Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Tn.

P Dengan Penyakit
CEDERA KEPALA RINGAN Di Ruang CEMPAKA RSUD KABUPATEN
BULELENG.

NAMA : NI KADEK JULIAWATI

NIM : 17089014043

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

S1 KEPERAWATAN

2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Cedera kepala (trauma kepala) adalah kondisi dimana struktur kepala mengalami
benturan dari luar dan berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Beberapa
kondisi pada cedera kepala meliputi luka ringan, memar di kulit kepala, bengkak,
perdarahan, dislokasi, patah tulang tengkorak dan gegar otak, tergantung dari
mekanisme benturan dan parahnya cedera yang dialami.

Berdasarkan tingkat keparahannya, cedera kepada dibagi menjadi tiga, yaitu


cedera kepala ringan, sedang, dan berat. Cedera kepala ringan dapat menyebabkan
gangguan sementara pada fungsi otak. Penderita dapat merasa mual, pusing, linglung,
atau kesulitan mengingat untuk beberapa saat. Penderita cedera kepala sedang juga
dapat mengalami kondisi yang sama, namun dalam waktu yang lebih lama.
Bagi penderita cedera kepala berat, potensi komplikasi jangka panjang hingga
kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan tepat. Perubahan perilaku dan
kelumpuhan adalah beberapa efek yang dapat dialami penderita dikarenakan otak
mengalami kerusakan, baik fungsi fisiologisnya maupun struktur anatomisnya.
Selain itu, cedera kepala juga dapat dibedakan menjadi cedera kepala terbuka dan
tertutup. Cedera kepala terbuka adalah apabila cedera menyebabkan kerusakan pada
tulang tengkorak sehingga mengenai jaringan otak. Sedangkan cedera kepala tertutup
adalah bila cedera yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan pada tulang tengkorak,
dan tidak mengenai otak secara langsung.
2. Penyebab

Keparahan cedera akan tergantung dari mekanisme dan kerasnya benturan yang
dialami penderita.
Berikut adalah serangkaian aktivitas atau situasi yang dapat meningkatkan risiko
cedera kepala:

 Jatuh dari ketinggian atau terpeleset di permukaan yang keras.


 Kecelakaan lalu lintas.
 Cedera saat berolahraga atau bermain.
 Kekerasan dalam rumah tangga.
 Penggunaan alat peledak atau senjata dengan suara bising tanpa alat
pelindung.
 Shaken baby syndrome, atau sindrom yang terjadi saat bayi diguncang secara
kasar atau berlebihan.

Meskipun cedera kepala dapat terjadi pada semua orang, risiko cedera kepala dapat
meningkat saat seseorang sedang dalam usia produktif dan aktif seperti 15-24 tahun,
atau lansia berusia 75 tahun ke atas. Bayi yang baru lahir juga rentan mengalami
kondisi ini hingga berusia 4 tahun.
3. Patofisiologi

Cedera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cedera kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Cedera bervariasi
dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak,
disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung
maupun tidak langsung pada kepala. Trauma tak langsung disebabkan karena
tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik
leher. Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya
akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak
jaringan syaraf. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya.
Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi,
goresan, atau tekanan. Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.
Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi
serebral dikurangi atau tidak ada pada area cedera, konsekuensinya meliputi
hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) .Pengaruh umum cedera kepala juga bisa
menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan
otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat
menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak .

4. Gejala klinis

Gejala yang dialami penderita cedera kepala berbeda-beda sesuai dengan


keparahan kondisi. Tidak semua gejala akan langsung dirasakan sesaat setelah cedera
terjadi. Terkadang gejala baru muncul setelah beberapa hari hingga beberapa minggu
kemudian.
Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat dialami oleh penderita cedera kepala
ringan:

 Kehilangan kesadaran untuk beberapa saat.


