Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BUDIDAYA LAUT

“PENGEMBANGAN BUDIDAYA KRAPU TIKUS”


Dosen Pengampu : Dr. Drs. Syachruddin AR, MS.

Disusun oleh :
Rita Alawiyah ( E1A020098 )

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt Tuhan YME , karena atas berkat dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Pengembangan budidaya krapu tikus” ini.
Tujuan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan serta agar pembaca lebih memahami
arti mendalam dari pengembangan budidaya laut. Dan juga makalah ini kami susun guna
melengkapi tugas mata kuliah budidaya laut.

Kami sebagai mahasiswa yang sedang menuntut ilmu, harus banyak menambah refrensi kami
dengan buku-buku atau media yang mendukung kami dalam menuntut ilmu. Oleh karena itu,
kami berterima kasih kepada bapak/ibu dosen kami karena telah membimbing kami, memberi
ilmu yang bermanfaat bagi kami, sehingga kami tidak tahu harus dengan apa membalas jasa
mereka. Tetapi, dengan izin Allah SWT Tuhan YME kami hanya bisa memohon doa agar dosen
kami di berikan kemudahan dalam segala permasalahan yang mereka hadapi dan semoga mereka
diberikan rahmat Allah SWT Tuhan YME, surga di akhirat kelak, Aamiin.

Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dalam
kesempatan ini pula kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang dan semoga makalah yang
kami susun dapat bermanfaat juga kita semua dapat mengambil hikmah dari makalah ini
sehingga dapat menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan kita semua.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

ABSTRAK ................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3 Tujuan .........................................................................................................2
1.4 Manfaat ........................................................................................................2
1.5 Batasan Masalah ..........................................................................................3

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian teoritis krapu tikus ...........................................................................4

2.2 Klasifikasi krapu tikus ................................................................................5

2.3 Biologi Krapu tikus .....................................................................................6


2.4 Reproduksi krapu tikus ...............................................................................7
2.5 Ekologi Krapu tikus ....................................................................................7
2.6 Makanan krapu tikus ...................................................................................8

BAB III KAJIAN EMPIRIS .......................................................................................9

BAB IV BIAYA INVESTASI ...................................................................................11

BAB V BIAYA OPRASIONAL ................................................................................12

BAB VI KEUNTUNGAN BUDIDAYA ...................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

ii
Abstrak
Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) tersebar di perairan pantai tropis maupun sub tropis
dan termasuk jenis ikan yang hidup di perairan berkarang, sehingga sering dikenal sebagai ikan
karang (coral reef fish). Ikan kerapu bebek atau biasa disebut juga kerapu tikus memiliki bentuk
tubuh yang pipih dan warna dasar kulitnya abu-abu dengan bintik hitam yang tersebar di tubuh.
Spot hitam atau bintik hitam pada bagian permukaan tubuh kerapu tikus, merupakan gambaran
yang unik dan jumlahnya akan bertambah sejalan dengan bertambahnya umur ikan tersebut.
Bagian kepala yang kecil mirip dengan bebek yang menyebabkan ikan ini disebut ikan kerapu
bebek, namun ada juga yang menyebut dengan kerapu tikus. Secara morfologi bagian
punggungnya meninggi dan cembung. Tubuhnya memiliki ketebalan 2,6-3,0 inchi. Sirip dan
sisik berbentuk bulat (sikloid). Ikan ini dapat mencapai panjang hingga 70cm, namun untuk
ukuran konsumsi umumnya 30-50 cm.
Kunci : tropis dan sub tropis, bentuk tubuh

Abstract
The Rat Grouper (Cromileptes altivelis) is spread in tropical and sub-tropical coastal waters and
is a type of fish that lives in rocky waters, so it is often known as reef fish. Duck grouper or
commonly called mouse grouper has a flat body shape and the basic color of the skin is gray with
black spots scattered on the body. Black spots or black spots on the surface of the mouse grouper
body, is a unique picture and will increase with the age of the fish. The small head is similar to
that of a duck, which causes this fish to be called the duck grouper, but there are also those who
call it the mouse grouper. Morphologically, the back is elevated and convex. Its body has a
thickness of 2.6-3.0 inches. The fins and scales are round (cycloid). This fish can reach a length
of up to 70cm, but for consumption sizes are generally 30-50 cm.
Keyword : tropical and sub-tropical, body shape

