informasi Geospasial 25 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
BABV
PENGAMATAN PASANG SURUT

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan prosedur pengamatan pasang surut mulai dari tahap persiapan
pelaksanaan dan pengolahan data yang meliputi standar peralatan yang digunakan, standar
pekerjaan, dan standar kualitas.

2 Acuan normatif

SNI 7924, Instates! stasiun pasang surut


SNI 7963, Pengamatan pasang surut
SNI 7988, Survei batimetri menggunakan multibeam echo sounder

3 Istilah dan definisi

3.1
pasang surut
pasut
naik turunnya permukaan laut secara periodik akibat interaksi gaya gravitasi antara bulan,
matahari, dan bumi

3.2
stasiun pasut
tempat pengamatan pasut dilakukan

3.3
pengamatan pasut
kegiatan pencatatan atau perekaman data pasut yang dilakukan dengan interval waktu dan
periode tertentu

3.4
data pasut
data tinggi muka air laut beserta waktu pengamatannya.

interval waktu pengamatan pasut


selang waktu pencatatan atau perekaman data pasut

Kepala Badan Informasi Geospasial 26 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
3.6
palem pasut
alat pengukur pasut berupa mistar yang dibaca dan dicatat secara manual untuk
mengetahui tinggi permukaan laut pada satu waktu tertentu dari nol palem

3.7
periode pengamatan pasut
lama waktu pengamatan pasut yang disesuaikan dengan keperluannya

3.8
pengikatan pasut
kegiatan mengikatkan tinggi datum pasut (misalnya tinggi muka laut rata-rata atau mean sea
level [M-SL]) yang diperoleh dari hasi! pengamatan pasut me!a!iii pengukuran sipat datar
pada suatu titik ikat stasiun pasut sehingga titik ikat stasiun pasut tersebut memiliki tinggi
yang diukur dari datum pasut tertentu

3.9
titik ikat stasiun pasut
konstruksi permanen dan stabil yang dilengkapi dengan sebuah titik tanda ketinggian
sebagai monumentasi ketinggian datum yang diukur

3.10
muka surutan peta
chart datum
permukaan (umumnya air terendah) yang ditetapkan secara permanen sebagai referensi
kedalaman atau referensi tinggi pasut laut

3.11
komponen pasang surut
konstanta pasut
elemen harmonik pada persamaan matematika untuk gaya pembangkit pasut yang
merepresentasikan perubahan atau variasi periodik relatif dari bumi, bulan, dan matahari

3.12
tunggang pasut
jarak maksimum antara kedudukan muka laut pada saat pasang tertinggi dan surut terendah

Kepala Badan Informasi Geospasial 27 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
4 Peralatan dan teknologi

Peralatan yang digunakan dalam pengamatan pasang surut dapat dilihat pada label 5.1.

Tabel 5.1 - Peralatan dan spesifikasi peralatan dalam pengamatan pasang surut

No. Peralatan Spesifikasi Peralatan


1 Alat perekam data Tipe automatic water level recorder (AWLR) dengan bacaan
pasang surut terkecil 1 cm, interval perekaman satu menit
2 Palem pasut - Memiliki skala yang tepat dan mudah dibaca
- Panjang palem disesuaikan dengan tunggang pasut di area
yang akan diamati
--}o Perangkat iunak fvlarnpu rnsngoiah data dengan rnetode iesst square
pengolah data adjustment

5 Metodologi

Metodologi Pengamatan Pasang Surut dalam Survei Hidrografi meliputi beberapa


tahapan yang dapat dilihat pada diagram alir Gambar 4.

T Kepala Badan Informasi Geospasial 28 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
Pengukuran Pasang Surut

Gambar 4 Diagram Alir Pengamatan Pasang Surut

*t Kepala Badan Informasi Geospasial 29 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
5.1 Persiapan pengamatan pasut

Tahapan dan spesifikasi pekerjaan yang dilakukan dalam persiapan pengamatan pasut
dapat dilihat pada label 5.2.

Tabel 5.2 - Pekerjaan yang dilakukan dalam tahap persiapan pengamatan pasut

No. Tahap Pekerjaan Keterangan


1. Menyiapkan peta Peta rencana kerja yang menampilkan lokasi, dapat berupa
rencana kerja salinan lunak (softcopy) atau salinan keras (hardcopy).