 Terlihat linglung atau memiliki pandangan kosong.
 Pusing.
 Kehilangan keseimbangan.
 Mual atau muntah.
 Mudah merasa lelah.
 Mudah mengantuk dan tidur melebihi biasanya.
 Sulit tidur.
 Sensitif terhadap cahaya atau suara.
 Penglihatan kabur.
 Telinga berdenging.
 Kemampuan mencium berubah.
 Mulut terasa pahit.
 Kesulitan mengingat atau berkonsentrasi.
 Merasa depresi.
 Perubahan suasana hati.
Sedangkan pada penderita cedera kepala sedang hingga berat, berikut ini adalah
gejala yang dapat dialami:

 Kehilangan kesadaran selama hitungan menit hingga jam.


 Pusing hebat secara berkelanjutan.
 Mual atau muntah secara berkelanjutan.
 Kehilangan koordinasi tubuh.
 Kejang.
 Pelebaran pupil
 Terdapat cairan yang keluar melalui hidung atau telinga.
 Tidak mudah bangun saat tidur.
 Jari-jari tangan dan kaki melemah atau kaku.
 Merasa sangat bingung.
 Perubahan perilaku secara intens.
 Cadel saat berbicara.
 Koma.

5. Klasifikasi
.Berdasarkan mekanismenya:
1.Tertutup 
2.Terbuka .
 
Berdasarkan kerusakan jaringan otak :
 
1. Komosio Serebri ( Gagar Otak ) : gangguan fungsi neurologi ringan tanpa
adanya kerusakanstruktur otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10
menit atau tanpa disertai amnesiaretrograt, mual, muntah, nyeri kepala. b.
2. Kontusio Serebri ( Memar ) : gangguan fungsi neurologi disertai kerusakan
jaringan otak tetapikontinuitas otak masih utuh, hilangnya kesadaran lebih
dari 10 menit.c.
3. Laserasio Serebri : gangguan fungsi neurologi disertai kerusakan otak yang
berat dengan fraktur tengkorak terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari
rongga intracranial.2.
 
Berdasarkan berat ringannya cidera kepala :
 
1. Cidera Kepala Ringan : jika GCS antara 15-13, dapat terjadi kehilangan
kesadaran kurang dari30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau
hematom. b.
2. Cidera Kepala Sedang : jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30
menit-24 jam,dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.c.
3. Cidera Kepala Berat : jika GCS antara 3- 8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, biasanya disertaikontusio, laserasi atau adanya hematom, edema serebral.
6. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada trauma kepala, yaitu:
 
1. Radiografi cranium, untuk mencari adanya fraktur, jika pasiem
mengalami gangguan kesadaran sementara atau persisten setelah
cidera, adanya tanda fisik eksternal yang menunjukan
fraktur  pada basis kranii, fraktur facialis, atau tanda neurologis fokal l
ainnya. Fraktur cranium padaregion temporapareital pada pasien yang
tidak sadar menunjukan kemungkinan hematomekstradural, yang
disebabkna oleh robekan arteri meningeral media.2.
2. CT-Scan cranial, segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat
kesadaran atau jika terdapatfraktur cranium yang disertai kebingungan
kejang, atau tanda neurologis fokal.

7. Komplikasi

Penderita cedera sedang hingga kepala berat sangat rentan mengalami komplikasi,
baik sesaat setelah trauma atau beberapa minggu setelahnya jika tidak ditangani
dengan baik. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:

 Penurunan kesadaran, seperti penurunan kesadaran hingga koma, kematian sel


otak (brain death), locked-in syndrome, dan kondisi
 Kejang-kejang berulang atau disebut juga dengan epilepsi pasca-trauma.
 Kerusakan saraf yang dapat memicu masalah lainnya seperti kelumpuhan otot
wajah, penglihatan ganda hingga kehilangan kemampuan melihat, sulit
menelan, dan kerusakan pada indra penciuman.
 Kerusakan pembuluh darah yang berpotensi memicu stroke dan pembekuan
darah.
 Infeksi akibat bakteri yang masuk diantara luka atau tulang yang patah. Jika
tidak diobati, kondisi ini dapat menyerang sistem saraf lainnya dan
menyebabkan penyakit meningitis.
 Pembendungan cairan otak di mana cairan serebrospinal terkumpul pada
ruang ventrikel otak dan menimbulkan peningkatan tekanan otak.
 Penyakit degenerasi otak, meliputi demensia pugilistika, penyakit Alzheimer,
dan penyakit Parkinson.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

