Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN CA KOLOREKTAL

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

DISUSUN OLEH:

SEPTI DELLA SANDAY


NIM: 24191366

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
CA KOLOREKTAL

A. PENGERTIAN

Kolon adalah bagian terbesar dari usus besar. Panjangnya hampir 5


kaki. Kolon memiliki empat bagian yaitu kolon ascending, transverse,
descending, dan sigmoid. Dindingnya memiliki empat lapisan utama
mukosa, submukosa, muskularis propia, dan serosa atau adventitia.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.
Kanker (ca) adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan
sel yang abnormal, bila hal ini terjadi di usus besar atau rectum maka
disebut kanker kolorektal (American Cancer Society, 2017). American
Cancer Society (ACA) tahun 2016, menjelaskan bahwa kanker kolorektal
adalah kanker yang dimulai di usus besar atau rektum. Kanker ini juga
bisa disebut kanker usus besar atau kanker rektum, tergantung tempat
bermulanya. Kanker usus besar dan kanker rektum sering dikelompokkan
bersama karena memiliki banyak kesamaan.
Hampir semua kanker kolon adalah adenokarsinoma.
Adenokarsinoma adalah kanker sel yang melapisi kelenjar dan, dalam
kasus kanker usus besar, memmproduksi lendir (National Comprehensive
Cancer Network, 2016) Awalnya kanker kolorektal dapat muncul sebagai
polip jinak tetapi dapat menjadi ganas, menginvasi dan menghancurkan
jaringan normal, dan meluas ke struktur sekitarnya (Smeltzer, 2015).

Ca Kolon merupakan salah satu penyakit kanker dengan prevalensi


kejadian yang cukup tinggi. Hal tersebut didukung oleh data dari
Globocan (2012) yang menyatakan bahwa insiden kejadian kanker
kolorektal diseluruh dunia menempati urutan ketiga yaitu 9,7% atau
sebanyak 1.360 jiwa dari 100.000 penduduk. Dan menduduki peringkat
keempat sebagai penyebab kematian terbesar diseluruh dunia yaitu 8,5%
atau 694 jiwa dari 100.000 penduduk. Di Indonesia sendiri angka kejadian
Ca Kolon menempati urutan ketiga terbanyak menurut Depkes dengan
jumlah kasus 1,8 dalam 100.000 penduduk ( Haryono, 2012). Setidaknya
pada setiap tahunnya sekitar 1.666 orang meninggal akibat kanker
kolorektal (Rahmianti, 2013).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kanker kolon adalah tumbuhnya sel-sel ganas di permukaan dalam usus
besar (kolon) atau rektum. Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah
di bagian sekum, asendens, dan kolon sigmoid, salah satu
penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi untuk
mengeluarkan produksi feses. Penyakit ini termasuk penyakit yang
mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang
lebih parah. Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker
Colon.

B. ETIOLOGI

Sebagian besar kanker kolorektal dimulai dari polip pada lapisan


dalam usus besar atau rektum. Beberapa jenis polip dapat berubah menjadi
kanker selama beberapa tahun, namun tidak semua polip menjadi kanker.
Kemungkinan berubah menjadi kanker tergantung pada jenis polip. 2 jenis
polip utama adalah:

1. Adenomatous polyps (adenoma): Polip ini kadang berubah menjadi


kanker. Karena itu, adenoma disebut kondisi pra-kanker.
2. Hyperplastic polyps dan inflammatory polyps: Polip ini lebih sering
terjadi, namun secara umum tidak bersifat pra-kanker.

