Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam
Yang Berwatak Tajrid dan Tajdid

DOSEN PENGAMPU : Bambang Wahrudin, S.Pd.I., M.Pd

Kelompok 4:
Dianita Ayu Lestari (20613387)
Hermin Lestari (20613358)
Nanda Wati (20613355)
Rosi Meilina (20613349)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Muhammadiyah Sebagai
Gerakan yang Berwatak Tajrid dan Tajdid ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapak
Bambang Wahrudin, S.Pd.I., M.Pd pada mata kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang kemuhammadiyahan bagi
para pembaca dan juga penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Bambang Wahrudin, S.Pd.I., M.Pd
selaku dosen mata kuliah Al Islam Kemuhammadiyahan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Ponorogo, 16 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
1.4 Manfaat...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Pengertian Tajrid dan Tajdid..................................................................................3
2.2 Model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah..............................................................5
2.3 Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah........................................................13
2.4 Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah.......................................................14
2.5 Kiprah Muhammadiyah dalam Pembaharuan........................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................................24
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................24
3.2 Saran.......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemuhammadiyahan adalah mata kuliah yang dipelajari di setiap perguruan tinggi
Muhammadiyah. Hal ini menjadi ciri khas bagi pendidikan Muhammadiyah yang jelas
berbeda pendidikan dengan perguruan tinggi lain. Belajar mata kuliah ini diharapkan
setiap pembaca khusus para mahasiswa dapat mengetahui ajaran Muhammadiyah
sebagai organiasasi gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Gerakan yang dilakukan oleh Muhammadiyah tidak hanya berdakwah
menyampaikan ceramah di masjid atau mushalla, akan tetapi melakukan gerakan
pembaharuan (harakah al-Tajdīd) dari aspek dakwah bial-hāl (dakwah amal shalih) yang
bisa menembus dan menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi umat, yakni
yang berkenaan dengan masalah akidah, ibadah, akhlak dan muamalah duniawiyah. Dari
masa ke masa Muhammadiyah terus mengembangkan dakwahnya untuk memajukan
Islam, yakni dengan melakukan gerakan nyata seperti bidang sosial, ekonomi, politik,
kesehatan, pendidikan dan perberdayaan kaum perempuan yang memiliki peranan yang
strategis dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Gerakan pemikiran Muhammadiyah pada abad ke-2 adalah Muhammadiyah pada
abad ke-2 berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan. Maksud dari gerakan
pencerahan adalah praksis Islam berkemajuan dalam upaya membebaskan,
memberdayakan dan memajukan kehidupan. Gerakan pencerahan dihadirkan bertujuan
untuk memberi jawaban terhadap problem-problem kemanusiaan seperti problem
kemiskinan, kebodohan, ketermarjinalan dan persoalan-persoalan lain yang bercorak
struktural kultural.
Muhammadiyah mengembangkan aspek pendidikan sebagai strategi dan ruang
kebudayaan bagi pengembangan potensi dan akal budi manusia secara utuh. Sementara
pembinaan dari keagamaan semakin dikembangkan kepada pengayaan nilai-nilai akidah,
ibadah, akhlak dan mu’amalat dunyawiyah yang membangun keshalehan individu dan
kesalihan sosial yang melahirkan tatanan sosial baru yang lebih religius (keagamaan) dan
humanistic (kemanusiaan). Gerakan pencerahan bagi Muhammadiyah adalah memaknai
dan mengaktualisasikan kata jihād sebagai ikhtiar untuk mengerahkan segenap
kemampuan (badlul-juhdi) untuk mewujudkan kehidupan bagi seluruh umat yang maju,
adil, makmur, bermartabat dan berdaulat.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud tajrid dan tajdid?
b. Apa saja model tajrid dan tajdid Muhammadiyah?
c. Apa saja model gerakan keagamaan yang dilakukan Muhammadiyah dalam upaya
tajrid dan tajdid?
d. Apa makna gerakan keagamaan Muhammadiyah?
e. Apa saja kiprah Muhammadiyah dalam upaya pembaharuan?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu Tajrid dan Tajdid
b. Untuk mengetahui macam model tajrid dan tajdid dalam Muhammadiyah
c. Untuk mengetahui model gerakan keagamaan yang dilakukan upaya dalam upaya
tajrid dan tajdid
d. Untuk mengetahui makna gerakan keagamaan Muhammadiyah
e. Untuk mengetahui kiprah Muhammadiyah dalam upaya pembaharuan
1.4 Manfaat
a. Menambah wawasan pembaca mengenai tajrid dan tajdid Muhammadiyah
b. Meningkatkan semangat keIslaman kita dengan berpegang teguh pada Al-Qur'an dan
Sunnah Rasul dan menjauhi segala bentuk Tahayul, Bid'ah, Khurafat

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tajrid dan Tajdid


1) Pengertian Tajrid
Tajrid secara bahasa berasal dari kata “Jarrada-Yujarridu-Tajridan” yang
bermakna asli, murni (tidak ada tambahan dan pengurangan). Tajrid bisa berarti
sesuatu yang terkelupas seperti kulit terkelupas dari pohonnya hingga menjadi bersih,
melepaskan pakaian, dan semisalnya hingga tidak berpakaian, melepaskan rambut
dari kulitnya dan sebagainya. Tajrid dalam bahasa Indonesia berarti pemurnian. Istilah
ini sepopuler tajdid, sekalipun dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang bersifat
khusus. Istilah ini dipopulerkan oleh Din Syamsuddin dalam bukunya
“Muhammadiyah untuk Semua." Dikatakan bahwa Muhammadiyah berada antara
tajrid dan tajdid. Dalam ibadah kita harus tajrid, hanya ikut kepada Nabi Muhammad
SAW dan tidak ada pembaharuan, sedangkan dalam muamalah kita harus tajdid,
yakni melakukan modernisasi dan pembaharuan. Lebih lanjut dikatakan bahwa Islam
berkemajuan yangdimaksud oleh Muhammadiyah adalah Islam yang tidak sekadar
muncul dalam nilai ibadah semata, tetapi menjadi penyeimbang antara pemurnian dan
kemajuan. Misalnya, salat harus dilakukan dengan penghayatan dan pemaknaan
sekalipun singkat. Karena itu, Muhammadiyah menghendaki agar ada keseimbangan
antara pemurnian (yang bersifat) dengan kemajuan (muamalah).
Sedangkan secara istilah adalah seorang mutakallim mencabut ucapannya dari
perkara yang memiliki satu sifat atau lebih dengan perkara yang lain yang memiliki
satu sifat atau beberapa sifat berdasarkan cara yang mubalaghah (yang jelas, dan
benar). Dengan kata lain, bahwa tajrid adalah mengembalikan dan memurnikan segala
sesuatu yang berkaitan dengan masalah akidah dan ibadah kepada ajaran yang sesuai
dengan al-Qur’an dan al-Sunnah al-Maqbulah.
2) Pengertian Tajdid
Tajdid berasal dari bahasa arab yakni Jaddada-Yujaddidu-Tajdidan yang
bermakna memperbaharui sesuatu sehingga menjadi baru. Dengan kata lain, tajdid
berarti pembaharuan terhadap segala usaha yang telah dilakukan pada masa lampau
untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
Dalam hal ini, Muhammadiyah berusaha memberikan yang terbaik bagi warga

