KHAIDIR
Al-Khidr (Arab:الخضر, Khadr, Khadr) adalah nama yang diberikan kepada
seorang nabi misterius dalam Surah Al-Kahf ayat 65-82. Selain kisah tentang
Nabi Khadir yang mengajarkan tentang ilmu hikmah dan kebijaksanaan kepada
Nabi Musa, asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khadir tidak banyak
disebutkan.
ETIMOLOGI
Al-Khadir secara harfiah berarti 'Seseorang yang Hijau' melambangkan
kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran akan pengetahuan
“berlarut langsung dari sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia
Britannica, dikatakan bahwa Khadir memiliki telah diberikan sebuah nama, yang
paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.
GENELOGI
Menurut sebuah situs web, Khadir adalah sepupu Raja Dzul Qarnain dari
pihak ibu. Menurut Ibnu Abbas, Khadir adalah seorang anak cucu
Nabi Adam yang taat beribadah kepada Allah dan ditangguhkan ajalnya. Ibunya
berasal dari Romawi sedangkan bapaknya keturunan bangsa Parsi.[11]
Kemudian Mahmud al-Alusi menambahkan bahwa ia tidak membenarkan
semua pendapat mengenai riwayat asal usul Nabi Khadir, tetapi An-
Nawawi mengatakan bahwa ia adalah seorang putra raja.[12]
BIOGRAFI
Teguran Allah kepada Musa
Kisah Musa dan Khadir dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al-
Kahf ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahawa
dia mendengar Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari,
Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu dia ditanya, “Siapakah orang yang
paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku” Lalu Allah menegur Nabi Musa
dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada
di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya, “Wahai Tuhanku,
dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun
berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu
seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan
tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan
hamba-Ku itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu
mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi
Musa untuk menemui hamba yang shalih itu. Di
samping itu, Nabi Musa juga ingin sekali mempelajari
ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Al-Khadir (kanan)
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh dan Dzu al-Qarnayn,
menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya' tertidur dan takjub dengan
ketika terjaga, dia lupa untuk menceritakannya penglihatannya
kepada Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi terhadap seekor ikan
perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan air asin yang kembali
paginya, hidup ketika ditaruh
ke dalam Air
Nabi Musa berkata kepada Yusya` “Bawalah ke Kehidupan.
mari makanan kita, sesungguhnya kita telah
merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Surah Al-
Kahfi : 62)
Ibn `Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga
baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui
hamba-Nya yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa,
“ “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi,
sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang
membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu
kembali masuk kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-
Kahfi : 63) ”
“ Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64) ”
Persyaratan belajar
Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat seorang hamba
Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa pun mengucapkan salam
kepadanya. Khadir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya
kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu”
Jawab Musa, “Aku adalah Musa.” Khadir bertanya lagi, “Musa dari Bani
Isra’il?” Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan
dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan
kepada tuan.”
“ Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang
yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.”
(Surah Al-Kahfi : 69) ”
Akhirnya Nabi Musa sadar hikmah dari setiap perbuatan yang telah
dikerjakan Nabi Khadir. Akhirya mengerti pula Nabi Musa dan merasa amat
bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba Allah
yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang tidak dapat
dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini diberikan oleh Allah SWT
kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Khadir yang bertindak sebagai
seorang guru banyak memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti
yang diminta oleh Nabi Musa, dan Nabi Musa menerima nasihat tersebut
dengan penuh rasa gembira.
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu
(Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal ?”
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa ayat ini merupakan hujjah atau
argument bahwa Nabi Khandir telah meninggal dan tidak hidup sampai sekarang,
hal ini karena Nabi Khandir adalah seorang manusia yang merasakan mati
walaupun statusnya wali, nabi ataupun rasul Allah[13]
“Tidaklah kalian melihat pada malam kalian ini, bahwa sesungguhnya siapa yang
umurnya (berkepala) seratus tahun tidak (tersisa) pada hari ini di atas permukaan
bumi seorang pun”[15][16]