Adapun faktor resiko dari kanker kolorektal berdasarkan National


Cancer Institute (2017) adalah :

1. Usia
Menurut ACA (2017), risiko kanker kolorektal meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Proporsi kasus yang di diagnosis pada
individu yang berusia dibawah 50 tahun meningkat dari 6 % pada
tahun 1990 menjadi 11% pada tahun 2013. Sebagian besar (72%) pada
kasus ini terjadi pada individu dengan usia di atas 40 tahun.
2. Genetik
Hampir 30% pasien kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga
dengan penyakit ini, sekitar 5% diantaranya disebabkan oleh kelainan
genetic yang diwariskan. Individu dengan riwayat keluarga tingkat
pertama (orangtua, saudara kandung atau anak) yang didiagnosis
dengan kanker kolorektal memiliki risiko 2 sampai 4 kali
dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan
penyakit tersebut.
3. Riwayat menderita adenoma beresiko tinggi (polip kolorektal yang
berukuran 1 sentimeter atau lebih besar atau memiliki sel yang terlihat
abnormal di bawah mikroskop).
Riwayat menderita kolitis ulserativa kronis atau penyakit Crohn
selama 8 tahun atau lebih. Penyakit Crohn juga sering disebut colitis
granulomatosis atau colitis transmural, merupakan peradangan di
seluruh dinding granulomatois, sedangkan colitis ulseratif secara
primer adalah inflamasi yang terbatas di selaput lendir kolon. Risiko
terjadinya kanker kolon pada Crohn;s lebih besar.
4. Mengonsumsi alcohol
Konsumsi alcohol sedang dan berat (<12,5 gram perhari, sekitar satu
minuman), dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolon.
Dibandingkan dengan seseorang yang tidak minum alcohol dan hanya
mengonsumsi sesekali, seseorang yang rata-rata mengonsumsi 2
sampai 3 minuman beralkohol per hari memiliki risiko kanker 20%
lebih tinggi, dan yang mengonsumsi lebih dari 3 minuman per hari
memiliki sekitar 40% peningkatan risiko.
5. Merokok
Badan Penelitian Kanker Internasional pada November 2009
melaporkan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker kolorektal.
Kaitan terhadap rectum lebih besar dibandingkan dengan kolon.
6. Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker kolon yang lebih tinggi
pada pria dibandingkan wanita. Secara khusus seseorang dengan berat
badan normal, pria obesitas memiliki 50% risiko kanker kolon lebih
tinggi dan kanker rectal 20%, sedangkan wanita obesitas memiliki
sekitar 20% peningkatan risiko kanker kolon dan risiko kanker rectal
10%. Obesitas dapat berdampak negative pada kesehatan metabolic
yang merupakan fungsi utama dari semua proses biokimia didalam
tubuh. Studi terbaru menunjukkan bahwa kesehatan metabolic yang
buruk memiliki kaitan dengan kejadian kanker kolorektal.

Faktor lain yang dapat menjadi penyebabnya antara lain adalah


pola makan atau diet dan jenis makanan yang dikonsumsi. Makanan yang
tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah, menyebabkan
sekresi asam dan bakteri anaerob yang dapat menyebabkan timbulnya
kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga
dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan
karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak
dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok
menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi
sayuran dan buah-buahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ).

C. TANDA GEJALA
Kanker kolorektal seringkali dapat dideteksi dengan prosedur
skrining. Adapun manifestasi klinis dari kanker kolon menurut (Network,
2016) adalah :

1. Anemia
2. Perdarahan pada rectum
3. Nyeri abdomen
4. Perubahan kebiasaan defekasi
5. Obstruksi usus atau perforasi.

Sementara (Smeltzer, 2015) menjelaskan manifestasi klinis dari


kanker kolon maupun kanker rektum yaitu :

1. Keluarnya darah di dalam atau pada feses.


2. Penurunan berat badan dan keletihan.
3. Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen yang
tumpul dan melena.
4. Lesi sisi kiri dikaitkan dengan obstruksi (nyeri dan kram abdomen,
penyempitan ukuran feses, konstipasi dan distensi) dan darah berwarna
merah terang di feses.
5. Lesi rectal dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak
efektif saat defekasi), nyeri rectal, mengalami konstipasi dan diare
secara bergantian, feses berdarah.

Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien ca kolon


menurut lokasi ca ditemukan dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu:

1. Kanker kolon kanan


Isi kolon berupa cairan, cenderung teteap tersamar hingga stadium
lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen
usus besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering
terjadi, dan darah bersifat samar dan hanya dapat dideteksi dengan tes
Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat di lakukan di klinik). Mucus
jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus,
tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium
awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada
abdomen, dan kadang-kadang pada epigatrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum
Cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan
respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi.
Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan
obstruksi. Feses bisa kecil dan berbentuk pita. Baik mucus maupun
darah segar sering terihat pada feses. Dapat terjadi anemia karena
kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat
mengenairadiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala-
gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bawah,
keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat
tekanan pada alat-alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul
pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkapsetelah
defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.

D. PATOFISIOLOGI

Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%)


adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel).
Munculnya kanker kolon biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang
kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak; jaringan
normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya.
Kanker kolon dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam
lumen, dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular
(mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada bagi rektosigmoid,
sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan
kolon asendens. Kanker kolon dapat menyebar melalui:

1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam


kandung kemih (vesika urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe
perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon
mengalirkan darah balik ke sistem portal.

Patologi kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan


sel yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal
membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal,
polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal
adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi
dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi
menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar
(Davey, 2006).
Stadium klinis pada ca kolon dapat ditemukan dengan sistem TMN
sebagai berikut:

Stadium Tingkat Penyebaran


TIS Carsinoma in situ
T1 Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler
T2 Sudah mengenai otot dinding
T3 Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke
sekitar
T4 Sama dengan T3 dengan fistula
N Limfonodus terkena
M Ada metastasis

Menurut Hidyat (1997) stadium pada kanker kolorektal dapat


diklasifikasikan diantaranya:
1. Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan
dinding usus besar (lapisan mukosa).
2. Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di
bawah lapisan mukosa.
3. Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe
yang banyak terdapat di sekitar usus.
4. Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh
kelenjar limfe atau bahkan ke organ-organ lain.

E. KOMPLIKASI

Karsinoma Kolon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip.


Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi sampai gejala-gejala muncul
secara berlahan dan tampak membahayakan. Penyakit ini menyebar dalam
beberapa metode.
Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan
dalam di perut, mencapai serosa dan mesenterik fat. Kemudian tumor
mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya, kemudian meluas
kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem
sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati
pembuluh darah pada usus besar melalui limpa, setelah sel tumor masuk
pada sistem sirkulasi, biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang
kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat
metastase yang lain termasuk kelenjar adrenalin, ginjal, kulit, tulang, otak.
Dengan demikian secara garis besar komplikasi primer yang dapat
dialami oleh pasien dengan ca kolon adalah:

1. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi.


2. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ
peritoneal.
3. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan.
F. PATHWAY

1. Adrematus polyps
CA Kolorektal Faktor predisposisi (geneytik, usia,
(adenoma)
2. Hyperplastic polyps dan gaya hidup, dll.)
implantory polyps.

Implamasi jaringan
dari efek kompresi Obstrusi pada kolon sigmoid
tumor
Kerusakan Kompresi Fases tertekan
jaringan syaraf lokal
vesikular Anoreksia Konstipasi
lokal Nyeri saat implamasi jaringan dari
defekasi intek nutrisi efek kompresi tumor
Perdarahan tidak adekuat Fase obstrusi sekum
Internal metatase melalui vena
(fases+darah) Nyeri vorta
Ketidakseimbangan Distensi sekum
Anemia nutrisi kurang dari kerusakan jaringan hati
kebutuhan tubuh Peritonitis
Kelemahan Fungsi hati menurun

CA hati
Intoleransi
aktifitas
Penatalaksanaan

CA Kolorektal

Rambut kepekaan sel


rontok meningkat
(kebotakan) Resiko cidera
Konservatif Operasi/Pembedahan
1. Kolostomi sementara
1 Kemoterapi 2. Kolostomi permanen Post Op
Gangguan
2 Terapi radiasi
citra diri 3 Imunoterapi Luka
Gangguan
citra diri
Tempat masuk mikroba
Supresi jaringan