3
Muhammadiyah secara khusus dan warga masyarakat secara umum demi terwujudnya
masyarakat adil utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Sedangkan secara istilah ada beberapa kalangan yang mendefinisikan sebagai
berikut:
1. Syamsul Anwar, Tajdid dibagi menjadi dua pengertian, yaitu:
a. Tajdid dalam bidang akidah dan ibadah adalah pemurnian, maksudnya
mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan
Sunnah Nabi SAW. Tajdid dalam ibadah berarti menggali tuntunannya
sedemikian rupa dari sunnah Nabi SAW untuk menemukan bentuk yang
paling sesuai atau paling mendekati sunnah beliau dengan tidak mengurangi
adanya tanawwu’ dalam masalah ibadah, sepanjang memang mempunyai
landasannya yang jelas dalam sunnah. Misalnya, variasi bacaan do’a iftitah
dalam salat yang menunjukkan bahwa Nabi SAW sendiri melakukan secara
bervariasi. Varian ibadah yang tidak didukung oleh Sunnah menurut Tarjih
tidak dapat dipandang praktik ibadah yang bisa diamalkan. Sedangkan tajdid
dalam bidang akidah adalah pemurnian, berarti melakukan pengkajian untuk
membebaskan akidah dari unsur-unsur khurafat dan takhayul.
b. Tajdid dalam bidang muamalat duniawiyah adalah mendinamisasikan
kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif sesuai tuntutan zaman.
Maksudnya mendinamisasikan kehidupan masyarakat sesuai dengan capaian
kebudayaan yang dicapai manusia di bawah semangat dan ruh al-Quran dan
sunnah. Bahkan dalam aspek ini beberapa norma di masa lalu dapat berubah
bila ada keperluaan dan tuntutan untuk berubah. Misalnya, pada zaman dahulu
untuk menentukan masuknya bulan kamariah baru, khususnya Ramadan,
Syawal, dan Zulhijjah, digunakan rukyat sesuai dengan hadis-hadis rukyat di
mana Nabi SAW memerintahkan untuk melakukan rukyat. Namun pada
zaman sekarang rukyat tidak lagi digunakan melainkan dengan metode hisab,
sebagaimana dipraktekkan oleh Muhammadiyah. Contoh lain, di masa lalu
perempuan tidak boleh menjadi pemimpin karena hadis Abu Bakrah yang
melarangnya, maka di zaman sekarang terjadi perubahan ijtihad hukum di
mana perempuan boleh menjadi pemimpin sebagaimana ditegaskan dalam
Putusan Tarjih tentang Adab al-Mar’ah fi al-Islam.
2. Din Syamsuddin, Tajdid adalah penafsiran, pengamalan dan perwujudan ajaran
Islam, dan dalam arti pemurnian berarti pemeliharan matan ajaran Islam yang

4
bersumber kepada al-Qur’an dan sunnah al-Shahihah (al-Maqbulah). Untuk
melaksanakan dari kedua pengertian tersebut, diperlukan aktualisasi akal pikiran
yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih yang dijiwai oleh ajaran Islam.
3. Haedar Nashir, Tajdid adalah memperbaharui alam pikiran sesuai zaman modern,
melembagakan pendidikan Islam modern dan bahkan melawan misi zending
dengan langkah-langkah yang modern sehingga disebut sebagai gerakan Islam
modernis.
2.2 Model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah
A. Model-model Tajrid Muhammadiyah
Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya menjadi khurafat dan bid’ah.
Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
Hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid’ah biasanya muncul
karena ingin memperbanyak ritual tetapi pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga
yang dilakukan adalah bukan dari ajaran Islam. Misalnya selamatan dengan kenduri
dan tahlil dengan menggunakan lafal Islam. Masyarakat Jawa pada umumnya
menggunakan upacara selamatan, dalam berbagai peristiwa, seperti kelahiran, khitan,
perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti nama, dan sejenisnya. Namun,
diantara macam-macam selamatan yang paling menonjol adalah selamatan kematian,
yaitu terdiri dari tiga hari, empat puluh hari,seratus hari, dan kahul. Selamatan ini
selalu diringi dengan membaca tahlil sebagai cara mengirim do’a kepada si mayit.
Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa adalah penghormatan kuburan
orang-orang suci, sambil meminta do’a restu, jimat, benda-benda pusaka dianggap
mempunyai kekuatan ghaib yang mampu melindungi. Realitas sosio-agama yang
dipraktikkan masyarakat inilah yang mendorong Ahmad Dahlan melakukan
pemurnian melalui organisasi Muhammadiyah. Munawir Syazali mengatakan bahwa
Muhammadiyah adalah gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam
dari semua unsur singkretis dan daki-daki tidak Islami lainnya.
B. Model-model Tajdid dalam Muhammadiyah
1) Tajdid Muhammadiyah kongkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang
didirikan, hasilnya kongkrit dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh umat Islam,
bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia. Suburnya amal saleh di
lingkungan aktivis Muhammadiyah ditujukan kepada komunitas Muhammadiyah,
bangsa dan kepada seluruh umat manusia di dunia dalam rangka rahmatan lil
alamin

5
2) Tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Maksud dari keterbukaan tersebut,
Muhammadiyah mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan di sekitar kita.
Dari sekian amal usahanya, rumah sakitnya misalnya, dapat dimasuki dan
dimanfaatkan oleh siapapun. Sekolah sampai kampusnya boleh dimasuki dan
dimanfaatkan oleh siapa saja. Kalau Muhammadiyah mendirikan lembaga
ekonomi dan usaha atau jasa, maka yang menjadi nasabah, partner dan
komsumennya pun bisa siapa saja yang membutuhkan.
3) Tajdid Muhammadiyah sangat fungsional dan selaras dengan citacita
Muhammadiyah untuk menjadikan Islam itu, sebagai agama yang berkemajuan,
juga Islam yang berkebajikan yang senantiasa hadir sebagai pemecah masalah-
masalah (problem solv), temasuk masalah kesehatan, pendidikan, dan masalah
sosial ekonomi. Dengan demikian, tajdid dalam bidang muamalah yaitu berbasis
pada upaya dinamisasi, elaborasi, berbasis perubahan menuju capaian prestasi
yang berkualitas. Suatu saat nanti apa yang diusahakan Muhammadiyah
hendaknya tampil menjadi pusat-pusat keunggulan, seperti sekolah, rumah sakit,
perguruan tinggi, lembaga-lembaga ekonomi
Dengan Demikian model Tajdid dibagi dalam tiga bidang, yaitu:
a) Bidang keagamaan Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan
kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu
lingkungan situasi dan kondisi mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut
kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran tambahan lain.
Pembaharuan dalam bidang kaagamaan adalah memurnikan kembali atau
mengembalikan kepada aslinya, oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik
yang menyangkut akidah atau pun ibadah harus sesuai dengan aslinya, yang
sebagai mana diperintahkan dalam Al-Qur’an dan as sunah. Dalam masalah
akidah muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah islam yang murni, bersih
dari gejala kemusyrikan, bid’ah dan curafat tanpa mengabaikan prinsip toleransi
menurut islam. Sedangkan dalam ibadah, muhammadiyah bekerja untuk
tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasullah tanpa
perubahan dan tambahan dari manusia. Usaha permurnian yang dilakukan
muhamaadiyah terhadap keadaan keagamaan yang tampak dari serapan berbagai
unsur kebudayaan yang ada di indonesia yaitu penentuan arah kiblat dalam
sholat, yang sebelumnya mengarah tepat ke arah barat

