Anda di halaman 1dari 45

Keperawatan Anak II

“Patent Ductus Arteriosus (PDA)”


MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Keperawatan Anak II Yang Diampu Oleh :
DOSEN PENGAMPU : Sri Yekti W,S.Kep,M.Kep

Kelompok 1
Anggota :
Dimas Yusuf Abdul Karim (KHGC19060)
Fitri Ayu Meliana (KHGC19062)
Helmilia Oktaviani (KHGC19064)
Lala Nur Aulia (KHGC19066)
Muhamad Lutfi Alfikri (KHGC19070)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
TAHUN AJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata
kuliah Keperawatan Anak II dengan judul “Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa
“Patent Ductus Arteriosus””.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT. senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Garut,16 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian...................................................................................................1
2.1. Duktus Arteriosus.................................................................................................3
2.1.1. Embriologi duktus arteriosus............................................................................3
2.1.2 Maturasi duktus arteriosus.................................................................................4
2.2 Perubahan Sirkulasi Janin Ke Neonatus..............................................................5
2.2.1. Sirkulasi janin...................................................................................................5
2.2.2. Sirkulasi neonatus............................................................................................6
2.3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)..........................................................................7
2.3.1. Definisi PDA....................................................................................................7
2.3.2. Etiologi PDA..............................................................................................7
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan
angka kejadian penyakit jantung bawaan...................................................................7
a. Faktor Prenatal...................................................................................................7
2.3.3. Faktor Resiko PDA..........................................................................................8
2.3.4. Patofisiologi PDA............................................................................................8
2.3.5. Klasifikasi dan manifestasi klinis PDA..........................................................10
2.3.6. Diagnosis PDA...............................................................................................11
2.3.7. Penatalaksanaan PDA.....................................................................................12
2.3.8. Komplikasi PDA............................................................................................13
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan PDA....................................................................13
BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................................22
BAB IV PERBANDINGAN KASUS DAN TEORI....................................................29
BAB V KESIMPULAN..................................................................................................39
5.1 Kesimpulan...........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................40

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah kelainan jantung bawaan yang biasanya
dialami oleh bayi dengan kelahiran prematur.(Willy,2018) Patent Ductus
Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk menutup setelah
kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup dua hingga tiga
hari setelah bayi dilahirkan. PDA merupakan struktur pembuluh darah yang
menghubungkan aorta desendens bagian proksimal dengan arteri pulmonalis,
biasanya di dekat percabangan kiri arteri pulmonalis. Duktus arteriosus
merupakan struktur normal dan penting bagi janin, tetapi menjadi abnormal bila
tetap terbuka setelah masa neonatus. (Khalid,2011)

Penanganan terhadap PDA terus berkembang seiring dengan


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada awalnya, penatalaksanaan
PDA secara invasif dilakukan melalui tindakan pembedahan. Operasi bertujuan
untuk meligasi PDA. Ligasi pertama kali dilakukan oleh dr. Robert Gross di
Rumah Sakit Anak Boston pada tahun 1938. Metode transkateter awalnya
dikembangkan oleh Porstman, yang mempraktikkannya pertama kali pada tahun
1967. Perkembangan alat penutup PDA terus berlanjut hingga dekade – dekade
berikutnya, seperti Gianturco coil yang diperkenalkan oleh Cambier dan Moore
pada tahun 1992, dan Amplatzer Duct Occluder (ADO) yang menjadi alat penutup
PDA pertama yang diakui secara resmi oleh Food and Drug Administration
(FDA) di Amerika Serikat. (Yarrabolu,2012)

Penutupan duktus diindikasikan pada PDA yang menimbulkan gejala dengan


pirau dari kiri ke kanan yang bermakna. Metode transkateter telah menjadi pilihan
utama dalam tata laksana PDA. Keuntungan dari transkateterisasi adalah angka
keberhasilan yang tinggi, mengurangi lama rawat, dan angka morbiditas yang
rendah dibandingkan dengan tindakan bedah.

1
2

1.2 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
a) Dari penulisan refarat ini adalah untuk membahas secara ringkas mengenai
definisi, diagnosis dan prognosis Patent Ductus Arteriosus (PDA)
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui Asuhan keperawatan terhadap anak dengan Paten
Ductus Arteriosus
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Duktus Arteriosus
2.1.1. Embriologi duktus arteriosus
Sistem vaskuler embrio dimulai dari prekusor endotel yang membentuk pleksus
endotel di dalam mesoderm splnchnic. Selama perkembangan, terjadi perubahan
bentuk secara intensif. Setelah embrio melipat, pleksus endotel di regio jantung
bergabung di dalam jaringan otot jantung. Pembuluh omphalomesenteric
memasuki jantung pada ujung vena, sementara ujung arteri terhubung dengan
aorta dorsalis melalui arkus arteri faringeal simetris.

Perkembangan arteri dimulai dengan diferensiasi sel menjadi sel


otot polos. Perbedaan yang terdapat pada produksi matriks dan
pertumbuhan bertanggungjawab terhadap perkembangan fenotip dari arteri
elastis dan muskular.Pola pembentukan arkus faringeal dipengaruhi oleh
neural crest cell, sel – sel otot polos, dan sistem saraf yang berada di
sekeliling arkus. Duktus arteriosus berkembang dari arteri arkus faringeal
keenam, yang berada pada sisi kiri dalam perkembangan normal. Selama
perubahan bentuk arkus faringeal, pada duktus tersebut terbentuk dinding
otot, sedangkan arteri – arteri besar di sekelilingnya menjadi arteri elastis.
Alasan terhadap rangkaian perkembangan duktus yang spesifik dan unik
tersebut masih belum diketahui.(Obladen,2005)

Gambar 2.1 Pola Pembentukan Arkus Faringeal 11


Keterangan :

AAo = ascending aorta (aorta asendens), AoSac = aortic sac (kantungaorta),

3
4

CoA = coronary arteries (arteri coroner), DA =duktus arteriosus, DesAo =


descending aorta (aorta desendens), PA = pulmonary artery (arteri pulmonal), PT
= pulmonary trunk (trunkus pulmonalis), LDAo = left descending aorta (aorta
desendens kiri), LCA = left carotid artery (arteri karotis kiri), LSA = left
subclavian artery (arteri subklavia kiri), RCA = right carotid artery (arteri karotis
kanan), RDAo = right descending aorta (aorta desendens kanan), RSA = right
subclavian artery (arteri subklavia kanan); III, IV, and VI merujuk pada arkus.

2.1.2 Maturasi duktus arteriosus


Perubahan struktural yang signifikan dari morfologi vaskular sebagai persiapan
untuk penutupan duktus pada masa setelah kelahiran dimulai pada masa akhir
kehamilan.

Gambar 2.2 Tahapan Maturasi Duktus

Pada trimester kedua masa kehamilan, struktur duktus merupakan arteri dengan
lapisan otot, lamina interna yang berjumlah satu atau terduplikasi secara lokal, dan
lapisan intima yang sangat tipis. Dalam perkembangan lebih lanjut, munculah
bantalan intima. Pada 8 saat kelahiran, lamina interna yang elastis telah terpecah
dan bantalan intima menjadi semakin jelas. Penebalan intima, bersama juga
dengan konstriksi yang bergantung dengan oksigen, secara fungsional akan
menutup duktus arteriosus selama jam – jam awal setelah kelahiran. Penutupan
anatomis, diferensiasi, apoptosis sel – sel otot polos, dan reorientasi sel endotel
akan berujung pada morfologi definitif ligamentum arteriosum.(Obladen,2005)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses penutupan duktus arteriosus.


