Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU URETER

A. DEFINISI
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter (Sue Hinchliff,
1999). Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter.
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian
berupa nidus menjadi batu kandung yang besar. Batu juga tetap bisa tinggal di
ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter
yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang hematuria yang didahului oleh serangan
kolik (R. Samsuhidajat, 2011).

B. KLASIFIKASI
Berikut ini beberapa klasifikasi batu saluran kemih (Sjamsuhidajat, 2011):

a. Batu Kalsium Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan
BSK yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di
jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya
dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua
unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar
kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu
kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
1. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam
dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu
berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
b. Batu Asam Urat Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam
urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh
asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai
peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat
meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar
sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe
batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil
dengan terapi kemolisis.
c. Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea
di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15- 20% pada penderita
BSK Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi
saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air
kemih >7. Pada batu struvit
volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan
menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu Sistin Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian
1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine
yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga
terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu
yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah
dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air
kemih.

C. ETIOLOGI
a. Teori pembentukan inti
Teori ini mengatakan bahwa pemebentukan batu berasal dari kristal atau benda
asing yang berada dalam urin yang pekat. Teori ini ditentang oleh beberapa
argumen, dimana dikatakan bahwa batu tidak selalu terbentuk pada pasien
dengan hipereksresi atau mereka dengan resiko dehidrasi. Teori inti matrik
dimana pembentukan batu saluran kemih membutuhkan adanya substansi
organik terutama muko protein A mukopolisakarida yang akan mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori Supersaturasi
Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti
sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu.
Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi oelh pH dan kekuatan ion.
c. Teori Presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas susbstansi dalam urin. Di
dalam urin yang asam akan mengendap sistin, zastin, asam urat, sedangkan
didalam urin yang basa akan mengendap garamgaram fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Tidak adanya atau berkurangnya substansi penghambat pembentukan batu
seperti fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin
akan mempermudah pembentukan batu urin. Akan tetapi teori ini tidaklah benar
secara absolut, karena banyak orang yang kekurangan zat penghambat tak
pernah menderita batu, dan sebaliknya mereka yang memiliki faktor
penghambat malah membentuk batu.
e. Teori Lain
Berkurangnya volume urin. Dimana kekurangan cairan akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi zat terlarut (misal kalsium, natrium, oksalat dan
protein) yang mana ini dapat menimbulkan pembentukan kristal urin.

Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
ureter, yaitu:
a. Genetik Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan
menderita penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu
urin. Lebih kurang 30% sampai 40% penderita batu kalsium oksalat mempunyai
riwayat famili yang positif menderita batu
b. Jenis Kelamin Pria lebih banyak menderita batu saluran kemih dibanding
wanita (3-4:1). Disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki lebih
panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki
kadar kalsium lebih tinggi dibanding perempuan. Dan pada air kemih
perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon
testosteron yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta
adanya hormon estrogen pada perempuan mampu mencegah agregasi garam
kalsium.
c. Pekerjaan Kejadian batu kemih lebih banyak terjadi pada orang-orang yang
banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya.
d. Air Banyak minum air meningkatkan diuresis sehingga mencegah pembentukan
batu. Kurang minum dapat mengurangi diuresis, kadar substansi dalam urin
meningkat, mempermudah pembentukan batu.
e. Diet Konsumsi makanan tinggi protein yang akan meningkatkan resiko
terjadinya batu. Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam
atau antasida yang mengandung kalsium, produk susu, makananan yang
mengandung oksalat (misalnya teh, kopi instan, coklat, kacang-kacang, bayam),
vitamin C, atau vitamin D akan meningkatkan pembentukan batu kalsium.
Pemakaian vitamin D akan meningkatkan absobsi kalsium diusus dan tubulus
ginjal sehingga dapat menyebabkan hiperkalsemia dan penumpukan kalsium di
ginjal dan untuk konsumsi vitamin D ini harus digunakan dengan perawatan.
Makan makanan dan minuman yang mengandung purin yang berlebihan
(kerangkerangan, anggur) akan menyebabkan pembentukan batu asam urat
Makanan makanan yang banyak mengandung serat dan protein nabati
mengurangi resiko batu urin, sebaliknya makanan yang mengandung lemak dan
protein hewani akan meningkatkan resiko batu urin.
f. Infeksi Hampir terbentuknya batu jenis struvit didahului oleh infeksi saluran
kemih yang disebabkan oleh bakteri pemecah urea, namun jenis batu lain tidak
jelas apakah batu sebagai penyebab infeksi atau infeksi sebagai penyebab batu.
g. Obat-obatan Penggunaan obat anti hipertensi (Dyazide) berhubungan dengan
peningkatan frekuensi batu urin, begitu juga penggunaan antasida yang
mengandung silica berhubungan dengan perkembangan batu silica. (Pramod.
2009)

D. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan
kolik. Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah
bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan. Penderita sering ingin merasa
berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih
disertai dengan darah, maka penderita tersebut mengalami kolik ureter
b. Hematuri
Penderita sering mengeluh hematuria atau urin berwarna seperti teh. Namun
lebih kurang 10-15% penderita batu saluran kemih tidak menderita hematuria.
c. Infeksi
Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta
muntah dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi)
berhubungan dengan infeksi dari Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp,
dan jarang dengan E.colli.

d. Demam
Hubungan batu urin dengan demam adalah merupakan kedaruratan medik
relatif. Tanda-tanda klinik sepsis adalah bervariasi termasuk demam, takikardi,
hipotensi dan vasodilatasi perifer. Demam akibat obstruksi saluran kemih
memerlukan dekompresi segera.
e. Mual dan Muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan
mual dan muntah.
(Sjamsuhidajat, 2011)

E. PATOFISIOLOGI
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat,
asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan
merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga
idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D.
Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa
hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik
yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali
karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis
urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat,
1998 Hal. 1027).
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang
jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan
litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran
setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis
papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula
telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat, 2011).

F. KOMPLIKASI
a. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja di
saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak diatasi,
atau obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat
menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem
duktus pengumpul. Hidronefrosis
dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
b. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan dapat
menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron
karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika kedua
ginjal terserang.
c. Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi
yang berkepanjangan pada urothelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya
keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid.
d. Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua
ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga
terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar
sehingga juga mengganggu aliran kemih dari kedua orifisium ureter. Khusus
pada batu uretra, dapat terjadi diverticulum uretra. Bila obstruksi berlangsung
lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang terletak
proksimal dari batu ureter (Corwin, 2009).
G. PATHWAY
Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik

Hereditair Umur Jenis Geografi Iklim dan Asupan Air Diet Pekerjaan
Kelamin temperatur

Terjadi Presipitasi garam dalam urine

Terjadi pengendapan yang berbentuk kristal- kristal

Peningkatan distensi Abdomen


Obstruksi Batu Ginjal

Pembedahan
Anoreksia
Penurunan Reabsorbsi dan sekresi Turbulensi
Tekanan Hidrostatik
Mual muntah
Adanya Luka Insisi Hospitalisasi

Trauma Gangguan Fungsi GinjalOutput berlebihan


Inkontinuitas jaringan Kulit Kurang informasi

Distensi pada Stessor pada Keluarga


ginjal serta ureter proksimal
Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan
Buffertubuh
Pertahanan Terganggu

Pelepasan Ansietas
Mediator seni (Bradikinin, serotonin, Histamin)
Penurunan produksi urine Perubahan Status Masuknya kuman Patogen
Kesehatan
Kurang terpajan
Informasi
Resiko Infeksi
Retensi Urine
Misintrepretasi
Nyeri Akut