Kurang informasi
Kerusakan Thd pembedahan Resiko infeksi
integritas kulit

Cemas
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Smeltzer (2015) mengemukakan pemeriksaan yang biasa dilakukan


untuk diagnosis kanker kolorektum adalah :

1. Pemeriksaan abdomen dan rectal; pemeriksaan darah samar pada feses;


barium enema; proktosigmoidoskopi; dan kolonoskopi, biopsy, atau
apusan sitologi
2. Pemeriksaaan CEA (carsinoembryogenic antigen) adalah
ditemukannya glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan,
termasuk kanker kolorektal. Pemeriksaan ini harus kembali normal
dalam 48 jam sejak eksisi tumor (reliable dalam memprediksi
prognosis dan kekambuhan).

Selain daripada itu pemeriksaan penunjang lain yang dapat


dilakukan adalah:

1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu di lakukan baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi.
2. Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dapat di lakukan antara lain adalah foto
dada dan foto kolon ( barium enema). Pemeriksaan dengan enema
barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan
mengidentifikasikan letaknya. Tes ini menggambarkan adanya
kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor
pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi
dengan tes ini. Enema barium secara umum di lakukan setelah
sigmoidoscopy dan colonoscopy.
3. Computer Tomografi (CT)
Membantu memperjelas adanya massa dan luas penyakit. Chest X-ray
dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang
sudah metastasis.
4. Histopatologi
Biopsy di gunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar
histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu
ditentukan diferensiansi sel.
5. Laboratorium
Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien
mengalami perdarahan. Nilai hemoglobin dan hematocrit biasanya
turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac positif untuk accult
blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus
menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase
(tanaman lobak dan gula bit) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam
sebelum diberikan feces spesimen.
6. Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan
untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening
di abdomen dan hati.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Terapi kanker bergantung pada stadium penyakit dan komplikasi


yang terkait. Obstruksi ditangani dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik dan dengan terapi darah jika perdarahan cukup berat
(Smeltzer, 2015). Adapun terapi suportif dan terapi pelengkap lain yang
dapat diberikan adalah:

1. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi
misalnya sinar X, atau sinar gamma, di fokuskan untuk merusak
daerah yang di tumbuhi tumor, merusak genetik sehingga membunuh
kanker. Terapi radiasi merusak se-sel yang pembelahan dirinya cepat,
antara lain sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung dan usus, sel
darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan
kehilangan nafsu makan.
2. Kemotherapy
Kemotherapy memakai obat antikanker yang kuat, dapat masuk ke
dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah
menyebar. Obat kemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di
injeksi atau di makan, pada umumnya lebih dari satu macam obat,
karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus.
3. Pembedahan
Pembedahan adalah terapi primer untuk sebagian besar kanker kolon
dan rectal; jenis pembedahan bergantung pada lokasi dan ukuran
tumor, dan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Beberapa jenis
pembedahan yang dapat dilakukan:

a. Kolonoskopi dilakukan pada kanker yang terbatas pada satu


tempat. Kolonoskopi adalah prosedur yang dilakukan untuk
mengevaluasi bagian dalam kolon.
b. Neodimium
Adalah tindakan pelaseran. Yaitu dengan menggunakan laser
ittrium-aluminium-garnet (Nd:YAG) efektif pada beberapa lesi.
c. Reseksi usus dengan anastomosis dan kemungkinan kolostomi atau
ileostomi sementara atau permanen (kurang dari sepertiga pasien)
atau pembuatan kantung/wadah koloanal (kantung J kolonik).
d. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang
dibentuk dari pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke
dinding abdomen (perut), stoma ini dapat bersifat sementara atau
permanen. Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah untuk tindakan
dekompresi usus pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai
anus setelah tindakan operasi yang membuang rektum karena
adanya tumor atau penyakit lain. Untuk membuang isi usus besar
sebelum dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk
penyambungan kembali usus (sebagai stoma sementara). Untuk
kolostomi dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu:

