Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN

DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

DI RUANG CEMPAKA RSUD

KAB. BULELENG

Luh Putu Candra Kusuma Wardani

17089014018

S1 Keperawatan (4A)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2019

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah istilah untuk berbagai


penyakit paru-paru yang mempengaruhi pernapasan. Ini merujuk ke penyakit
paru-paru yang kronis, progresif dan kebanyakan tidak dapat dipulihkan.
Penyakit paru-paru yang paling umum yang termasuk dalam istilah ini yaitu
emfisema dan bronchitis kronis. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
merusak saluran pernapasan yang membawa udara ke paru-paru.

Dinding saluran pernapasan menjadi menyempit dan bengkak, sehingga


menghalangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru. Sebagian
bentuk Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat melukai paru-paru dan
menyebabkan peningkatan resistensi saluran pernapasan. Bentuk lainnya dapat
membangkitkan sekresi dahak secara berlebihan sehingga paru-paru tidak
mampu membersihkannya.

PPOK akut dengan eksaserbasi menurut definisi GOLD yaitu suatu


keadaan penyakit yang ditandai dengan perubahan pada kondisi pasien, yaitu
terjadi dispnea, batuk, dan atau sputum yang melebihi normal dari hari ke hari,
yang mana dapat terjadi serangan akut, dan memungkinkan perubahan medikasi
pada pasien tergantung pada keadaan yang mendasarinya (Wedzicha, 2009).

2. Epidemiologi

Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa


hipersekresi mukusmerupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada
PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme
pertahanan akan hipersekresi mukus di dapatisebanyak 15-53% pada pria paruh
umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanitasebanyak 8-22%
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa
menjelang tahun 2 0 2 0  prevalensi PPOK akan meningkat sehingga
sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnyameningkat dari ke-12 menjadi ke-5
dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya jugameningkat dari ke-6 menjadi
ke-3. Di Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat padanegara-negara
Eropa Barat seperti Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-
negaraEropa Selatan seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China
memiliki kejadianterendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah
dan tertinggi mencapai empatkali lipat
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK
sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana
Hongkong dan Singapuradengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5%
dan Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri  belumlah memiliki data
pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan RumahTangga
Depkes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma
bronkhialmenduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah
partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel
gas ini termasuk :
1. Asap Rokok
a. Perokok aktif
b. Perokok aktif
2. Polusi Udara
a. Polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. Polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu
jalanan
3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. Infeksi saluran nafas bawah berulang
4. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari
tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa
pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi
terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas.
Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah
kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan
parameter volume ekspirasi paksa detik pertama dan rasio volume
ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen
asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus.
Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi
yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran
udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam
paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009). Berbeda dengan asma yang
memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler
pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan
Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi
dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar,
2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi
berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,
bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan
dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003)
Faktor predisposisi

Edema, spasme bronkus,peningkatan secret bronkus

Bersihan jalan nafas obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi


tidak efektif
Udara terperangkap dalam alveolus

PaO2 rendah sesak nafas pendek

PaO2 tinggi

Pola nafas tidak


Gangguan metabolisme jaringan efektif

Metabolisme anaerob
Gangguan
Produksi ATP menurun pertukaran gas

Defisit energi

Lelah,lemah

Intoleransi
aktivitas

5. Kasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
1. Bronchitis Kronis
a. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai
dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk
sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun
berturut-turut. 
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus,
haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi
besar, yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence"
dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi
timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai
dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara.
Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus
yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil
dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis
mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi
biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan
mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan
nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio
ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan
PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai
PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia,
maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat
penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF.
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran
dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar
(Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
c. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh
bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan
ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Anoreksia
8) Penurunan BB
9) Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang
meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam
rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas
yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan  
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada
(dada terasa berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
6. Gejala Klinis
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1. Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
2. Barrel chest
3. (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Hipertropi otot bantu napas
6. Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat, denyut vena
jugularis i leher dan edema tungka
b. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
d. Auskultasi
suara napas vesikuler normal, atau melemahterdapat ronki dan
atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksaekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh
8.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan
garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju
apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada
yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi,
pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih
sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru Pada bronchitis kronik terdapat
VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory
flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan
hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada
emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi
hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi
vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia
menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah  jantung kanan

9.Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas
dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisik

B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus

10.Tindakan Penanganan
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
 Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP
 Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1pred) <
80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
 VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit.
 Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
 Uji bronkodilator
 Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
 Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai
awal dan < 200 ml
 Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
 Hiperinflasi
 Hiperlusen
 Ruang retrosternal melebar
 Diafragma mendatar
 Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye
drop appearance)
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
 Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional(KRF),
Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT
meningkat
 DLCO menurun pada emfisema
 Raw meningkat pada bronkitis kronik
 Sgaw meningkat
 Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
 Sepeda statis (ergocycle)
 Jentera (treadmill)
 Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus,pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per
hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid
5. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
 Gagal napas kronik stabil
 Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
 CT - Scan resolusi tinggi
 Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat
emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks
polos
 Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang
ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan
9. Bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan
Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola
kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada
penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada
emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi
antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
11.Komplikasi
1. Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2
kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada
awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2
(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique,
lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory Infeksi pernafasan akut disebabkan karena
peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos
bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat
penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea
berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis
kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah
ini
B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien, nama, tanggal lahir, alamat, agama, suku, jenis kelamin,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Identitas penanggujawab
c. Riwayat kesehatan
 Riwayat penyakit
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga
d. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Arti sehat dan sakit bagi pasien
 Pengetahuan tentang kesehatan
 Pemeriksaan diri sendiri
 Perilaku untuk mengatasi masalah tentang kesehatan
2. Pola Metabolik
Mengkaji napsu makan pasien, mengkaji jumlah makan dan minum
pasien, kaji kepuasan berat badan pasien.
3. Pola Aktivitas
Kaji olahraga pasien, penggunaan alat bantu, kemampuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
4. Pola Istirahat dan Tidur
Kaji tidur sehari-hari, penggunaan alat tidur
5. Pola Kognitif
Keyakinan terhadap nyeri, identitas personal, kaji keadaan fisik dan
harga diri.
6. Pola Peran-Hubungan
Kaji gambaran yang berkenaan dengan keluarga, kepuasan ketidak
puasan, menjalankan peran, efek terhadap struktur kesehatan pentingnya
keluarga.
7. Pola Seksual dan Reproduksi
Kaji masalah atau keterkaitan dengan seksual, gambaran perilaku seksual
efek terhadap kesehatan.
8. Pola Persepsi Diri
Gangguan citra diri akibat penumpukan sekret yang mengakibatkan
berludah atau pengeluaran sekret setiap saat.
9. Pola Manajemen Koping Stres
Pencetus stress, tingkat stress, gambaran respon umun dan khusus,
strategi kopingyang digunakan, hubungan manajemen stress dengan
keluarga.
10. Pola Eliminasi
Sekret dalam jumlah banyak, batuk dan sesak
11. Pola Keyakinan-nilai
Tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang dianut
oleh individu tersebut.
.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
 
No Diagnosa NOC NIC Rasional
Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas Status respirasi: a. Manaje Adanya
tidak efektif Kepatenan jalan men perubahan
berhubungan dengan napas dengan jalan fungsi
1. Bronkospasme skala (1-5) napas respirasi
2. Peningkatan setelah b. Penuru dan
produksi secret diberikan nan gangguan
3. Menurunnya perawatan kecema otot
energi selama 2x24 san tambahan
Ditandai dengan : jam dengan c. Aspirat menandaka
1. Klien mengeluh hasil yang ion n kondisi
sulit bernafas diharapkan precaut penyakit
2. Perubahan bersihan jalan ion yang masih
kedalaman nafas efektif, d. Fisioter harus
/jumlah napas, dengan kriteria api mendapatka
penggunaan otot 1. RR dada n
bantu normal e. Latihan penanganan
pernapasan. 12-20 batuk penuh.
3. Suara napas kali per efektif Ketidakma
abnormal menit f. Terapi mpuan
2. Irama oksige mengeluark
nafas n an mukus
normal g. Monito menjadikan
3. Pergerak ring timbulnya
an respira kongesti
sputum si berlebih
keluar h. Monito pada
dari ring saluran
jalan respira pernapasan
nafas si
2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manaje Kelemahan,
gas yang berhubungan pertukaran gas men iritable,
dengan : kurangnya dengan skala.... asam bingung
suplai oksigen , (1-5) setelah basa dan
destruksi alveoli. diberikan tubuh somnolen
Ditandai dengan : perawatan b. Manaje dapat
1. Dyspnea selama 2x24 men merefleksik
2. Confusion jam dengan jalan an adanya
lemah hasil yang napas hipoksemia
3. Tidak mampu diharapkan c. Latihan /penurunok
mengeluarkan pertukaran gas batuk sigenan
secret normal dengan efektif serebral
kriteria d. Tingka
1. Bernapa tkan Mencegah
s dengan aktifita kelemahan
mudah s dan
2. Tidak e. Terapi mengurangi
ada oksige konsumsi
sinosis n oksigen
untuk
memfasilita
si resolusi
infeksi
3. Pola nafas tidak efektif Setelah 1.Auskulta 1.mengetah
berhubungan dengan dilakukan si suara ui nafas
napas pendek, mukus, tindakan nafas pasien
bronkokontriksi dan keperawatan 2.Berikan 2.
iritasi jalan nafas selama 2x24jam posisi membuka
maka pola nafas semifowler jalan nafas
tidak efektif 3.Ajarkan dan
teratasi dengan cara batuk memberika
Kriteria hasil : efektif n posisi
1. Tidak nyaman
ada untuk
dispesia ventilasi
2. Irama 3. melatih
nafas pasien
dan untuk
frekuens mengeluark
i nafas an secret
dalam
normal
3. Pasien
mampu
bernafas
dengan
mudah

1.kaji TTV 1.mengetah


4. Intoleransi aktivitas Setelah
ui keadaan
2.Kaji
berhubungan dengan dilakukan umum
tingkat pasien
ketidakseimbangan tindakan
2. sebagai
ketergantu
antara suplai dengan keperawatan dasar untuk
ngan memberika
kebutuhan oksigen selama 2x24jam
n latihan
pasien
masalah gerak
3.bantu pasien
intoleransi
3.membant
pasien
aktivitas dapat
u memnuhi
dalam
teratasi dengan
kebutuhan
pemenuha
Kh:
ADL
n
1.Px dapat
kebutuhan
melakukan
ADL
aktivitas secara
bertahap
2.Px dapat
beraktivitas
tanpa bantuan
orang lain

Daftar Pustaka

Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media


berdasarkan diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf (Diakses
pada tanggal 25 Maret 2019)
Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.2009.Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem pernapasan.Jakarta:Selemba Medika

Anda mungkin juga menyukai