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan perikanan budidaya di Indonesia belakangan ini telah dilakukan melalui
program-program inovatif yang dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) diantaranya minapolitan (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/
KEPMEN-KP/2013 tentang penetapan kawasan minapolitan di Indonesia), industrialisasi,
dan ekonomi biru (blue economy). Penerapan konsep pembangunan kelautan dan perikanan
yang berbasis blue economy (BE) merupakan langkah strategis dalam pelaksanaan
pembangunan kelautan dan perikanan. Konsepsi BE bertujuan untuk menciptakan suatu
industri yang ramah lingkungan, sehingga bisa tercipta pengelolaan sumberdaya alam yang
lestari dan berkelanjutan (KKP, 2014). Pengembangan konsep BE sangat sesuai dengan
konsepsi blue growth FAO yaitu pendekatan pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan yang berkelanjutan, terintegrasi, dan dapat meningkatkan sosial ekonomi
masyarakat.
Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) adalah salah satu jenis ikan Kerapu yang memiliki
prospek pemasaran yang baik untuk pasar ekspor. Akan tetapi, jumlah Kerapu Tikus yang
tertangkap lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis lainnya, sehingga menyebabkan ikan
Kerapu Tikus sulit dijumpai di pasaran. Padahal permintaan pasarnya meningkat, yang mana
menyebabkan usaha budidaya ikan Kerapu Tikus memiliki prospek yang cerah. Akan tetapi,
ketersediaan benih menjadi perhatian utama yang belum dapat terpenuhi. Sehingga
diperlukannya kegiatan budidaya yang dapat menunjang ketersediaan benih ikan Kerapu
Tikus. Untuk menghasilkan benih ikan yang berkualitas diperlukan indukan yang memiliki
kualitas yang baik. Induk dengan kualitas baik dapat melakukan pemijahan yang akan
menghasilkan telur-telur yang nantinya akan terbuahi dan menetas menjadi benih. Namun,
pemijahan hanya dapat dilakukan apabila induk tersebut sudah matang gonad, sehingga
pemijahan tidak bisa dilakukan kapan saja dan menunggu hingga induk sudah matang gonad
dan siap memijah.
Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) memiliki prospek yang sangat cerah untuk
dibudidayakan karena merupakan salah satu jenis yang memiliki nilai nilai ekonomis tinggi
serta memiliki peluang pasar dalam maupun luar negeri yang sangat baik. Permintaan pasar

1
nasional akan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) yang cenderung terus meningkat
memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan hasil pengangkapannya.
Pengangkapan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) terus-menerus dalam jumlah yang
cukup besar tanpa disertai usaha pengembangan Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan atau
pembudidayaan akan menyebabkan kelebihan tangkap (Over Fishing) dan bahkan kepunahan
spesies (Anonim, 1994), untuk itu perlu dilakukan pengembangan budidaya ikan Kerapu baik
secara kuantitas maupun kualitas.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan kepada pembahasan ini, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana Kajian Teoritis mengenai Budidaya krapu tikus ?
2. Bagaimana pengklasifikasian krapu tikus?
3. Apa saja faktor biologis pada krapu tikus?
4. Bagaimana Perkembangbiakan atau reproduksi pada krapu tikus?
5. Bagaimana Ekologi Kehidupan krapu tikus?
6. Apa saja yang menjadi Pakan atau Makanan krapu tikus?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kajian teoritis mengenai krapu tikus
2. Untuk mengetahui klasifikasi krapu tikus
3. Untuk mengetahui faktor biologis pada krapu tikus dalam pembudidayaannya
4. Untuk mengetahui cara krapu tikus bereproduksi dalam pembudidayaannya
5. Untuk mengetahui kondisi ekologis atau lingkungan krapu tikus dalam
pembudidayaannya
6. Untuk mengetahui bahan makanan atau pakan yang menjadi makanan krapu tikus dalam
pembudidayaannya

1.4 Manfaat
1. Agar dapat mengetahui proses pembudidayaan ikan krapu tikus
2. Agar dapat membudidayakan ikan krapu dengan benar
3. Agar dapat mengetahui langkah – langkah dalam membudidayakan

1.5 Batasan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi batasan masalah dalam pembahasan
ini yaitu mengetahui apa itu krapu tikus dan bagaimana cara membudidayakan krapu tikus

2
dengan benar dan baik, seperti factor ekologis, bagaimana pengklarifikasiannya, serta
makanannya.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis Krapu Tikus