6
b) Bidang pendidikan Dalam bidang ini Muhammadiyah mempelopori dan
meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata. Bagi
Muhammdiyah pendidikan memiliki arti yang penting dalam penyebaran ajaran
islam, karena melalui bidang pendidikan pemahaman tentang islam dapat
diwariskan dan ditanamkan dari generasi kegenerasi. Pembaharuan dari segi
pendidikan memiliki dua segi yaitu : 1). Segi cita-cita Dari segi ini ingin
membentuk manusia Muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas dalam
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, dan bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya. 2) Segi teknik pengajaran Dari segi ini lebih banyak
berhubungan dengan cara penyelenggaraan pengajaran. Dengan mengambil
unsur-unsur yang baik dari sistem pendidikan barat dan sistem pendidikan
tradisonal, muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri.
Seperti sekolah model barat yang dimasukkan pelajaran agama didalamnya,
sekolah agama dengan menyertakan perlajaran umum. Selain pembaharuan
dalam pendidikan formal, Muhammadiyah juga telah mempebaharui pendidika
tradisional non formal yaitu pengajian. Dimana yang semula pengajarnya hanya
mengajar ngaji dan ibadah oleh muhammadiyah diperluas dan pengajian di
sistematiskan dan diarahkan pada masalah kehidupan sehari-hari. Begitupula
muhammadiyah telah mewujudkan bidang bimbingaan dan penyuluhan agama
dalam masalah-masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi.
c) Bidang sosial masyarakat Muhammadiyah merintis bidang social
kemasyarakatan dengan mendirikan rumah sakit, piklinik, panti asuhan, rumah
singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), posyandu
lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara individual sebagai
mana dilakukan orang pada umumnya. Usaha pembaharuan dalam bidang social
kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya Pertolongan Kesengsaraan
Oemoen (PKO) di tahun 1923. Perhatian terhadap kesengsaraan orang lain
merupakan kewajiban orang muslim, sebagai perwujudan tuntunan agama yang
jelas untuk ber amal ma’ruf dan juga sebagai bentuk pengamalan firman Allah
dalam surat Al-ma’un (107: 1-7):

ِ ‫ك الَّ ِذي يَ ُد ُّع ْاليَتِي َم َوال يَحُضُّ َعلَى طَ َع ِام ْال ِم ْس ِك‬
‫ين‬ َ ِ‫أَ َرأَيْتَ الَّ ِذي يُ َك ِّذبُ بِالدِّين فَ َذل‬
َ ‫فَ َو ْي ٌل لِ ْل ُم‬
َ‫صلِّين‬
َ‫م َساهُونَ الَّ ِذينَ هُ ْم يُ َراءُونَ َويَ ْمنَعُونَ ْال َما ُعون‬xْ ‫صالتِ ِه‬
َ ‫الَّ ِذينَ هُ ْم ع َْن‬

7
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, itulah orang yang
menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan member makanan orang miskin.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang yang lalai dari
sholatnya, orang-orang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang
berguna.”
Sedangkan tajdid dalam bidang akidah dan ibadhah mahdah bukan dalam
makna dinamisasi, tetapi yang tajdid yang berwajah tajrid, yaitu purifikasi atau
pemurnian ajaran Islam. Artinya untuk masalah akidah dan ibadah mahdhah, hanya
mencukupkan diri dari apa yang dapat dirujuk pada al-Qur’an dan hadis atau apa
yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Dalam Muhammadiyah kekuatan tajdidnya
terletak pada upaya menjaga keseimbangan (tawazun) antara purifikasi dan
dinamisasi, sesuai dengan bidangnya. Kalau kesimbangan ini goyah, maka tajdid
menjadi kurang sempurna dan sulit disandingkan dengan perkembangan zaman.
C. Gerakan Tajdid pada 100 Tahun Kedua
Tantangan yang dihadapi Muhammadiyah pada abad pertama usianya pasti
berbeda dari abad kedua usianya, meskipun kontinuitasnya antara keduanya tetap
ada. Untuk itu, Paradigma, Model, dan Strategi Tajdidnya juga harus disesuaikan
dengan perkembangan terbaru discourse keislaman baik dalam teori maupun praktek.
Muhammadiyah harus melakukan upaya pembaharuan from within, yang meliputi
strategi pembaharuan gerakan pendidikan yang selama ini digelutinya, mengenal
dengan baik dan mendalam metode dan pendekatan kontemporer terhadap studi
Islam dan Keislaman era klasik dan lebih-lebih era kontemporer, mendekatkan dan
mendialogkan Islamic Studies dan Religious Studies, bersikap inklusif terhadap
perkembangan pengalaman dan keilmuan generasi mudanya, terbuka, mengenalkan
dialog antar budaya dan agama di akar rumput, memahami Cross-cultural Values dan
multikulturalitas, dalam bingkai fikih NKRI, dan seterusnya. Tanpa menempuh
langkah-langkah tersebut, gerakan pembaharuan Islam menuju ke arah terwujudnya
Masyarakat dan Peradaban Utama di tanah air ini, tentu akan mengalami kesulitan
bernapas dan kekurangan oksigen untuk menghirup dan merespon isu-isu sosial-
keagamaan global dan isu-isu peradaban Islam kontemporer.
Untuk konteks keindonesiaan, ikon perjuangan meraih “Islam yang
berkemajuan” sepertinya tetap menarik untuk diperbincangkan dan didiskusikan
sepanjang masa. Dengan begitu kontinuitas dan kesinambungan perjuangan antara
generasi abad pertama dan generasi penerus abad kedua masih terpelihara,

8
sebagaimana dicanangkan dan dipesankan oleh founding fathers Muhammadiyah
terdahulu. Dalam memasuki fase kedua gerakannya, yakni memasuki abad kedua
perjalanan sejarah Muhammadiyah, sudah tinggi waktu dan kesempatan untuk
melakukan pembaruan paradigma tajdid di tubuh persyarikatan ini.
Kodifikasi dan konsensus tajdid yang terpadu atau eklektik antara purifikasi dan
dinamisasi dapat menjadi titik tolak bagi transformasi paradigma tajdid
Muhammadiyah. Selain tidak akan terjebak pada ekstrimitas yang radikal baik ke
arah “radikal kiri” maupun “radikal kanan” dalam pemikiran Islam, transformasi
tajdid yang bercorak purifikasi dan dinamisasi sekaligus memberikan jalan keluar
atau solusi untuk melakukan rancang bangun tajdid jilid kedua bagi Muhammadiyah
saat ini dan ke depan dalam usianya yang memasuki satu abad menuju era baru abad
berikutnya. Dalam transformasi orientasi tajdidnya, Muhammadiyah di satu pihak
tidak terjebak pada pemurnian semata minus pembaruan, sebaliknya pembaruan
tanpa peneguhan, sehingga terdapat ruang untuk transformasi atau perubahan secara
seimbang antara pemurnian dan pengembangan atau antara peneguhan dan
pencerahan. Namun paradigma dan strategi yang eklektik atau tengahan seperti itu
jika dibiarkan sekadar normatif belaka maka hanya akan indah di ranah teori atau
klaim tetapi sering tidak aktual atau mewujud dalam kenyataan secara jelas dan
tegas. Jika tanpa rancang-bangun yang jelas tajdid purifikasi dan dinamisasi bahkan
dapat melahirkan kecenderungan kehilangan dua-duanya, yakni tidak pemurnian
sekaligus tidak pembaruan. Di sinilah pentingnya transformasi paradigmatik dalam
orientasi tanjdid purifikasi plus dinamisasi atau dinamisasi plus purifikasi dalam
gerakan Muhammadiyah.
Dalam penyusunan rancang-bangun paradigma tajdid yang integratif atau
eklektik antara purifikasi dan dinamisasi, Muhammadiyah diperlukan penyusunan
agenda-agenda strategis yang sifatnya menyusun ulang bangunan konseptual yang
selama ini telah dimiliki Muhammadiyah dengan keberanian untuk mengambil
keputusan tanpa sering terjebak pada sikap mauquf. Jika sejumlah hal mauquf terus
maka akan ada kevakuman atau stagnasi dalam gerakan, kendati sikap kehati-hatian
itu tetap diperlukan. Namun hati-hati terus menerus tanpa berani mengambil
keputusan maka akan menjadi agenda yang tidak berkesudahan, padahal
Muhammadiyah harus terus bergerak menghadapi masalah-masalah dan tantangan-
tantangan baru.

