PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf sebagai salah satu ilmu esoterik islam memang selalu menarik
mengalami banyak masalah sehingga tasawuf dianggaap sebagai satu obat manjur
Terlepas dari banyaknya pro dan kontra seputar asal mula munculnya
tasawuf harus kita akui bahwa nilai-nilai tasawuf memang sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW. Setidaknya tasawuf pada saat itu terlihat dari tingkah laku nabi
yang pada akhirnya kita namakan dengan nilai-nilai sufi. Hal tersebut sangatlah
wajar karena misi terpenting nabi adalah untuk memperbaiki dan sekaligus
Diantara salah satu tokoh tasawuf islam yang sangat terkenal adalah
Muhammad ibn Ahmad al-Thusi atau yang kita kenal dengan sebutan Imam Al-
dalam karya yang terkenal Ihya’ U’lum al-Din (The Revival of Religion Sciences).
1
B. Rumusan Masalah
ini, yaitu :
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan ruan masalah diatas, adapun tujuan dari penusan makalah ini,
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan pada makalah ini yaitu sebagai referensi untuk
para pembaca mengenai Tokoh Al-Gazali dengan Ilmu Tasawufnya agar para
pembaca lebih termotivasi untuk memahami ilmu tasawuf ban Cuma dari satu sisi
saja.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Nama lengkap adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad ta’us Ath-
suatu kota di Kurasan, Iran, tahun 450 H/1058 M, ayahnya seorang pemintal kain
wol miskin yang taat, pada saat ayahnya menjelang wafat Al Ghazali dan adiknya
Setelah lama tinggal bersama sufi itu, Al-Ghazali dan adiknya disarankan
hidup mereka, di sana ia mempelajari ilmu fiqih kepada Ahmad bin Muhammad
kepada Imam Haramain (Al-Juwaini) hingga menguasi ilmu manthiq, ilmu kalam,
fiqh, ushul fiqh, filsafat, tasawuf dan retorika perdebatan, tak hanya itu ia pun
mengisi waktu belajarnya dengan belajar teori-teori tasawuf kepada Yusuf An-
Nasaj Imam Haramani menjuluki Al-Ghazali dengan sebutan Bahr Mu’riq (lautan
perbedaan pendapat dari para ahli ilmu serta mampu memberikan sanggahan-
1
Kholid Syamhudi, Lc, “Sejarah Hidup Imam Al Ghazali : Bag pertama”
https://muslim.or.id/59-sejarah-hidup-imam-al-ghazali-1.html (diakses pada tanggal 29 April 2019,
pukul 19.11 wita).
2
Kholid Syamhudi, Lc, “Sejarah Hidup Imam Al Ghazali.
3
Setelah Imam Haramani Wafat (478 H/1068 M) Al-Ghazali pergi ke
485 H/1091 M). Pada tahun 483 H/1090 M ia diangkat oleh Nizam Al-Muluk
di Thus pada tanggal 19 Desember 1111 M/14 Jumadil Akhir tahun 505H.Al-
Ghazali banyak meninggalkan karya tulis menurut Sulaiman Dunya, karangan Al-
Ghazali mencapai 300 buah, ia mulai mengarang pada usia 25 tahun, sewaktu
meliputi beberapa bidang ilmu pengetahuan antara lain, filsafat, ilmu kalam, fiqh,
Setelah seorang sufi melewati berbagai maqom mulai dari taubah, wira’i, zuhud,
faqru, sabar, tawakal, dan ridho maka sampailah ia pada satu tsamroh atau hasil
dari perjalanan kesufian tersebut. Tsamroh itulah yang dalam kitab Ihya’ U’lum al-
3
Kholid Syamhudi, Lc, “Sejarah Hidup Imam Al Ghazali.
4
Keterikatan antara ‘mahabbah’ dan makrifat dalam pemikiran sufisme amat
erat seolah sepasang kembar yang tak dapat dipisahkan baik subtansi maupun
sifat-sifatnya. Dari makrifat lahir mahabbah, cinta. Tiada pengenalan yang tidak
dengan menggunakn akal sebagaimana yang diyakini oleh para kaum filsafat. Al-
intuitif (batini) akan lebih dapat memberikan keyakinan dan ketenangan spiritual
dari pada hanya sebatas bersandar dengan akal Proses ma’rifat (pengenalan)
membagi kelompok orang-orang yang sampai pada tingkat ma’rifat dan mahabbah
kepada dua tingkatan yaitu pertama tingkatan seseorang yang kuat dalam ma’rifat.