Menurut Heemstra dan Randall (1993), ikan kerapu termasuk dalam subfamily
Epineplhalinae dari family Serranidae. Di dunia terdapat sekitar 115 spesies ikan kerapu dari
15 genera yang telah dikenal dewasa ini. Ikan kerapu tersebar luas dari perairan tropis hingga
subtropis. Di alam ikan kerapu hidup di dekat dasar perairan, sebagian besar di perairan
karang meskipun adapula yang hidup di perairan estuaria dan sebagian lagi menyenangi
habitat berpasir. Dalam ekosistem perairan karang, ikan kerapu dikenal sebagai predator
yang memakan segala jenis ikan, Crustasea (jenis udang dan kepiting) dan cepalopoda (jenis
cumi-cumi). Kerapu merupakan jenis ikan yang hidup menyendiri (solitaryfishes) dan pada
umumnya tinggal dalam jangka waktu yang lama di karang. Tempat tinggal yang spesifik
serta pertumbuhannya yang relatif lambat menyebabkan mudahnya terjadi tangkap lebih
(over fishing). Pada saat pemijahan, sekumpulan ikan kerapu menyatu (spawning agregation)
dan sangat rentan pada operasi penangkapan. Gambaran Umum Komoditas Ikan Kerapu Ikan
kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di perairan karang, diantaranya
celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan (Soesilo dan Budiman 2002). Secara
umum, ikan kerapu memiliki kepala yang besar, mulut lebar, dan tubuhya ditutupi sisik-sisik
kecil. Bagian tepi operculum, bergerigi dan terdapat duri-duri pada operculum. Letak dua
sirip punggungnya (yang pertama berbentuk duri-duri), terpisah. Semua jenis kerapu
mempunyai tiga duri pada sirip dubur dan tiga duri pada bagian tepi operculum (Ghufran
2001). Ikan kerapu di alam tergolong karnivora yang memakan ikan, udang dan crustacea.
Ikan dari golongan serranidae ini mempunyai lebih dari 46 spesies yang hidup tersebar
dengan tipe habitat yang beragam dan hanya beberapa jenis yang telah dibudidayakan. Ikan
kerapu dinamakan sebagai grouper diperdagangan internasional dan dipasarkan dalam
keadaan hidup (Sunyoto dan Mustahal 2002). Ikan kerapu bersifat hermaphrodit protogynous
(hermaprodit protogini), yang berarti setelah mencapai ukuran dewasa, akan berganti kelamin
(charger sex) dari betina menjadi jantan. Selain itu ikan kerapu tergolong jenis ikan yang
bersifat hermaphrodit synchroni, yaitu di dalam satu gonad satu individu ikan, terdapat sel
seks betina dan sel seks jantan yang dapat masak dalam waktu yang sama, sehingga ikan

4
dapat mengadakan pembuahan sendiri dan dapat pula tidak. Ikan kerapu merupakan ikan
berukuran besar, yang dapat mencapai 450 kg atau lebih per ekor (Ghufran 2001). Kerapu
Macan dan Kerapu Bebek Dari 46 jenis kerapu atau grouper, yang tergolong dalam tujuh
genus dan hidup tersebar di laut dengan tipe habitat beragam, hanya ada enam jenis yang saat
ini dipandang memiliki nilai ekonomis penting yaitu kerapu bebek, kerapu sunu, kerapu
lumpur, kerapu macan, kerapu batik dan kerapu lodi (Ghufran 2001). Komoditas dalam
penelitian ini termasuk kedalam jenis ikan kerapu yang memiliki nilai ekonomis penting
tersebut yaitu kerapu macan dan kerapu bebek.
Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) adalah salah satu jenis ikan Kerapu yang memiliki
prospek pemasaran yang baik untuk pasar ekspor. Akan tetapi, jumlah Kerapu Tikus yang
tertangkap lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis lainnya, sehingga menyebabkan ikan
Kerapu Tikus sulit dijumpai di pasaran. Padahal permintaan pasarnya meningkat, yang mana
menyebabkan usaha budidaya ikan Kerapu Tikus memiliki prospek yang cerah. Akan tetapi,
ketersediaan benih menjadi perhatian utama yang belum dapat terpenuhi. Sehingga
diperlukannya kegiatan budidaya yang dapat menunjang ketersediaan benih ikan Kerapu
Tikus. Untuk menghasilkan benih ikan yang berkualitas diperlukan indukan yang memiliki
kualitas yang baik. Induk dengan kualitas baik dapat melakukan pemijahan yang akan
menghasilkan telur-telur yang nantinya akan terbuahi dan menetas menjadi benih. Namun,
pemijahan hanya dapat dilakukan apabila induk tersebut sudah matang gonad, sehingga
pemijahan tidak bisa dilakukan kapan saja dan menunggu hingga induk sudah matang gonad
dan siap memijah.