9
Dua materi strategis dapat diselesaikan dalam Muhammadiyah menyangkut
fondasi pemikiran yang fundamental dalam gerakan Islam ini. Pertama,
menyelesaikan atau memulai kembali penyusunan buku Risalah Islamiyah yang
berisi tentang Islam dalam berbagai aspeknya yang menjadi pandangan resmi
Muhammadiyah. Tanpa memiliki pandangan yang substantif dan komprehensif
mengenai Islam maka akan sering terjadi tarik-menarik pandangan dalam
Muhammadiyah mengenai hal-hal yang fundamental mengenai aspek-aspek ajaran
Islam. Materi dalam al-Masail al-Khamsah (Masalah Lima) mengenai mâ hua al-din
(apa itu agama), Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Pedoman
Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan berbagai rumusan resmi lainnya dapat
menjadi dasar bagi perumusan Risalah Islam dalam pandangan Muhammadiyah.
Dalam Risalah Islam itu dibahas dan dijelaskan pula secara komprehensif mengenai
pandangan Islam tentang perempuan, sehingga menghasilkan pandangan yang
substantif, mendalam, dan luas dari Muhammadiyah.
Perumusan dan elaborasi Risalah Islam yang komprehensif sekaligus dapat
menjadi jawaban atas keperluan Muhammadiyah untuk memberi substansi atas
slogan al-ruju’ ila al-Quran wa al-Sunnah sebagaimana selama satu abad
perjalanannya telah menjadi ikon sekaligus tema gerakan yang nyaring. Warga
Muhammadiyah memerlukan pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai isi dan
metodologi tentang apa, kenapa, dan bagaimana caranya harus kembali kepada Al-
Quran dan As-Sunnah (yang maqbulah). Jika Muhammadiyah telah meneguhkan
dirinya sebagai Gerakan Islam, maka Islam yang seperti apa yang diyakini, dipahami,
dan diamalkan oleh Muhammadiyah. Pokok-pokok pikiran tentang Islam
sebagaimana terkandung dalam al-Masail al-Khamsah, Matan Keyakinan dan Cita-
cita Hidup Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan
sebagainya merupakan materi awal dan pokok untuk kepentingan perumusan dan
penyusunan Risalah Islam tersebut. Umat Islam lain dan pihak luar juga dapat
memiliki rujukan yang jelas apa dan bagaimana sebenarnya pandangan
Muhammadiyah tentang Islam yang bersifat komprehensif.
Kedua, mengembangkan konsep secara tuntas dan luas tentang Manhaj Tarjih
mengenai tiga pendekatan dalam memahami Islam yaitu bayani, burhani, dan irfani.
Pengembangan yang bersifat elaborasi terhadap manhaj tarjih tersebut sangat
diperlukan untuk memperluas cakrawala metodologis dalam pengembangan
pemikiran Islam di lingkungan Muhammadiyah. Dengan paradigma purifikasi dan

10
dinamisasi maka pengembangan atau elaborasi pendekatan bayani, burhani, dan
irfani akan menghasilkan konstruksi metodologis yang jelas dan luas dari manhaj
tarjih. Jangan biarkan di antarea warga Muhammadiyah terjebak pada logika saling
sesat-menyesatkan tanpa ilmu hanya karena kehilangan pegangan dan perspektif
mengenai metodologi pemikiran Islam yang dipedomani dalam Muhammadiyah.
Elaborasi metodologi bayani, burhani, dan irfani juga diperukan agar diperoleh
pedoman yang jelas sekaligus menyelesaikan kontroversi pada masing-masing
pendekatan. Ketiga pendekatan yang bersifat integratif tersebut (bayani, burhani,
irfani) sebenarnya dapat memecahkan atau merupakan jalan keluar dari kebuntuan
atau ekstrimitas yang selama ini menjadi bagian yang dianggap krusial dalam dunia
pemikiran Muhammadiyah antara garis ekstrem kelompok radikal-tekstual versus
radikal-kontekstual atau kategori lain yang sejenis yang saling berlawanan secara
diametral.
Langkah yang diperlukan ialah pertama melakukan teoritisasi dimana ketiga
pendekatan tersebut ditarik ke level epistemologi agar manhaj Tarjih, Tajdid, dan
Pemikiran Islam dalam Muhammadiyah memiliki bangunan epistemologis yang
kokoh dan berada dalam paradigma perspektivisme (banyak perspektif, tidak
tunggal) baik yang terintegrasi dengan ilmu-ilmu Islam klasik maupun kontemporer.
Kedua, elaborasi metodologis, yakni menurunkan kerangka berpikir pada ketiga
pendekatan tersebut ke dalam berbagai cara berpikir (metode) yang lebih detail
terutama ketika menjelaskan dimensi-dimensi ajaran Islam seperti aqidah, ibadah,
akhlak, dan mu’amalat-dunyawiyah pada tataran praksis. Dengan demikian diperoleh
perspektif pengembangan pemikiran Islam yang komprehensif dan memiliki
landasan yang kokoh dalam ajaran Islam.
Ketiga, mengagendakan tajdid di bidang dakwah, organisasi, amal usaha,
pengembangan kader dan anggota, dan berbagai model aksi gerakan agar
Muhammadiyah tampil menjadi gerakan Islam yang unggul dan bergerak di garis
depan dalam dinamika kehidupan umat, bangsa, dan perkembangan global. Model
modernis-reformis perlu dikembangkan menjadi model transformatif yang lebih
dinamis, kaya pemikiran, dan langsung ke jantung persoalan-persoalan struktural dan
kultural dalam mencari solusi atas masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Muhammadiyah dengan seluruh komponen dan lini organisasinya tidak cukup
memadai hanya bertahan dengan strategi dan model gerakan seperti sekarang ini,
yang cenderung sebagai organisasi dituntut untuk tampil lebih reformis, produktif,

11
emansipatoris, dan partisipatoris di tengah lalulintas dinamika gerakan-gerakan
keagamaan dan gerakan-gerakan sosial-kemasyarakatan yang semakin kompetitif
saat ini. Muhammadiyah bahkan perlu memiliki militansi yang lebih kuat agar
kebesaran dirinya tidak kalah lincah dan dinamis dari gerakan-gerakan lain di negeri
ini, yang dalam bahasa Pak AR Fakhruddin (Allahu yarham) tidak menjadi gajah
bengkak yang besar tetapi lambat bergerak.
Di abad ke-2-nya, Muhammadiyah harus berfikir keras untuk merumuskan
gerakan tajdid kembali, sebagai formulasi perjuangan membangun peradaban.
Rumusan tajdid baru inilah yang kemudian di abad kedua menjadi fokus perjuangan
Muhammadiyah dalam tataran nasional dan masyarakat global. Oleh sebab itu,
mungkin yang perlu dipertimbangakan dalam menyusun agenda tajdid abad ke-2 ini
yaitu;
Pertama, penegasan kebangsaan bahwa Indonesia sebagai darul ahdi wa
syahadah pada Muktamar ke-47 di Makasar lalu harus disistematisasikan. Hal ini
menimbang bahwa, konsep demokrasi di Indonesia tidak sepenuhnya berjalan baik.
bahwa sesungguhnya kehidupan di dunia ini, kita tidak benar- benar bebas dari
cengkraman dan target ‘kaum fir’aun’ dan ‘abu lahab’. Sependapat dengan buya
Syafii maarif, bahwa Muhammadiyah harus menjadi penentu dalam perjalanan
demokrasi di Indonesia. Langkah untuk menjadi penentu perjalanan bangsa harus
mensisematiskan gerakan tajdid baik dalam bidang politik dan ekonomi, sebagai
formulasi perjuangan Muahammadiyah abad ke-2.
Kedua, dalam dunia Internasional, Muhammadiyah harus menggaungkan
suaranya untuk peradaban dunia yang lebih baik lagi. Misalnya khusus untuk umat
muslim di dunia, untuk mempersatukan kalender hijriyah, Muhammadiyah telah
tampil menawarkan konsep hisab dalam penetapan kalender hijriyah internasional.
Secara umum dalam dunia Internasional Muhammadiyah agaknya perlu merumuskan
agenda tajdid-nya dalam bersuara di dunia Internasional. Apa yang dilakukan pak
Din Syamsudin agaknya patut diteruskan membuka forum dialog perdamaian antar
umat agama di dunia internasional. Jika kedua agenda tajdid Muhammadiyah abad
ke-2 ini berjalan, maka dapat dibenarkan pandangan pengamat bahwa
Muhammadiyah organisasi terbesar yang membawa pengaruh di tingkat nasional
maupun Internasional.
2.3 Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah

12
Gerakan keagamaan Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan dari pendirinya yakni
KH. Ahmad Dahlan. Sesuai dengan sikap dan pendiriannya, KH. Ahmad Dahlan lebih
suka mewujudkan gagasan dan pokok pikirannya melalui tindakan nyata atau gerakan
pembicaraan dan tulisan. Pada awal perjalanannya, Muhammadiyah sangat miskin
dengan rumusan formal mengenai apa yang menjadi gagasan dan pokkok-pokok pikiran
yang ingin diperjuangkan dan diwujudkan. Rumusan formal hanya ditemukan dalam
Anggaran Dasar atau statuta Muhammadiyah. Oleh karenanya, tindakan atau model
gerakan keagamaan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut:
a. Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah melalui gerakan pemurnian dalam bidang
akidah dan ibadah mahdhah. Dalam bidang muamalah duniawi, Muhammadiyah
melakukan reinterpretasi akan al-Quran dan sunnah untuk menyelaraskan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Melakukan gerakan dakwah dan tajdid yang bersifat pencerahan. Pencerahan
(tanwir) diwujudkan dalam gerakan pembaharuan pemahaman keagamaan, reformasi
dengan sistem pendidikan Islam. Pengembangan pranata pelayanan sosial dan
pemberdayaan masyarakat berbasis penolong kesengsaraan umum, memajukan
peranan perempuan muslim (Aisyiyah) di ranah publik, pengorganisasian zakat dan
haji, merintis taman pustaka dan publikasi, tabligh (penyampaian) yang
mencerdaskan, dan mengembangkan amaliah islami yang memajukan kehidupan. Di
Indonesia, Muhammadiyah telah berkiprah untuk pergerakan kebangkitan bangsa,
meletakkan fondasi negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,
menegakkan Negara Republik Indonesia agar tetap berada dalam koridor konstitusi
dan cita-cita kemerdekaan, melakukan kerja-kerja kemasyarakatan dan usaha-usaha
modernisasi sosial untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Muhammadiyah menjadi
pilar penting kekuatan masyarakat madani (civil society) dan memplopori lahir era
baru Indonesia dengan demkratis, menghargai hak asasi manusia, dan berwawasan
kemajemukan.
c. Membentuk dan memberdayakan organisasi otonom Muhammadiyah sebagai salah
satu aset sumber daya manusia dalam rangka bahu membahu demi tercapainya
tujuan Muhammadiyah.
d. Mengkaji kembali model dan semangat yang dilakukan oleh generasi awal
Muhammadiyah.
2.4 Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah

13
Secara harfiah ada perbedaan antara kata “gerak, “gerakan”, maupun “pergerakan”.
Gerak adalah perubahan sesuatu materi dari tempat yang satu ke tempat lainnya, gerakan
adalah perbuatan atau keadaan bergerak, sedangkan pergerakan adalah usaha atau
kegiatan. Pergerakan identik dengan kegiatan dalam ranah sosial. Dengan demikian, kata
gerakan atau pergerakan mengandung arti, unsur, dan esensi yang dinamis tidak statis.
Muhammadiyah merupakan organisasi pergerakan. Kader muhammadiyah di tuntut
untuk selalu bergerak dalam menyebar syariat islam yang terinspirasi dari surat Al-Imran
ayat104.
Muhammadiyah bukanlah gerakan sosial-keagamaan yang biasa. Tetapi sebagai
gerakan Islam, pergerakan organisasi terkait erat dengan perkembangan agama Islam di
Nusantara. Tidak hanya bergerak, karena setiap dakwah yang disampaikan dan
disebarkan harus berdasarkan bingkai petunjuk ajaran agama Islam: Islam tidak
terbangun sebagai asas formal (teks), tetapi menjiwai, melandasi, mendasari,
mengkerangkai, memengaruhi, menggerakan dan menjadi pusat orientasi dan tujuan.
Tidak sekadar meng-Islam KTP, menjadikannya slogan dan simbolik belaka, tetapi
menjadikannya jalan dan ruh kehidupan. Inilah Islam yang modern, Islam yang melintasi
batas-batas kaku tradisional dan budaya, Islam yang senantiasa melangkah maju ke
depan.
Sebagaimana semangat dasar gerakan Muhammadiyah dalam menyebarkan panji-
panji agama Islam dan menghadapi pergolakan arah global dunia. Oleh karena itu, aktor-
aktor gerakan dakwah wajib masuk dalam lingkaran organisasi agar dapat terorganisir
dan memiliki power yang kuat. Sehingga, kelelahan dan keteteran dalam menyebarkan
nilai-nilai ke-Islam-an dapat teratasi sejak dini dan secara organisatoris. Dalam hal ini,
para pendahulu Muhammadiyah memaknainya dengan kaidah fiqhiyah “ma layatim
alwajib Illa bihi da huma wajib.” Artinya: organisasi menjadi wajib adanya, karena
keniscayaan dakwah memerlukan perangkat-perangkat organisasi. Di sisi lain,
Muhammadiyah bertujuan untuk mencetak ummat terbaik atau ummat yang unggul.
Sebagaimana pokok pikiran keenam Anggaran Dasar Muhammadiyah. Disebutkan
bahwa, “organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik- baiknya.”
Ciri-cirinya adalah:
 Muhammadiyah adalah subjek atau pemimpin, dan masyarakat
 semuanya adalah objek atau yang dipimpinnya.
 Lincah (dinamis), maju (progresif), selalu dimuka dan militan.

14
 Revolusioner.
 Mempunyai pemimpin yang kuat, cakap, tegas dan berwibawa.
 Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan selalu tepat atau up to date
2.5 Kiprah Muhammadiyah dalam Pembaharuan
A. Pembaharuan Bidang Keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau
prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi
mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasaan
dan pemikiran tambahan lain. Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah
menurunkan kembali atau mengembalikan kepada aslinya, oleh karena itu dalam
pelaksanaan agama baik yang menyangkut akidah atau pun ibadah harus sesuai
dengan aslinya, yang sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur'an dan as sunah.
Pembaharuan teologi yang dilakukan muhammadiyah meliputi: dimensi
kemasyarakatan, agar islam tetap berada di tengah-tengah masyarakat bahkan dapat
memiliki kontribusi yang sangat positif dalam memecahkan masalah-masalah
kemasyaratan. Muhammadiyah secara teologis berdasarkan islam yang berkemajuan,
namun secara sosiologis memiliki korelasi dengan konteks hidup umat islam dan
masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Muhammadiyah
berorientasi pada kemajuan dalam pembaharuannya, yang mengarahkan hidup umat
islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan.
Dalam masalah akidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah islam
yang murni, bersih dari gejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat tanpa mengabaikan
prinsip toleransi menurut islam. Sedangkan dalam ibadah, Muhammadiyah bekerja
untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah tanpa
perubahan dan tambahan dari manusia. Usaha pemurnian yang dilakukan
Muhammadiyah terhadap keadaan keagamaan yang tampak dari serapan berbagai
unsur kebudayaan yang ada di Indonesia yaitu:
1) Penentuan arah kiblat dalam sholat, yang sebelunya mengarah tepat ke arah barat
2) Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan awal dan akhir bulan
romadhon (hisab) sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan oleh
petugas agama