Faktor-faktor yang diduga berperan dalam penutupan duktus antara lain:
5

1. peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi


duktus, sebaliknya hipoksia akan menyebabkan duktus melebar, oleh
karena itu, duktus arteriosus persisten lebih banyak ditemukan pada
keadaan dengan PaO2 yang rendah, termasuk bayi dengan sindrom
gangguan pernafasan, prematuritas, dan bayi yang lahir di dataran tinggi;
2. peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) berhubungan
dengan konstriksi duktus;
3. penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan duktus,
sebaliknya pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan
duktus.

2.2 Perubahan Sirkulasi Janin Ke Neonatus


2.2.1. Sirkulasi janin
Pada sirkulasi fetus, ventrikel kanan dan kiri berada pada sirkuit
yang paralel, berbeda dengan sirkuit pada bayi baru lahir dan orang
dewasa. Pada fetus, plasenta diperlukan untuk pertukaran gas dan
metabolit. Pada paru – paru, tidak terjadi pertukaran gas, dan pembuluh
darah pada sirkulasi paru akan mengalami vasokonstriksi. Ada tiga
struktur unik dari sistem kardiovaskular pada fetus yang penting untuk
mempertahankan sirkulasi paralel tersebut, diantaranya duktus venosus,
foramen ovale dan duktus arteriosus.

Darah yang kaya oksigen mengalir dari plasenta kepada fetus melaluui vena
umbilikalis dengan tekanan parsial oksigen (PO2) sebesar 30 – 35 mmHg. Hampir
50% darah dari vena umbilikus masuk ke sirkulasi hepatik, dimana selebihnya
melewati hati, dan bergabung dengan vena cava inferior melalui duktus venosus,
sebagian kecil bercampur dengan darah dengan oksigenasi yang buruk di vena
cava inferior pada tubuh bagian bawah fetus. Pencampuran darah dari bagian
tubuh bawah dengan vena umbilikus (PO2 diperkirakan 26 -28 mmHg) memasuki
atrium kanan dan secara langsung melewati foramen oval ke atrium kiri. Aliran
darah selanjutnya masuk ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta asendens.
Darah dari vena cava superior pada fetus, yang sedikit kadar oksigennya (PO2 =
6

12 – 14 mmHg), masuk ke atrium kanan dan diteruskan ke katup trikuspid lebih


banyak dari foramen ovale dan mengalir ke ventrikel kanan.

Pada ventrikel kanan, darah dipompakan menuju ateri pulmonalis,


tetapi karena arteri pulmonalis tersebut vasokonstriksi, hanya 10% dari
aliran darah ventrikel kanan masuk ke paru – paru. Sebagian besar jumlah
darah, dengan PO2 yang diperkirakan sebesar 18 – 22 mmHg, melewati
paru –paru dan mengalir langsung lewat duktus arteriosus menuju ke aorta
asendens untuk memperdarahi bagian tubuh bawah dari fetus yang
kemudian kembali ke plasenta lewat dua arteri umbilikus. Dengan begitu,
bagian tubuh atas dari fetus, termasuk arteri koronaria, arteri serebri, dan
arteri pada ekstermitas atas, dipasok darah dari ventrikel kiri dengan darah
yang memiliki tekanan PO2 sedikit lebih tinggi dari pancaran darah dari
tubuh bagian bawah (yang sebagian besar berasal dari ventrikel kanan).
Hanya sedikit volume darah dari aorta asendens (10% dari cardiac output
fetus) yang lewat melalui isthmus aorta ke aorta desendens.

Cardiac output total dari bayi sekitar 450 ml/kg/min. Diperkirakan 65% dari aliran
darah aorta desendens kembali ke plasenta dan 35% memperdarahi organ - organ
dan jaringan dari fetus. Pada masa fetus ventrikel kanan memompakan darah tidak
hanya melawan tekanan darah tetapi juga mengeluarkan volume yang lebih besar
dari yang dipompakan ventrikel kiri.(Nelson,2014)

2.2.2. Sirkulasi neonatus


Pada saat lahir sirkulasi bayi akan dengan cepat beradaptasi dengan
keadaan di luar rahim karena pertukaran gas berpindah dari plasenta ke
paru – paru. Beberapa dari perubahan ini sebenarnya spontan bersama
dengan pernafasan pertama dan yang lain dipengaruhi selama beberapa
jam atau beberapa hari. Pada mulanya, ada penurunan ringan tekanan
darah sistemik, kemudian tekanan darah naik dengan semakin
bertambahnya umur. Frekuensi jantung melambat sebagai akibat respons
baroreseptor pada kenaikan tahanan vaskuler sistemik bila sirkulasi
7

plasenta dihilangkan. Rata - rata tekanan aorta sentral pada neonatus cukup
bulan adalah 75/50 mmHg.

Pada neonatus yang normal, penutupan duktus arteriosus dan penurunan tekanan
darah pulmonal mengakibatkan penurunan tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel
kanan. Pada minggu pertama kehidupan, penurunan tekanan vaskuler pulmonal
akan lebih banyak akibat perubahan bentuk vaskularisasi pulmonal, termasuk
penipisan otot polos pada pembuluh darah dan pembentukan pembuluh darah
baru. Penurunan tekanan vaskuler ini mempengaruhi gejala klinis pada penyakit
jantung kongenital yang bergantung pada perdarahan sistemik. Duktus arteriosus
yang normal, secara morfologi, berada pada gabungan aorta dan arteri pulmonalis,
serta terdapat otot polos yang berbentuk sirkuler pada bagian tunika media.
Selama kehidupan janin duktus arteriosus digunakan untuk mengontrol kadar
oksigen yang rendah dan memproduksi prostaglandin endogen. Pada neonatus
cukup bulan oksigen merupakan faktor yang penting untuk menutup duktus
arteriosus. Bila PO2 darah yang lewat melalui duktus arteriosus mencapai sekitar
50 mmHg, maka dinding duktus akan konstriksi. Efek oksigen pada otot polos di
duktus dapat berefek langsung atau diperantarai oleh pengaruhnya pada sintesis
prostaglandin. Umur kehamilan juga berperan penting dan duktus bayi prematur
kurang sensitif terhadap oksigen, walaupun otot – ototnya berkembang
(Nelson,2014)

2.3. Patent Ductus Arteriosus (PDA)


2.3.1. Definisi PDA
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus
arteriosus untuk menutup setelah kelahiran. Duktus arteriosus, pada
keadaan normal, akan menutup dua hingga tiga hari setelah bayi
dilahirkan. Secara fungsional, duktus arteriosus menutup pada sekitar 90%
bayi cukup bulan atau aterm dalam 48 jam setelah lahir. Secara persisten,
beberapa intermiten, terbukanya duktus hingga selama sepuluh hari setelah
kelahiran ditemukan pada pasien dengan kelainan sirkulasi dan ventilasi,
bahkan periode patensi yang lebih lama banyak ditemukan pada bayi
prematur. (Walsh,2006)
8

2.3.2. Etiologi PDA


Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat
diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai
pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan,
diantaranya adalah :
a. Faktor Prenatal
1) Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
2) Ibu alkoholisme.
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan
insulin.
5) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
b. Faktor Genetik
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2) Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

2.3.3. Faktor Resiko PDA

a. Berjenis kelamin perempuan. PDA dua kali lipat lebih berisiko dialami
oleh bayi perempuan dibanding bayi laki-laki.
b. Infeksi rubella pada ibu hamil. Virus rubella di dalam rahim dapat
menyebar ke sistem pernapasan bayi, kemudian merusak jantung dan
pembuluh darah.
c. Lahir di dataran tinggi. PDA lebih berisiko terjadi pada bayi yang lahir
di daerah dengan ketinggian lebih dari 3000 meter di atas permukaan laut.
d. Riwayat penyakit. Bayi yang lahir dari keluarga penderita kelainan
jantung dan penyakit keturunan, seperti sindrom Down, lebih berisiko
terserang PDA.
e. Lahir prematur. Lebih dari 50% kasus PDA terjadi pada bayi yang lahir
kurang dari 26 minggu, atau bayi dengan berat lahir kurang dari 0,5 kg.
Sedangkan 15% kasus PDA menimpa bayi yang lahir pada usia kehamilan
30 minggu.