2.2 Klasifikasi Krapu Tikus


Menurut Weber dan Beofort (1940) dalam Evalawati et. al. (2001), ikan Kerapu Tikus
(Cromileptes altivelis) diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea

5
Famili : Serranidae
Genus : Cromileptes Spesies : Cromileptes altivelis

Ikan kerapu tikus mempunyai ciri-ciri morfologi sirip punggung dengan 10 duri keras dan
18-19 duri lunak, sirip perut dengan 2 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor dengan 1 duri
keras dan 70 duri lunak. Panjang total 3,3 - 3,8 kali tingginya, panjang kepala satu perempat
dari panjang total, leher bagian atas cekung dan semakin tua semakin cekung, mata satu per
enam kepala, sirip punggung semakin melebar ke belakang, warna putih kadang kecokelatan
dengan totol hitam pada badan, kepala dan sirip (Evalawati et al., 2001).
Bentuk badan ikan kerapu tikus memanjang gepeng atau agak membulat, luasan antar pusat
(kepala) cenderung cekung. Kepala ikan dewasa terdapat lekukan mata yang cekung sampai
sirip punggung. Ketebalan tubuh sekitar 6,6-7,6 cm dari panjang spesifik. Panjang maksimal
tubuhnya mencapai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi pada geraham ikan).
Lubang hidung besar berbentuk bulan sabit vertikal. Seluruh permukaan tubuh kerapu bebek
berwarna putih (terang) hijau keabuan, berbintik bulat hitam dilengkapi sirip renang
berbentuk melebar serta moncong kepala lancip menyerupai bebek atau tikus. Kerapu tikus
muda, bintik hitamnya lebih besar dengan jumlah sedikit (Akbar & Sudaryanto, 2002).

2.3 Biologis Krapu Tikus


Kerapu tikus adalah hewan karnivora, pemakan ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-
udangan. Ikan ini juga tanggap terhadap pakan buatan asalkan dilatih terlebih dahulu. Kerapu
tikus juga mempunyai kecenderungan bersifat kanibal, namun sifat kanibal ikan kerapu tikus
tidak seperti jenis kerapu lainnya dikarenakan lebar bukaan mulut kerapu tikus lebih kecil.
Sebagaimana jenis – jenis kerapu lainnya, kerapu tikus bersifat karnivora, terutama
memangsa larva moluska, rotifer, mikrokrustasea, kopepoda, dan zooplankton untuk larva,

6
sedangkan untuk ikan kerapu tikus dewasa memangsa ikan – ikan kecil, krustasea dan
cephalopoda. Sebagai ikan karnivora, kerapu cenderung memangsa yang aktiv bergerak di
dalam kolam air. Kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan malam hari dan lebih
aktiv pada waktu fajar dan senja hari. Berdasarkan perilaku makannya, ikan kerapu
menempati struktur tropik teratas dalam piramida rantai makanan. Sebagai ikan karnivora
kerapu memiliki sifat buruk yaitu kanibalisme. Kanibalisme merupakan salah satu penyebab
kegagalan pemeliharaan dalam usaha pembenihan.

2.4 Reproduksi Krapu Tikus


Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) bersifat hermaprodit protogini, yaitu perubahan kelamin
dari betina ke jantan yang dipengaruhi oleh ukuran, umur dan spesiesnya. Transformasi dari
betina ke jantan ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam kondisi alami. Pada kerapu
Tikus, transisi dari betina ke jantan terjadi setelah mencapai umur 2,0-2,5 tahun. Pada umur
1,5-2,5 tahun biasanya ikan masih berkelamin betina. Adapun ikan-ikan yang berumur 2,6
tahun ke atas berkelamin jantan (Khordi, dkk., 2010).