A. Biodata

Identitas Klien

1. Nama 

2.Umur

3.Jenis kelamin

4.Agama

5.Pendidikan

6.Pekerjaan

7.Status kawin
B. Riwayat kesehatan

1.Riwayat Kesehatan

Dahulu Riwayat pasien terdahulu

2.Riwayat Kesehatan

Sekarang Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan


klien saat ini

3.Riwayat Kesehatan

Keluarga Keluarga pasien ada yang menderita penyakit


yang sama dengan pasien.

C. Pengkajian Keperawatan

1. Persepsi dan penanganan kesehatan


a. Perawat perlu mengkaji persepsi pasien mengenai
kesehatannya
b. Pentingnya sehat bagi pasien dan apa kiat yang dilakukan
untuk tetap sehat
c. Kaji penanganan pertama pasien saat sakit
d. Observasi persepsi klien mengenai penyebab sakitnya
e. Tanyakan apakah pasien alergi obat, sudah dites atau belum
f. Tanyakan apakah pasien perokok atau atau suka
mengkonsumsi obat
g. Tanyakan apakah pasien sedang atau terbiasa
mengkonsumsi obat steroid
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
a) Perawat perlu mengkaji tipe kualitas, kuantitas,
frekuensi makan dan minum
b) Tanyakan apakah pasien diet
c) Tanyakan selera makan pasien, mual, muntah, sejak
kapan, kapan saja dan cara untuk mengatasi mual
d) Tanyakan pasien mengkonsumsi obat penambah nafsu
makan atau tidak
e) Tanyakan apakah keluarga pasien ada keluarga pasien
yang diderita.
f) Kaji BB pasien 6 bulan belakangan

3. Eliminasi
a. Kaji karakter, frekuaensi, konsistensi BAK, BAB
b. Tanyakan apakah pasien memakai bantuan eliminasi
c. Tanyakan apakah pasien sering mengkonsumsi
laksativ / diuretik?
d. Kaji cara eliminasi dan kesulitan eliminasi
e. Tanyakan apakah pasien mengeluarkan darah atau
mukus dalam eliminasi

4. Aktivitas dan Latihan


a. Tanyakan aktivitas pasien
b. Tanyakan apakah pasien mengalami sesak nafas saat
latihan
c. Berikan rentang aktivitas
0-Mandiri
1-Dengan alat bantu
2-Dengan bantuan orang lain
3-Orang lain +alat bantu
4-Bergantung
d. Kaji TD,RR, N, T saat aktivitas, kedalaman dan
frekuensi nafas

5. Tidur dan Istirahat


a. Observasi pola tidur, lama, hal-hal yang mengganggu
tidur pasien
b. Tanyakan apakah terbiasa minum obat tidur
c. Kaji posisi tidur pasien
d. Kaji waktu tidur malam dan siang

6. Kognitif- perseptual
a. Kaji gangguan penglihatan, pendengaraan, indera
perabaan
b. Kaji nyeri, lokasi, intensitas, yang memperberat
c. Kaji status kesadaran pasien
7. Persepsi Diri – Konsep Diri
a. Kaji bagaimana pasien memandang dirinya
b. Kaji tingkat kecemasan, ketakutan pasien
c. Minta pasien menggambarkan dirinya

8. Pola Peran – Hubungan


a. Kaji struktur keluarga pasien
b. Cara hidup, teman dekat
c. Tanyakan peran pasien dikeluarga, sekolah, dan
masyarakat
d. Kaji kesulitan pasien terhadap peran