2.3.4. Patofisiologi PDA


Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam
dan secara utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah
untuk mengalirkan darah dari paru-paru fetus yang tidak berfungsi melalui
hubungannya dengan arteri pulmonal utama dan aorta desendens
proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut menyebabkan darah dengan
9

konsentrasi oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari ventrikel kanan
melalui aorta desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi pertukaran
udara. Sebelum kelahiran, kirakira 90% curahan ventrikel mengalir
melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang
bulan berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan, termasuk
gagal jantung kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup dalam 24-72
jam dan akan menjadi ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup
bulan.

Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi kompleks


dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi prostaglandin E2 (PGE2),
penurunan resepetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia
dinding pembuluh dari duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari
prostaglandin dan nitrik oksida di dalam dinding duktus.

Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen


fetus yang rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari
metabolisme asam arakidonat oleh siklooksigenase (COX) dengan PGE2
yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling hebat di antara prostanoid
lain. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal dari aktivasi
reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi
reseptor prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk
akumulasi siklik adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan
penurunan miosin rantai ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi
dan patensi duktus arteriosus.

Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus menutup
sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan sirkulasi PGE2 dan
prostasiklin. Seiring terjadinya peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium
dependen voltase pada otot polos terinhibisi. Melalui inhibisi tersebut, influx
kalsium berkontribusi pada konstriksi duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh
oksigen tersebut gagal terjadi pada bayi kurang bulan dikarenakan
ketidakmatangan reseptor perabaan oksigen. Kadar dari PGE2 dan prostaglandin
10

I1 (PGI1) berkurang disebabkan oleh peningkatan metabolisme pada paru-paru


yang baru berfungsi dan juga oleh hilangnya sumber plasenta. Penurunan dari
kadar vasodilator tersebut menyebabkan duktus arteriosus berkontriksi. Faktor-
faktor tersebut berperan dalam konstriksi otot polos yang menyebabkan hipoksia
iskemik dari dinding otot bagian dalam duktus arteriosus.

Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen, namun vasa
vasorum juga merupakan pemberi nutrisi penting pada dinding luar duktus. Vasa
vasorum berkembang ke dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 μm dari
dinding luar duktus. Jarak antara lumen dan vasa vasorum disebut sebagai zona
avaskular dan melambangkan jarak maksimum yang mengizinkan terjadinya
difusi nutrisi. Pada bayi cukup bulan, zona avaskular tersebut berkembang
melebihi jarak difusi yang efektif sehingga menyebabkan kematian sel. Pada bayi
kurang bulan, zona avaskuler tersebut tidak mengembang secara utuh yang
menyebabkan sel tetap hidup dan menyebabkan terjadinya patensi duktus. Apabila
kadar PGE2 dan prostaglandin lain menurun melalui inhibisi COX, penutupan
dapat terfasilitasi. Sebagai hasil dari defisit nutrisi dan hipoksia iskemik, vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan kombinasinya dengan mediator peradangan
lain menyebabkan remodeling dari duktus arteriosus menjadi ligamen non
kontraktil yang disebut ligamentum arteriosum. (Dice J E,2007)

2.3.5. Klasifikasi dan manifestasi klinis PDA


Terdapat beberapa bentuk manifestasi klinis PDA yang
mempunyai beberapa perbedaan, tergantung dari klasifikasi PDA, yaitu
PDA kecil, PDA sedang atau moderat, PDA besar, dan PDA besar dengan
hipertensi pulmonal. PDA kecil dengan diameter 1,5-2,5 milimeter
biasanya tidak memberi gejala. Tekanan darah dan tekanan nadi dalam
batas normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di
sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu,
machinery murmur yang khas untuk PDA, di daerah subklavikula kiri.
Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan
bising diastolik melemah atau menghilang. PDA sedang / moderat dengan
11

diameter 2,5-3,5 milimeter biasanya timbul sampai usia dua sampai lima
bulan tetapi biasanya keluhan tidak berat. Pasien mengalami kesulitan
makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas, namun biasanya berat
badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih
dapat mengikuti permainan.

PDA besar dengan diameter >3,5-4,0 milimeter menunjukkan


gejala yang berat sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit
makan dan minum, sehingga berat badannya tidak bertambah. Pasien akan
tampak sesak nafas (dispnea) atau pernafasan cepat (takipnea) dan banyak
berkeringat bila minum.(Kumar,2008)

PDA besar yang tidak diobati dan berkembang menjadi hipertensi pulmonal
akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi
ini dapat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi
pada tahun ke-2 dan ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga
akhirnya ireversibel, dan pada tahap tersebut operasi koreksi tidak dapat
dilakukan. (Sastroasmoro S,1994)

Adapun manifestasi klinis PDA yaitu :

a.Terdengar bunyi mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata


terdengar di tepi sternum kiri atas)
b. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-
loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
c.Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
d. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
e.Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
f. Apnea, Tachypnea
g. Nasal flaring
h. Retraksi dada
i. Hipoksemia
j. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
12

2.3.6. Diagnosis PDA


Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
mendiagnosis PDA, antara lain pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi,
ekokardiografi, serta kateterisasi dan angiokardiografi. Dalam
pemeriksaan radiologi, pada PDA simpel, gambaran radiografi tergantung
pada ukuran defeknya. Jika defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak
membesar. Jika defeknya besar kedua atrium kiri dan ventrikel kiri juga
tampak membesar. Pemeriksaan elektrokardiografi, gambaran
elektrokardiogram (EKG) bisa terlihat normal atau mungkin juga terlihat
manifestasi dari hipertrofi dari ventrikel kiri. Hal tersebut tergantung pada
besar defeknya. Pada pasien dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan
peningkatan aliran darah paru, hipertrofi pada kedua ventrikel data
tergambarkan melalui EKG atau dapat juga terjadi hipertrofi ventrikel
kanan saja.

Melalui pemeriksaan ekokardiografi, dapat dilihat visualisasi secara langsung dari


duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung drajat dari defek
tersebut. Pada bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari
ekokardiografi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi
shunt dari kiri ke kanan.

Pemeriksaan kateterisasi dan angiografi jantung hanya dilakukan


bila terdapat hipertensi pulmonal, yaitu dimana secara Doppler
ekokardiografi tidak terlihat aliran diastolik. Pada kateterisasi didapat
kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila tekanan di arteri
pulmonalis meninggi perlu di ulang pengukurannya dengan menutup PDA
dengan kateter balon. Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk
mengevaluasi fungsinya dan juga melihat kemungkinan adanya defek
septum ventrikel atau kelainan lain yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan ekokardiografi.( Sondheimer HM,2009)
13

2.3.7. Penatalaksanaan PDA


Terdapat beberapa jenis terapi untuk menangani kasus – kasus
PDA, yaitu terapi medikamentosa, terapi bedah, dan penutupan secara
transkateter.

Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran


kecil, dengan tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus
menutup. Salah satu jenis obat yang sering diberikan adalah indometasin,
yang merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbukti efektif
mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas
pada bayi kurang bulan dan menurun seiiring menigkatnya usia paska
kelahiran. Efeknya terbatas pada 3–4 minggu kehidupan. Obat yang kedua
adalah ibuprofen, yaitu inhibitor non selektif dari COX yang berefek pada
penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen
memiliki efek yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus
arteriosus pada bayi kurang bulan.