15
3) Menyelenggarakan sholat bersama di lapangan terbuka pada hari raya islam, idul
fitri dan idul adha, sebagai ganti seperti sholat yang serupa dalam jumlah jamaah
yang lebih kecil, yang diselenggarakan di masjid
4) Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan kurban pada hari raya tersebut
diatas, oleh panitia khusus, mewakili masyarakat islam setempat, yang dapat
dibandingkan sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini
pada pegawai atau petugas agama (penghulu, naib, kaum, modin dan lain
sebagainya.
5) Penyampaian khutbah dalam bahasa Indonesia/daerah, sebagai ganti dari
penyampaian khutbah dalam bahasa arab
6) Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan,
perkawinan dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat
politheistis
7) Penyederhanaan makam yang semula dihiasi secara berlebihan
8) Menghilangkan kebiasaan berijarah kemakam-makam orang suci (wali)
9) Membersihkan adanya berkah yang bersifat ghoib, yang dimiliki oleh beberapa
kyai tertentu, dan pengaruh ekstrim pemujaan terhadap mereka.
10) Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dan wanita dalam
pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan
B. Pembaharuan Bidang Pendidikan
1. Awal mula pembaharuan pendidikan Muhammadiyah
Gerakan pembaharuan pendidikan yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah
lahir pada akhir abad 19. Gerakan ini lahir karena kolonial Belanda ketika itu
melaksanakan sistem pendidikan liberal di Indonesia. Awalnya sistem pendidikan
liberal ini hanya diperuntukkan bagi orang tertentu, namun sekitar tahun 1870
atau awal abad 20, sistem pendidikan liberal mulai diterapkan untuk kalangan
luas termasuk bagi umat Islam.
Di sisi lain, sistem pendidikan pada masa penjajahan Belanda, secara umum
terdapat 4 model persekolahan belanda yaitu : Sekolah Eropa yang menampung
anak keturunan Eropa, dan birokrat terkemuka. Sekolah Cina Belanda, yaitu
sekolah yang menampung anak-anak timur asing, khususnya keturunan Cina.
Sekolah Vernakuler, yaitu sekolah yang di desain untuk kepentimgan Belanda
sendiri. Sekolah Pribumi, yaitu sekolah yang didirikan oleh lembaga agama dan
di luar kendali Belanda.

16
Sistem pendidikan tersebut memunculkan beberapa akibat, diantarnaya
dalah: Petama, melahirkn jurang pemisah semakin besar kolonial Belanda dengan
pribumi. Kedua, sistem pendidikan keagamaan yang dikelola oleh pribumi
semakin tertinggal dan kontras dengan sistem didaktik-pedagogis. Ketiga,
penduduk pribumi yang sekolah di lembaga pendidikan Belanda kurang memiliki
pemahaman agama. Menghadapi realitas tersebut, Ahmad Dahalan mencoba
memadukan dua sistem pendidikan yang ada. Upaya tersebut diawali dengan
mengidentifikasi masalah yang di hadapi umat Islam yang perlu dicarikan
solusinya melalui bidang pendidikan. Kemudian dicarikan jawaban dan
disosialisaikan kepada keluarga dan sahabat terdekat melalui kegiatan pengajian.
Setelah dianggap berhasil. kemudian dibentuk wadah untuk yang bernama
“Pergerakan Muhammadiyah.
Dalam melaksanakan proses pendidikan, Ahmad Dahlan menerapkan
metode induktif, ilmiah, naqliah dan Tanya jawab. Metode ini berbeda dengan
wetonan atau bandongan dan sorogan yang diterapkan di lembaga pendidikan
agama tradisional kala itu. Metode wetonan atau bandongan adalah metode
pengajaran di mana sang guru atau kiyai hanya membaca dan menjabarkan isi
kandungan kitab kuning, santri hanya menyimak dan mendengarkan. Sedangkan
metode sorogan merupakan metode pengajaran dimana santri membaca kitab,
sementara kiyai atau guru mendengarkan sambil membetulkan dan meberikan
bimbingan dan komentar yang diperlukan.
Langkah awal pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh
Muhammadiyah dengan menyelenggarakan pengajian keagamaan dan mendirikan
lembaga pendidikan. Pada tahun 1918 berdiri sekolah “al-Qim al-Arqa”, dua
tahun berikutnya berdiri pondok muhammadiyah di Kauman. Selama tahun 1923
Muhammadiyah sudah berhasil mendirikan 5 jenis sekolah, yang terdiri dari 32
Volkschool (sekolah dasar lima tahun), 8 sekolah Hollands Inlandse School
(HIS), 1 Schakelschool (Sekolah 5 tahun untuk menyambung ke MULO), 14
Madrasah dan 1 sekolah pendidikan guru, dengan 4.000 murid dan 119 guru.
Selain itu, Muhammadiyah juga mendirikan sekolah agama seperti Madrasah
Diniyah di Minangkabau. Pada tanggal 8 Desember 1921 didirikan Pondok
Muhammadiyah yang merupakan sekolah khusus untuk guru agama.
Untuk memajukan pendidikan, Muhammadiyah bersifat koperatif dan mau
menerima sibsidi keuangan dari kolonial Belanda, walaupun jumlahnya sangat

17
sedikit dan tidak sebanding dengan dana yang diberikan kepada sekolah-sekolah
Kristen kala itu. Sikap Muhammadiyah ini mendapat kritikan tajang dari Taman
Siswa dan Syarikat Islam. Namun Muhammadiyah beralasan, subsidi pendidikan
yang diberikan kolonial berasal dari pajak yang diperas kolonial dari pribumi
khususnya umat Islam dan tidak ada salahnya jika subsidi tersebut digunakan
untuk memajukan pendidikan masyarakat. Jika menolak maka maka subsidi
tersebut akan dialihkan ke sekolah-sekolah Kristen.
Perkembangan pendidikan Muhammadiyah sangat pesat, pada akhir tahun
1932 Muhammadiyah telah memiliki 103 Volkschool (Sekolah Dasar 5 tahun), 47
Standaardschool (Sekolah dasar 6 tahun), 69 Hollands inlands School (HIS) dan
25 Schakelschool, yaitu sekolah 5 tahun yang akan menyambung ke MULO
(Meer Uitgebreid Leger Ondewwijs) setingkat SMP. Pada waktu itu, sekolah-
sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah memiliki persyaratan dan kurikulum
yang sama dengan sekolah-sekolah Belanda, yang membedakannya adalah
memasukkan pendidikan agama sebagai kurikulum wajib, atau dengan dengan
istilah memasukkan pendidikan mede in Qur‟an ke dalam kurikulum. Di sekolah
Muhammadiyah selain menggunakan bahasa daerah dan bahas Indonesia, juga
memakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Sekolah-sekolah
Muhammadiyah ketika itu berkembang pesat dan mampu menyaingi sekolah-
sekolah Belanda, Katolik dan Protestan.
Dalam usianya yang lebih satu abad, Muhammadiyah tetap progresif dan
konsisten dalam mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan. Muhammadiyah
banyak memiliki sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai perguruan
tinggi bahkan smapai ke program Doktor (S3). Data tahun 2005 menunjukkan
Muhammadiyah memiliki Taman Kanak-Kanak (TK) sebanyak 4.975, SD/SMP
Islam 1.332, Pesantren 64, MUalimin/Mualimat 13, Sekolah Dasar (SD) 1.128,
Madrasah Ibtida‟iyyah (MI) 1.768, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1.179,
Madrasah Tsanawiyah (MTs) 534, Sekolah Menengah Atas (SMA) 509, Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) 249, Madrasah Aliyah (MA) 171, dan jumlah
perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) adalah 182.
Geertz menjelaskan, program pendidikan yang dilaksanakan oleh
Muhammadiyah adalah sistem pembelajaran berpolakan sistem sekolah negeri.
Sistem ini dibuat dalam rangka untuk mensejajarkan sistem pendidikan swasta
dengan sistem nasional. Dilihat secara histori, awal lahirnya sistem pendiikan