Dia adalah seseorang yang menjadikan Tuhan sebagai awal ma’rifatnya dan
kemudian dengan ma’rifat itu ia mengenal segala sesuatu yang selain Tuhan.
Kedua adalah tingkatan seseorang yang lemah ma’rifatnya. Yaitu seseorang yang
mengenal Tuhan.4
Untuk sampai pada mahabbah dan ma’rifat yang sempurna kepada Tuhan
tentunya seorang sufi terlebih dahulu harus melewati berbagi maqom dan melewati
batas fana’. Fana’ merupakan satu istilah yang menggambarkan seorang sufi yang
telah melakukan proses takhalli dan tahalli. Seorang yang mencintai Tuhan akan
berusaha bertakhalli atau membersihkan diri dan jiwa dari segala macam sifat
4
Abu Hamid al- Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin (Cet. I; Bandung: PT Mizan Pustaka,
2008), h. 235.
5
yang dibenci oleh Tuhan. Begitu juga sebaliknya setelah seorang sufi melakukan
terbukanya hijab dan terjadinya tajalli atau penampakan Tuhan pada makhluknya.
Seorang yang telah sampai pada maqom ini akan merasa hidupnya terpenuhi oleh
cahaya Tuhan. Bahkan terkadang saat berada dalam kondisi sakran (mabuk)
syatotoh. Yang menarik dari konsep ma’rifat al-Ghazali adalah penolakannya pada
konsep-konsep tokoh sufi sebelum al-Ghazali seperti Abu Yazid dengan konsep
ittihad, al-Hallaj dengan konsep hulul, ibn Arabi dengan konsep wahdah al-wujud.
imanen dalam diri manusia. Al-Ghazali melihat itu semua sebagai paham yang
akan merusak konsep tauhid yang menjadi ciri khas dogma teologi dalam Islam.
ini sebagai khayalan semata. Katanya, “sampailah ia ke derajat yang begitu dekat
dengan-Nya sehingga ada orang yang mengiranya sebagai hulul, ittihad atau
wushul. Semua persepsi itu adalah salah belaka. barang siapa mengalaminya,
hendaklah hanya mengatakan bahwa itu suatu hal yang tak dapat diterangkan,
5
Abu Hamid al- Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, h. 236.
6
Dengan batasan ini, bisa dilihat bahwa al-Ghazali mempertahankan
keyakinan mengenai Tuhan sebagai Dzat yang transenden. Artinya Tuhan adalah
Dzat yang mengatasi dan berbeda dengan manusia : Ada perbedaan mendasar
antara Tuhan dan makhluk (manusia) secara jelas dalam pandangan al-Ghazali.
Akan tetapi penolakan al-Ghazali terhadap hulul dan ittihad di atas tidak
mencapai maqom ma’rifat. Bagi al-Ghazali, pengalaman itu benar adanya. Kaum
`arifun, setelah pendakiannya ke langit hakekat, sepakat bahwa mereka tak lagi
melihat dalam wujud ini kecuali Tuhan. Adapun ucapan al-Hallaj ana al-Haq, dan
ucapan yang terlepas di bawah kontrol kesadaran seseorang saat ia berada dalam
keadaan mabuk (sakran) akan cinta Tuhan. Ucapan-ucapan itulah yang selanjutnya
Menurut dia, ilmu sejati atau ma’rifat sebenarnya adalah mengenal Tuhan.
Mengenal Hadrat Rububiyah. Wujud Tuhan meliputi segala Wujud. Tidak ada
yang wujud melainkan Tuhan dan perbuatan Tuhan. Tuhan dan perbuatannya
adalah dua, bukan satu. Itulah koreksi al-Ghazali atas pendirian al-Hallaj dan
ulama sufi lainnya. Wujudnya ialah kesatuan semesta (wihdatul wujud). Alam
keseluruhan ini adalah makhluk dan ayat (bukti) tentang kekuasaan dan kebesaran-
Nya. Sedangkan penglihatan akan Tuhan melalui alam dan makhlukNya adalah
sebatas tajalli atau penampakan akan keberadaan Tuhan bukan berarti Tuhan
7
C. Al-Ghazali dan Tasawuf
kemurnian ajaran Islam. Pada saat itu banyak yang beranggapan bahwa seorang
ahli tasawuf yang tidak beri’tikad dangan faham di atas, maka sebenarnya tidak
pantas diberi gelar sebagai ahli tasawuf Islam. Sehingga sebagian orientalis Barat
Ghazali tidak termasuk dalam golongan ahli tasawuf Islam, karena ia tidak
Ghazali pada tasawuf tidak saja telah membuatnya memperoleh pencerahan dan
ketenangan hati. Lebih jauh lagi, justru dia memiliki peran yang cukup signifikan
tokohnya seperti Hasan Basri (khauf), Rabi`ah Al-Adawiyah (hub al-ilah), Abu
Ibn Sabi`in (ittihad), dan Ibn Faridl (cinta, fana’, dan wahdat at-shuhud) yang
8
kehadiran Al-Ghazali justru telah memberikan warna lain; dia telah mampu
hijriyah. Pada saat itu terjadi perubahan yang jauh oleh para sufi. Banyak dari
yaitu tidak menyimpang dari nash dan sunah Rasul telah membawa perubahan
besar pada zamannya. Ia berpendapat bahwa seorang yang ingin terjun dalam
dunia kesufian harus terlebih dahulu menguasai ilmu syariat. Karena praktek-
praktek kesufian yang bertentangan dengan syariat islam tidak dapat dibenarkan.