Terapi melalui tindakan pembedahan dilakukan berdasarkan atas


beberapa indikasi. Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan
bedah adalah untuk mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain.
Pada penderita dengan PDA sedang sampai besar, penutupan diselesaikan
untuk menangani gagal jantung kongestif atau mencegah terjadinya
penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan, penangan
bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestif
telah dilakukan dengan cukup. Karena angka kematian kasus dengan
penanganan bedah sangat kecil kurang dari 1% dan risiko tanpa
pembedahan lebih besar, pengikatan dan pemotongan duktus terindikasi
pada penderita yang tidak bergejala. Hipertensi pulmonal bukan
merupakan kontraindikasi untuk operasi pada setiap umur jika dapat
dilakukan pada kateterisasi jantung bahwa aliran pirau masih dominan dari
kiri ke kanan dan bahwa tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang berat.
14

Penutupan PDA secara transkateter merupakan standar bagi


penanganan bagi banyak kasus dan penutupan PDA diindikasian terhadap
semua pasien dengan tanda volume ventrikel kiri yang terlalu penuh. Pada
kasus PDA pirau kiri ke kanan dengan hipertensi pulmonal berat,
penutupan dapat dilakukan dengan kondisi khusus. Coil dan ADO
merupakan alat penutupan PDA secara transkateter yang paling banyak
digunakan di seluruh dunia.

2.3.8. Komplikasi PDA


a.Endokarditis
b. Obstruksi pembuluh darah pulmonal
c.CHF
d. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
e.Enterokolitis nekrosis
f. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas
atau displasia bronkkopulmoner)
g. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
h. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
i. Aritmia
j. Gagal tumbuh

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan PDA


1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
status marital, suku/bangsa, alamat, nomor rekam, ruang rawat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis, dan
identitas penanggung jawab.
b. Keluhan Utama
Pasien dengan PDA biasanya mengalami keluhan lelah dan sesak nafas.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
15

Pada pasien PDA. Biasanya akan diawali dengan tanda-tanda respiratory


distress, dispnea, takipnea, hipertropi ventrikel kiri, retraksi dada dan
hiposekmia.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat kesehatan ibu sewaktu mengandung mulai dari gaya hidup ,
perlu juga ditanyakan apakah pasien lahir prematur atau Ibu menderita
infeksi dari rubella
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji riwayat keluarga karena PDA juga bisa diturunkan secara genetik
dari orang tua yang menderita PJB atau juga bisa karena kelainan
kromosom.
f. Riwayat Kehamilan
Kaji faktor risiko prenatal antara lain ibu penggunaan obat-obatan,
riwayat merokok, dan minum minuman alkohol, Ibu terpajan oleh
radiasi, penyakit virus maternal atau usia ibu diatas 40 tahun saat hamil
g. Riwayat Tumbuh Kembang
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan
karena fatigue selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai
akibat dari kondisi penyakit.

VI. Riwayat Nutrisi

a. Pemberian ASI
Identifikasi kepada keluarga saat pertama kali akan diberikan ASI, cara
cara pemberian ASI (apakah setiap kali menangis atau terjadwal), lama
pemberian ASI berapa tahun, identifikasi apakah keluarga memberikan
anak susu formula.
b. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Identifikasi kepada keluarga pola perubahan nutrisi yang diberikan kepada
anak dari usia 0-4 bulan, 4-12 bulan , dan nutrisi saat ini

VII. Riwayat Psikososial/Perkembangan


16

a. Kemungkinan mengalami masalah perkembangan


b. Mekanisme koping anak/keluarga
c. Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
d. Tugas perasaan anak terhadap penyakitnya
e. Bagaimana perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya
f. Kebiasaan anak
g. Respon keluarga terhadap penyakit anak
h. Koping keluarga/anak dan penyesuaian keluarga/anak terhadap stress

VIII. Riwayat Aktivitas Bermain

Kaji pola aktivitas bermain dan pergerakan pada bayi dan anak-anak,
karena pada penderita kelainan jantung kongenital akan lebih terbatas
aktivitas bermainnya dikarenakan kondisi tubuh yang tidak stabil serta
mudah lelah sehingga pergerakan bermain anak pun akan terganggu.

IX. Riwayat Spiritual

Identifikasi support system yang ada dalam keluarga dan bagaimana


cara keluarga mengenalkan nilai dan norma agama kepada anak

X. Reaksi Hospitalisasi

a. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap Identifikasi orang tua
mengenai alasan mereka membawa anaknya ke rumah sakit, bagaimana
perasaan orang tua mengenai kondisi anak saat ini apakah cemas, takut,
khawatir atau biasa saja. Tanyakan juga kepada orang tua apakah orang
tua selalu menemani saat di rumah sakit
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap Identifikasi perasaan anak
saat berada di Rumah Sakit apakah senang, cemas, takut dll. Apakah anak
selalu menangis saat di rumah sakit

XI. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Fisik
17

1. Kesadaran : Compos Mentis


2. Keadaan Umum Klien
Pada anak dengan PDA biasanya lemah dan tidak bergairah.
3. Tanda-tanda Vital
a. Suhu : Tidak normal (normal 36°C-37°C)
b. Nadi : Takikardi, batas normal (pada bayi : 120-130 x/mnt);(pada
anak-anak : 80-90x/mnt)
c. Respirasi : Dispnea, batas normal (bayi:30-40x/mnt);(anak:20-
30x/mnt)
d. TD : Terjadi peningkatan tekanan darah sistolik, batas normal
(bayi:70-90/50mmHg);(anak:80-100/60 mmHg)
4. Antropometri Identifikasi tinggi badan, berat badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkaran perut dan skin fold pada anak.
5. Sistem Kardiovaskular
a. Pemeriksaan thorax dan hasil alkulturasi
1) Lingkar dada
2) Adanya deformitas dada
3) Bunyi jantung (murmur)
4) Titik impuls maksimum
b. Tampilan umum
1) Tingkat aktivitas
2) Perilaku (atau ketakutan)
3) Jari tubuh (clubbing) pada tangan dan/atau kaki
c. Kulit
1) Pucat
2) Sianosis, khususnya membran mukosa, bibir lidah, konjunctiva,
area vaskularisasi tinggi.
3) Diaforesis.
4) Edema Periorbital dan ekstremitas
6. Sistem Respirasi
a. Bernapas
18

1) Frekuensi pernapasan, kedalaman, dan kesimetrisan.


2) Pola nafas (Dispnea atau takipnea) , khususnya setelah kerja fisik
seperti makan, menangis, mengejan.
3) Retraksi (suprasternal, intercostal, subkostal, supraklavikular).
4) Pernapasan cuping hidung.
5) Posisi yang nyaman
b. Hasil alkulturasi toraks
1) Bunyi nafas merata
2) Bunyi nafas abnormal (bising, ronki, mengi)
3) Fase inspirasi dan ekspirasi memanjang.
4) Serak, batuk, dan stridor
c. Hasil pemeriksaan thorax
Lingkar dada dan bentuk dada
d. Tampilan umum
1) Warna (merah muda, pucat, sianosis, akrosianosis)
2) Tingkat aktivitas
3) Perilaku (apatis, tidak aktif, gelisah, dan/atau ketakutan)
7. Statsu Hidrasi
Biasanya anak dengan kelainan jantung mudah berkeringat dan banyak
keringat.

B. Pemeriksaan Fisik (ROS: Review Of System)

1. Pernapasan B1 (Breath)
Nafas cepat, sesak nafas, bunyi tambahan (marchinery murmur), adanya
otot bantu nafas saat inspirasi, retraksi.
2. Kardiovaskuler B2 (Blood)
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah
sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis.
3. Persyaratan B3 (Brain)
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran
4. Perkemihan B4 (Bladder)
19

Produksi urine menurun (oliguria).


5. Pencernaan B5 (Bowel)
Nafsu makan menurun (anoreksia),porsi makan tidak habis.
6. Muskuloskeletal/Integumen B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan.