18
Muhammadiyah cenderung menyesuaikan dengan pendidikan kolonial, walaupun
hanya sebatas tata cara pelaksnaan, bukan dalam tataran tujuan dan materi atau isi
pendidikan, dengan kata lain suatu gerakan yang bersifat akomodatif.
Pembaharuan pendidikan yang dilakukan Muhammadiyah pada masa
kolonial diantaranya dilakukan dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan.
Secara umum lembaga pendidikan yang didirikan oleh Muhammadiyah dapat
dikelompokkan menjadi dua. Pertama, sekolah agama Muallimin (untuk putra),
Muallimat (untuk putri), Diniyah Ibtidaiyah (sekolah agama tingkat dasar 3
tahun), Diniyah Wustho (sekolah agama tingkat menengah), sekolah Tabligh
(sekolah agama lanjutan atas), Kuliyatul Muballighin. Kedua, Sekolah Umum,
sepeti Volks School Moehammadijah (sekolah dasar 3 tahun), Vervolg School
(lanjutan dari Volks School), Normal School (sekolah guru setelah Vervolg),
Cursus Voor Volks Onderwijzer (CVO), Hollandsch Inlandsche School (HIS),
Schakel School, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Algemeene
Middlebare School (AMS), dan Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK).
Menurut Ramayulis, dilihat dari sudut historis, Muhammadiyah memiliki
andil yang sangat besar dalam pembaharuan bidang pendidikan di Indonesia.
Pembaharuan yang dilakukan Muhammadiyah diantaranya adalah modernisasi
pesantren. Untuk mewujudkan hal ini, Muhammadiyah mendirikan Madrasah al
Diniyah, yang khusus memberikan pelajaran agama, dan sekolah yang
mengajarkan pelajaran agama dan pelajaran umum. Selain itu Muhammadiyah
juga mendirikan sekolah model Belanda, seperti Holland Islandes School (HIS)
dan Kweek School (Sekolah Guru), namun tetap menjadikan pendidikan agama
sebagai salah satu kurikulum wajib.
Dalam perkembangan selanjutnya, Muhammadiyah juga mendirikan
sekolah-sekolah mirip pondok pesantren yang dikelola secara modern. Namun
pada dasarnya semuanya itu dilakukan dalam rangka untuk mencerdaskan anak
bangsa melalui jalur pendidikan yang disesuikan dengan kemajuan dan
perkembangan zaman. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh
Muhammadiyah dalam bentuk pondok pesantren di antaranya adalah pondok
pesantren Muhammadiyah di Kampung Delima Kabupaten Reujang Lebong
Propinsi Bengkulu, Pondok Pesantren Muhammadiyah Al Mumtaz Kota Solok
Sumatera Barat dan sebagainya.

19
Pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh Muhammadiyah secara
umum dapat dikatakan bahwa, Pertama, Pembaharuan pendidikan yang
dilakukan Muhammadiyah lahir ketika kondisi pendidikan umat
memperihatinkan, terutama adanya pendangkalan nilai-nilai Islam yang dilakukan
oleh penjajah melalui sisitem pendidikan yang bersifat sekuler. Kedua, cikal
bakal Pendidikan Muahmadiyah diawali melalui pengajian yang bersifat
sederhana yang dibimbing Ahmad Dahlan. Ketiga, cita-cita pembaruan dalam
pendidikan dilakukan dengan sunguh-sungguh dan terus menerus baik melalui
pengajian maupun melalui lembaga pendidikan. Keempat, pendidikan yang
dikelola Muhammadiyah bersifat moderan-theosentris. Di satu sisi pendidikan
yang dikelola oleh Muhammadiyah mengadopsi kurikulum, sistem dan metode
pembelajaran dari sekolah Belanda, tetapi di sisi lain juga menjadikan pendidikan
agama sebagai kurikulum wajib di sekolah. Pada proses selanjutnya, pendidikan
Muhammadiyah ini berkembang dengan pesat, dari Taman Kanak-kanak (TK),
sampai ke jenjang perguruan tinggi (S1, S2 dan S3).
2. Falsafah dan Paradigma Pendidikan Muhammadiyah
Ada beberapa aliran filsafat dalam filsafat pendidikan, diantaranya adalah
esensialisme, progresivisme, dan rekonstruksi sosial. Aliran esensialisme
memandang bahwa tugas utama pendidikan adalah untuk melestarikan budaya.
Progresivisme berpendapat, tujuan utama pendidikan adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik. Secara optimal. Aliran rekonstruksi sosial
mengatakan, pendidikan pada dasarnya untuk melakukan perubahan baik secara
individu maupun secara kolektif melalui suatu organisasi. Menurut Said
Tuhuleley, secara eksplisit falsafah pendidikan yang diselenggarakan oleh
Muhammadiyah masuk ke dalam perpaduan ketiga esensialisme atau
perenialisme, progresivisme, sekaligus rekonstruksi sosial.
Amin Abdullah (dalam Said Tuhuleley) menjelaskan, ada empat paradigma
pendidikan dalam presfektif Muhammadiyah. Pertama, pembaharuan yang
bersifat kritis-hermeneutis. Muhammadiyah dalam misinya senantiasa
menyerukan “kembali kepada al-Qur‟an dan Sunnah”. Seruan kembali kepada al
Qur‟an dan Sunnah diiringi dengan “ijtihad” dan “tajdid” berkaitan dengan
masalah sosial keagamaan. Secara makna, “ijtihad” dan “tajdid” dapat
dibedakan, namun dalam implementasinya keduanya tidak dapat dipisahkan.
Melalui ijtihad dan tajdid inilah, Muhammadiyah sengaja meniru dan

20
melaksanakan sistem pendidikan “sekolah” (tidak menyebut sistem pendidikan
Barat) yang dipadukan dengan ilmu agama. Pada akhirnya menghasilkan sistem
baru, dimana ilmu pengetahuan diajarkan secara utuh dan komprehensif, baik
dalam bidang sosial, eksak, ekonomi, budaya, dan science dengan tetap
mempelajari dan mendalami ilmu agama.
Kedua, paradiga pembaharuan pendidikan bercorak esensialis sekaligus
perennialis. Pemabaharuan pendidikan yang dilakukan oleh Muhammadiah
menekankan pada nilai-nilai esensial yang terdapat di dalam al-Qur‟an dan
Sunnah yang harus dimalkan dalam pelaksanaan pendidikan secara mutlak.
Ketiga, paradigma pembaharuan bercorak rekonstruksi sosial (social
reconstruction). Unjuk mewujudkan ide dan gagasan di bidang pendidikan
Muhammadiyah menggunakan sistem organisasi. Keempat, paradigma
pembaharuan bercorak progressif. Pendidikan yang diselenggarakan oleh
Muhammadiyah senantiasa berorientasi ke depan (future oriented). Oleh karena
itu, dalam penyelenggaraan pendidikan, selalu dilakukan evaluasi, koreksi,
perbaikan dan penyempurnaan cara berfikir dan cara kerja untuk meinglatkan
mutu dan menghadapi tantangan di masa akan datang.
Dari empat paradigma pembaharuan pendidikan Muhamadiyah sebagai
mana dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa, paradigma pendidikan
Muhammadiyah pada dasarnya adalaha menyatukan ilmu atau kekuatan akal
dengan wahyu. Wahyu (al Qur‟an dan Sunnah) dijadikan acuan dasar. Dalam
tataran operasional, umat harus menguasi berbagai sektor kehidupan dan bidang
ilmu (keahlian) untuk memajuan bangsa dan negara, selama tidak bertentang
dengan prinsip dasar yang terdapat di dalam al Qur‟an dan Sunah.
3. Tujuan pendidikan Muhammadiyah
Pada masa awal berdirinya Muhammadiyah, tujuan pendidikan belum
dirumuskan secara tegas. Hal ini bukan berarti, pendidikan yang didirikan oleh
Muhammadiyah tidak memiliki arah dan tujuan. Walaupun belum dirumuskan
secara tegas, pendidikan Muhammadiyah sejak awal sudah memiliki tujuan dan
arah yang sangat jelas. Dari sistem pendidikan yang dikembangkan misalnya,
tujuan utamanya adalah “Membentuk intelektual yang "alim", yaitu melahirkan
lulusan yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan memahami ilmu agama.
Tujan Pendidikan Muhammadiyah dirumuskan dari pernyataan yang sering
dikemukakan oleh Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya dalam setiap