2.5 Ekologi Krapu Tikus


Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) tersebar di perairan pantai tropis maupun sub
tropis dan termasuk jenis ikan yang hidup di perairan berkarang, sehingga sering dikenal
sebagai ikan karang (coral reef fish) (Nugroho, 2001). Habitat bagi larva ikan Kerapu Tikus
muda adalah perairan pantai yang pasirnya berkarang dan ditumbuhi padang lamun. Pada
siang hari, larva ikan Kerapu biasanya tidak muncul ke permukaan air. Sebaliknya, pada
malam hari, larva ikan Kerapu banyak muncul ke permukaan air. Hal ini sesuai dengan sifat
ikan Kerapu sebagai organisme nocturnal, yakni pada siang hari lebih banyak bersembunyi di
liang-liang karang dan ketika malam hari aktif bergerak di kolom air untuk mencari makanan
(Subyakto, et. al., 2003).

2.6 Makanan Krapu Tikus


Makanan adalah salah satu aspek ekologis yang mempunyai peranan penting dalam
menentukan besarnya populasi, pertumbuhan dan reproduksi ikan. Berbagai jenis pakan
digunakan selama tahap pendederan, termasuk jenis pakan pelet kering (komersial), pelet

7
basah, ikan rucah, udang rebon, atau kombinasi semuanya (Rukert, dkk., 2009). Ketika
dewasa, ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) memakan makanan yang lebih besar
seperti ikan Teri, Selar, dan ikan kecil lainnya. 6 Terkadang dalam perut ikan Kerapu muda
ditemukan dari jenis crustacea seperti udang, kepiting, maupun cumi (Syamsul, 2000).

8
BAB III

KAJIAN EMPIRIS

Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) memiliki prospek yang sangat cerah untuk
dibudidayakan karena merupakan salah satu jenis yang memiliki nilai nilai ekonomis tinggi serta
memiliki peluang pasar dalam maupun luar negeri yang sangat baik. Permintaan pasar nasional
akan ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) yang cenderung terus meningkat memberikan
peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan hasil pengangkapannya. Pengangkapan ikan Kerapu
Tikus (Cromileptes altevalis) terus-menerus dalam jumlah yang cukup besar tanpa disertai usaha
pengembangan atau pembudidayaan akan menyebabkan kelebihan tangkap (Over Fishing) dan
bahkan kepunahan spesies (Anonim, 1994), untuk itu perlu dilakukan pengembangan budidaya
ikan Kerapu baik secara kuantitas maupun kualitas.

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2013. Pengambilan sampel dilakukan pada
lokasi Budidaya Keramba Jaring Apung di Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru,
Propisi Maluku. Pengamatan dan Analisis Prevalensi Ektoparsit pada sampel Ikan Kerapu
dilkakukan di Laboratorium Balai Perikanan Budidaya Laut Waiheru – Ambon. Sampel Ikan
Kerapu diambil pada wadah budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) , di perairan teluk kayeli
Desa Namlea, sebanyak 10 % total penebaran yaitu ( 20 ekor ), dari dua petakan KJA ukuran 3m
x 3m dengan padat penebaran total 200 Ekor. Sampel diambil secara acak dan dilakukan
pengukuran panjang dan berat dan didapatkan berkisar antara 24 cm – 27 cm, dan berturut turut
beratnya 240 gr – 276 gr. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian terhadap ikan Kerapu
Tikus (Cromileptes altevalis) maka diperoleh ukuran panjang total ikan Kerapu Tikus berkisar
antara 10,00 – 17,84 cm, sedangkan beratnya berkisar antara 21,98 – 112,27 gr. Hasil
pemeriksaan ektoparasit dari 20 ekor inang ternyata ditemukan 14 ekor yang terinfeksi berjumlah
31 individu. Dilihat dari data kualitas air, ternyata nilai rata-rata kualitas air menunjukkan angka
yang berada pada lokasi yang mendukung pertumbuhan organisme budidaya ikan Kerapu Tikus
(Cromileptes altevalis), yakni suhu dengan nilai rata-rata 29,89oC, salinitas 32,19 ppt, DO 4,89
ppm dan pH 8,09 (tabel 6). Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Brotohadikusumo, (1997) dan Anonim (2002), bahwa salinitas yang ideal untuk pembesaran
ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altevalis) adalah 30 – 33 ppt, suhu 27 – 29oC (Anonim, 2002),
Brotohadikusumo (1977) menyatakan bahwa parameter kualitas air khususnya suhu yang baik

9
untuk pembesaran ikan kerapu tikus berkisar antara 28 – 32oC sedangkan pH dan DO yang
cocok untuk pertumbuhan kerapu tikus adalah 7 – 8 untuk pH dan >5 ppm untuk parameter DO.