XII.Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d malformasi jantung.
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh
tubuh dan suplai oksigen ke sel.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai
oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat
makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
XIII.Rencana Tindakan Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d malformasi jantung.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria : anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut 1. Permulaan gangguan pada jantung akan ada
jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan perubahan tanda-tanda vital, semuanya harus
kulit cepat di deteksi untuk penanganan lebih lanjut
2. Pucat menunjukkan adanya penurunan
perfusi sekunder terhadap ke tidak ada
2. Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral,
kekuatan curah jantung, vasokontriksi dan
membran mukosa, clubbing
anemia.

3. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, 3. Deteksi dini untuk mengetahui adanya


takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, gagal jantung kongestif
periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali
Kolaborasi :
1. Pemberian digoxin sesuai order, dengan 1. Obat ini dapat mencegah semakin
menggunakan teknik pencegahan bahaya memburuknya keadaan klien
toksisitas.
20

2. Berikan pengobatan untuk menurunkan


afterload
2. Obat anti afterload mencegah terjadinya
3. Berikan diuretik sesuai indikasi. vasokontriksi
3. Teoretis bertujuan untuk menurunkan
volume plasma dan menurunkan retensi cairan
di jaringan sehingga menurunkan resiko
terjadinya edema paru
b. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
Tujuan : Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:
Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya
peningkatan resistensi pembuluh darah.
Intervensi Rasional
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut 1. Untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan
jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan pernapasan
kulit.
2. Untuk memudahkan pasien dalam
2. Atur posisi anak dengan posisi fowler. bernapas.
3. Hindari anak dari orang yang terinfeksi. 3. Agar anak tidak tertular infeksi yang akan
memperkeruh keadaan.
4. Menurunkan kebutuhan oksigen dalam
4. Berikan istirahat yang cukup.
tubuh
5. Berikan oksigen jika ada indikasi gangguan
5. Membantu klien untuk memenuhi
pernapasan
oksigenasinya.
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian
oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
Tujuan : Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat.
Kriteria hasil : Anak akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat

Intervensi Rasional
1. Gaji toleransi pasien terhadap aktivitas 1. Jika tidak sesuai parameter, klien dikaji
menggunakan parameter berikut : Nadi : ulang untuk mendapatkan perawatan lebih
20x/mnt di atas frekuensi istirahat, catat lanjut
peningkatan TD, Nyeri dada, kelurahan berat,
berkeringat, pusing dan pingsan.
2. Persiapkan dan dukung klien untuk
2. Kaji kesiapan pasien untuk meningkatkan
melakukan aktivitas jika sudah mampu.
aktivitas.
3. Agar kalian termotivasi untuk melakukan
21

3. Dorong memajukan aktivitas. aktivitas sehingga terpacu untuk sembuh


4. Memudahkan klien untuk beraktivitas tapi
tidak memanjakan
4. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
dan anjurkan penggunaan kursi mandi
d. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya
suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
Tujuan : Memberikan support untuk tumbuh kembang.
Kriteria hasil : Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat
dan tinggi badan
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat tumbuh kembang anak. 1. Memantau masa tumbuh kembang anak.
2. Berikan stimulasi tumbuh kembang, 2. Agar anak bisa tumbuh dan berkembang
aktivitas bermain, game, nonton TV, puzzle, sebagaimana mestinya.
menggambar dll sesuai kondisi dan usia anak
3. Anggota keluarga sangat besar
3. Libatkan keluarga agar tetap memberikan pengaruhnya terhadap proses pertumbuhan
stimulasi selama dirawat dan juga perkembangan anak-anak

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada


saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul
kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- Nafsu makan klien timbul Kembali
Intervensi Rasional
1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien. 1. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
2. Mencatat intake dan output makanan klien. 2. Mengetahui perkembangan pemenuhan
nutrisi klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu
memilih makanan yang dapat memenuhi 3. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu
kebutuhan gizi selama sakit. gizi yang membantu klien membeli
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya,
4. Menganjurkan makan sedikit-sedikit tapi
usianya, tingginya, berat badannya
sering
4. Dengan sedikit tapi saling mengurangi
penekanan yang berlebihan pada lambung
BAB III
TINJAUAN KASUS
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama pasien : An “R”
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Pekerjaan : -
Alamat :jl pandang
No.RM : 876807
Tgl Masuk : 08-10-2019
Tgl Pengkajian : 08-10-2019
Diagnosa Medik : Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
b. Cara Datang
Datang Sendiri
Transportasi waktu datang : kendaraan umum
c. Alasan Masuk
1) Keluhan Utama (KU) : Sesak napas √
2) Riwayat KU : ada sesak dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
disertai batuk berlendir,tidak ada demam,riwayat tidak ada kejang ,tidak
muntah
PENGKAJIAN PRIMER
Rimary Survey Trauma Score
A. Airway a. Frekuensi Pernapasan
1. Pengkajian jalan napas 10-25 4
Bebas 25-35 3
Tersumbat >35 2 √
Palatum Mole b. usaha bernafas
jatuh Sputum (lendir) √ normal 1√
Darah Benda asing dangkal 0
a. Re-evaluasi : Tidak dilakukan c.tekanan darah sitolik
resusitasi 89 mmHg 4 √
2. Assement : - 70-89 mmHg 3

22
23

3. Masalah Keperawatan: 50-69 mmHg 2


ketidakefektifan bersihan jalan 1-49 mmHg 1
napas 00
B. Breathing d. Pengisisan Kapiler :
Fungsi pernapasan Kurang dari 2 detik
1. Dada simetris : ya e. GCS ( glasgow coma scale) :14-
2. Sesak nafas : ya 15
3. Respirasi : 40x/menit Reaksi pupil
4. Krepitasi : ya Kanan ukuran (mm): cepat
5. Suara napas : Kiri ukuran (mm) : cepat
Kanan
whezing rochi Penilaian nyeri : tidak
kiri
jelas menurun
6. Saturasi O2: 60%
7. Assement : vital sign
8. Resusitasi : tidak
dilakukan resusitasi
9. Re-evaluasi : tidak
dilakukan resusitasi
Masalah keperawatan
ketidak efektipan jalan
napas
C. sirculation
Keadaan sirkulasi
1. Tekanan darah : 100/70
mmHg
2. Hr\R: 125x/menit kuat
3. Suhu axilla: 36,5
4. Teperatur kulit: hangat
5. Gambaran kulit : lembab
6. Pengisian kapiler : kurang
dari 2 detik
7. Output urine : tidak ada
hematuria
8. Assesment : vital sign

Pengkajian sekunder
24

1. Riwayat penyakit :
Tidak ada
2. Riwayat alergi : tidak
3. Obat yang dikomsumsi sebelum masuk RS? : tidak
4. Penyakit sebelum dan riwayat hospitalisasi : tidak
5. Hal-hal kejadian yang memicu terjadinya kecederaan/penyakit?
Tidak ada hal atau keajadian yang memicu terjadinya trauma
6. Pengkajian fisik
a. Kepala
Kulit kepala : Tidak ada luka
Mata : Simetris, ada nyeri tekan
telinga : Simetris kiri dan kanan, tidak ada pendarahan
Hidung : Simetris kiri dan kanan, ada pendarahan
Mulut dan gigi : Kurang bersih,
Wajah : simetris
b. Leher : Tidak ada pembengkakan vena jugularis, tidak pembesaran
kalenjar tiroid
c. Dada/ thoraks
1) Paru-paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vocal fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vasikular
2) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak trauma pada dada
Auskultasi : S1/S2 reguler
d. Abdomens
Inspeksi : Tidak ada luka
Palpasi : Tidak teraba massa
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Peristaltik usus 10 X/menit
e. Pelvis
Inspeksi : Tidak ada penonjolan
Palpasi : Kandung kemih teraba kosong
f. Genitalia : tidak ada kelainan
g. Ekstremitas : 5
h. Neurologis
Fungsi sensorik: Tidak ada kelainan
Fungsi motorik : Tidak ada kelainan
7. Tanda-Tanda Vital
25