pertentangan karena kedua ilmu ini saling melengkapi. Dalam kitabnya Ihya’
dengan tasawuf. Ia memberikan contoh praktek syariat yang kosong akan nilai
tasawuf (hakikat) maka praktek itu tidak akan diterima oleh Allah dan menjadi sia-
sia. Sebaliknya praktek tasawuf yang meninggalkan aturan syariat islam maka
praktek itu akan mengarah pada bid’ah. Ibarat syariat adalah tubuh maka nilai-nila
7
M. Abdul Mujieb, dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali (Cet. I; Jakarta: PT Mizan
Publika, 2009) , h.124.
8
M. Abdul Mujieb, dkk, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazal.
9
Abu Hamid al- Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, h. 9.
9
Di dalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni berdasarkan Al-
Qur’an dan sunnah Nabi ditambah dengan doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al-jama’ah.
Wlad. Al Ghazali menilai negatif terhadap syathahat dan ia sangat menolak paham
hulul dan utihad (kesatuan wujud), untuk itu ia menyodorkan paham baru tentang
ma’rifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) tanpa diikuti
penyatuan dengan-Nya:10
segala yang ada, alat untuk memperoleh ma’rifat bersandar pada sir-qolb dan
roh. Pada saat sir, qalb dan roh yang telah suci dan kosong itu dilimpahi cahaya
tingkat ma’rifat.
sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan
10
Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi: Syaikh’ Abdul Qadir al-Jailani
(Cet. I; Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), h. 46.
10
ciptaannya; nikmatnya mata terletak pada ketika melihat gambar yang bagus
Al Ghazali adalah salah satu ulama’ dan juga sufi yang terkenal di dunia.
Hal ini disebabkan salah satu faktornya adalah karangan kitab beliau yang terkenal
ini pembahasannya dibagi menjadi empat bab dan masing-masing dibagi lagi
Namun yang menjadi isi pokok pada kitab tersebut adalah ikhlas dengan
tauhid Allah dan Ikhlas menjalankan tauhid Allah. Namun yang menjadi
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
11
1. Nama lengkap adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad ta’us Ath-thusi
2. Konsep ma’rifat merupakan bagian dari finalitas maqomat seorang sufi. Setelah
seorang sufi melewati berbagai maqom mulai dari taubah, wira’i, zuhud, faqru,
sabar, tawakal, dan ridho maka sampailah ia pada satu tsamroh atau hasil dari
3. Dalam bidang tasawuf Al- Ghazali berusaha meletakkan kembali posisi tasawuf
ajaran Islam.
4. Al Ghazali adalah salah satu ulama’ dan juga sufi yang terkenal di dunia. Hal
ini disebabkan salah satu faktornya adalah karangan kitab beliau yang terkenal
B. Saran
Adapun saran kami selaku penulis makalah ini, agar kiranya para pembaca
DAFTAR PUSTAKA
al- Ghazali ,Abu Hamid. Mutiara Ihya Ulumuddin (Cet. I; Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2008), h. 235.
12
Kholid Syamhudi, Lc, “Sejarah Hidup Imam Al Ghazali : Bag pertama”
https://muslim.or.id/59-sejarah-hidup-imam-al-ghazali-1.html diakses pada
tanggal 29 April 2019, pukul 19.11 wita.
Mujieb, M. Abdul, dkk. Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali Cet. I; Jakarta: PT
Mizan Publika, 2009.
Sholikhin, Muhammad. 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi: Syaikh’ Abdul Qadir al-
Jailani Cet. I; Yogyakarta: Mutiara Media, 2009.
13