Gangguan Eliminasi urine Kurang Pengetahuan


H. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat
keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar
aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar.
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy
pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau
batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut sehingga
mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
c. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya
dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran
kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
e. Uroterolitotomi
Ureterolitotomi adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengambil
batu ureter baik ureter proksimal (atas) ataupun distal (bawah).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah
atas. Pembesaran ini mungkin karena hidronefrosis
2. Palpasi : Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan
atau dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan memakai
dua tangan atau dikenal juga dengan tes Ballotement, ditemukan pembesaran
ginjal yang teraba disebut Ballotement positif.
3. Perkusi : Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu sudut yang
dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1. Air kemih
a) Mikroskopis endapan: sedimen urin yang menunjukkkan adanya
leukosituria, hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.
b) Makroskopis: didapatkan gross hematuri
c) Biakan: menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
d) Sensitivitas kuman.
2. Faal ginjal
Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk melihat fungsi ginjal baik atau
tidak. Pemeriksaan elektrolit untuk memeriksa factor penyebab timbulnya batu
antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin.
3. Radiologis
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat
dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau
dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak
memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat
disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut
sebagai batu radiolusen, berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya,
dari yang paling opaq hingga yang paling bersifat radiolusent; calsium fosfat,
calsium oxalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantine.
4. Foto polos perut (90% batu kemih radioopak)
5. Foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi)
6. Ultrasonografi ginjal (Hidronefrosis)
7. Foto Kontras Khusus Retrograd dan perkerutan.
8. Analisis biokimia batu.
9. Pemeriksaan kelainan metabolik.
10. Pemeriksaan kimiawi Ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat.
Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.
11. Pemeriksaan darah lengkap Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun
akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkat jumlah lekosit yang
meningkat akibat proses peradangan di ureter.
(Pramod. 2009)

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran, lokasi, dan
etiologi kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672).
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada lingkungan
bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan kondisi
sebelumnya.
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat
dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica
urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare. Tanda : oliguria, hematuria,
piuruia, perubahan pola berkemih.
d. Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat
/ fosfat, ketidakcukupan intake cairan Tanda : Distensi abdominal, penurunan /
tidak ada bising usus , muntah
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi
atau tindakan lain Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area
abdomen.
f. Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil
g. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK, paratiroidisme,
hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat,
allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin -
Pemeriksaan diagnostik Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey
biokimia, foto Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG

2. Masalah Keperawatan
a. SDKI D.0077 Nyeri akut
b. SDKI D.0040 Gangguan Eliminasi Urin
c. SDKI D.0111 Defisit pengetahuan

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam skala nyeri
pasien menurun
KH : Nadi 60-100x/menit, RR 16-20 x/menit, skala nyeri 1-3, pasien tampak rileks,
keluhan pasien tentang nyeri menurun.
Intervensi Rasional
Catat lokasi, karakteristik, Membantu mengevaluasi tempat
durasi, frekuensi, kualitas, skala obstruksi dan kemajuan gerakan
nyeri (0- 10), penyebaran dan kalkulus. Nyeri panggul sering
faktor presipitasi. Perhatikan menyebar ke punggung, lipat paha,
tanda non verbal, contoh genitalia sehubungan dengan
peninggian TD dan nadi, gelisah, proksimitas saraf pleksus dan pembuluh
merintih darah yang menyuplai area lain. Nyeri
tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan
ketakutan,
gelisah
Jelaskan penyebab nyeri dan Memberikan kesempatan untuk
pentingnya melaporkan ke staf pemberian analgesik sesuai waktu dan
terhadap perubahan karakteristik mewaspadakan staf akan kemungkinan
nyeri lewatnya batu/terjadi komplikasi
Bantu atau dorong penggunaan Mengarahkan kembali perhatian dan
napas berfokus, bimbingan membantu dalam relaksasi otot
imajinasi, dan aktivitas
terapeutik
Tingkatkan istirahat Mengurangi kuantitas nyeri yang
dirasakan
Kolaborasi: -berikan obat sesuai Biasanya diberikan selama periode akut
indikasi: Narkotik, contoh untuk menurunkan kolik uretral dan
meperidin (Demerol), morfin meningkatkan relaksasi otot/mental
Antispasmodik, contoh flavoksat
(Uripas); oksibutin (Ditropan)
Kortikosteroid