21
pengajian yaitu: “dadiyo kyai sing kemajuan, lan ojo kesel-kesl anggonmu
nyambut gawe kanggo Muhammadiyah” (jadilah ulama yang modern dan jangan
merasa lelah bekerja untuk Muhammadiyah). Ulama modern yang dimaksud
adalah ulama yang bukan hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga menguasai
dan ahli di bidang ilmu pengetahuan umum.
Tujuan pendidikan Muhammadiyah pada hakikatnya sudah tertuang di
dalam Kaidah Pendidikan Dasar dan Menengah yang telah disahkan oleh Majlis
Tanwir dan menjadi rujukan bagi perguruan Muhammadiyah. Tujuan tersebut
tertuang Bab I pasal 3 sebagai berikut : “Pendidikan dasar dan menengah
Muhammadiyah bertujuan : "membentuk manusia muslim yang beriman,
bertaqwa berakhlaq mulia, cakap percaya diri, memajukan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan ketereampilan dan beramal menuju terwujudnya
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT."
Tujuan pendidikan Muhammadiyah, terdapat nilai fundamental yang secara
implisit bersumber dari al-Qur‟an dan Sunnah. Rumusan tujuan pendidikan
Muhammadiyah diawali dengan menanamkan semangat juang untuk melakukan
perubahan, kemudian diiringi dengan berbagai upaya untuk mengisi dan berperan
aktif daalm membangun bansa dan negara. Ini berarti, secara implisist tujuan
pendidikan Muhammadiyah bukan berorietnasi pada kadernya semata, tetapi
untuk semua anak bangsa dalam upaya membangun manusia Indonesia
seutuhnya, lahir dan batin seperti yang dicita-citakan seluruh bangsa Indonesia.
Tujuan pendidikan Muhammadiyah pada dasarnya sejalan dengan tujuan
pendidikan Republik Indonesia dan mendukung terwujudnya tujuan pendidikan
R.I.
C. Gerakan Sosial Keagamaan Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan perlu didukung oleh usaha
ekonomi untuk memperkuat organisasi. Hubungan antara kiyai dengan kegiatan
ekonomi kelihatan jelas di lingkungan Muhammadiyah dibandingkan organisasi sosial
keagamaan lainnya. Hal ini terlihat, selain menjadi khatib di masjid kesultanan
Yogya, pendiri Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan juga sebagai pengusaha batik
untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Dalam ber-Muhammadiyah, Ahmad Dahlan
bersemboyan “Hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dari
Muhammadiyah”. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam melakukan

22
gerakan sosial keagamaan yang diajarkan oleh Ahmad Dahlan bukan untuk mencari
keuntungan, tetapi adalah untuk melakukan kebaikan.
Berkaitan dengan sosial keagamaan, Muhammadiyah menetapkan beberapa
tuntunan. Tuntunan tersebut meliputi, tuntunan dalam berorganisasi, bermasyarakat,
mengelolah amal usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan bernegara,
melestarikan lingkungan, mengembangkan ilmu pengatahuan dan teknologi, serta
tuntunan hidup bermasyarakat dalam ruang seni dan budaya.
Prinsip utama dalam gerakan sosial keagamaan Muhammadiyah adalah
menjalin persaudaraan dan kebaikan terhadap sesama, seperti keluarga dan tetangga,
baik muslim maupun non muslim dengan tetap memelihara hak dan kehormatan.
Berkaitan dengan hubungan sosial secara luas, setiap pengurus, anggota dan kader
harus tetap menjunjung tinggi hak dan kehormatan manusia, memupuk persatuan,
persaudaraan, toreransi, adil, mencegah kerusakan, dan senantiasa bekerjasama
sesama umat manusia untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera lahir
dan batin. Selain itu, juga harus senantiasa bersikap kasih sayang, bertanggungjawab
dan melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, berlomba melakukan kebajikan guna
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya.
Selain itu, kegiatan sosial keagamaan Muhammadiyah juga diwujudkan melalui
berbagai amal usaha, seperti rumah sakit, panti asuhan, rumah singgah dan
sebagainya. Kegiatan sosial keagamaan didukung oleh beberapa lembaga semi
otonom seperti Aisyiyah, Nasyiatul 'Aisyiyah (NA), Pemuda Muhammadiyah, Ikatan
Remaja Muhammadiyah (IRM) /Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan
Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM), Tapak Suci Putra Muhamadiyah, Gerakan
Kepanduan Hizbul-Wathan (HW), dan sebagainya.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwasanya tajrid menurut Muhammadiyah merupakan tataran
praktis dan gerakan yang mengarah pada pemurnian akidah dan ibadah sebagai reaksi
terhadap penyimpangan yang ada dan dilakukan oleh umat Islam. Pemurnian yang
dilakukan Muhammadiyah dari enam tajdid, dimana Muhammadiyah membentuk
gerakan Islam yang tidak bertentangan dengan agama Allah dan mengikuti tuntunan Al
Qur’an serta Sunnah.
3.2 Saran
Dari kesimpulan diatas, tajrid merupakan pemurnian dan ketaqwaan kita untuk
Allah SWT. Jika kita tidak memurnikan hati, maka akan seperti hati yang tidak pernah
disirami dengan menyebut nama Allah SWT. Adapun tajdid yaitu baru, seperti sekolah
yang sudah lengkap fasilitasnya dan diperbarui kembali agar semakin kuat rasa selamat
dan ketaqwaan kita. Oleh sebab itu, perbaruilah hati dan niat kita serta rubahlah cara
berdakwah dengan sikap lemah lembut tanpa ada rasa kebencian dan kesombongan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Jayadi, Mahsun, dkk. 2020. Modul Kuliah AIK 3 Kemuhammadiyahan. (Cetakan ke-1).
Surabaya: PPAIK (Pusat Pengkajian Al-Islam KeMuhammadiyahan) Universitas
Muhammadiyah Surabaya
Rohmansyah. 2017. KULIAH KEMUHAMMADIYAHAN. (Cetakan 1). Yogyakarta: Lembaga
Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. ISBN: 978-602-5450-06-8
Sutarto, Dewi Pernama Sari, dan Anrial. 2020. Kiprah Muhammadiyah Dalam Pembaharuan
Pendidikan dan Sosial Keagamaan di Nusantara: Kajian Terhadap Pemikiran K.H
Ahmad Dahlan. Belajea: Jurnal Pendidikan Islam [internet] [diunduh pada 5 Agustus
2021]; 5(01), 9-18. Tersedia pada https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/belajea/article/
download/930/872&ved=2ahUKEwiJhtyVtZzyAhVcKysKHdSnCdYQFnoECCAQA
g&usg=AOvVaw1iGuKMBVisvTD5O4aB6U-W
Kuswanto, Erik, dkk. 2015. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam yang berwatak Tajdid.
Makalah [internet] [diunduh pada 5 Agustus] Tersedia pada
https://www.slideshare.net/erickkuswanto54/muhammadiyah-sebagai-gerakan-islam-
berwatak-tajdid

25

Anda mungkin juga menyukai