Frekuensi Nadi : 125 x/menit


Frekuensi Nafas : 40x/menit
Tekanan darah : 100/75 mmHg
Suhu Tubuh : 36.5’C
8. Pemeriksaan laboratarium
Jenis Hasil Nilai normal satuan
pemeriksaan pemeriksaan
Hematologi
Hematologi rutin
WBC 6.8 4.00-10.0 10^3/UL
RBC 11.14 4.00-6.00 10^6/UL
HGB 21.5 12.0-16.0 gr/dl
HCT 72 37.0-48.0 %
KIMIA DARAH
Glukosa
GDS 97 140 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum 25 10-50 mg/dl
Kreatinin 0.69 L(<1.3);P(<1.1 mg/dl
Fungsi Hati
SGOT 38 <38 u/l
SGPT 14 <40 u/l
Albumin 3.9 3.5-5.0
Elektrolit
Natrium 125 136-145 Mol/l
Kalium 4.7 3.5-5.1 mmol/l
Klorida 105 97-111 mmol/l

1. Pemeriksaan Radiologi
a. Fotho thoraks
Klinis
PJB
Uraian kesan pemeriksaan :
Cardiomegaly dengan gambaran L to R
Hasil pemeriksaan :
1) Corakan vascular paru meningkat
2) Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru
3) Cor : CTI 0.52,pinggang jantung cekung, apex teeangkat (RVE)aorta
normal
4) Kedua sinus dan diafragma baik
5) Tulang-tulang intak
26

6) Jaringan lunak sekitar kesan baik


2. Terapi medikasi
1) Oksigen simple mask 4 Liter/menit
2) Infus KA’EN 3B

ANALISA DATA
No Data Masalah keperawatan
1. DS : klien mengatakan Ketidak efektivan pola napas berhubungan
sesak DO : dengan kongestik paru
a. Pernapasn
40x/menit
b. pasien Nampak
sesak
2. Ds : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
a. klien mengatakan berhubungan dengan adanya penumpukan
sesak napas sekret
b. Klien mengatakan
batuk disertai
lendir
Do :
a. klien Nampak
sesak
b. P : 40x/m
c. Klien Nampak
batuk berledir

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektivan pola nafas berhubungan dengan kongestik paru
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
penumpukan sekret

INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama pasien : An”R”
No Rm : 876807
No Diagnosa keperawatan Tujuan kriteria/hasil Intervesi keperawatan
nic
nanda Noc
1. 00032 Ketidakefektifan Setelah dilakukan (3140) Manajemen
27

pola nafas Domain 4 : tindakan keperawatan jalan napas, 15-30


Aktivitas/Istirahat 15- 30 menit, pasien menit :
akan menunjukkan:
Kelas 4 : Respons 1. Monitor status
(0415) Status
Kardiovaskular / pernafasan dan
pernapasan : oksigenasi 2. Berikan
Pulmonal DS : klien
mengatakan sesak 1. frekuensi posisi semi fowler
pernapasan dalam untuk meringankan
DO : sesak nafas
kisaran normal (16-
a. Pernapasn 40x/menit
b. pasien Nampak 20x/i)
(3320) Terapi oksigen,
sesak 2. irama penapasan
15 menit atau kurang :
dalam kisaran 1. Berikan oksigen 4
normal (reguler) liter/menit via nasal
3. suara auskultasi kanul
nafas dalam kisaran
normal (vesikuler)
4. Tidak ada
penggunaan otot
bantu nafas
5. Tidak ada sipneu
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Mengkaji kepatenan
Bersihan Jalan Napas tindakan keperawatan jalan napas
(00031) selama 1x 6 jam, 2. Monitor kecepatan,
diharpakan : Pasien irama, kedalaman
Ds :
akan menunjukkan jalan dan kesulitan
a. klien mengatakan napas pasien paten , bernafas
sesak napa dengan kriteria hasil : 3. Mengauskultasi
b. Klien mengatakan suara nafas
1. Suara napas
batuk disertai lendis 4. Kolaborasi
tambahan dengan
Do : pemberian obat dan
deviasi ringan dari
a. klien Nampak oksigenasi
kisaran normal
sesak
2. Akumulasi sputum
b. P : 40x/m
tidak ada
c. Klien Nampak
batuk berledir

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


N Hari/ Diagnosa Jam implementasi evaluasi
O
tangga keperawatan
l
28

1. 08-10- Ketidakefektifan 17.05 1) Mengobservasi Jam 21.00


2019 Pola Napas frekuensi nafas
S:-
Hasil :
pernafasan O:
klien 40x/menit
2) Mengobeservas - Klien nampak
i penggunaan sesak
otot bantu - Terpasang simple
pernafasan mask
Hasil : pasien
tidak A : Masalah belum
menggunakan teratasi

17.15 otot bantu P : Lanjutkan


pernafasan intervensi
3) Memberikan
posisi hend up 1) Mengobservasi
30 derajat Hasil frekuensi nafas
17.20 : pasien masih 2) Mengobeservasi
sesak penggunaan otot
4) Penatalaksanaa bantu pernafasan
pemberian
O2(4 3) Memberikan
liter/menit) pengembangan
Hasil : pasien dinding dada
masih nampak
sesak
2. 08-10- Ketidakefektifan 17.15 1. Memberikan Jam 20.54
2019 bersihan jalan posisi nyaman
fowler / semi S : pasien
napas
fowler Hasi : mengatakan batuk
pasien berada disertai lender
17.20 diposisi semi
O:
fowler 2.
mengajarkan teknik a. pasien Nampak
batuk efektif batuk
Hasil : pasien mau
18.00 melakukan batuk b. pasien Nampak
efektif sesak
3. memganjurkan
minum air hangat A : masalah belum
Hasil : klien dan teratasi
keluarga mau P : lanjtkan
mengikuti anjuran
29

perawat intervensi
BAB IV
PERBANDINGAN KASUS DAN TEORI
1. Pengkajian
Pengkajian cepat untuk mengedentifikasi dengan segera masalah
actual/potensial dari life threatening (berdampak terhadap kemampuan
pasien untuk mempertahankan hidup) (Musliha,2010).
a. Airway
1) Pengkajian
Pengkajian Airway pada kasus Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) adalah tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara
untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka (Thygerson, 2011).
Dapat dilihat tanda-tanda obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan secret akibat ketidakmampuan batuk secara efektif
atau kelemahan refleks batuk.tanda-tanda obstruksi jalan napas
dapat didengar suara bising yang akan membantu menentukan
derajat obstruksi yaitu gurgling (suara seperti berkumur): adanya
cairan didalam mulut atau saluran pernapasan atas, Wheezing
(mengi) yaitu bunyi seperti akibat udara melewati jalan napas yang
menyempit/tersumbat sebagian. Ronchi (Rales) adalah suara
tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran nafas
yang berisi sekret/ eksudat atau akibat saluran nafas yang
menyempit atau oleh edema saluran nafas.
Pada kasus teori tidak ditemukan yang membahas adanya
sumbatan atau berupa landir pada jalan nafas ataupun tanda-tanda
sumbatan pada jalan nafas dimana pasien mengalami sesak nafas
dan terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronkhi.