9. Seksual = reproduksi
a. Kaji bagaimana pola seksual pasien

10. Koping – Toleransi


a. Kaji sumber stress
b. Tanyakan krisis saat ini
c. Metode koping stress

11. Agama dan Kepercayaan


a. Tanyakan sejauh apa peran agama bagi pasien
b. Bagaimana agama merefleksikan kedalam dirinya

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Nyeri akut b.d agen injury fisik
2. Deficit self care b.d kerusakan mobilitas fisik dan intoleransi
aktivitas
3. Rencana Asuhan Keperawatan
INTERVENSI

N Diagnose Noc Nic Rasional


o kep
1 Nyeri akut 1.  Nyeri terkontrol O: observasi -. Mengetahui
b.d agen 2.  Tingkat Nyeri Ttv status keadaan px
injury fisik 3.  Tingkat - Observasi
kenyamanan ketidaknyamana -. Melakukan
Setelah dilakukan n secara verbal intervensi
asuhan keperawatan dan non verbal selanjutnya
selama …. x 24 -. Kaji keluhan
jam,dengan kriteria nyeri, lokasi, -. Membuat px
hasil: karakteristik, merasa aman dan
1.  Mengontrol nyeri, onset/durasi, nyaman
de-ngan indikator: frekuensi,
–          Mengenal kualitas, dan -. Memposisikan px
faktor-faktor beratnya nyeri.
penyebab -. Memastikan px
–          Mengenal -. N: Gunakan untuk tidak banyak
onset nyeri strategi bergerak agar tidak
–          Tindakan komunikasi yang terjadi nyeri yang
pertolong-an non efektif untuk berkelanjutan
farmakologi mengetahui
–          respon
Menggunakan anal- penerimaan klien
getik terhadap nyeri.
–          Melaporkan Sediakan
gejala-gejala nyeri lingkungan yang
kepada tim nyaman.
kesehatan. -.   Kurangi
–          Nyeri faktor-faktor
terkontrol yang dapat
2.  Menunjukkan menambah
tingkat nyeri, dengan ungkapan nyeri.
indikator: -.   Ajarkan
–          Melaporkan penggunaan
nyeri tehnik relaksasi
–          Frekuensi sebelum atau
nyeri sesudah nyeri
–          Lamanya berlangsung
episode nyeri
–          Ekspresi
nyeri; wa-jah C: Kolaborasi
–          Perubahan dengan tim
respirasi rate kesehatan lain
–          Perubahan untuk memilih
tekanan darah tindakan selain
–          Kehilangan obat untuk
nafsu makan meringankan
3.   Tingkat nyeri.
kenyamanan, dengan
indicator :
–          Klien
melaporkan
kebutuhan tidur dan
istirahat tercukupi

2 Deficit self Perawatan diri : O: observasi ttv -. Mengetahui


care b.d (mandi, Makan tindakan
kerusakan Toiletting, N; Membantu selanjutnya
mobilitas berpakaian) perawatan diri
fisik dan Setelah diberi klien Mandi, -. Diharapkan px
intoleransi motivasi perawatan makan  dan dapat memenuhi
aktivitas selama ….x24  jam, toiletting kebutuhan dirinya
ps mengerti cara
memenuhi ADL -. Agar kemampuan
secara bertahap E: ajarkan dan dalam melakukan
sesuai kemam-puan, damping px self care bisa
dengan kriteria : untuk terpenuhi.
·     Mengerti secara melakukannya
seder-hana cara  sendiri.
mandi, makan, C: kolaborasikan
toileting, dan dengan tim
berpakaian serta mau medis lainnya.
mencoba se-cara
aman tanpa cemas
·     Klien mau
berpartisipasi dengan
senang hati tanpa
keluhan dalam
memenuhi ADL

Anda mungkin juga menyukai