b. Defisit pengetahuan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam skala nyeri
pasien menurun
KH : Tidak mengalami tanda obstruksi, Jumlah dan konsistensi urin normal, Tidak
ada peningkatan kalsium pada urin
Intervensi Rasional
Awasi pemasukan dan Memberikan informasi tentang fungsi
pengeluaran serta karakteristik ginjal dan adanya komplikasi
urin
Dorong meningkatkan Peningkatan hidrasi membilas bakteri,
pemasukan cairan darah, dan debris serta dapat membantu
lewatnya batu
Periksa semua urin. Catat adanya keluaran batu dan kirim
ke laboratorium untuk dianalisa
Penemuan batu memungkinkan
identifikasi tipe batu dan
mempengaruhi pilihan terapi
Selidiki kandung kemih penuh: Retensi urin dapat terjadi,
palpasi untuk distensi menyebabkan distensi jaringan
suprapubik. (kandung kemih/ginjal) dan potensial
risiko infeksi, gagal ginjal
Kolaborasi: -peningkatan BUN, elektrolit, kreatinin
- Awasi pemeriksaan mengindikasikan disfungsi ginjal
laboratorium, contoh elektrolit, -menentukan adanya ISK,
BUN, kretinin penyebab/gejala komplikasi
- Ambil urine untuk kultur dan -pembedahan untuk membuang batu
sensitivitas yang terlalu besar untuk melewati ureter
- Pielolitotomi terbuka atau -prosedur non invasif dimana batu
perkutaneus, nefrolitotomi ginjal dihancurkan dengan syok
- ESWL gelomabang dar luar tubuh.

c. Gangguan eliminasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam gangguan
eliminasi pasien dapat teratasi
KH : Pasien mampu mengenali tanda dan gejala penyakit dan faktor penyebabnya,
Pasien mampu mengetahui faktor resiko dan yang memperberat penyakitnya,
Pasien mampu mengetahui tindakan pencegahan terhadap kondisi buruk
penyakitnya.
Intervensi Rasional
Berikan penilaian tentang tingkat Untuk mengetahui seberapa besar
pengetahuan pasien tentang tingkat pemahaman pasien akan kondisi
proses penyakit yang spesifik yang dialami
Jelaskan patofisiologi dari Pasien mengetahui proses bagaimana
penyakit dan bagaiman hal ini penyakitnya bisa dialami dan
berhubungan dengan anatomi menyerang organ vital (ginjal)nya
dan fisiologi
Gambarkan tanda dan gejala Pasien dapat waspada akan tanda dan
yang biasa muncul pada penyakit gejala yang bisa muncul saat kondisi
serangan penyakit
Identifikasi kemungkinan Pasien tahu agen penyebab penyakit
penyebab dengan cara yang tepat (aktivitas, konsumsi vit. D berlebih dan
sedikit minum)
Diskusikan pilihan terapi Pasien bisa tahu tindakan dan aktivitas
apa yang harus dilakukan secara
individu maupun medis untuk
memulihkan
kondisinya
DAFTAR PUSTAKA

Basuki B. Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Malang, Fakultas kedokteran


Brawijaya
Doenges E. Marilynn. 2000 Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC
Franzoni DF, Decter RM. 2009. Percutaneous vesicolithotomy: an alternative to
open bladder surgery in patients with an impassable or surgically ablated
urethra. J Urol;162:777-778.
Pramod PR, Barrieras DJ, Bagli DJ, et al. 2009. Initial experience with endoscopic
Holmium laser lithotripsy for pediatric urolithiasis. J Urol 162:1714-1716.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Susanne, C Smel zer. 2002. Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) ,
Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC
Wehle MJ, Segura JW. In : Belman AB., Eds. 2002. Clinical pediatric urology.
Martin Dunitz.:1241.

Anda mungkin juga menyukai