30
31

Pada kasus An.R saat pengkajian ditemukan adanya batuk


yang dialami selama kurang lebih Dua minggu dan disertai dengan
lender, tidak ada suara napas tambahan ronkhi .
Airway pada teori dan kasus pada An R penyakit jantung
bawaan (PJB), didapatkan gangguan jalan nafas, sehingga dapat
disimpulkan ada kesenjangan antara teori dan kasus yang
didapatkan pada An. R yang ditemukan di RSUP Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
b. Breathing
1) Pengkajian
Menurut Wilkinson & Skinner, 2000 dikutip oleh (rini,
2013) pengkajian breathing pada pasien antara lain :Look, listen
dan feel lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
Tanda-tanda umum adanya distress pernapasan: Takipnue,
penggunaan otot bantu pernafasan, dispneu, pola pernapasan yang
tidak teratur, kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi
paru, pengembangan dada, retraksi dada dan Auskultasi untuk
adanya : suara abnormal pada dada.
Pada kasus teori yang diperoleh Kurniawan (2015) dalam
penelitiannya mengatakan penyakit jantung bawaan merupakan
suatu penyakit kelainan jantung dimana paling sering ditemukan
pada bayi dan anak. Menurut Ruslie & Darmadi (2013), keluhan
utama pada pasien dengan penyakit jantung bawaan ditandai
dengan adanya nafas sesak, pucat, berkeringat, ujung-ujung jari
hiperemik, cepat lelah dan dispnea
Pada kasus An .R saat pengkajian ditemukan tidak adanya
kesenjagan teori dan kasus. Menurut analisa penulis keluhan yang
terdapat pada An.R tersebut seperti sesak nafas, lemah dan tampak
pucat itu sesuai dengan teori yang ada. Sesak nafas terjadi karena
duktus yang masih terbuka menyebabkan darah dari aorta ke arteri
pulmonalis menuju ke paru-paru dan seharusnya mengalir ke
32

seluruh tubuh, namun kembali ke paru-paru sehingga memenuhi


pembuluh darah paru, akibatnya beban kerja paru meningkat maka
terjadilah hipertensi pulmonalis dan menyebabkan pertukaran
oksigen tidak adekuat.
Breathing pada teori dan kasus An.R didapatkan gangguan
pada bagian pernafasan sehingga dapat disimpulkan tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus yang didapatkan pada An. R
yang ditemukan di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar.
c. Circulation
1) Pengkajian
Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskuler), yaitu
fungsi jantung dan pembuluh darah.Seringkaali terdapat gangguan
irama, adanya thrombus, atau gangguan tekanan darah yang harus
ditangani secara cepat. Pada pengkajian ini meliputi tingkat
kesadaran: kadang terjadi penurunan kesadaran, warna kulit, nadi,
dan hipotensi/hipertensi, takikardia, takipnea, pucat, ekstremitas
dingin, penurunan capillary refill time.
Pada kasus An. R didapatkan tingkat kesadaran pasien:
GCS 15 composmentis, Nadi 125 kali/menit, capillary refill time<
2 detik. Hal ini menunjukan tidak adanya tanda-tanda gangguan
sirkulasi. Dimana secara teori terdapat akral dingin, pucat ,
gagguaan bagian perifer > 3 detik CRT.
Circulation pada teori didapatkan gangguan pada bagian
sirkulasi darah sedangkan kasus pada An R (PJB) tidak didapatkan
gangguan pada bagian sirkulasi darah , sehingga dapat disimpulkan
ada kesenjangan antara teori dan kasus yang didapatkan pada An.
R yang ditemukan di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar
karena penanganan pemberian O2 yang cepat sehinnga aliran darah
ke perifer terpenuhi sehingga tidak menimbulkan suatu masalah.
d. Disability
1) Pengkajian
33

Pada teori pengkajian disability dilakukan penilaian


terhadap tingkat kesadaran: kadang terjadi penurunan kesadaran,
serta ukuran dan reaksi pupil. Penilaian disability melibatkan
evaluasi fungsi system saraf pusat. Dilakukan penilaian dengan
cepat pada tingkat kesadaran pasien dengan mengunakan skala
AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
V - vocalises, merespon suara dengan tepat yang sesuai atau
mengeluarkan suara yang bisa dimengerti
P - responds to pain only(harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas atas dan bawah yang digunakan untuk mengkaji untuk
merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal
Pada kasus An. R didapatkan tingkat kesadaran pasien:
Composmentis dengan GCS: 15 (E4,V5,M6) tidak didapatkan
penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses pikir dan disorientasi, klien tidak sering mengalami kejang.
Hal ini menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.
e. Exposure
1) Pengkajian
Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada bagian
tubuh yang paling berkonstribusi pada status penyakit pasien.
Menurut Musliha (2010). Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos
pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut
hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
34

ulang biasanya ditemukan keadaan hipertermi/hipotermi


(Thygerson, 2011)
Pada kasus An .R secara umum tidak ditemukan masalah
pada pengkajian exposure .Hal ini menunjukkan tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus. Kurniawan (2015)
dalam penelitiannya mengatakan penyakit jantung bawaan
merupakan suatu penyakit kelainan jantung dimana paling sering
ditemukan pada bayi dan anak. Menurut Ruslie & Darmadi (2013),
keluhan utama pada pasien dengan penyakit jantung bawaan
ditandai dengan adanya nafas sesak, pucat, berkeringat.
Exposure pada teori dan kasus pada An R penyakit jantung
bawaan (PJB) tidak didapatkan peningkatan suhu tubuh, sehingga
dapat disimpulkan ada kesenjangan antara teori dan kasus yang
didapatkan pada An. R yang ditemukan di RSUP Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
2. Diagnosa keperawatan
Pada penegakan diagnosa didapatkan ada kesenjangan antara teori dan
kasus, pada kasus didapatkan 2 diagnosa, yaitu :
a) Ketidakefektifan pola napas
b) Ketidakefektifan bersihan jalan napas.
sesuai dengan yang didapatkan pada teori diagnosa yang biasanya
muncul pada penderita PJB, yaitu :
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
afterload, perubahan kontraktilitas, perubahan preload,dan
perubahan volume darah sekuncup.
b) gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi.
c) ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kongesti paru.
d) ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurang suplai oksigen ke jaringan.
35

Ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus, dalam teori


didapatkan 5 diagnosa seperti yang tertera diatas sedangkan dalam kasus
didapatkan 2 diagnosa dimana 1diagnosa sesuai dengan teori sedangkan
satu diagnosanya tidak ditemukan dalam teori.
a) Berdasarkan kasus yang peneliti temuka diagnosa utama yang penelitia
angkat untuk An.R yaitu .
Diagnosa pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kongesti
paru ditandai dengan Ibu.H mengatakan nafas An.R bertambah sesak
saat batuk, anak tampak sesak nafas,, terdengar suara tambahan redup
saat di perkusi dan ronki saat di auskultasi, tidak tampak retraksi
dinding dada, terpasang oksigen 4 liter permenit dan nafas: 40 kali
permenit.
Nursalam (2013), pada anak yang mengalami kesulitan nafas atau
sesak nafas sering didapatkan tanda-tanda adanya retraksi otot bantu
nafas, pernafasan cuping hidung, dan nafas cepat. Sementara pada bayi
sering ditandai dengan minum atau menyusu yang sering berhenti,
sesak nafas yang sering timbul bila melakukan aktifitas yang lama dan
intensif.
Menurut analisa peneliti diagnosa yang ditegakkan saat penelitian
pada An. R yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kongesti
paru karena adanya peningkatan beban kerja jantung maka jika anak
tersebut beraktifitas maka ia akan bertambah sesak. Hal tersebut terjadi
karena kurangnya suplai oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh.
b) Diagnosa kedua yang diangkat oleh peneliti pada kasus An.R adalah
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas dimana diagnosa ini
diangkat karna adanya batuk disertai lendit yang dialami sejak kurang
lebih 2 minggu. Tetapi diagnosa ini tidak ada temukan pada teori atau
tidak ditemukan yang membahas diagnosa tersebut dalam penyakit
jantung baawan (PJB).
Diagnosis keperawatan merupakan respon pasien terhadap
perubahan patologis dan fisiologis, dimana perubahan itu timbul akibat
36