10
BAB IV
BIAYA INVESTASI
Tahap awal dalam pembangunan usaha pembenihan kerapu skala rumah tangga, diperlukan
pembangunan tangki untuk pembesaran larva, pakan alami,pengolahan air serta instalasi lainnya.

No. Komponen biaya Satuan Jumlah Harga Total


1. Lahan (system bagi M2 200 - -
hasil)
2. Tangki filter (60.000 L) Unit 1 30.000.000 30.000.000
3. Tangki larva Unit 4 5.500.000 22.000.000
4. Tangki pakan hidup Unit 12 2.500.000 30.000.000
5. Pompa tenggelam Unit 2 700.000 1.400.000
6. Pompa air laut Unit 1 1.800.000 1.800.000
7. System pipa air laut dan Paket 1 5.000.000 5.000.000
tawar
8. Blower 200 wolt Unit 2 3.500.000 7.000.000
9. Sterilisasi air laut (60.00 Unit 1 30.000.000 30.000.000
lt)
10. Instalasi aaerasi Paket 1 1.500.000
11. Instalasi listrik (2200 Paket 1 4.800.000 4.800.000
walt)
12. Genset cadangan Unit 5 3.500.000 17.500.000
13. Pelaratan pembenihan Paket 1 1.500.000 1.500.000
14. Lain-lain Paket 1 2.000.000 2.000.000
JUMLAH : 153.000.000

11
BAB V
BIAYA OPRASIONAL
Biaya operasional dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variable.

NO. Struktur Biaya Satuan Jumlah Biaya/satuan Jumlah biaya


1 tahun
Biaya Tetap
1 Tenaga kerja produksi
a. Tenaga teknisi Orang 1 750.000 9.000.000
b. Tenaga operator Orang 2 500.00 12.000.000
2 Biaya listrik Bulan 1 1.500.000 18.000.000
3 Biaya lain-lain Bulan 1 500.000 6.000.000
JUMLAH TOTAL 24.000.000

Biaya Variable
1. Biaya tenaga kerja tidak
langsung
a. Panen dan Per hari 4X3 50.000 3.600.000
packing (4 orang)
2. Biaya sarana produksi
a. Telur (200 pcs X Ekor 200.000 5 6.000.000
rp5)
b. Pupuk Paket 1 250.000 1.500.000
c. Obat-obatan dan Paket 1 500.000 3.000.000
bahan kimia
d. Makanan buatan Paket 1 6.000.000 36.000.000
dan artemia
e. Makanan hidup Paket 1 1.000.000 6.000.000
JUMLAH TOTAL 56.100.000

12
BAB VI
KEUNTUNGAN BUDIDAYA
Berdasarkan fasilitas produksi yang dimiliki, usaha dapat berproduksi secara optimal nulai tahun
pertama hingga akhir tahun ketiga (sesuai umur proyek).

Produk SR Hatching Tebar Proyeksi Unit Harga Penjualan Penjualan Per


Rate Benih Volume Jual (Rp) per siklus 1 Tahun (Rp)
Panen (Rp)
Benih ikan 15% 80% 200.000 24.000 ekor 2.500 60.000.000 360.000.000
kerapu ukuran
2,7 -3 cm
Total 60.000.000 360.000.000

13
DAFTAR PUSTAKA

Umasugi,S & Asdar Buharudin (2015) ANALISIS PREVALENSI DAN INTENSITAS


EKTOPARASIT IKAN KERAPU TIKUS (Cromileptes altevalis) DI KERAMBA JARING
APUNG PERAIRAN TELUK KAYELI KABUPATEN BURU.

Prakosa Dimas G & Wahyu Endra Kusuma, Sus Setyo Pramujo (2013) PEMBENIHAN IKAN
KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis) DI INSTALASI PEMBENIHAN BALAI BUDIDAYA
AIR PAYAU (BBAP) SITUBONDO, JAWA TIMUR.

Insan Muhammad tomi saiful dkk. (2016) Pengembangan Perikanan Budi Daya Kerapu Bebek
(Chromileptes altivelis) di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara.

14

Anda mungkin juga menyukai