1) Berdasarkan sifatnya dapat sementara dan permanen. Untuk


yang sementara dapat diberikan pada pasien dengan hisprung,
ateriksia ani, dll. Sedangkan untuk yang permanen dapat
diberikan pada paseien dengan penyakit tumor ganas pada
kolon yang tidak memungkinkan tindakan operasi reseksi-
anastomosis usus.
2) Berdasarkan letaknya:

Colostoy Colostomy Colostomi


Asendens Transversal Desendens
Lokasi Colon Colon Colon
Asendens Tansversum Desendens
Konsistensi Cair atau lunak Lunak Padat
feses
Iritasi kulit Mudah terjadi, Mungkin Kadang
karena kontak terjadi karena terjadi
dengan enzim lembab terus
pencernaan menerus
Komplikasi Striktur atau
retraksi stoma

3) Berdasarkan teknik pembuatan dibagi tiga yaitu Single


Barreled Colostomy, Double Barreled Colostomy, dan Loop
Colostomy.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan
lain-lain.
2. Identitas penanggung jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
4. Keluhan Utama
(Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini)
5. Riwayat Kesehatan Sekarang
(Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang sampai klien
dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan klien saat ini yang diuraikan
dalam konsep PQRST)
P : Palitatif /Provokatif
(Apakah yang menyebabkan gejala, apa yang dapat memperberat dan
menguranginya)
Q : Qualitatif /Quantitatif
(Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauhmana
merasakannya sekarang)
R : Region
(Dimana gejala terasa, apakah menyebar)
S : Skala
(Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10)
T : Time
(Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah tiba-
tiba atau bertahap)
6. Riwayat Kesehatan Dahulu
(Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan
atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat ini.
Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh)
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
(Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit
turunan atau riwayat penyakit menular)
8. Pola Aktivitas Sehari-hari
(Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit
dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola
pemenuhan atau tidak)
9. Pemeriksaan Fisik
(Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan tehnik
pemeriksaan yang digunakan Head to Toe yang diawali dengan
observasi keadaan umum klien. Dan menggunakan pedoman 4 langkah
yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
10. Data Psikologis
(Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya
komunikasi, dan konsep diri)
11. Data Sosial
(Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan
masyarakat)
12. Data Spiritual
(Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap
kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah)
13. Data Penunjang
(Berisi tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium
yang dijalani klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal,
dituliskan hanya 3 kali pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila
hasilnya fluktuatif, buat keterangan secara naratif)
14. Program dan Rencana Pengobatan
(Berisi tentang program pengobatan yang sedang dijalani dan yang
akan dijalani oleh klien)
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis (kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder
terhadap proses keganasan usus.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kolostomi.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen dan perianal), pembentukan stoma, dan kontaminasi
fekal terhadap kulit periostomal.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi dan efek kemoterapi yang didapat.

K. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan intervensi ONEC 1. Untuk menentukan
nyeri berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan 1. Lakukan pengkajian nyeri intervensi selanjutnya
agen cidera biologis nyeri berkurang dengan secara komprehensif termasuk 2. Untuk mengkaji lebih
(kompresi jaringan kriteria hasil: lokasi, karakteristik, durasi, jauh masalah yang
sekunder akibat obstruksi). 1. Mampu mengontrol nyeri. frekuensi, kualitas, dan faktor ditimbulkan guna
2. Melaporkan adanya presipitasi. menemukan solusi
penurunan nyeri dengan 2. Observasi reaksi non verbal terbaik.
menggunakan managemen dari ketidaknyamanan. 3. Untuk memberikan
nyeri. 3. Berikan tindakan kenyaman dan perasaan
3. Mampu mengenali nyeri kenyamanan (sentuhan “dirawat” oleh perawat.
(skala, intensitas, terapeutik, pengubahan 4. Untuk mengkaji
frekuensi dan tanda nyeri). posisi, pijatan punggung ) keefektivan managemen
4. Adanya penurunan skala dan aktivitas terapeutik. nyeri yang diberikan.
nyeri. 4. Evaluasi bersama tim 5. Untuk mengontrol nyeri
kesehatan lain tentang yang dirasakan pasien.
ketidakefektifan kontrol nyeri 6. Untuk menurunkan
yang telah diberikan. skala nyeri yang
5. Ajarkan tentang teknik non dirasakan pasien.
farmakologis.
6. Kolaborasi dengan dokter
pertimbangan pemberian terapi
farmakologi jika dibutuhkan.
2 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor input dan output. 1. Untuk menentukan
kurang dari kebutuhan selama 3x24 jam diharapkan 2. Monitor parameter fisiologi balance cairan pasien.
tubuh b/d gangguan asupan nutrisi pasien (tanda vital, elektrolit), sesuai 2. Untuk menentukan
absorbsi nutrien, status terpenuhi dengan kriteria yang dibutuhkan. status dan kondisi
hipermetabolik sekunder hasil: 3. Pantau berat harian dan gejala. pasien saat ini.
terhadap proses keganasan 1. Status nutrisi meningkat. 4. Tentukan status nutrisi pasien 3. Untuk menentukan dan
usus. 2. Melaporkan kemampuan dan kemampuan untuk embantu pasien
menelan. memenuhi kebutuhan nutrisi. mencapai IMT yang
3. Fungsi gastrointenstinal 5. Identifikasi alergi pasien pada normal dengan pasien.
membaik ditandai dengan makanan atau 4. Untuk mendapatkan
tidak ada mual-muntah. ketidakmampuan. informasi terkait status
6. Edukasi pasien dan keluarga nutrisi pasien.
tentang pentingnya 5. Untuk menghindari
mengkonsumsi makanan sehat adanya reaksi alergi
dan jenis-jenisnya. makanan pada pasien.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. Untuk meningkatkan
diet yang baik yang dapat pengetahuan pasien dan
dilakukan pasien. keluarga terkait
8. Libatkan pasien dalam makanan sehat yang
pemilihan menu yang di pasien perlukan dan
inginkan. butuhkan.
9. Kolaborasi dengan dokter 7. Untuk menentukan
pemberian farmakologi seperti kebutuhan gizi harian
anti mual/muntah. pasien.
8. Untuk meningkatkan
selera makan pada
pasien.
9. Untuk meminimalisir
dan menghilangkan
mual/muntah yang
dirasakan klien.
3. Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi tanda-tanda syok. 1. Untuk mencegah
kolostomi. selama 3x24 jam diharapkan 2. Observasi struktur, dan warna masuknya bakteri
resiko dapat berkurang feses. ataupun virus tang dapat
dengan kriteria hasil: 3. Pertahankan sistem steril pada masuk.
1. Klien tidak menunjukkan kantong kolostomi serta 2. Untuk mengidentifikasi
tanda-tanda infeksi. berikan perawatan penggantian adanya infeksi.
2. TTV normal dan tidak kantong kolostomi dengan 3. Untuk menurunkan
menunjukkan tanda-tanda steril. resiko infeksi pada
syok. 4. Pertahankan posisi kantong klien.
3. Stoma dalam keadaan kolostomi tetap baik 4. Untuk mencegak reflek
baik. menghadap kebawah. balik usus yang dapat
4. Kebersihan sekitar area 5. Edukasi pasien dan keluarga mengkontaminasi
kolostomi terjaga. terkait penggantian kantong stoma.
kolostomi secara mandiri dan 5. Untuk meningkatkan