2. Merencanakan a. Stasiun pasut terletak di lokasi yang mewakili wilayah


distribusi stasiun survei batimetri (pemeruman).
pengamatan pasut b. Jumlah stasiun pasut disesuaikan dengan area/panjang
garis pantai yang akan disurvei.
c. Jarak antarstasiun pasut tidak boleh lebih dari 40 km.

ti 9 Instalasi a!at pengamatan pasut

Instalasi alat pengamatan pasut harus memenuhi kaidah tertentu agar diperoleh data yang
baik. Ketentuan yang harus dipenuhi dalam instalasi alat pasut:

1. Tidak berada di muara sungai untuk menghindari pengaruh debit sungai terhadap laut
yang diamati. Jika pengamatan pasut terletak di muara sungai, penghitungan konstanta
harmonik harus memperhitungkan debit air sungai.
2. Terlindung atau dilindungi dari gelombang laut, tetapi tetap memiliki akses langsung ke
lautan, baik pada keadaan pasang maupun surut.
3. Mudah diakses pada segala cuaca dan keadaan
4. Memiliki sedimen dasar laut yang stabil (tidak berlumpur) dan keras untuk menghindari
turunnya kedudukan alat pengamat pasut
5. Kedalaman laut di daerah sekitar stasiun pasut relatif homogen (tidak ada variasi
kedaSarrian yang ekstrern}
6. Lokasi harus mudah dijangkau untuk pelaksanaan pengawasan dan pemeliharaan
stasiun
7. Kedalaman posisi pengamatan minimal 0,5 m dari surut terendah.
8. Pasut terikat pada EM

Sebelum melakukan instalasi alat pengukur pasut perlu dilakukan survei pendahuluan
(reconnaissance) untuk mengetahui rencana posisi stasiun pasut.

Kepala Badan Informasi Geospasial 30 dari 32


Nomor 80 Tahun2018
5.3 Pengamatan pasang surut

Spesifikasi pekerjaan yang dilakukan dalam pengamatan pasang surut :

1. Interval waktu pengamatan lima menit dengan menggunakan AWLR.


2. Zona waktu yang digunakan adalah zona waktu setempat.
3. Bacaan tinggi pada alat harus disesuaikan dengan tinggi palem.
4. Periode pengamatan paling singkat 30 hari dan terus dilakukan selama pemeruman
Berlangsung. Jika terdapat stasiun pasut BIG di lokasi survey, maka digunakan data dari
stasiun tersebut.
5. Waktu paling lama data kosong selama satu bulan adalah tiga hari dan tidak ada data
kosong selama 15 hari berturut-turut.
6. Pengamatan pasut mani-a! diSaksanakan sehari dua ka!l.

5.4 Pengolahan data pasut

Data pasut minimal satu bulan diolah untuk mendapatkan konstanta harmonik dan nilai
muka laut rata-rata. Pengolahan data dilakukan dengan metode least square, dengan
interval data paling lama satu jam.

Konstanta harmonik yang dihasilkan digunakan untuk mendapatkan nilai surut terendah dan
pasang tertinggi dengan cara melakukan prediksi 1 (satu) tahun, jika menggunakan data
pasut BIG diprediksi selama 19 tahun.

6 Keluaran

Keluaran dari pengolahan pasang surut adalah


a. Nilai muka laut rata-rata (MSL)
b. Nilai pasang tertinggi
c. Nilai surut terendah

*f Kepala Badan Informasi Geospasial 31 dari -


Nomor 80 Tahun 2018
7 Standar kualitas

Standar kualitas yang harus dipenuhi adalah


1. Standar deviasi hasil pengolahan konstanta harmonik pada tingkat kepercayaan 95%.
2. Selisih pengamatan antara pasut manual dan pasut AWLR tidak boleh melebihi 10 cm.

KEPALA
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

HASANUDDIN Z. ABIDIN f-
^

Kepala Badan Informasi Geospasial


Nomor 80 Tahun2018 32 dan 32

Anda mungkin juga menyukai