dari proses penyakit yang setiap orang akan mengalami suatu


perubahan yang berbeda sehingga kesenjangan antara teori dan studi
kasus dapat terjadi
3. Intervesi keperawatan
Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan
teori, dari diagnose keperawatan yang muncul pada kasus, tindakan yang
dilakukan selama kurang lebih 6 jam dengan intervensi yang telah peneliti
susun.
a) Rencana tindakan keperawatan pada An.R untuk diagnose utama yaitu
ketidakefektifan pola napas, intervensi yang dilakukan yaitu :
1) monitor vital sign, yaitu memonitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
pernafasan, memberikan posisi nyaman.
2) terapi oksigen dengan mempertahankan jalan nafas yang paten
Rilantono (2013) melakukan tindakan memonitor tandatanda vital
untuk mengetahui kondisi pasien dari tekanan darah, pernafasan,
nadi dan suhu yang dialami pasien. Mengkaji capillary refill untuk
mengetahui suplai oksigen sampai ke ujung-ujung jari,
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai dengan
kebutuhan pasien dan mampu mengurangi gejala-gejala yang
dialami pasien.
Rilantono (2013) melakukan tindakan memonitor
tandatanda vital untuk mengetahui kondisi pasien dari tekanan
darah, pernafasan, nadi dan suhu yang dialami pasien. Mengkaji
capillary refill untuk mengetahui suplai oksigen sampai ke ujung-
ujung jari, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
sesuai dengan kebutuhan pasien dan mampu mengurangi gejala-
gejala yang dialami pasien.
b) Rencana tindakan keperawatan pada An.R untuk diagnosa kedua
adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas, intervensi yang dilakukan
yaitu :
1) Mengkaji kepatenan jalan napas
37

2) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas


3) Mengauskultasi suara nafas
4) Kolaborasi pemberian obat dan oksigenasi
Pada kasus An. R penetapan tujuan dan kriteria hasil serta
intervensi keperawatan, penulis berpedoman penuh pada NOC dan
NIC yang telah direncanakan pada teori sehingga tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus. Tinjauan kasus yang dilaksanakan
atas dasar teori yang di buat bab II dan intervensi yang diberikan
disesuaikan dengan kondisi pasien dan lingkungan.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Untuk sesuksesan
pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
Dalam kasus An.R implementasi keperawatan dilakukan 1 hari.
Implementasi diberikan berdasarkan keluhan utama pasien dan melihat
kondisi pasien bukan berdasarkan urutan intervensi dan diagnosa yang
ada.
Implementasi keperawatan yang diberikan pada An. R dengan kasus PJB
antara lain :
a. Ketidakefektifan pola napas
Implementasi keperawatan dengan diagnose pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan kongesti paru adalah menghitung frekuensi nadi,
menghitung frekuensi pernafasan dalam satu menit, melakukan
38

penilaian capilary refill time, memonitor pemberian oksigen,


mendegarkan suara nafas, Memonitori TTV secara rutin, Memonitori
sesak nafas dan kelelahan pasien.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
1. Mengkaji kepatenan jalan napas
2. Monitor kecepatan, irama, dan kesulitan bernafas
3. Mengauskultasi suara nafas
4. Memberikan posisi nyaman fowler / semi fowler
5. mengajarkan teknik batuk efektif
6. memganjurkan minum air hangat
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan
merupakan dasar pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan
tindakan keperawatan dan sekaligus dan merupakan alat untuk melakukan
pengkajian ulang dalam upaya melakukan modifikasi/revisi diagnosa dan
tindakan.
Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tindakan pemberian asuhan
yang disebut sebagai evaluasi proses dan evaluasi hasil yang dilakukan
untuk menilai keadaan kesehatan klien selama dan pada akhir perawatan.
Evaluasi dicatatan perkembangan klien. Dilakukan secara cepat,
terus menerus dan dalam waktu yang lama untuk mencapai keefektifan
masing-masing tindakan/ terapi, secara terus-menerus menilai kriteria hasil
untuk mengetahui perubahan status pasien.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis prioritas
pemenuhan kebutuhan tetap mengacu pada hirarki kebutuhan dasar
Maslow dengan tidak meninggalkan prinsip holistic bio-psiko-sosio dan
spritual.
Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dilaksanakan karena kasus
semua, sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat dilaksanakan karena
dapat diketahui keadaan pasien dan masalahnya secara langsung.
39

1) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ± 6 jam tujuan belum


tercapai semua dan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum
teratasi karena masih terdapat lendir danpasien masih dibantu
2) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ± 6 jam masalah
ketidakefektifan polaa napas belum teratasi ditandai denganpasien masih
sesak pernapasan : 40 x/menit menggunakan O2(simple maks).
Berdasarkan kasus pada dengan PJB diperoleh hasil Evaluasi keperawatan,
selama 6 jam implementasi yang diberikan masalah keperawatan belum
teratasi yakni ketidakefektifan pola napas dan ketidakefektifan bersihan
jalan napas sehingga akan dilakukan perawatan lanjutan di ruang
perawatan.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk
menutup setelah kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan
menutup dua hingga tiga hari setelah bayi dilahirkan.Adapun beberapa bentuk
manifestasi klinis PDA yang mempunyai beberapa perbedaan, tergantung dari
klasifikasi PDA, yaitu PDA kecil, PDA sedang atau moderat, PDA besar, dan
PDA besar dengan hipertensi pulmonal.Terdapat beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk mendiagnosis PDA, antara lain pemeriksaan radiologi,
elektrokardiografi, ekokardiografi, serta kateterisasi dan angiokardiografi.
Terdapat beberapa jenis terapi untuk menangani kasus – kasus PDA, yaitu terapi
medikamentosa, terapi bedah, dan penutupan secara transkateter.
Adapun faktor yang bertanggung jawab atas PDA belum dimengerti sepenuhnya.
Prematuritas secara jelas meningkatkan insidensi PDA dan hal ini lebih
disebabkan oleh faktor-faktor fisiologis yang berhubungan dengan prematuritas
dari pada abnormalitas ductus.

40
DAFTAR PUSTAKA

Dice J E, Bhatia J. Patent Ductus Arteriosus : An Overview. The Journal Of


Pediatric Pharmacology and Therapeutics. 2007 Sep 1;12(3):138-46.
Khalid, O. M., & Busse, J. (2011). Patent Ductus Arteriosus. In Heart Diseases in
Children (pp. 113-121). Springer, Boston, MA.
Kumar, Rajiv K., and Amrita C. Nair. "Coil occlusion of the large patent ductus
arteriosus." Images in paediatric cardiology 10.1 (2008)
MARCDANTE, Karen; KLIEGMAN, Robert M. Nelson essentials of pediatrics
e-book. Elsevier Health Sciences, 2014.
Obladen, M., & Koehne, P. (Eds.). (2005). Interventions for Persisting Ductus
Arteriosus in the Preterm Infant: With 7 Tables. Springer Science & Business
Media.
Rudolph, Abraham. Congenital diseases of the heart: clinical-physiological
considerations. John Wiley & Sons, 2011.
Sastroasmoro S, Madiyono B. Penyakit Jantung Bawaan. In: Sastroasmoro
S,Madiyono B editors. Kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia;1994.p:165-233.
Sondheimer HM, et al. Cardiovascular Diseases. In : Hay WW, Levin
MJ,Sondheimer JM, Deterding RR, editors. Lange: Current Pediatric Diagnosis
and Treatment in Pediatrics 19th Edition. USA: The McGraw-Hill
Companies;2009.p:535-8.
Willy,Tjin.2018.Patent ductus arteriosus https://www.alodokter.com/patent-
ductus-arteriosus Diakses pada tanggal 16/09/2021
Walsh, W. P., C. I. Berul, and J. K. Triedman. "Cardiac Arrhythmias. Keane JF,
Lock JE, Fyler DC, editors. Nadas' Pediatric Cardiology." (2006).
Wilkinson, J., & Ahern, n. R. (2013). Buku Saku Diagnosis keperawatan edisi 9
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC
Yarrabolu, T. R., & Rao, P. S. (2012). Transcatheter closure of patent ductus
arteriosus. Pediatr Therapeut, 5(005), 1-8.

41

Anda mungkin juga menyukai