perawatannya. pengetahuan pasien
6. Kolaborasi dengan dokter maupun keluarga terkait
terkait terapi farmakologi jika perawatan kolostomi
diperlukan. mandiri.
6. Untuk mencegah infeksi
dan membantu
mempercepat
penyembuhan.
4. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakuakn intervensi 1. Observasi luka catat 1. Perdarahan pasca paling
berhubungan dengan insisi selama 3x24 jam diharapkan karakteristik drainase. sering terjadi selama 48
bedah (abdomen dan dapat meningkatkan 2. Ganti balutan sesuai kebutuhan jam pertama, dimana
perianal), pembentukan penyembuhan luka tepat gunakan teknik aseptik. infeksi dapat terjadi
stoma, dan kontaminasi waktu dan tidak ada 3. Ajarkan pasien posisi miring kapan saja.
fekal terhadap kulit kerusakan lebih jauh yang kanan-kiri dgn meninggikan 2. Sejumlah besar drainase
periostomal. tidak diinginkan, ditandai posisi kepala. Sarankan untuk serosa menuntut
dengan: tidak duduk terlalu lama. penggantian dengan
1. Pasien melaporkan 4. Kolaborasi irigasi luka sesuai sering untuk
lukanya mengering indikasi, gunakan cairan garam menurunkan iritasi kulit.
2. Klien melaporkan tidak faal, larutan hidrogen 3. Untuk meningkatkan
ada iritasi luka. peroksida, atau larutan drainase dari luka
3. Luka tampak normal baik antibiotik. parineal atau drain
dilihat dari warna maupun 5. Kolaborasidengan pasien menurunkan resiko
struktur dan tidak ada rendam duduk. pengumpulan. Duduk
aroma yang kurang baik lama meningkatkan
pada luka. tekanan parineal,
menurunkan sirkulasi
keluka, dan
memperlambat
penyembuhan.
4. Untuk menginflamasi/
infekasi praoperasi atau
kontaminasi
intraoperasi.
5. Untuk eningkatkan
kebersihan dan
memudahkan
penyembuhan.
5. Gangguan citra tubuh b/d Setelah dilakukan intervensi 1. Pastikan apakah konseling 1. Untuk memberikan
kolostomi dan efek keperawatan selama 2x24 jam dilakukan bila mungkin informasi tentang
kemoterapi yang didapat. diharapkan pasien dapat dan/atau ostomi perlu untuk tingkat pengetahuan
menerima kondisi diri sesuai diskusikan. pasien terhadap
situasi, menerima 2. Dorong pasien dan atau orang pengetahuan tentang
perubahan kedalam konsep tedekat untuk menyatakn situasi pasien.
diri tanpa harga diri yang perasaan tentang ostomi. 2. Untuk membantu pasien
negative. Ditandai dengan 3. Catat prilaku menarik diri. untuk menyadari
kriteria hasil: Peningkatan ktergantungan, perasaannya tidak biasa
1. Pasien pelan-pelan manipulasi, atau tidak terlibat dan perasaan bersalah
mampu menerima kondisi pada perawatan. tentng mereka tidak
keadaannya. 4. Kolaborasi dengan psikiater perlu/tidak membantu
2. Pasien dapat berdamai jika dibutuhkan. 3. Untuk mengidentifikasi
dengan kondisinya. masalah pada penilaian
3. Pasien dapat yang dapat memerlukan
meningkatkan evaluasi lanjut dan
kepercayaan diri. terapi lebih ketat.
4. Untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut
terkait psikologi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society.(2016, October 15). About Colorectal Cancer.


Retrieved May 14, 2017, from American Cancer Society:
https://www.cancer.org/cancer/colon-rectal-cancer/about/what-is-
colorectal-cancer.html
American Cancer Society.(2017). Colorectal Cancer. Facts & Figures
2017-2019. Atlanta: American Cancer Society.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc.
Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2015-2017.
Jakarta: EGC.
NANDA International. (2017). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi Edisi 10, 2017-2019. Jakarta : EGC.
National Cancer Institute. (2017, March 6). Colorectal Cancer. Retrieved
May 13, 2017, from National Cancer Institute:
https://www.cancer.gov/types/colorectal/patient/rectal-treatment-pdq
National Comprehensive Cancer Network. (2016). Colon Cancer.
Washington: National Comprehensive Cancer Network.
Smeltzer, S. C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai